PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN"

Transkripsi

1 bab tiga PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN Kalau kita membicarakan upaya memberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis. Sebagian rakyat kita menggantungkan hidupnya pada kegiatan agribisnis. Dari jumlah penduduk Indonesia 200 juta jiwa saat ini, sekitar 80 persen menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis baik pada kegiatan agribisnis hulu, agribisnis budidaya agribisnis hilir, maupun pada kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis. Pada agribisnis budidaya saja, diperkirakan sekitar 70 persen dari jumlah penduduk nasional menggantungkan hidupnya pada kegiatan di subsistem ini. Mereka inilah yang mendiami daerah pedesaan mulai dari Sabang sampai Merauke baik sebagai keluarga petard tanaman pangan, keluarga peternak, keluarga nelayan, maupun buruh tani yang sampai saat ini masih berada pada golongan berpendapatan rendah di Indonesia. Dengan demikian, bila bermaksud memberdayakan ekonomi rakyat maka yang da pat dilakukan adalah: mempercepat tingkat kemajuan sektor ekonomi dimana sebagian besar rakyat kita menggantungkan hidupnya yaitu pada sektor agribisnis, dan memperbesar pangsa manfaat ekonomi yang diterima oleh rakyat dari manfaat ekonomi yang ditimbulkan oleh kemajuan sektor agribisnis. Salah satu subsektor yang cukup penting peranannya dalam kegiatan ekonomi adalah subsektor peternakan. Gambaran 29

2 makro dari perkembangan subsektor peternakan selama ini cukup mengembirakan. Populasi sapi potong mampu bertumbuh dari hanya sekitar 6.4 juta ekor pada tahun 1969 menjadi sekitar 12 juta ekor pada tahun Populasi sapi perah bertumbuh dari sekitar 52 ribu ekor pada tahun 1969 menjadi 343 ribu ekor pada tahun Populasi kerbau yang menrngkat dari 2.9 juta ekor pada tahun 1969 menjadi 3,1 juta ekor pada tahun Sementara itu kambing dan domba yang pada tahun 1969 baru mencapai 10 juta ekor, pada tahun 1996 meningkat menjadi sekitar 22 juta ekor, Ternak yang tergolong cepat perturnbuhan populasinya adalah unggas. Populasi ayam buras pada tahun 1969 baru mencapai 61.7 juta ekor, pada tahun 1996 telah menjadi 270,7 juta ekor, Sementara itu populasi ayam ras pedaging pada tahun 1980 baru mencapai 25.5 juta ekor, pada tahun 19% telah mencapai juta ekor. Sedangkan ayam ras petelur pada tahun 1969 baru mencapai sekitar 0.6 juta ekor, meningkat menjadi 77.5 juta ekor pada tahun Dengan pertumbuhan populasi ternak tersebut diatas, maka populasi hasil ternak juga meningkat. Produksi daging nasional meningkat dari 0.3 juta ton pada tahun 1969 menjadi 1.5 juta ton pada tahun 1996* Sementara itu produksi telur nasional mampu meningkat dari 57 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 580 ribu ton pada tahun 1996, Sedangkan produksi susu segar meningkat dari 28.9 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 362 ribu ton pada tahun Dengan kemampuan produksi yang demikian, saat ini Indonesia mampu menghasilkan 4.1 juta kg daging, 1.5 juta kg telur, dan 1 juta kg susu segara setiap hari untuk memenuhi kebutuhan 200 juta penduduk. Inilah kontribusi penting dari peternak rakyat kita dalam pembangunan nasional. Bagaimana Perkembangan Pola Pengusahaan Ternak di Indonesia? Dilihat dari pengusahaan, kegiatan ekonomi berbasis peternakan diselenggarakan oleh dua golongan kepenguasaan, yaitu peternak rakyat dan perusahaan peternakan. Berdasarkan 30

3 data-data yang ada dapat dikemukakan bahwa untuk ternak sapi perah, ayam buras, domba,, kambing, dan kerbau, seluruhnya (100 persen) berada di tangan peternak rakyat. Kemudian untuk sapi potong, sebelum tahun 1990 pangsa peternak rakyat mendekati 100 persen. Namun dengan berkembangnya/eed/ ofer pada 5 tahun belakangan ini y pangsa peternak rakyat sedikit menurun yaitu sekitar persen. Sedangkan pada ayam ras petelur, pangsa peternak rakyat mencapai sekitar 80 persen. Pada ayam ras pedaging, pangsa peternak rakyat tidak diperoieh angka yang pasti. Namun dapat diperkirakan bahwa pangsa peternak rakyat tidak lebih dari 50 persen. Pangsa peternak rakyat yang demikian, secara keseluruhan menunjukkan bahwa tulang punggung penyediaan hasil ternak (daging, susu, telur) nasional adalah peternak rakyat. Kemudian dilihat dari tingkat komersialisasinya, usaha peternakan dapat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat) pola usaha, yaitu: (1). Usaha sampingan; (2). Cabang usaha; (3). Usaha pokok; dan (4). Industri peternakan. Berapa besar pangsa masing-masing pola usaha tersebut belum pernah diperolehsecara empiris, Namun secara spekulatif dapat disebutkan berdasarkan jenis ternak. Usaha ayam buras, kerbau, domba, dan kambing masih terkonsentrasi pada pola usaha sambilan dan cabang usaha. Pengusahaan jenis ternak ini umumnya terintegrasi dengan kegiatan usaha tani tanaman di pedesaan. Pada usaha sapi potong, dewasa ini tampaknya mulai terpolarisasi. Di satu sisi berkembang pola usaha sambilan-cabang usaha yang dikelola oleh peternak rakyat namun di Iain sisi juga telah berkembang industri peternakan sapi potong yang dikelola oleh pengusaha. Pada usaha ayam ras pedaging dan petelur, dewasa ini telah berkembang sebagai usaha pokok sampai industri peternakan. Bagi peternak rakyat, usaha ayam ras pedaging dan petelur sudah merupakan usaha pokok. Sedangkan usaha ayam ras yang dikelola oleh perusahaan peternakan telah menjadi suatu industri peternakan yang terintegrasi secara vertikal. Artinya industri pembibitan ayam ras, industri pakan, budidaya, industri pemotongan ayam, bahkan sampai industri jasa restoran 31

4 dan makanan berada atau dimiliki suatu grup perusahaan. Sedangkan usaha ayam ras yang dikelola oleh peternak rakyat hanyalah budidaya ayam ras (on-farm), sedangkan agribisnis hulu (industri pembibitan, industri pakan, dll), dan agribisnis hilir (industri pemotongan ayam, food service industry, perdagangan, dll) dikuasai oleh perusahaan (di bidang) peternakan. Satu-satunya kegiatan peternakan dengan pola industri peternakan yang dikuasai oleh peternak bersama koperasinya adalah agribisnis sapi perah yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Mengapa kegiatan peternakan yang telah memasuki tahap industrialisasi pangsa peternakan rakyat semakin menurun bahkan cenderung terdesak? Apakah fenomena ini mengindikasikan bahwa porsi peternak hanya sampai tahap usaha pokok saja? Fenomena yang demikian memang terjadi. Usaha ayam ras yang pada awal Orde Baru masih terbatas pada usaha sembilan atau cabang usaha, sepenuhnya dikuasai oleh peternak rakyat. Namun setelah keberhasilan pilot proyek ayam ras yang dilaksanakan di sekitar Bogor dan Yogyakarta pada awal tahun 1970-an, bisnis ayam ras kemudian dijadikan gerakan massal (dalam bentuk BIMAS ayam ras)/ dan pada masa iniiah perusahaan swasta mulai memasuki bisnis ayam ras. Pada perkembangan berikutnya ternyata pertumbuhan perusahaan swasta pada ayam ras melaju sangat cepat bukan hanya usaha budidaya tapi juga pada industri pembibitan, pakan, dan pemotongan ayam serta perdagangannya (dapat dikatakan bahwa terjadi industrialisasi peternakanayam ras). Sementara itu, peternak rakyat ayam ras hanya mampu melaju dari pola cabang usaha ke pola usaha pokok. 32

5 Akibatnya dominasi peternak rakyat dalam bisnis ayam ras digantikan oleh dominasi perusahaan peternakan. Hal ini menimbulkan persaingan yang ketat pada tahun 1980, dan peternak rakyat banyak yang gulung tikar. Saat itulah awal gejolak bisnis ayam ras dan berlangsung sampai sekarang, sehingga pemerintah terpaksa turun tangan melalui Keppres No. 50 tahun 1981 dan Keppres No. 22 tahun 1990, yang intinya melindungi kepentingan peternak rakyat pada subsistem agribisnis budidaya atau usahaternak ayam ras. Lantas, apakah perusahaan peternakan yang melaju cepat harus disalahkan dan harus dikambinghitamkan sebagai penyebab rendahnya kehidupan ekonomi peternak rakyat? Kita harus obyektif melihat persoalan ini. Perusahaan peternakan mampu memasuki tahap industrialisasi (bahkan saat ini sudah banyak yang go public) karena mereka mampu memperluas bisnisnya ke agribisnis hulu (terutama industri pakan) dan agribisnis hilir. Dalam bisnis ternak apapun, penguasaan pakan sangat menentukan keberhasilan bisnis ternak. Perusahaan peternakan tahu itu. Sementara peternak rakyat gagal mengembangkan kegiatan bisnisnya ke agribisnis hulu dan hilir ayam ras. Memang secara individu, peternak rakyat yang umumnya kecilkecil tidak akan mampu untuk membangun industri pakan. Tapi peternak rakyat secara bersama-sama dapat membentuk organisasi bisnisnya sehingga mampu menguasai agribisnis hulu bahkan juga agribisnis hilir. Disini jugalah kegagalan kita. Kita gagal mendorong pengembangan organisasi bisnis dari peternak rakyat ayam ras secara dini. Berbeda dengan ayam ras, agribisnis sapi perah justru berhasil mengembangkan organisasi bisnis peternak sapi perah secara dini sehingga sampai saat ini agribisnis susu segar mulai dari hulu sampai hilir dikuasai oleh peternak sapi perah melalui koperasinya baik melalui KUD/KPS sebagai koperasi primer maupun melalui GKSI sebagai koperasi sekunder. Saat ini, dari seluruh golongan petani kita, peternak sapi perahlah yang paling tinggi. 33

6 Jadi pada tahap industrialisasi peternakan, pangsa peternak rakyat tidak harus menurun, tapi dapat tetap besar bahkan dominan, bila organisasi bisnis peternak rakyat dipersiapkan secara dini sehingga mampu berfungsi sebagai lokomotif industrialisasi peternakan. Dan, tidak ada pembatasan bahwa porsi ekonomi petani hanya pada tahap usaha pokok. Peternak rakyat diharapkan mampu berkembang sejajar dengan perusahaan swasta nasional untuk menangkap peluang ekonomi baik di pasar domesrik maupun di luar negeri. Mengapa sudah 25 tahun pembangunan pertanian/peternakan berlangsung, kehidupan ekonomi peternak rakyat tidak banyak berubah? Apakah karena bisnis peternakan tidak menguntungkan? Sebenarnya secara absolut terjadi juga perubahan/perbaikan, namun secara relatif menjadi kurang berarti, karena laju peningkatan pendapatan mereka yang bukan peternak jauh lebih cepat dari laju pertumbuhan pendapatan peternak rakyat. Sehingga sampai saat ini peternak rakyat secara keseluruhan tetap berada pada golongan terendah pendapatannya, Relatif rendahnya laju pertumbuhan pendapatan peternak rakyat ini disebabkan karena rakyat dari dahulu sampai sekarang hanya menguasai kegiatan ekonomi yang memberikan nilai tambah terendah. Dalam suatu sistem agribisnis berbasis peternakan nilai tambah yang terbesar berada pada subsistem agribisnis hulu {misalnya industri pakan dan perdagangannya) dan pada subsistem agribisnis hilir (misalnya industri pengolahan hasil ternak dan perdagangannya). Sedangkan pada subsistem agribisnis budidaya/ usahaternak nilai tambahnya relatif kecil. Dengan demikian, mereka yang menguasai agribisnis budidaya akan menerima pendapatan yang relatif rendah juga. Sementara mereka yang menguasai subsistem agribisnis hulu dan hilir (pengusaha/industriawan, pedagang) menerima pendapatan 34

7 yang relatif tinggi. Mereka yang menguasai agribisnis hulu dan hilir inilah yang saat ini tergolong berpendapatan menengah ke atas bahkan sebagian telah menjadi konglomerat nasional. Posisi peternak rakyat yang berada pada kegiatan yang memberikan nilai tambah kecil, diperparah pula oleh posisinya yang terjepit karena harus menghadapi kekuatan monopoli di pasar input dan kekuatan monopsoni di pasar output usahaternak. Akibatnya harga output yang diterima peternak rakyat tetap relatif rendah, sementara harga input yang dibayar peternak cenderung mahal. Hal ini jelas akan mengurangi peluang peternak rakyat memperoleh keuntungan, Padahal secara tahunan, harga-harga produk akhir peternakan (yang dibayar konsumen) cenderung naik, tetapi dengan posisi seperti itu, kenaikan harga tersebut hanya sedikit dinikmati peternak rakyat. Jadi, kegiatan peternakan yang dikuasai oleh peternak rakyat selama ini kelihatan menjadi tidak menguntungkan, namun dilihat sebagai suatu sistem agribisnis, menguntungkan. Sebab kalau tidak menguntungkan tidak mungkin pengusaha agribisnis berbasis peternakan mampu bertahan sampai saat ini. Bahkan akhir-akhir ini makin ekspansif dan makin banyak pelaku baru (new entrants) baik yang bersifat Penanaman Modal Asing Nasional maupun yang bersifat Penanaman Modal Asing. Selain itu, sejak tahun 1993 lalu, perusahaan-perusahaan agribisnis berbasis peternakan khususnya ayam ras sudah ikut meramaikan bursa saham di pasar modal. Dan akhir-akhir ini, media massa memberikan bahwa saham agribisnis berbasis peternakan banyak diburu investor asing. Kalau tidak menguntungkan apa mungkin diburu investor asing? Apakah dengan mengembangkan koperasi agribisnis peternakan mampu memberdayakan ekonomi peternak rakyat? Menurut saya bisa. Esensi dari pemberdayaan ekonomi 35

8 peternak rakyat adalah bagaimana upaya agai peternak rakyat mampu merebut nilai tambah yang ada pada agribisnis hulu dan hilir, sekaligus mampu memperkuat usahanya. Mengingat peternak rakyat kita umumnya, serba kecillemah, maka secara individu tidak akan mampu merebut nilai tambah tersebut Oleh sebab itu, perlu ada organisasi bisnis peternak rakyat Maksudnya adalah bahwa peternak rakyat yang bergerak pada budidaya peternakan didorong (kalau perlu difasilitasi) untuk membentuk organisasi bisnis peternak rakyat berupa koperasi agribisnis, yang dikelola oleh orang-orang yang profesional. Perlu saya tekankan bahwa kegiatan yang dikoperasikan bukan kegiatan budidaya/ usahaternak, karena tidak efisien. Yang dikoperasikan adalah kegiatan agribisnis hulu dan hilir yang memang memiliki struktur biaya produksi menurun dengan meningkatnya jumlah produksi (decreasing cost). Koperasi ini akan mengembangkan unit-unit usaha pada agribisnis hulu (misalnya industri pakan ternak) dan unitunit usaha pada agribisnis hilir (misalnya, pemotongan ternak atau perdagangan hasil ternak). Bila kondisi yang demikian dapat dicapai, maka nilai tambah yang ada pada agribisnis hulu dan hilir peternakan akan dapat direbut oleh peternak rakyat melalui koperasinya. Selain itu, karena industri pakan sudah dimiliki oleh peternak melalui koperasinya, maka harga pakan yang dibayar oleh peternak rakyat hanyalah harga pokok penjualan saja, tidak lagi harga yang telah dintark-up atau harga monopoli seperti selama ini. Demikian juga pada agribisnis hilir, karena pemotongan ternak (pengolahan) dan perdagangan sudah dikuasai peternak rakyat melalui koperasinya, maka harga produk produk akhir peternakan yang dibayar konsumen (hasil mekanisme pasar) secara langsung dapat dinikmati oleh peternak rakyat. Dengan kondisi yang demikian maka pendapatan peternak rakyat akan meningkat dan usahanya baik usahaternak yang dikelola secara individu, maupun kegiatan agribisnis hulu dan hilir yang dikelola koperasinya akan semakin kuat dan 36

9 kondusif mencapai efisiensi tertinggi. Selama ini koperasi (KUD, koperasi unggas) sudah ada. Koperasi agribisnis peternakan yang bagaimana yang dimaksud? Koperasi (KUD, non-kud) yang ada selama ini masih terbatas pada kegiatan budidaya saja. Peran utamanya baru menyalurkan sarana produksi atau mengumpulkan (bukan memasarkan) produk usahaternak. Jadi kehadiran koperasi masih lebih memberi keuntungan bagi pengusaha yang bergerak pada agribisnis hulu dan hilir, bahkan bagi peternak rakyat dapat merugikan jika koperasi mengambil marjin dalam menyalurkan sarana produksi maupun pengumpulan hasil. Selama koperasi (KUD) masih menangani banyak komoditas, sehingga tidak pernah menguasai suatu agribisnis komoditas tertentu secara profesional. Koperasi agribisnis yang kita maksudkan disini dan yang mampu memberdayakan ekonomi peternak rakyat adalah koperasi agribisnis yang menangani suatu jenis komoditas besar sebagai usaha bisnis intinya (core business). Artinya seluruh kegiatan agribisnis mulai dari hulu sampai ke hilir dikuasai oleh koperasi. Dalam agribisnis berbasis peternakan sudah ada yang berhasil yaitu koperasi susu GKSI sebagai koperasi susu sekunder dan koperasi peternak sapi perah (KPS) sebagai koperasi primer, yang hanya menangani satu agribisnis komoditi besar yaitu agribisnis susu. Pada agribisnis hulu susu, koperasi memiliki pabrik pakan ternak, dan gudang pencampuran pakan ternak, mengimpor Iangsung bibit sapi perah dan memiliki pembesaran pedat sapi perah, dan Iain-lain. Sedangkan pada kegiatan usahaternak, dilaksanakan oleh peternak sapi perah (di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur). Sedangkan pada agribisnis hilir, mereka memiliki pabrik pengolahan susu (Milk Treatment), armada khusus pengangkutan susu, industri pengolahan susu (pasteurisasi, yoghurt) susu alam murni, dan mengembangkan aliansi dengan industri pengolahan susu seperti dengan PT. 37

10 Friesche Vlag Indonesia, PT. Ultra Jaya, PT. Sari Husada, PT. Nestle Indonesia, dll. Mungkin di masa yang akan datang dapat mendirikan industri es krim. Pada ayam ras, saat ini Departemen Pertanian c.q. Direktorat Jenderal Peternakan bersama-sama dengan Pemda Jawa Barat sedang mengembangkan koperasi agribisnis ayam ras. Kita harapkan koperasi ayam ras ini mampu berkembang cepat. Pada komoditi lainnya seperti sapi potong, domba, kambing, dan ayam buras dapat muncul koperasinya di masa yang akan datang. Di negara-negara Eropa seperti Denmark dan Belanda, koperasi agribisnis dengan usaha bisnis inti satu komoditi besar sangat berhasil. Bahkan di negara Jepang dimana Bung Hatta dulu belajar koperasi, yang berkembang adalah koperasi agribisnis seperti itu. Apakah bila dari hulu hingga ke hilir dikuasai oteh koperasi agribisnis tidak menciptakan distorsi pasar seperti praktek kartel? Tidak akan! Sebab, mengembangkan koperasi agribisnis suatu komoditi tidak bermaksud (tidak akan) membuat seluruh petemak tergabung dalam satu koperasi sebab tidak akan berhasil, karena terlalu besar. Yang akan kita kembangkan adalah banyak koperasi agribisnis dalam satu komoditi. Di Jawa Barat misalnya untuk ayam ras, akan ada puluhan koperasi agribisnis, dan demikian juga halnya di propinsi lain. Lagi pula, ada perusahaan swasta yang juga terintegrasi secara vertikal. Jadi ada puluhan koperasi agribisnis dan puluhan perusahaan swasta, yang saling bersaing di pasar produk akhir baik antar koperasi agribisnis, antar perusahaan swasta maupun antar perusahaan swasta dengan koperasi agribisnis. Kalau begitu banyak pelaku agribisnis, disuruhpun berkolusi tidak akan terjadi kolusi. Tapi kalau jumlahnya sedikit,dilarangpun berkolusi pasti akan berkolusi. Selain itu beberapa tahun yang akan datang kita akan 38

11 memasuki era perdagangan bebas di kawasan AFT A kemudian APEC. Dengan era perdagangan bebas, maka persaingan antar koperasi agribisnis, perusahaan swasta dan perusahaan asing akan meningkat. Jadi tidak mungkin terbentuk kartel. Yang terjadi adalah persaingan. Dan ini baik karena akan mendorong efisiensi dan inovasi. Bagaimana tahap-tahap pengembangan koperasi agribisnis peternakan? Apakah sumberdaya manusia peternak rakyat mampu? Dan apa peran pemerintah? Bagi peternak rakyat yang sudah ada koperasinya, sudah Iebih mudah karena tinggal mengembangkan saja. Tapi bagi peternak rakyat yang belum ada koperasinya, kita perlu mendorong dan membantu mereka untuk berkoperasi. Pada bisnis peternakan, keberhasilan bisnis akan sangat tergantung pada pakan, karena sekitar persen dari biaya produksi adalah pakan. Siapa yang menguasai pakan, dialah yang unggul dalam bisnis peternakan. Oleh karena itu, yang harus segera (pertama) digarap oleh koperasi agribisnis peternakan adalah industri pakan. Industri pakan ini tidak perlu besar-besar, Iebih baik skala menengah tapi layak dan sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Setelah pakan ini digarap, baru dilanjutkan pada agribisnis hilir misalnya pemotongan ternak atau pengolahan maupun perdagangan. Dalam mengarap pemotongan ternak atau pengolahan hasil ternak ini dapat secara murni dimulai koperasi. Tapi dapat juga dengan aliansi atau modal venture dengan perusahaan swasta atau BUMN. Dalam perdagangan hasil ternak misalnya koperasi dapat mengadakan kios-kios hasil ternak baik di pasar tradisional maupun pasar elit.selanjutnya untuk menjamin kontinuitas bahan baku pakan terutama jagung, koperasi agribisnis dapat mengembangkan jarrngan usaha bisnis dengan koperasi petani jagung atau membuka perkebunan jagung secara modal venture dengan koperasi agribisnis peternakan lainnya atau dengan 39

12 koperasi agribisnis jagung atau dilakukan secara sendiri-sendiri. Demikian seterusnya, mungkin sampai pada pembibitan dan Iain-Iain. Koperasi agribisnis tersebut, terrnasuk unit-unit usahanya, harus dikelola secara profesional Dewasa ini peternak rakyat sudah banyak yang pintar (karena pengalaman) bahkan pada ay am ras banyak yang sudah tingkat sarjana. Kalaupun tidak ada, tidak menjadi hambatan untuk mengembangkan koperasi agribisnis. Perusahaan peternakan yang ada saat ini, pemiliknya tidak tahu apa-apa tentang bisnis ternak. Mereka merekrut orang-orang yang profesional. Kalau perusahaan peternakan mampu menggaji orang-orang profesional, mengapa koperasi agribisnis peternakan tidak mampu. Saya yakin mereka mampu. Contohnya sudah ada, yaitu Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Saat ini GKSI teiah mampu merekrut dan menggaji 35 orang tenaga kerja SI dan S2. Kemudian peran pemerintah jelas sangat dibutuhkan, terutama pada awal pengembangan koperasi agribisnis. Sudah saatnya pemerintah lebih serius lagi untuk mendorong pengembangan koperasi agribisnis ini. Pada awal perkembangannya, peran pemerintah cukup penting seperti memberi kemudahan izin usaha, lokasi, fasilitas kredit, dll. Sejarah GKSI menunjukkan GKSI mampu berkembang pesat karena pemerintah memberi kemudahan-kemudahan (tanpa menciptakan distorsi). Dalam masalah atau kemelut yang dihadapi GKSI selama ini, pemerintah cukup tanggap dan sigap memberikan solusinya. Soal fasilitas kredit, saat ini sudah cukup banyak skim kredit yang dapat dimanfaatkan koperasi. Skim kredit ini perlu dibesarkan dan dipermudah penyalurannya. Mungkin sudah saatnya kita memiliki Bank Agribisnis yang berperan dalam menghimpun/mengorganisir skim atau sumber kredit yang ada dan menyalurkannya pada koperasi agribisnis. 40

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka Peternak Melalui Pengembangan Koperasi 13Memberdayakan Agribisnis Peternakan Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING bab delapan belas REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING Duapuluh tahun sudah kemelut pada agribisnis perunggasan berlangsung, namun tanda-tanda akan berakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS bab dua AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS Pendahuluan Tinggal satu Pelita lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas yakni pada tahun 2003 di kawasan AFTA (Asean

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian telah terbukti sebagai sektor yang mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian adalah peternakan, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA 12Pemberdayaan Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura Keluar dari Jeratan Lingkaran Setan Sosial Ekonomi Pendahuluan Kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung makna sebagai suatu perubahan keadaan menjadi

Lebih terperinci

Hubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll.

Hubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll. 36 MEMULAI DARI 0 36.1 Untuk bisa memulai BUMM, harus dimulai oleh kita sendiri dengan mencoba memasuki dan merebut pasar di sekitar sebuah masjid. Pilihlah barang yang berdasarkan analisa pasar, pasokan

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA bab tujuh belas MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA Pendahuluan Sejak dikeluarkannya SK Menperindag No.ll5/MPP/ Kep/2/1998 tanggal

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT Sebagai Sektor Utama Ekonomi Rakyat: Prospek dan 16Agribisnis Pemberdayaannya Pendahuluan Satu PELITA lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di Indonesia jika dibandingkan dengan komoditas peternakan lainnya, karena sejak pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL

MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL bab sepuluh MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL Dalam bisnis perunggasan, kerjasarna kemitraan bukanlah hal baru. Sekalipun demikian masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

10Pilihan Stategi Industrialisasi

10Pilihan Stategi Industrialisasi 10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR

PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR bab dua belas PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR Bisnis ayam ras di Indonesia yang tak putus dirundung kemelut, tampaknya tak lepas dari pantauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT) bab empat PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE- NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT) Pendahuluan Wilayah Jawa Barat merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian telah terbukti sebagai sektor yang mampu bertahan dalam

I. PENDAHULUAN. Pertanian telah terbukti sebagai sektor yang mampu bertahan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian telah terbukti sebagai sektor yang mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian adalah petemakan, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh petumbuhan di sektor industri dan sektor pertanian. Sektor industri dan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH ix Tinjauan Mata Kuliah A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH Mata kuliah PENANGANAN DAN PENGOLAHAN HASIL PETERNAKAN ditujukan: (1) untuk mengenal dan memahami macammacam sumber hasil peternakan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi. pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan.

I. PENDAHULUAN. Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi. pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan. Selain itu juga, agribisnis mencakup mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta menambah

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU Oleh : Budiman Hutabarat Delima Hasri Azahari Mohamad Husein Sawit Saktyanu Kristyantoadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness)

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 No. 73/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI PER EKOR PER TAHUN DARI USAHA SAPI POTONG SEBESAR Rp.3,6 JUTA, USAHA KAMBING Rp.578,8 RIBU, USAHA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Pohon Industri Ayam Ras Bagan Roadmap Pengembangan Komoditas Visi Menjadi

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang diawali krisis moneter dan berujung pada krisis. multidimensi yang masih melanda Indonesia, telah menyadarkan

Krisis ekonomi yang diawali krisis moneter dan berujung pada krisis. multidimensi yang masih melanda Indonesia, telah menyadarkan 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang diawali krisis moneter dan berujung pada krisis multidimensi yang masih melanda Indonesia, telah menyadarkan terjadinya kekeliruan pembangunan selama

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci