PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS
|
|
- Erlin Shinta Makmur
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 bab tiga belas PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS Pendahuluan Tidak lama lagi era perdagangan bebas akan segera kita masuki. Meskipun secara internasional era perdagangan bebas akan berlaku efektif pada tahun 2020, namun bagi Indonesia sudah harus dimulai pada tahun 2003 di kawasan AFTA kemudian meluas ke kawasan APEC pada tahun 2010, Oleh karena itu, mumpung masih ada waktu, kita harus mempersiapkan diri agar benar-benar siap memasuki era perdagangan bebas. Dalam memasuki era perdagangan bebas, sektor agribisnis merupakan sektor andalan Indonesia. Selain sumberdaya yang kita miliki sangat mendukung dan melibatkan sekitar 80 persen jumlah penduduk; pilihan sektor agribisnis sebagai andalan nasional juga memiliki prospek yang tinggi dalam perdagangan internasional. Di kawasan Asia Timur dan Tenggara misalnya, hampir setiap negara sedang mengalihkan 145
2 strategi industrialisasinya kepada industri-industri yang tidak berbasis pada pertanian. Sehingga dimasa yang akan datang, diperkirakan sebagian besar negara-negara di kawasan tersebut akan menjadi pengimpor produk-produk agribisnis. Dengan demikian, bila Indonesia mengkhususkan diri pada pengembangan agribisnis,maka akan dapat memasok produkproduk agribisnis ke negara-negara tersebut. Salah satu komoditas agribisnis yang dapat diandalkan di masa yang datang adalah komoditas ayam ras. Di masa Ialu kita mencatat bahwa industri ayam ras telah berkembang dengan pesat, sehingga dalam waktu yang relatif singkat mampu merubah bisnis ayam ras dari skala keluarga menjadi suatu agribisnis modern. Dengan perkembangan yang pesat ini, agribisnis ayam ras telah mampu menyediakan daging ayam untuk kebutuhan domestik, bahkan sejak tahun 1990 telah mampu mengekspor. Dari data-data yang ada, diperoleh gambaran bahwa agribisnis ayam ras Indonesia masih berada pada fase yang bertumbuh (belum leuelling-off), sehingga dapat diandalkan sebagai sumber pertumbuhan dan penyumbang ekspor di masa depan. Menghadapi masa depan, dengan bergulirnya liberalisasi perdagangan, maka Iingkungan ekonomi yang dihadapi agribisnis ayam ras akan sangat berbeda dengan masa Ialu. Oleh karena itu, untuk menyiasatinya diperlukan perubahan pendekatan pembangunan agribisnis ayam ras. Bila di masa lalu, Iingkungan ekonomi internasional dan perubahan pasar produk ayam ras belum diakomodir sepenuhnya dalam strategi pengembangan agribisnis ayam ras, maka di masa yang akan datang hal tersebut harus diakomodir sepenuhnya agar mampu bersaing pada Iingkungan ekonomi baru. Prospek Agribisnis Ayam Ras Prospek ekonomi agribisnis ayam ras di masa yang akan datang, dapat dilihat baik dari sisi penawaran (supply side) maupun dari sisi permintaan (demand side). 146
3 Dari sisi permintaan prospek agribisnis ayam ras berkaitan dengan peranan daging ayam ras dalam struktur konsumsi daging dan sifat permintaannya yang sangat sesuai dengan perkembangan masa depan. Dalam struktur konsumsi daging nasional, pangsa daging ayam mengalami peningkatan dari sekitar 13 persen pada tahun 1970-an menjadi sekitar 60 persen saat ini. Selain pangsanya meningkat, konsumsi per kapita juga meningkat dari 0.06 kg per kapita per tahun pada tahun 1980 menjadi sekitar 3 kg per kapita per tahun pada tahun 19%. Hal ini menunjukkan bahwa struktur konsumsi daging di Indonesia telah mengalami pergeseran menuju pangsa daging ayam ras yang makin besar. Pergeseran ini juga terjadi secara internasional. Menurut data USDA (1995), dalam tahun laju konsumsi per kapita daging dunia mengalami penurunan sekitar 1.8 persen, sementara laju konsumsi per kapita daging ayam ras mengalami peningkatan sekitar 3.5 persen per tahun. Pergeseran ini menunjukkan bahwa preferensi konsumen terhadap daging semakin bergeser dari red meat kepada white meat.selain makin pentingnya peranan daging ayam ras dalam struktur konsumsi daging, daging ayam ras juga memiliki sifat permintaan yang elastis terhadap perubahan pendapatan. Bila pendapatan meningkat maka konsumsi daging ayam ras juga meningkat Sebagai gambaran, tahun 1993 Philipina dengan pendapatan US$ 915, konsumsinya baru mencapai 5 kg; Thailand dengan pendapatan US$ 1700, konsumsinya mencapai 9 kg; New Zealand dengan pendapatan US$ konsumsinya mencapai 20 kg; Singapura dengan pendapatan US$ konsumsinya teiah mencapai 38 kg; dan Amerika Serikat dengan pendapatan US$ 23700, konsumsi daging ayam telah mencapai 44 kg per kapita per tahun (USDA, 1995). Dimasa yang akan datang, khususnya dalam era perdagangan bebas, pendapatan per kapita penduduk dunia masih akan meningkat terutama pada negara-negara yang saat ini termasuk negara-negara berpendapatan rendah dan tinggi. Dengan demikian konsumsi daging ayam ras juga diperkirakan akan meningkat. Indonesia misalnya, menurut perkiraan, tahun 2005 pendapatan per kapita akan meningkat menjadi sekitar 147
4 US$ 2500, dan konsumsi daging ayam ras diperkirakan akan mencapai 10 kg/kapita/tahun. Dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa pada saat itu, maka dibutuhkan sekitar dua milyar kilogram daging ayam setiap tahun atau sekitar 5.5 juta kg setiap hari. Ini adalah pasar yang sangat besar dan kegiatan bisnis yang sangat besar pula. Sementara itu, dari sisi penawaran pengembangan agribisnis ayam ras juga masih prospektif di Indonesia. Dewasa ini, satu-satunya komoditas agribisnis yang paling kuat subsistem agribisnis hulunya adalah agribisnis ayam ras. Menurut Ditjen Peterrnakan, dewasa ini Indonesia memiliki industri pembibitan ayam ras 109 buah, yaitu Galur Murni (Pure Line) 1 buah, Ayam Bibit Nenek (Grand Parent Stock) 13 buah, dan Ayam Bibit Induk (Parent Stock) 95 buah dengan kapasitas produksi 600 juta ekor DOC stok final per tahun. Selain itu juga terdapat 60 buah industri pakan ternak dengan kapasitas produksi 5 juta ton per tahun. Kemudian industri obat ternak sekitar 34 buah, yang mampu memproduksi kebutuhan pharmasetik, biologik dan premiks. Industri hulu ayam ras tersebut khususnya industri pakan masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Sebagaimana diketahui bahwa pangsa biaya terbesar dalam biaya produksi ayam ras adalah pakan. Dengan komponen pakan terbesar adalah jagung dan kacang kedele, maka penguasaan jagung dan kacang kedele akan menentukan penguasaan agribisnis ayam ras. Indonesia masih memiliki ruang gerak pengembangan produksi jagung dan kedele yang cukup luas. Dimasa lalu, perhatian kita untuk mengembangkan produksi jagung dan kedele masih rendah sehingga sebagian kebutuhan jagung dan kedele masih diimpor. Dengan mempercepat pengembangan jagung dan kedele di Indonesia ke depan, akan memperbesar prospek agribisnis ayam ras. Apakah prospek permintaan dan penawaran dari agribisnis ayam ras Indonesia akan dapat dimanfaatkan oleh pelaku agribisnis nasional, akan ditentukan oleh keseriusan kita dalam mempersiapkan agribisnis ayam ras sedemikian rupa sehingga mampu menghadapi tantangan masa depan. 148
5 Tantangan Agribisnis Ayam Ras Dimasa yang akan datang, agribisnis ayam ras Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan besar baik yang bersumber dari perubahan lingkungan ekonomi nasional, perubahan fundamental pada pasar produk ayam ras maupun dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik. Dengan diratifikasinya WTO pada tanggal 1 Januari 1995 yang lalu, maka regim protektif dalam perdagangan internasional telah berakhir. Berbagai kebijakan tarif dan nontarif yang membatasi perdagangan dimasa lalu secara bertahap akan dihapus/dinunimumkan. Meskipun WTO baru akan efektif pada tahun 2020, namun bagi Indonesia era liberaslisasi perdagangan dan investasi sudah harus dimulai pada tahun 2003 di kawasan AFTA, dan kemudian meluas ke kawasan APEC pada tahun Liberalisasi perdagangan membawa peluang dan tantangan baru bagi agribisnis ayam ras nasional. Dengan diminimumkannya tarif perdagangan, maka pasar produk ayam ras pada setiap negara akan semakin terbuka bagi setiap negara, sehingga persaingan antar produsen ayam ras akan semakin ketat Bila agribisnis ayam ras Indonesia mampu bersaing, maka pangsa pasarnya akan meningkat Sebaliknya, bila tidak mampu bersaing maka bukan hanya pangsa pasarnya hilang di pasar internasional, tapi di pasar domestik sendiri juga akan terdesak. Oleh karena itu tantangan utama pengembangan agribisnis ayam ras Indonesia saat ini (bukan di masa depan!) adalah bagaimana meningkatkan daya saing agribisnis ayam ras Indonesia. Kemampuan bersaing dalam era perdagangan bebas, tidak dapat dijainin hanya dengan mengandalkan potensi sumberdaya (supply side) saja. Makin menguatnya globalisasi ekonomi dunia (produksi dan keuangan) yang menyertai liberalisasi perdagangan, akan memungkinkan negara lain untuk memanfaatkan sumberdaya bawaan {endowment factor) yang 149
6 kita miliki baik melalui Perusahaan Multi- nasional, Perusahaan Global maupun melalui Aliansi Strategis. Sehingga, peranan keunggulan sumberdaya suatu negara semakin kabur dalam penentu daya saing. Pengertian keunggulan bersaing mutakhir adalah the ability to deliver goods and services at tiie time, place, and form sought by buyers, in both tlie domestic and international markets, at prices as good or better titan those of otlier potential suppliers, while earning at least opportunity cost on resources employed (Sharpless and Milhan, 1990 ; Cook M Land and M. E. Bredahl, 1991). Konsep mutakhirkeunggulan bersaing tersebut menunjukkan bahwa kemampuan menjual produk ayam ras yang sesuai dengan tuntutan selera konsumen merupakan syarat utama bagi agribisnis ayam ras yang berdaya saing. Dengan perkataan lain, agribisnis ayam ras yang hanya berorientasi pada biaya produksi yang inurah, tidak menjamin agribisnis ayam ras akan berdaya saing. Biaya produksi yang murah akan mendukung daya saing bila produk yang dihasilkan sesuai dengan selera konsumen, Oleh karena itu, selera konsumen haruslah menjadi cetak biru (blue print) dari produk dan atribut produk yang dihasilkan oleh agribisnis ayam ras. Berbeda dengan masa lalu, seiera konsumen internasional terhadap produk agribisnis termasuk produk ayam ras sedang mengalami perubahan fundamental terutama disebabkan perubahan dalam konsep nilai kesejahteraan. Pertama, menguatnya kesadaran masyarakat internasional terhadap pentingnya penghargaan sesama manusia telah meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia. Perlindungan hak asasi manusia di negara mana saja, bukan lagi sekadar urusan tanggung jawab negara yang bersangkutan, tetapi merupakan tanggung jawab bersama secara internasional sehingga pelaksanaannya memerlukan kontrol sosial internasional. Meskipun hal ini sering dinilai berbobot politik, namun kenyataan menunjukkan bahwa perlindungan hak-hak asasi manusia telah masuk dalam pertimbangan keputusan ekonomi (konsumsi, produksi, perdagangan). Kedua, meningkatnya 150
7 pengetahuan dan kesadaran masyarakat internasional tentang kaitan mutu lingkungan hidup dengan kesejahteraan, telah meningkatkan kepedulian terhadap masalah lingkungan hidup. Berbagai bentuk kemerosotan mutu lingkungan hidup seperti pemanasan global (global warming), perubahan iklim (global climat change), polusi, dll, telah disadari sebagai sesuatu yang mengancam kesejahteraan manusia. Perwujudan dari kepedulian tersebut adalah aspek perlindungan mutu lingkungan hidup telah masuk dalam pertimbangan keputusan ekonomi. Ketiga, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kaitan kualitas bahan pangan dengan kesehatan dan kebugaran tubuh serta terjadinya perubahan dalam gaya hidup (life style) telah menyebabkan konsumen menuntut aspek gizi, keamanan (safety) pangan,, kepraktisan, dll dari bahan pangan yang akan dikonsumsi. Secara keseluruhan, ketiga hal di atas secara konvergen telah merubah perilaku konsumen dalam mengevaluasi suatu produk yang akan dibeli. Bila dimasa Ialu, konsumen hanya mengevaluasi suatu produk berdasarkan atribut utama seperti jenis dan harga daging ayam, maka dewasa ini konsumen telah menuntut atribut yang lebih rinci dan komprehensil Perubahan preferensi konsumen yang menuntut atribut yang lebih rinci tersebut harus diikuti dan diakomodir oleh agribisnis ayam ras agar mampu bersaing di pasar internasional. Atributatribut produk ayam ras yang telah menjadi tuntutan konsumen perlu dijadikan cetak biru (blue print) dari produkayam ras yang akan dihasilkan oleh agribisnis ayam ras, Karena produk akhir dari ayam ras merupakan hasil dari tahapan-tahapan proses produksi (mulai dari DOC pure line sampai produk daging ayam ras) yang sangat terkait, maka agribisnis ayam ras memerlukan suatu sistem pengelolaan mutu (Total Quality Management System). Dengan perkataan lain, dengan karakteristik teknis dan bisnis dari agribisnis ayam ras, agar pengelolaan mutu efektif, dibutuhkan struktur agribisnis ayam ras yang integratif mulai dari hulu hingga ke hilir. 151
8 Struktur dan Perilaku Agribisnis Ayam Ras Struktur agribisnis ayam ras nasional dewasa ini, umumnya masih tersekat-sekat (dispersal) yang bila berlanjut terus, sulit diharapkan mampu bersaing dalam era perdagangan bebas, Struktur agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat dicirikan oleh: Pertama, subsistem agribisnis hulu (industri: pembibitan, pakan, obat-obatan), subsistem agribisnis budidaya ayam ras, dan subsistem agribisnis hilir (RPA/TPA, pedagang, industri makanan) dikuasai oleh pengusaha yang berbeda-beda, dan memiliki kekuatan yang tidak berimbang. Kenyataan menunjukkan bahwa subsistem agribisnis budidaya dikuasai oleh peternak rakyat yang serba lemah. Sementara subsistem agribisnis hulu dan hilir dikuasai oleh perusahaan peternakan atau perusahaan di bidang peternakan yang serba kuat Kedua, antar subsistem saling terpisah / bertindak sendiri-sendiri, tidak ada hubungan organisasi fungsional dan hanya diikat oleh hubungan pasar produk antara, Ketiga, adanya asosiasi pengusaha yang bersifat horisontal (GPPUI, GPMT) dan cenderung berfungsi sebagai kartel. Struktur agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat demikian menimbulkan masalah transmisi (pass through problem) dan margin ganda (double marginalizatiori), yang justru memperlemah agribisnis ayam ras secara keseluruhan. Berbagai bentuk masalah transmisi dalam agribisnis ayam ras selama ini diantaranya adalah: Pertama, transmisi harga bersifat asimetris. Penurunan harga daging ayam ditransmisikan dengan cepat dan sempurna ke usaha budidaya ayam ras sementara kenaikan harga ditransmisikan secara lambat dan tidak sempurna. Hal inilah salah satu penyebab mengapa harga ayam hidup di tingkat peternak lebih bergejolak daripada harga daging ayam di tingkat konsumen. Kedua, informasi pasar seperti perubahan selera konsumen tidak ditransmisikan secara sempurna dari subsistem agribisnis hilir ayam ras ke subsistem agribisnis ayam ras yang lebih hulu. Bahkan, informasi pasar tersebut cenderung ditahan untuk memperkuat posisi monopsonistis, Ketiga, 152
9 konsistensi mutu produk mulai dari hulu hingga ke hilir tidak terjamin, karena pelaku masing-masing subsistem agribisnis ayam ras bertindak untuk kepentingan sendiri-sendiri. Misalnya, daging ayam dengan residu obat-obatan yang sangat rendah belum dapat dihasilkan olehagribusinis ayam ras kita, karena pada usaha budidaya cenderung menggunakan obat-obatan/ vaksin yang berlebihan (untuk menekan resiko penyakit). Hal ini didukung pula oleh industri/pedagang obat-obatan ternak yang mempromosikan penggunaan obat-obatan (untuk memaksimumkan keuntungan) kepada petemak. Keempat, tidak terjadinya inovasi pada setiap sub-sistem agribisnis ayam ras (kecuali asal impor). Struktur agribisnis yang tersekatsekat dan disertai oleh kekuatan monopolistik-monopsonistik menyebabkan tidak ada insentif untuk melakukan inovasi. Kemudian, masalah margin ganda terjadi pada agribisnis ayam ras melalui praktek penetapan harga diatas harga normal (mark-up pricing). Dengan struktur yang tersekat-sekat, berarti terdapat banyak tahapan pasar produk antara (intermediate product market) seperri pasar pakan, pasar DOC, pasar obatobatan, pasar ayam hidup, pasar karkas, dll. yang masing-masing tahapan mengambil marjin perdagangan (margin trading). Praktek penetapan harga yang diatas harga normal ini semakin besar manakala pada pasar produk antara terdapat kekuatan monopolistik-monopsonistis. Dampak dari masalah margin ganda ini selama ini antara lain adalah: Pertama, harga pokok penjualan daging ayam menjadi relatif tinggi sehingga konsumen dirugtkan dan daging ayam ras kalah bersaing dengan asal impor. Kedua, skala produksi setiap tahapan produksi mulai dari pembibitan sampai ke pengolahan hasil tidak seimbang. Daya serap DOC pada usaha budidaya, tidak sesuai dengan kapasitas produksi DOC pembibitan, sehingga gejolak DOC tetap terjadi. Pada periode tertentu terjadi kelebihan penawaran DOC, pada periode lainnya terjadi kelebihan permintaan DOC. Keadaan ini juga menyebabkan mengapa pada industri pembibitan, industri pakan, RPA, terjadi kelebihan kapasitas (idle capacity). 153
10 Struktur agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat tersebut juga tidak kondusif untuk mengakomidir kepentingan ekonomi petemak rakyat. Dengan memberikan usaha budidaya sebagai porsi petemak rakyat, sulit diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak apalagi memberdayakan usahanya. Sebabnya adalah: Pertama, dalam agribisnis ayam ras, nilai tambah (added value) yang terbesar berada pada subsistem agribisnis hulu dan hilir. Sedangkan pada subsistem agribisnis budidaya nilai tambahnya kecil. Oleh karena itu, peternak rakyat yang berada pada subsistem budidaya tersebut akan selalu menerima pendapatan yang rendah. Kedua, dengan struktur agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat tersebut, berarti menempatkan peternak rakyat pada dua kekuatan eksploitasi ekonomi yaitu, pada pasar sapronak peternak menghadapi kekuatan monopolistik dan pada pasar ayam hidup peternak rakyat menghadapi kekuatan monopsonistis. Menghadapi kekuatan tersebut jelas peternak rakyat selalu dirugikan. Uraian di atas menunjukkan bahwa dengan struktur agribisnis ayam ras kita dewasa ini bukan hanya sulit diandalkan untuk mampu bersaing pada era perdagangan bebas, tapi cenderung melestarikan gejolak ayam ras yang merugikan semua pelaku agribisinis ayam ras. Oleh karena itu, tantangan saat ini adalah bagaimana strategi pengembangan agribisinis ayam ras yang berdaya saing dan mampu mengakomodir kepentingan seluruh pelaku agribisnis itu sendiri. Strategi Pengembangan Agribisnis Ayam Ras Kondisi suatu agribisnis merupakan gambaran nyata dari landasan utamanya yaitu struktur agribisnis itu sendiri. Struktur agtibisnis akan menentukan perilaku agribisnis dalam merespon terhadap lingkungan ekonomi yang ada, dan selanjutnya perilaku ini akan menentukan kinerja dari agribisnis yang bersangkutan. Untuk membangun suatu agribisnis ayam ras yang berdaya saing, struktur agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat tersebut harus ditransformasikan kepada struktur yang integrasi vertikal, 154
11 mulai dari hulu sampai ke hilir. Esensi struktur agribisnis integrasi vertikal adalah bahwa seluruh subsistem dari agribisnis ayam ras mulai dari subsistem agribisnis hulu (pembibitan, pakan, obat-obatan), subsistem budidaya, subsistem agribisnis hilir (RPA, pengolahan, perdagangan) berada pada satu keputusan manajemen. Hal ini berbeda dengan struktur agribisnis yang tersekat-sekat, dimana keputusan manajemen berada pada setiap subsistem, yang umumnya tidak saling konsisten, sehingga menciptakan bentuk-bentuk masalah transmisi dan margin ganda. Struktur agribisnis terintegrasi vertikal analog dengan suatu perusahaan dimana subsistem-subsistem agribisnis merupakan departemen-departemen perusahaan, sehingga pasar produk antara (pasar: DOC FS, pakan, obat-obatan, ayam hidup) tidak ada, yang ada adalah pasar produk akhir (daging ayam) dan pasar input yang paling hulu seperti pasar bahan baku pakan, pasar DOC galur murni, dll. Dengan agribisnis integrasi vertikal ini, yang menjadi tujuan bersama dari peiaku-pelaku ekonomi yang terlibat didalamnya adalah keuntungan total akhir,, yang pembagian keuntungan diantara pelaku ditentukan oleh besarnya pangsa biaya (sliare-cost) dalam biaya total (total-cost). Bentuk operasional dari agribisnis integrasi vertikal pada ayam ras yang perlu dikembangkan adalah bentuk-bentuk yang mampu mengakomodir peiaku-pelaku agribisnis ayam ras yang telah ada selama ini. Tiga pola diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Agribisnis Integrasi Vertikal dengan Pola Koperasi Agribisnis. Pada bentuk ini usaha peternak rakyat, usaha kecilmenengah, yang selama ini bergerak pada usaha budidaya ayam ras didorong (difasilitasi) untuk mengembangkan koperasi agribisnis ayam ras. Koperasi yang dikelola oieh orang-orang profesional untuk mengembangkan usaha pada subsistem agribisnis hulu (misalnya industri pakan), dan pada subsistem agribisnis hilir (RPA, perdagangan), sementara anggotanya tetap pada usaha budidaya atau usaha semula. 155
12 Kedua, Agribisnis Integrasi Vertikal dengan Pola Usaha Patungan, Pada bentuk ini pengusaha bibit, pakan, obatobatan, kelompok petemak rakyat/kecil/menengah, pengusaha pemotongan ayam, pengolahan ayam, dll. yang selama ini terpisah dan bertindak demi kepentingan sendiri, mengintegrasikan usahanya membentuk usaha patungan. Ketiga, Agribisnis Integrasi Vertikal dengan Pola Usaha Pemilikan Tunggal/Publik. Pada bentuk ini mulai dari hulu hingga ke hilir dimiliki suatu perusahaan publik (melalui saham) atau pemilik tunggal Bentuk ini sudah banyak yang operasional dalam agribisnis ayam ras. Ketiga pola tersebut diatas memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Pola usaha tunggal/publik atau usaha patungan umumnya memiliki kemampuan penguasaan teknologi yang relatif tinggi, dan didukung oleh sumberdaya manusia yang lebih handal. Pola koperasi agribisnis umumnya memiliki penguasaan teknologi dan sumberdaya manusia yang relatif rend ah. Perbedaan ini tidak perlu dilihat sebagai masalah, tapi harus dilihat sebagai potensi. Pola usaha patungan dan tunggal/publik yang umumnya menggunakan teknologi dan SDM yang tinggi, agar efisien harus menghasilkan produk bernilai tinggi (high value product) yakni daging ayam yang mengandung atribut produk rinci dan lengkap, sehingga segmen pasarnya adalah pasar elit (elite market). Kalau mutu produk yang dihasilkan rendah atau sama dengan yang dihasilkan teknologi dan SDM pas-pasan, akan tidak efisien sehingga dalam jangka panjang akan sulit bertahan (survive). Sebaliknya, pola koperasi agribisnis umumnya menguasai teknologi dan SDM yang relatif rendah, sehingga produk yang dihasilkan juga bermutu rendah. Oleh karena itu, segmen pasar yang relevan bagi mereka adalah pasar tradisional (wet-market), dimana konsumennya belum mampu membayar mutu. Bila ketiga pola agribisnis integrasi vertikal ayam ras diatas dapat berkembang, maka masalah transmisi dan masalah margin ganda akan dengan sendirinya terhapus, Setiap perubahan- 156
13 perubahan yang terjadi di pasar produk akhir atau pada pasar input hulu, akan secara cepat dan sempurna ditransmisikan dan diakomodir di dalam agribisnis itu sendiri. Dengan kata lain, agribisnis ayam ras akan memiliki daya adaptasi yang tinggi, yang merupakan salah satu ciri agribisnis berdaya saing. Kemudian, karena pasarproduk antara tidak ada lagi, maka harga pokok penjualan produk akhir akan makin murah, sehingga mempertinggi kemampuan bersaing. Selanjutnya, karena akan ada banyak pola koperasi agribisnis pada pasar tradisonal dan ada banyak pola usaha patungan dan tunggal/ publik pada pasar pasar elit, akan terdorong terjadinya persaingan. Antar koperasi akan bersaing pada pasar tradisional kemudian antar usaha patungan atau tunggal/publik akan bersaing pada pasar elit. Persaingan ini akan mendorong terjadinya efisiensi lebih lanjut sehingga makin menguntungkan konsumen dan produsen d aging ayam itu sendiri. Selain mendorong efisiensi, persaingan tersebut juga akan mendorong munculnya inovasi pada berbagai aspek. Pada aspek teknologi misalnya akan ada insentif untuk mengembangkan teknologi bibit transgenic, sehingga penggunaan obat-obatan/ vaksin dalam ayam ras dapat ditekan serendah mungkin untuk menghasilkan daging ayam residu obat-obatan. Pada subsistem agribisnis hulu, adanya persaingan akan mendorong agribisnis ayam ras untuk mengembangkan perkebunan jagung dan perkebunan kedele atau pengembangan bahan baku pakan. Selain itu juga, akan mendorong pengembangan aliansi strategis industri pembibitan baik antar atau inter agribisnis yang ada, maupun dengan perusahaan pembibitan di negara Iain. Pada subsistem agribisnis hilir, juga akan berkembang bentuk-bentuk aliansi strategis, baik aliansi produsen-produsen maupun aliansi produsen-konsumen, untuk mempermudah pemasaran. Catatan Penutup Agribisnis ayam ras Indonesia, memiliki prospek yang besar 157
14 dimasa yang akan datang. Namun, prospek tersebut tidak dengan sendirinya datang, tapi harus direbut. Dengan Iingkungan ekonomi masa depan yang penuh persaingan maka agar mampu merebut peluang yang ada, agribisnis ayam ras Indonesia harus secepat mungkin melakukan pembenahan diri. Dengan pengembangan suatu agribisnis integrasi vertikal ayam ras {dengan berbagai pola pilihan), agribisnis ayam ras akan memiliki daya saing yang dicirikan oleh: (1) kemampuan memenuhi dan menyesuaikan atribut produk ayam ras dengan preferensi konsumen yang berkembang, (2) kemampuan melakukan inovasi secara man diri melalui kegiatan peneiitian dan pengembangan, (3) kemampuan bertumbuh dan berkembang secara berkelanjutan atas kemampuan sendiri, (4) kemampuan mengantisipasi, mengabsorbsi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan ekonomi, dan (5) kemampuan berproduksi secara efisien. Untuk mengembangkan suatu agribisnis integrasi vertikal, dapat dimulai dari pola-pola kemitraan yang ada saat ini. Esensi kemitraan yang sebenarnyayakni saling bekerjasama, saling memperhatikan, saling mendukung, saling menguntungkan, hanya mungkin diwujudkan bila kebersamaan melibatkan totalitas sistem agribisnis ayam ras. Oleh karena itu, polapola kemitraan yang sudah ada jangan berhenti di situ saja, tapi diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut menuju suatu kemitraan agribisnis integrasi vertikal. 158
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
bab enam PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Pendahuluan Kegiatan ekonomi yang berbasis peternakan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang
Lebih terperinciAGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS
bab dua AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS Pendahuluan Tinggal satu Pelita lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas yakni pada tahun 2003 di kawasan AFTA (Asean
Lebih terperinciPEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
bab tujuh PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN Banyak pihak berpendapat bahwa dengan direlokasinya usaha peternakan dari wilayah perkotaan
Lebih terperinci14Pengembangan Agribisnis
14Pengembangan Agribisnis Berbasis Perikanan Menghadapi Era Perdagangan Bebas Abad 21 Pendahuluan Pengembangan subsektor perikanan dimasa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan. Produksi perikanan laut
Lebih terperinciINTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN
bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih
Lebih terperinciREKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING
bab delapan belas REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING Duapuluh tahun sudah kemelut pada agribisnis perunggasan berlangsung, namun tanda-tanda akan berakhir
Lebih terperinciMEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING
bab enam belas MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING Agribisnis ayam ras di Indonesia merupakan salah satu agribisnis yang paling cepat perkembangannya. Dimulai dengan usaha keluarga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya
Lebih terperinciMASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA
bab tujuh belas MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA Pendahuluan Sejak dikeluarkannya SK Menperindag No.ll5/MPP/ Kep/2/1998 tanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciMENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL
bab sepuluh MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL Dalam bisnis perunggasan, kerjasarna kemitraan bukanlah hal baru. Sekalipun demikian masalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,
Lebih terperinciKalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka
Peternak Melalui Pengembangan Koperasi 13Memberdayakan Agribisnis Peternakan Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang
Lebih terperinciMODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA
bab lima belas MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA Pendahuluan Di Indonesia, ternak domba diduga telah mulai dikenal sejak nenek moyang pertama bangsa Indonesia mendiami Indonesia. Adanya ternak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam
Lebih terperinciBAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA
BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA 12Pemberdayaan Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura Keluar dari Jeratan Lingkaran Setan Sosial Ekonomi Pendahuluan Kegiatan ekonomi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki
Lebih terperinciPENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM ERA GLOBALISASI
bab delapan PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM ERA GLOBALISASI Pendahuluan Agribisnis perunggasan (ayam ras pedaging dan petelur) nasional menunjukkan perkembangan yang mengesankan selama PJP-I,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang
Lebih terperinciBAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT
BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT Sebagai Sektor Utama Ekonomi Rakyat: Prospek dan 16Agribisnis Pemberdayaannya Pendahuluan Satu PELITA lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan
Lebih terperinciBAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis
BAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis Bila pembangunan sistem agribisnis yang mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing melalui modernisasi cluster industri
Lebih terperinciPENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)
bab empat PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE- NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT) Pendahuluan Wilayah Jawa Barat merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional.
Lebih terperinciTANTANGAN DAN STRATEGI PENGUSAHAAN AGRIBISNIS SAPI POTONG DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS
bab empat belas TANTANGAN DAN STRATEGI PENGUSAHAAN AGRIBISNIS SAPI POTONG DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS PENDAHULUAN Tidak lama lagi, kita akan memasuki suatu babak baru perekonomian internasional yakni era
Lebih terperinciTabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN
bab tiga PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN Kalau kita membicarakan upaya memberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang menggantungkan hidupnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai
Lebih terperinciPETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR
bab dua belas PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR Bisnis ayam ras di Indonesia yang tak putus dirundung kemelut, tampaknya tak lepas dari pantauan
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan
Lebih terperinciPengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan
Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin
Lebih terperinciuntuk Mendukung Pengembangan Agribisnis dan Ekonomi Pedesaan
Sumber Daya Manusia untuk Mendukung Pengembangan 21Pembinaan Agribisnis dan Pendahuluan Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Sekitar 55,6 persen
Lebih terperinciTinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :
Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi
Lebih terperinciALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices
Lebih terperinciPERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN
PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain
Lebih terperinci10Pilihan Stategi Industrialisasi
10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran
Lebih terperinciMembangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis
Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional Indonesia. Sektor agribisnis menyerap lebih dari 75% angkatan
Lebih terperinciBAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)
BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap
Lebih terperinciSusu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan
Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,
Lebih terperinciPOLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR
POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Politik dan Pembangunan Pertanian OLEH: SUGIARTO 09.03.2.1.1.00013 PROGRAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperincimemberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor
Lebih terperinciPENINGKATAN DAYA SAING UKM DI SEKTOR PERTANIAN : PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI
PENINGKATAN DAYA SAING UKM DI SEKTOR PERTANIAN : PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI Pendahuluan Tantangan besar yang kita hadapi setiap saat adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana
Lebih terperinciAGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI
AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi
Lebih terperinciANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA
ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman
Lebih terperinciCUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN
CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)
POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA Achmad Syaichu *) ABSTRAK Komoditas unggas (lebih dari 90 persen adalah kontribusi dari ayam ras) menduduki komoditas pertama untuk konsumsi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.
1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah
Lebih terperinciBUDI DAYA AYAM PETELUR
PROPOSAL USAHA BUDI DAYA AYAM PETELUR NAMA : SALMAWATI NIM : 10 5311 4 07 PROGRAM STUDI : S 1 JURUSAN : KURIKULUM TEK. PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,
Lebih terperinciAKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n
AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN ARIS SUBAGIYO Halama n 1 & PUSAT PERTUMBUHAN PELAYANAN Halama n Penentuan Pusat Pertumbuhan & Pusat Pelayanan 4 ciri pusat pertumbuhan : Adanya hubungan internal
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian
Lebih terperinciMASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)
MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung
Lebih terperinci- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPROSPEK TANAMAN PANGAN
PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang
Lebih terperinciPRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA
PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang
Lebih terperinciPeran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung
Lebih terperinciHubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll.
36 MEMULAI DARI 0 36.1 Untuk bisa memulai BUMM, harus dimulai oleh kita sendiri dengan mencoba memasuki dan merebut pasar di sekitar sebuah masjid. Pilihlah barang yang berdasarkan analisa pasar, pasokan
Lebih terperinci3 KERANGKA PEMIKIRAN
12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan
Lebih terperinciDAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA
VII. DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA 7.1. Hasil Validasi Model Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Hasil validasi model ekonometrika struktur,
Lebih terperincidan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia
Lebih terperinciSEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004
SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar
Lebih terperinci