REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING
|
|
- Yandi Oesman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 bab delapan belas REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING Duapuluh tahun sudah kemelut pada agribisnis perunggasan berlangsung, namun tanda-tanda akan berakhir belum juga tampak. Kemelut perunggasan dimulai pada akhir tahun an yang ditandai oleh pertikaian antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan yang sebagian besar menguasai ayam ras secara sis tern agribisnis (integrasi vertikal). Kemelut akhir tahun 1970-an ini melahirkan Kepres No. 50 tahun 1981 yang dinilai kontroversial dari sudut ekonomi. Dikatakan kontro versial karena Kepres No. 50 tahun 1981 melarang perusahaan peternakan masuk pada usaha budidaya ayam ras (sub-sistem on-farm agribisnis) dan skala usaha budidaya dibatasi. Kegiatan budidaya ayam ras diperuntukkan pada peternak rakyat. Agar sarana produksi dan pemasaran hasil terjamin, operasionalisasi dari Keppres No. 50 tahun 1981 diwujudkan dalam bentuk peternakan inti rakyat (PIR). Pada pola PIR, perusahaan peternakan bertindak sebagai inti dan peternak rakyat 199
2 sebagai plasma. Inti berkewajiban menyediakan sarana produksi (bibit, pakan, obat-obatan) kepada plasma dan memasarkan hasil (ayam hidup, telur) yang dihasilkan plasma, dengan sating menguntungkan. Pola PIR perunggasan yang kelihatannya indah ini, pada akhirnya juga gagal total melindungi peternak rakyat. Kondisi saling menguntungkan hanya tinggal mimpi, peternak rakyat tetap saja bangkrut. Sementara perusahaan peternakan tetap mampu bertahan bahkan mampu lebih berkembang karena memiliki kiat tersendiri untuk mengelola kewajiban yang dituntut Keppres 50 tahun l981. Akhirnya Keppres No. 50 tahun 1981 dicabut pemerintah (karena memang tidak berguna) dan digantikan dengan Keppres No. 22 tahun Inti Keppres No. 22 tahun 1990 ini adalah skala usaha budidaya diperbesar, perusahaan peternakan diperbolehkan kembali memasuki usaha budidaya ayam ras asalkan bekerjasama dengan peternak rakyat dan perusahaan PMA boleh memiliki usaha budidaya ayam ras asalkan paling sedikit 65 persen hasilnya di ekspor. Sebagaimama pada Keppres No. 50 tahun 1981, Keppres No. 22 tahun 1990 inipun dioperasionalisasikan dalam bentuk kerja sama antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan yang dikenal sebagai pola kawasan industri peternakan (KINAK) yakni KINAK-PRA (Kawasan Industri Peternakan Peternak Rakyat Agribisnis), KINAK-PIR (sama dengan pola PIR sebelumnya) dan KINAK SUPER (Kawasan Industri Peternakan Sentra Usaha Peternakan Ekspor). Keppres No. 22 tahun 1990 ini juga gagal mengakhiri kemelut perunggasan sampai hari ini. Peternak rakyat tetap saja tersingkir. Perusahaan peternakan makin berjaya (paling tidak sampai 1997 Ialu sebelum krisis terjadi). Setelah krisis terjadi yakni sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu, praktis peternak rakyat berhenti. Hanya beberapa peternak rakyat saja yang masih melakukan usaha budidaya. Perusahaan peternakan juga babak belur, karena impor bahan 200
3 baku pakan menjadi sangat mahal. Diperkirakan produksi agribisnis perunggasan nasional selama krisis berlangsung hanya sekitar persen dari produksi tahun Dari pengalaman selama 20 tahun perjalanan kemelut perunggasan di Indonesia, terdapat beberapa catatan penting yang patut dicermati untuk menentukan langkah ke depan. Pertama, perusahaan peternakan cenderung mempertahankan penguasaan agribisnis secara sistem (integrasi vertikal) baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi (kalau ada aturan yang melarang seperti Keppres No. 50 tahun 1981). Apakah hal ini baik atau buruk? Kedua, peternak rakyat juga tetap ingin berusaha pada agribisnis perunggasan meskipun tetap diancam kebangkrutan. Keinginan peternak rakyat ini adalah wajar dan hak ekonomi mereka.ketiga, Pemberdayaan atau perlindungan peternak rakyat yang mengobok-obok sistem agribisnis perunggasan atau memilah-rnilah ini porsi peternak rakyat dan itu porsi perusahaan peternakan terbukti tidak efektif atau gagal total. Keempat, sistem agribisnis perunggasan yang tidak memiliki resources based di dalam negeri khususnya pakan, ternyata sangat keropos, sehingga mudah guncang ketika terjadi gangguan eksternal. Paling sedikit keempat catatan tersebut, perlu dijadikan masukan dalam membenahi agribisnis perunggasan ke depan. Rekonsiliasi Pelaku Agribisnis Perunggasan Pandangan yang mengatakan bahwa sebaiknya peternak rakyat tidak usaha memasuki agribisnis ayam ras karena alasan kemampuan permodalan dan sumberdaya manusia yang rendah. Jelas tidak dapat diterima. Bahkan meskipun kegagalan selalu menyertai peternak rakyat selama ini, tidak dapat dijadikan 201
4 alasan untuk menyuruh mereka keluar dari agribisnis ayam ras. Sebaliknya, melarang perusahaan peternakan bergerak dalam agribisnis perunggasan supaya peternak rakyat dapat leluasa pada agribisnis ayam ras, juga tidak beralasan. Bahkan melarang perusahaan peternakan untuk melakukan integrasi vertikal dari hulu sampai ke hilir juga kontra produktif apalagi dikaitkan dengan upaya membangun agribisnis ayam ras yang berdaya saing, Secara ekonomi, motivasi untuk melakukan integrasi vertikal sebetulnya bukan semata-mata untuk menguasai pasar, melainkan untuk mencegah terjadinya masalah margin ganda (double marginalization) dan masalah transmisi (Pass through problem) seperti masalah ketidak sesuaian jumlah dan waktu antara bibit (DOC FS) yang dihasilkan oleh breeding farm dengan bibit yang diperlukan pada usaha budidaya ayam ras. Masalah transmisi ini sangat mempengaruhi prilaku agribisnis ayam ras mengingat produk antara dari agribisnis ayam ras (DOC GPS, DOC PS, DOC FS) merupakan mahluk hidup yang harus sesegera mungkin dipelihara. Itulah sebabnya mengapa breeding farm selalu ngotot untuk memasuki usaha budidaya ayam ras, supaya pasar DOC yang dihasilkannya dapat terjamin secara pasti. Persoalannya adalah bagaimana mengakomodasikan hakhak peternak rakyat dan hak-hak perusahaan peternakan pada agribisnis ayam ras tanpa harus menimbulkan margin ganda dan masalah transmisi yang ujung-ujungnya menyulitkan agribisnis ayam ras mencapai daya saingnya. Menurut pandangan kami, ada dua pola yang mungkin dapat diterapkan dan mengakomodasikan hak-hak peternak rakyat, hak-hak perusahaan peternakan maupun upaya membangun agribisnis ayarn ras yang berdaya saing. Pertama, Rekonsiliasi ekonomi (bukan politik atau sosial) pelaku agribisnis ayam ras dengan menjadikan agribisnis ayam ras sebagai usaha patungan (joint venture) antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan. Usaha patungan ini dimulai dari 202
5 pernbibitan, pabrik pakan, usaha budidaya ayam ras, pengolahan ataupun pemasaran hasil. Perusahaan pembibitan ayam ras yang selama ini hanya dimiliki perusahaan peternakan diakusisi sebagian (melalui pembelian saham) oleh koperasi peternak rakyat sedemikian rupa sehingga perusahaan pembibitan ayam ras dimiliki secara bersama-sama antara perusahaan peternakan dengan Koperasi Peternak Rakyat. Dengan cara yang sama, juga dilakukan pada usaha budidaya dan pengolahan hasil serta pemasarannya. Usaha budidaya ayarn ras yang selama ini menjadi posisi peternak rakyat dibiayai secara bersama-sama antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan. Dengan cara yang demikian, seluruh mata rantai agribisnis ayam ras dari hulu ke hilir merupakan usaha patungan antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan, dirnana pembagian keuntungan (sliare profit) didasarkan pada kontribusi modal (share cost). Bila pola usaha patungan agribisnis ayam ras yang demikian dapat direalisasikan, maka kelangsungan usaha pembibitan, pabrik pakan, usaha budidaya, pemotongan ayam, pemasaran hasil akan ditentukan secara bersama-sama oleh perusahaan peternakan dengan peternak rakyat melalui koperasinya. Pada pola seperti ini terdapat mekanisme kontrol internal (internal self central) didalam agribisnis ayam ras dan ada insentif untuk memberikan perhatian yang terbaik dari peternak rakyat maupun perusahaan peternakan, karena hasunya dinikmati secara bersama-sama. Pola usaha patungan juga dapat diperluas misalnya pada pabrik pakan yakni antara perusahaan pabrik pakan, koperasi peternak rakyat dan koperasi petani jagung dalam rangka membangun basis pabrik pakan yang kokoh didalam negeri, Pabrik pakan ke depan merupakan usaha patungan (melalui pemilikan saham) antara koperasi peternak rakyat perusahaan pakan dan koperasi petani jagung. 203
6 Untuk membiayai pembelian saham pada pembibitan ayam maupun pabrik pakan, koperasi peternak ayam ras dan koperasi petani jagung dapat memanfaatkan kredit yang disediakan pemerintah untuk usaha kecil-menengah dan koperasi. Dimasa lalu pemanfaatan kredit seperti KUT, KKPA, dll, hanya digunakan untuk modal kerja peternak rakyat yang hanya mampu menjamin satu siklus produksi. Bila kredit tersebut digunakan untuk membiayai penyertaan modal di perusahaan pembibitan maupun perusahaan pakan, maka proses produksi peternak rakyat dapat terjamin langgeng karena usaha budidaya itu sendiri sudah merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan usaha patungan agribisnis ayam ras dari hulu ke hilir. Kedua, pola kedua adalah dengan membiarkan perusahaan peternakan melakukan integrasi vertikal tanpa harus bekerjasama dengan peternak rakyat. Sedangkan peternak rakyat melalui koperasi-koperasi peternak rakyat mengembangkan usaha pembibitan, pabrik pakan, pemotongan ayam dan pemasarannya sedemikian rupa sehingga peternak rakyat melalui jaringan bisnis koperasinya juga menguasai agribisnis integrasi vertikal. Dengan demikian agribisnis ayam ras yang terintegrasi secara vertikal dari peternak rakyat akan bersaing dengan agribisnis ayam ras integrasi vertikal perusahaan peternakan. Pola kedua ini selain memerlukan biaya besar (sehingga pemerintah harus menyediakan kredit besar), juga memerlukan waktu yang relatif lama. Sehingga sulit dilakukan dalam jangka pendek. Lagi pula integrasi vertikal yang dirrtiliki perusahaan peternakan melanggar undang-undang monopoli. Agribisnis Ayam Ras Berdaya Saing Kunci pokok dari suatu agribisnis ayam ras yang berdaya saing adalah kemampuan merespon perubahan selera konsumen secara efisien (Efficient Consumer Response) yakni mampu menghasilkan produk yang efisien dan cepat serta sesuai dengan atribut produk yang ditunrut konsumen. 204
7 Mengingat produk akhir dari produk agribisnis ayam ras (telur, daging) merupakan hasil akhir dari seluruh mata rantai agribisnis ayam ras dari hulu sampai ke hilir, maka pengelolaan agribisnis ayam ras harus dilakukan secara integrasi vertikal. Pengelolaan agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat (subsistem pembibitan dikelola terpisah dengan sub-sistem budidaya dan seterusnya) akan menimbulkan masalah margin ganda (lewat perilaku margin trading atau mark-up pricing pada setiap mata rantai), sehingga melalui mekanisme prilaku memaksimumkan keuntungan (profit maximization behaviour) akan menghasilkan produk akhir yang tidak efisien (harga pokok penjualan produk akhir yang Iebih tinggi). Selain itu, agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat juga akan menimbulkan berbagai bentuk masalah transmisi seperti, perubahan pasar (selera, harga) ditransmisikan secara tidak sempurna dan sangat Iambat dari pasar produk akhir ke mata rantai agribisnis hulu sedemikian rupa, sehingga perubahan pasar yang terjadi tidak cepat direspons oleh seluruh mata rantai agribisnis ayam ras dari hulu ke hilir. Adanya masalah margin ganda dan masalah transisi ini pada agribisnis ayam ras yang tersekat-sekatmenyebabkan agribisnis ayam ras secara keseluruhan tidak memiliki daya saing. Oleh karena itu, untuk mewujudkan suatu agribisnis yang memiliki daya saing pengelolaan agribisnis ayam ras haruslah integrasi vertikal, Disinilah relevansi dari pola usaha patungan agribisnis ayam ras dikembangkan, dimana dengan pola usaha patungan kepentingan peternak rakyat terakomodasikan dan daya saing agribisnis ayam ras dapat diwujudkan. Selain itu, untuk membangun agribisnis ayam ras yang berdaya saing secara berkesinambungan, kita harus mempercepat pengembangan basis agribisnis ayam ras di dalam negeri khususnya pakan. Mengingat pakan merupakan komponen terpenting dari biaya produksi agribisnis ayam ras, maka siapa yang menguasai apakan yang lebih murah dialah yang merajai agribisnis ayam ras dunia. 205
8 Indonesia kaya akan sumberdaya pakan. Selain itu, ahli-ahli pakan dan nutrisi ternak Indonesia di Puslitbang Peternakan dan di Perguruan Tinggi tidak kalah kemampuannya dibandingkan dengan ahli-ahli di Iuar negeri. Oleh karena itu, perhatian pada pengembangan industri pakan yang memiliki resources based di dalam negeri perlu diprioritaskan ke depan melalui kerjasama pembiayaan (blend financing) antara lembaga penelitian dengan agribisnis perunggasan. Selama ini sumberdaya pakan dan tenaga ahli nutrisi di dalam negeri tidak termanfaatkan, karena lebih murah mengimpor. Hal ini disebabkan karena kebijakan kurs rupiah sebelum krisis memang mengalami over valued (rata-rata 28 persen per tahun selama ), sehingga lebih murah mengimpor. Di masa yang akan datang, tampaknya sulit mengharapkan kurs rupiah untuk menguat kembali ke posisi sebelum krisis, kecuali pemerintah nekad untuk menggadaikan BUMN untuk bayar utang Iuar negeri. Oleh sebab itu, membangun basis agribisnis ayam ras di dalam negeri khsusunya pakan menjadi sangat pen ting untuk membangun daya saing agribisnis ayam ras. Seandainya sejak dahulu kita sudah mengembangkan basis industri pakan di dalam negeri, mungkin krisis ekonomi saat ini adalah berkat bukan malapetaka bagi agribisnis ayam ras Indonesia. 206
MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING
bab enam belas MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING Agribisnis ayam ras di Indonesia merupakan salah satu agribisnis yang paling cepat perkembangannya. Dimulai dengan usaha keluarga
Lebih terperinciMENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL
bab sepuluh MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL Dalam bisnis perunggasan, kerjasarna kemitraan bukanlah hal baru. Sekalipun demikian masalah
Lebih terperinciMASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA
bab tujuh belas MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA Pendahuluan Sejak dikeluarkannya SK Menperindag No.ll5/MPP/ Kep/2/1998 tanggal
Lebih terperinciPETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR
bab dua belas PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR Bisnis ayam ras di Indonesia yang tak putus dirundung kemelut, tampaknya tak lepas dari pantauan
Lebih terperinciINTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN
bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN
bab tiga PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN Kalau kita membicarakan upaya memberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang menggantungkan hidupnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti
Lebih terperinciPEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
bab enam PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Pendahuluan Kegiatan ekonomi yang berbasis peternakan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran
Lebih terperinciPROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS
bab tiga belas PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS Pendahuluan Tidak lama lagi era perdagangan bebas akan segera kita masuki. Meskipun secara internasional era perdagangan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, baik dalam skala peternakan kecil (peternakan rakyat) maupun dalam skala besar. Hal ini
Lebih terperinciKalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka
Peternak Melalui Pengembangan Koperasi 13Memberdayakan Agribisnis Peternakan Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam
Lebih terperinciBAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA
BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA 12Pemberdayaan Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura Keluar dari Jeratan Lingkaran Setan Sosial Ekonomi Pendahuluan Kegiatan ekonomi
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan
Lebih terperinci2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah
No.1230, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMENTAN/PK.230/9/2017
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta menambah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciHubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll.
36 MEMULAI DARI 0 36.1 Untuk bisa memulai BUMM, harus dimulai oleh kita sendiri dengan mencoba memasuki dan merebut pasar di sekitar sebuah masjid. Pilihlah barang yang berdasarkan analisa pasar, pasokan
Lebih terperinci[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciKrisis ekonomi yang diawali krisis moneter dan berujung pada krisis. multidimensi yang masih melanda Indonesia, telah menyadarkan
1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang diawali krisis moneter dan berujung pada krisis multidimensi yang masih melanda Indonesia, telah menyadarkan terjadinya kekeliruan pembangunan selama
Lebih terperinci14Pengembangan Agribisnis
14Pengembangan Agribisnis Berbasis Perikanan Menghadapi Era Perdagangan Bebas Abad 21 Pendahuluan Pengembangan subsektor perikanan dimasa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan. Produksi perikanan laut
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinciAGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS
bab dua AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS Pendahuluan Tinggal satu Pelita lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas yakni pada tahun 2003 di kawasan AFTA (Asean
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis ayam kampung pedaging merupakan bisnis yang penuh gejolak dan beresiko. Peternakan unggas memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS
- 731 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1869, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Ayam Ras. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PERMENTAN/PK.230/12/2016 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung
Lebih terperinciBUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PENGELOLAAN ADMINISTRASI DAN KEUANGAN AYAM RAS PETELUR YANG DIKELOLA OLEH UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERNAK UNGGAS PADA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.
Lebih terperinciSektor Sektor Pertanian
Download Materi di www.wandany.wordpress.com 1 Sektor Sektor Pertanian Dr. Ir Suyanti Kasimin,M.Si 9/22/2013 2 Download Materi di www.wandany.wordpress.com 9/22/2013 Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)
POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA Achmad Syaichu *) ABSTRAK Komoditas unggas (lebih dari 90 persen adalah kontribusi dari ayam ras) menduduki komoditas pertama untuk konsumsi
Lebih terperinciMEMAHAMI BISNIS AYAM RAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGELOLAAN
bab sebelas MEMAHAMI BISNIS AYAM RAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGELOLAAN Pendahuluan Di masa Ialu, pemikiran kita tentang bisnis ayam ras sering terjebak dalam pemikiran agregasi komoditas. Bisnis ayam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin pesat dan memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Unggas khususnya
Lebih terperinciV. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani
V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan
Lebih terperinciPOLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"
POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. dikembangkan, baik dalam usaha kecil maupun dalam skala besar. Hal ini terlihat
I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternak ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baikuntuk dikembangkan, baik dalam usaha kecil maupun dalam skala besar. Hal ini terlihat dari jumlah peningkatan populasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.
1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan
Lebih terperinciPT SIERAD PRODUCE TBK
PT SIERAD PRODUCE TBK Kilas Balik 2008 Rencana 2009 Kinerja Keuangan Per Mei 2009 Tanya Jawab Semester I - 2008 Pendanaan dan posisi mata uang yang relatif stabil. membantu menstimulasi kinerja perbisnisan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Lebih terperinciOutlook Bisnis Peternakan Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP
Outlook Bisnis Peternakan 2018 1 Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP 2 DAFTAR ISI 1. Dinamika 2017...1 2. Perunggasan...3 3. Ternak Sapi...7 4. Ternak Babi...11 5. Pakan...14 6. Obat Hewan...19
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif Pasal 47 (1) Komisi berwenang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan ayam pedaging di Indonesia dimulai sejak tahun 1960, berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan masyarakat, mulai dari usaha skala rumah
Lebih terperinciTinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :
Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciASPEK PENYALURAN SAPRONAK, PEMASARAN HASIL DAN POLA KERJASAMA DALAM PIR PERUNGGASAN DI JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR
ASPEK PENYALURAN SAPRONAK, PEMASARAN HASIL DAN POLA KERJASAMA DALAM PIR PERUNGGASAN DI JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR Oleh: Adang Agustian dan Benny Rachman*) ABSTRAK Pola kerjasama perunggasan yang diwadahi
Lebih terperinciBAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si
BAB. X. JARINGAN USAHA OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si SEBAGAI EKONOMI RAKYAT Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman
Lebih terperinci10Pilihan Stategi Industrialisasi
10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam
Lebih terperinciKEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister
KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan oleh :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang tepat dari para pelaku ekonomi. konsumen adalah sebagai pemasok faktor faktor produksi kepada perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian terus tumbuh dan berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Jika perekonomian dalam suatu negara berjalan stabil maka kesejahteraan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)
PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada saat ini perekonomian Indonesia terus meningkat. Hal ini terlihat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini perekonomian Indonesia terus meningkat. Hal ini terlihat dari tingkat konsumsi yang terus naik dari tahun ke tahun, termasuk dalam hal konsumsi makanan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung makna sebagai suatu perubahan keadaan menjadi
Lebih terperinciMODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA
bab lima belas MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA Pendahuluan Di Indonesia, ternak domba diduga telah mulai dikenal sejak nenek moyang pertama bangsa Indonesia mendiami Indonesia. Adanya ternak
Lebih terperinciKONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Hanny Siagian STIE Mikroskil Jl. Thamrin No. 112, 124, 140 Medan 20212 hanny@mikroskil.ac.id Abstrak Usaha peternakan memberi kontribusi terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di Indonesia jika dibandingkan dengan komoditas peternakan lainnya, karena sejak pertama kali diperkenalkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan (ayam ras) di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, dimana perkembangan usaha ini memberikan kontribusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Barat pada khususnya adalah untuk meningkatkan produksi ternak. Peningkatan
Lebih terperinciPeran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan yang mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan menciptakan daya saing global produk peternakan adalah paradigma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,
1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga
Lebih terperinciBAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis
BAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis Bila pembangunan sistem agribisnis yang mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing melalui modernisasi cluster industri
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan (ayam ras) di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, dimana perkembangan usaha ini memberikan kontribusi
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1981 TENTANG PEMBINAAN USAHA PETERNAKAN AYAM
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 50 TAHUN 1981 TENTANG PEMBINAAN USAHA PETERNAKAN AYAM PRESIDEN Menimbang : 1. bahwa untuk meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan di bidang peternakan ayam, perlu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara
Lebih terperinci5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis
5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PENGELOLAAN ADMINISTRASI DAN KEUANGAN AYAM RAS PETELUR YANG DIKELOLA DIBAWAH PENGAWASAN DAN PEMBINAAN UNIT PELAKSANA TEKNIS TERNAK UNGGAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran yang tergolong ke dalam jenis sayuran daun yang banyak digunakan untuk campuran masakan dan mengandung gizi yang dibutuhkan
Lebih terperinciXI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU
XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1981 TENTANG PEMBINAAN USAHA PETERNAKAN AYAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1981 TENTANG PEMBINAAN USAHA PETERNAKAN AYAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh :
LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh : Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Wahyuning K. Sejati Iwan Setiajie Anugrah Ikin Sadikin
Lebih terperinci[Perencanaan Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Perencanaan Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus
Lebih terperinci3 KERANGKA PEMIKIRAN
12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy
Lebih terperinciPENENTUAN HARGA JUAL RUMAH DENGAN METODE COST PLUS PRICING PADA PT. CAKRA INDONESIA FERRY LAKSMANA / 3EB01
PENENTUAN HARGA JUAL RUMAH DENGAN METODE COST PLUS PRICING PADA PT. CAKRA INDONESIA FERRY LAKSMANA 21209048 / 3EB01 LATAR BELAKANG Dewasa ini banyak perusahaan di Indonesia yang menggunakan berbagai macam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain bertujuan menyediakan pangan
Lebih terperinci