Tata Ruang Batam Masih Banyak Tidak Jelas Sejak ditetapkan sebagai daerah industri dengan berbagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tata Ruang Batam Masih Banyak Tidak Jelas Sejak ditetapkan sebagai daerah industri dengan berbagai"

Transkripsi

1 Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam Tata Ruang Batam Masih Banyak Tidak Jelas Sejak ditetapkan sebagai daerah industri dengan berbagai fasilitas khusus bagi investor, Batam selalu menarik perhatian banyak kalangan. Banyaknya investasi yang masuk telah menyedot tenaga kerja yang ingin mengadu nasib di kota pulau ini. Sejak lama, Batam diidentikkan dengan kemakmuran karena besarnya jumlah uang yang beredar di sana. Kondisi ini membuat lonjakan penduduk Batam tak terkendali. Saat ini, angka pertumbuhan penduduk Kota Batam tercatat sebesar delapan persen. Angka tersebut merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Dari jumlah penduduknya sebanyak 1,3 juta jiwa, Batam sudah layak disebut sebagai kota metropolitan. Akibat langsung pertumbuhan penduduk yang tinggi adalah kebutuhan akan perumahan yang terus menerus meningkat. Semakin lama, Batam makin kekurangan lahan untuk membangun rumah. BP Batam sebagai pemegang kuasa atas lahan harus cermat mengalokasikan lahan untuk industri dan pengembang properti. Hal ini menjadi perhatian serius Ketua DPD REI Khusus Batam, Djaja Roeslim. Sejak terpilih lagi menjadi Ketua DPD REI Khusus Batam pada Maret 2014 lalu, ia mulai mendorong agar pembangunan properti di Batam dilakukan dengan memerhatikan kondisi lingkungan. Ia juga menawarkan konsep kepada pemerintah soal cara mengatasi persoalan perumahan liar maupun kios liar yang tumbuh subur di Batam. Secara khusus, Djaja melihat kepastian hukum atas lahan di Batam kerap masih menjadi persoalan. Kepada HUD Magazine, Djaja menyempatkan waktu berbincang mengenai tantangan dan upaya memenuhi kebutuhan papan bagi warga Batam. SUMBER FOTO: ISTIMEWA

2 LIPUTAN KHUSUS BATAM April 2015 Dari sudut pandang pengusaha properti, seperti apa kota metropolitan? Kalau kita bicara kota metropolitan, ada beberapa syarat. Pertama dari jumlah penduduk. Metropolitan itu kan minimal satu juta. Batam sudah 1,2 juta lebih. Itu memenuhi syarat dari jumlah penduduk. Tapi menjadi kota metropolitan tidak sematamata dari jumlah penduduk. Ada kriteria lain seperti infrastruktur, kemudian kesiapan pemerintah dalam hal ini regulasi. Untuk Batam, jumlah penduduk sudah memenuhi. Namun faktor apa yang membuat Batam masih belum bisa dikatakan kota metropolitan? Dari regulasi kita sebenarnya agak keteteran. Tata ruang kita saja masih banyak ketidakjelasan. Ini harus segera dibenahi. Dari yang paling dasar, yakni kepastian hak atas lahan. Untuk saat ini saja masih banyak ketidakpastian di Batam. Misalnya lahan disebut hutan lindung sementara nyatanya sudah berdiri bangunan. Setelah ada kepastian mengenai lahan, kemudian tata ruangnya. RTRW-nya, peruntukannya. Sampai saat ini pun kami hanya memegang RTRW yang lama tahun 2004 yang sudah berakhir di tahun Nah yang baru belum ada karena sebagian lahan terkena hutan lindung. Di Perpres 87/2011 sudah lebih jelas, tapi itu pun masih di arsir pada bagian yang terkena hutan lindung. Dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 76 pada bulan Februari 2015, sebagian Batam sudah terbebas dari hutan lindung dan sebagian kecil lagi yang harus diselesaikan untuk kejelasan status lahannya. Hal seperti ini yang mengakibatkan Batam sebagai kota metropolitan masih terhambat karena dari segi regulasi, banyak hal-hal yang masih belum jelas. Belum lagi infrastruktur. Kalau saat ini air masih sanggup. Tapi dengan perkembangan Batam yang ada sekarang, berapa lama cadangan air dapat bertahan? Kemudian dengan cadangan listrik, berapa banyak bisa mendukung? Kemudian kapasitas jalan. Kalau jalan sementara saya lihat cukup. Lalu transportasi publik. Batam masih kurang untuk moda transportasi umum yang menghubungkan feeder dari Batam Center dengan daerah Batuaji. Selain kekurangan itu, ada kelebihan dari jumlah penduduk. Selain itu, apa modal yang membuat Batam menjadi kota metropolitan? Kalau dari segi penduduk sudah masuk. Sebenarnya Batam ini sudah cukup seksi dan menarik. Dari sisi letak geografis sangat strategis karena dekat dengan Singapura, Malaysia. Jadi perkembangan Batam banyak terimbas dari pertumbuhan negara tetangga karena sangat dekat. Ini satu modal yang besar. Dari segi pajak, Batam kan paling menarik dibanding daerah lain. Tapi dengan FTZ masih ada kendala sehingga perlu memberikan kejelasan kepada investor yang ingin berinvestasi di sini. Kalau kekurangan itu tidak dibenahi, itu bisa menjadi kendala. Sekarang kita lihat itu sebagai keunggulan Batam. Keunggulan lain dari segi lahan. Saat ini hanya Perkembangan Batam banyak terimbas dari pertumbuhan negara tetangga. 39

3 pulau Batam saja yang dikuasai pemerintah. Seluruhnya kan HPL yang diberikan oleh BP Batam. Ini kan lebih mudah karena dengan adanya land bank ini tanah terkontrol. Kemudian bisa diawasi, bisa dikendalikan sedemikian rupa dengan regulator lebih mudah ketimbang daerah yang lain. Penataannya bisa jauh lebih mudah karena semuanya satu pintu. Lalu harga tanah bisa lebih terkontrol. Ada plus dan minusnya. Kalau dari sisi penyediaan lahan ini sangat positif karena akan mendukung pembangunan Batam yang sudah dikelompokkan dan daerah mana yang harus dibangun. Lebih jelas dan tidak bakal tumpang tindih karena sumber keluarnya satu dari BP semua. Jadi kalau ada dobel, itu hanya karena oknum. Tapi kalau secara sistem, ini sudah aman karena satu pintu. pengusaha tidak menarik karena harga tanah tidak naik-naik. Sedangkan di daerah lain sebentar saja harga tanah naik. Sekarang kacamatanya dari mana. Sebenarnya seperti di Singapura, tanah sudah mulai dikuasai oleh pemerintah. Cuma bagusnya mereka tanah itu ditender. Jadi harga tanah itu bisa dinaikkan di tinggikan, sehingga harga tanah itu bisa meningkat sesuai dengan harga pasar. Kalau sekarang di sini tidak. Kalau di Batam, apa penyebab harga properti naik? Itu karena kenaikan material. Kemudian kurs mata uang Rupiah terhadap Dollar Singapura. Karena material bahan bangunan dinilai dengan Dollar Singapura. Kemudian selebihnya karena banyaknya arus masuk permintaan sehingga harga bisa meningkat. Jadi kenaikan itu disebabkan kenaikan harga bahan bakunya sendiri dan kedua akibat depresiasi Rupiah, lainya karena ada arus permintaan. SUMBER FOTO: ISTIMEWA 40 Dibanding daerah lain, apa keunggulan sistem land bank? Satu hal yang pasti dengan adanya land bank harga tanah terkontrol. Ada dua sisi. Dari sisi pengembangan sangat bagus karena harga lahan terkontrol jadi pembangunan itu masih bisa dijangkau. Karena harga tanah tidak melambung gila-gilaan. Jeleknya, bagi Salah satu isu utama di Batam adalah soal kependudukan. Sangat besar urbanisasi. Batam banyak didatangi penduduk usia produktif. Kondisi pembangunan perumahan seperti apa, apakah sudah menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah? Saya tadi mau tambahkan, kenapa arus permintaannya tinggi? Karena yang masuk ke sini pendatang usia produktif. Sehingga ini mengakibatkan pasar permintaan rumah meningkat pesat. Karena usia produktif masuk kerja sebentar sudah beli rumah kecil.

4 LIPUTAN KHUSUS BATAM April 2015 SUMBER FOTO: ISTIMEWA Kerja dua tiga tahun kemudian ganti rumah sedang. Kemudian kerja lagi beberapa tahun setelah lebih mapan, beli lagi rumah yang lebih besar, atau minimal beli rumah satu lagi. Ini lah yang membuat permintaan rumah itu cukup besar. Kemudian, terkait perumahan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), untuk saat ini masih bisa dibangun. Rumah untuk MBR itu yang kita sebut dengan RST, Rumah Sejahtera Tapak. Itu yang harga jualnya dibatasi. Untuk Batam Rp 125 juta. Rumah itu masih ada di Batam, untuk tipe 36 ke bawah daerahnya di Batuaji arah Tanjunguncang dan Piayu. Di sana masih bisa. Di daerah Batam centre itu sudah sulit. Karena harga tanah sudah jauh lebih mahal. Makanya perlu diperhatikan ke depannya Batam sebagai kota metropolitan mau dijadikan seperti apa? Kota metropolitan dengan kriterianya seperti apa. Apakah kota metropolitan yang kumuh, atau kota metropolitan yang green dan ramah lingkungan, aman dan nyaman untuk masyarakat yang tinggal. Kalau kita mau bicara kota metropolitan cukup dari persyaratannya. Tapi kita mau Batam menjadi kota metropolitan yang aman, nyaman, untuk masyarakatnya. Lalu hijau dan berwawasan lingkungan. Itu yang harus dipikirkan pemerintah mulai dari sekarang. Batam punya masalah ruli (perumahan liar). Ini mengganggu perkembangan Batam menjadi kota metropolitan yang hijau, aman, nyaman yang berwawasan lingkungan, jika dibiarkan semakin kumuh dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal ini seharusnya pemerintah menyediakan lahan, Dalam hal ini BP sebagai land banknya. Kalau dalam hal ini di daerah tersebut sudah tidak ada lahan yang kosong kan bisa bekerja sama dengan swasta. Orang-orang ini kalau digusur tidak mungkin. Mereka bekerja hidup di daerah sekitar situ. Misalnya kita bicara di sekitar Nagoya atau Batam Centre lalu dipindahkan harus tinggal di Kabil. Mereka tinggal segitu jauh dan harus bolak balik. Lalu sarana transportasi umumnya belum ada. Akhirnya ongkosnya mahal, akhirnya mereka akan tinggal lagi mencari tempat yang dekat dengan tempat kerjanya. Kalau begini polanya tidak cocok dan tidak bisa dijalankan. Orang-orang ini seharusnya jangan digusur, dipindahkan saja di daerah yang dekat dengan tempat dia. Apa yang harus dilakukan pemerintah? Untuk yang mampu bisa membeli rusunami dan ada fasilitas pemerintah seperti FLPP. Untuk yang kurang mampu rusunawa, kalau sangat tidak mampu, pemerintah bisa menyiapkan rumah sosial untuk orang-orang ini. Dengan semuanya ditampung, pasti akan tertata rapi. Tapi ada syarat lainnya, penegakan hukum. Dengan adanya land bank harga tanah terkontrol. 41

5 42 Berarti REI sudah bisa memberikan usul bagaimana meyelesaikan permukiman kumuh? Sudah beberapa kali. Terakhir kami ketemu dengan BP. Kami sampaikan kami memiliki visi bagaimana Batam menjadi kota metropolitan yang indah, yang tidak kumuh, yang aman, dan nyaman. Itulah yang kita sampaikan konsep itu untuk menyelesaikan ruli dan kios liar. Kami siap membicarakannya dengan pemerintah untuk menyelesaikan ini. Mereka pun punya kemampuan untuk membayar. Yang tidak ada adalah kesempatan untuk memiliki tempat yang layak dan tidak perlu digusur-gusur lagi. Itu saja tugas pemerintah sebagai regulator mengatur ini semua. Membuat aturan main dan membuat sanksi hukum yang jelas sehingga kalau melanggar mereka harus diberi sanksi. Dari pengamatan Bapak, apakah masih banyak warga yang kesulitan memiliki rumah? Iya masih. Ada warga yang kesulitan. Makanya ada 3 (tiga) yang bisa dilakukan untuk masyarakat MBR ini. Mereka kan kita kategorikan hanya 1 (satu), berpenghasilan rendah. Namun ada sub-subnya sangat rendah, rendah sedang, dan rendah menengah. Kalau yang rendah menengah ini seharusnya mereka mampu untuk membeli rusunami atau RST. Itu kan 125 juta. Mereka harusnya bisa membeli. Yang kurang atau tidak mampu mereka disediakan rusunawa. Bayarnya dengan sewa bulanan sampai mereka mampu membeli RST atau rusunami. Untuk yang benar-benar tidak mampu inilah ada rumah sosial yang benar-benar menampung mereka yang tidak mampu. Untuk saat ini belum ada? Saat ini kan tidak ada. Apakah pengadaan rumah sosial itu bisa bekerja sama dengan pemerintah? Itu kan tanggung jawab pemerintah. Merumahkan rakyat itu kan tanggungjawab negara. Dalam hal ini negara menjalankan tugasnya kalau kesulitan bisa bekerja sama dengan pihak swasta untuk merumahkan itu. Di UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman itu sudah dijelaskan. Pemerintah daerah seharusnya membantu untuk mengadakan lahan-lahan untuk perumahan rakyat. Kalau di Batam seharusnya mudah. Lahan kalau disiapkan untuk pemerintah tinggal swasta bekerjasama bangun. Pemerintah kan pasti seharusnya menyiapkan anggaran untuk kesejahteraan rakyat. Ini salah satu dari tiga kebutuhan pokok selain pangan, sandang, dan papan. Pangan dan sandang oke, tapi papan seolah-olah bukan menjadi tanggung jawab pemerintah. Kalau rakyat gak makan pasti pemerintah repot, jadi diperhatikan oleh negara. Tidak berpakaian juga tidak mungkin. Nah yang tidak berumah ini yang belum terlalu tersentuh. Seolah-olah ini menjadi tanggungjawab swasta. Padahal dari UUD sudah jelas, hal itu sebagai kewajiban negara untuk merumahkan rakyat. Hak bermukim setiap warga negara kan dijamin UUD 45.

6 LIPUTAN KHUSUS BATAM April 2015 Jadi, pemerintah harus jadi penggerak utama dalam hal perumahan? Iya, dan pemerintah dalam menyelesaikan itu dapat bekerja sama dengan swasta. Kita menyiapkan rumah dan dibantu oleh pemerintah. Ini baru bisa terwujud. Kalau tidak kita tidak mampu. Bagaimana swasta mampu menyiapkan perumahan MBR dengan kemampuannya sendiri kalau tidak didukung pemerintah. Sebenarnya Pemerintah sudah memiliki program bantuan. Bentuknya PSU (bantuan infrastruktur prasarana umum), DAK (prasarana air, listrik dan pembuangan komunal). Kemudian dari segi pembiayaan ada FLPP dan dari Jamsostek ada subsidi uang muka. Cuma untuk sementara di BPJS belum jalan. Bukan berarti pemerintah tidak memiliki peran sama sekali. Ada dan sudah berjalan, tapi ini tidak maksimal dan pola-polanya yang mesti diperbaiki. Misalnya FLPP. Untuk mereka benar-benar tidak mampu, ya sudah uang mukanya disubsidi dibayar oleh pemerintah. Sisanya mereka bisa mereka cicil dengan fasilitas FLPP lagi dengan bunga rendah sehingga mereka benar-benar mampu untuk memiliki itu. Nah kedua, apa yang dibeli me reka kan tergantung dengan komponen infrastrukturnya. Jalan, saluran beserta bangun annya. Kalau infrastrukturnya pemerintah yang bantu, sekalian saja mereka bantu. Soal fasilitas umum, itu pemerintah yang mengerjakan fasilitas umumnya. Untuk prasarana umum, pemerintah misalnya menyiapkan, membangun lalu harga diatur. Pekerja sudah disediakan banyak rumah susun. Untuk saat ini, apakah pembangunan rumah susun sudah lebih banyak dan mengganti rumah tapak? Harusnya begitu. Kalau melihat perkembangan Batam, memang sudah harus mengarah ke perumahan vertikal. Terutama di Nagoya dan Batam Centre. Batam hanya satu pulau yang terbatas. Mau kemana lagi? Begitu tanah habis, kalau tidak vertikal berarti perluasan lahan atau reklamasi. Nah reklamasi bisa dilakukan karena ada batas perairan internasional. Kedua tanah lama-lama habis. Palingpaling sedot pasir laut lagi. Tapi nanti menjadi masalah lingkungan. Jadi sudah harus mulai ditekan di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi hunian harus vertikal. Yang kepadatan rendah boleh tapak. Seperti di Kabil dan Tanjunguncang. Tapi untuk hunian Batam Center dan Nagoya sudah harus vertikal. Di tempat yang kepadatan tinggi sangat sedikit rusunami. Apa yang menghambat? SUMBER FOTO: ISTIMEWA 43

7 Di daerah yang harga tanahnya murah tentunya tidak mungkin kita bangun rusun. 44 Kita kembali ke regulasi. Mengapa tidak dibangun selama ini karena Perda Rusun saja baru di sahkan di Lalu setelah itu, untuk sampai ke sertifikat strata title, kepemilikan atas satu satuan rumah susunnya ini pun masih ada beberapa kendala. Untuk mendapat itu, harus ada sertifikat layak fungsi. Sertifikat layak fungsi itu harus dikeluarkan oleh Pemko. Tim ahli bangunannya sendiri mereka harus menyiapkan. Itu pun kemarin terkendala. Jadi sertifikat layak fungsinya tidak terbit, apalagi strata titlenya. Lalu yang mau menjual sebagai apartemen tidak bisa mengeluarkan bukti satuan rumah susun ini. Itu yang membuat investasi membangun rumah susun tidak banyak? Salah satunya. Itu regulasi. Kedua dari segi pasar. Di daerah yang harga tanahnya murah tentunya tidak mungkin kita bangun rusun. Karena tapak dan rusun jika ukurannya sama, pasti orang beralih ke tapak. Makanya tadi seperti nagoya sudah bisa. Kemudian faktor lainnya adalah masalah pembiayaan. Untuk KPA sekarang sulit, apalagi dengan adanya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15, dimana bangunan harus jadi. Bedanya dengan rumah tapak kan hanya satu lantai, sederhana dan langsung jadi. Kalau bangunan satu gedung dan yang kredit tidak semua padahal dia harus membangun satu gedung, jelas membuat biaya sangat besar. Akhirnya tidak mampu membangun. Jadi, kalau mau membangun apartemen ini jadi sulit. Misalnya kita bicara unit dalam 1 gedung. Terjual baru 250, tidak ada ada pengembang yang berani, karena tidak ada pengembang yang berani membangun kalau yang laku seperempatnya. Kalau tidak bisa dijual semua bisa kolaps nanti. Itulah kendala yang mengakibatkan orang berpikir dua atau tiga kali. Dibandingkan dengan pulau-pulau utama seperti Jawa dan Sumatera, dengan bank tanah yang ada di Batam, apakah harga properti di Batam lebih mahal atau lebih murah? Kalau bicara biaya bangunan pasti lebih mahal karena kita di pulau. Semua material diangkut dari luar ke pulau ini. Otomatis harganya lebih mahal dari pulau-pulau utama. Apalagi kalau produksi di Jawa. Kedua, upah pun lebih tinggi. Jadi komponennya ada dua, upah dan material. Material sudah pasti lebih mahal. Minimal kisarannya 10 persen lebih mahal. Lalu upah UMR variatif. Dibanding Jakarta kita masih di bawah. Tapi dibandingkan kota-kota lain, kita cukup tinggi UMR-nya. Komponen upah itu 40 persen. Komponen lainnya material. Semua hal yang mempengaruhi ini akan mempengaruhi kenaikan harga jual rumah. Apakah pengaruh kurs sangat berpengaruh pada Batam? Sangat berpengaruh. Di daerah lain sedikit berpengaruh karena persentase material yang dalam Dollar masih kecil. Kalau kita lebih besar. Mulai dari besi, ready mix, semua dolar. Belum lagi spandeksnya. Granit

8 LIPUTAN KHUSUS BATAM April 2015 yang sebelumnya lokal pun dihitung Dollar karena bersaing dengan Singapura. Kalau tidak mau beli granitnya akan diekspor ke Singapura. Mau enggak mau beli. Granitnya dari Karimun. Mereka jualnya kalau dibayar dengan Rupiah mending mereka memilih menjual dalam Dollar ke Singapura. Soal RTRW, belum ada aturan soal RTRW Bagaimana REI menyikapinya? Yang pasti kita dalam hal ini menjadi korban. Karena lahan yang mau diuruk untuk perumahan, ternyata belakangan tidak bisa karena peruntukannya masih hijau. Hal seperti ini, pemko Batam dan BP Batam harus segera menyelesaikan. Kalau tidak, pasti akan menjadi kendala karena akan menghambat pembangunan. Akibat ketidakjelasan tadi, swasta mau bangun. Pemerintah mau mengeluarkan izinnya, tapi ini pun belum cukup. Izin keluar kita bangun. Tapi mau tidak Bank membiayai lahan yang hutan lindung ini. Bank akan membiayai kalau BPN mengeluarkan. Ini pun BPN tidak mau mengeluarkan. Jadi dari BP maupun Pemko mengeluarkan izin itu belum cukup. Apakah banyak ditemukan di RTRW lahan-lahan yang bermasalah? Banyak sekali. Kalau itu sudah banyak yang berbeda. Maksudnya sudah tidak sesuai. Dan ini sangat banyak. Dan bisa dilihat di Perpres 87 Tahun 2011 itu banyak yang diarsir berarti masalahnya harus diselesaikan dulu. Kalau itu selesai peruntukannya bisa digunakan untuk perumahan, jasa atau indstri. Dengan belum jelasnya tata ruang yang baru, apakah pelaku masih meraba atau kesulitan? Pengusaha ada beberapa aliran. Pertama pengusaha yang bergerak sesuai aturan. Ada pengusaha yang berani gambling. Jadi peraturan yang tidak ada pun berani jalan. Kembali lagi yang saya bilang ini otomatis yang gambling berani bangun, sampai satu titik akan stop dan tidak bisa bangun. Karena meski BP dan Pemko mengeluarkan izin, di BPN bisa mentok. Kalaupun BPN mau me ngeluarkan, kalau Bank tahu akan bermasalah, tidak akan mengeluarkan pembiayaan. Semua sektor ini tentunya harus satu ide atau sepaham. Semuanya harus disediakan. Kalau semua akar permasalahannya tidak diselesaikan, ini percuma, tidak akan menuntaskan permasalahan. Jadi memang intinya harus diselesaikan dulu karena ini masalah kepastian hukum atas lahannya. Kalau ini tidak beres ke bawahnya tidak akan berjalan. Dengan adanya Perpres dan RTRW, apakah ini membingungkan pelaku usaha atau memperjelas? Sebetulnya kalau kita lihat positifnya memperjelas. Perpres 87 itu memperjelas bahwa ini akan seperti ini. Nah cuma yang bermasalah di Perpres itu diarsir. Menurut kami itu menjadi lebih bagus, lebih jelas kalau kita tahu lahan tertentu bagus untuk perumahan tapi masih ada masalah. Nah kalau RTRW itu jelas-jelas tidak bisa dipakai. Itu tidak sesuai sama sekali. Di RTRW itu masih hutan. Kalau di RTRW sudah ditan 45

9 46 dain itu masih perumahan. Kalau seperti itu, perpres sudah jauh lebih jelas. RTRW yang baru seharusnya sudah keluar sesuai dengan itu tapi sudah bersih. Kita tinggal menunggu saja. Pemko juga menunggu masalah hutannya beres. Karena kalau hutannya belum beres percuma juga. Soal BP Batam dan Pemko Batam yang harus dihadapi investor, menurut anda bagaimana sinerginya? Kalau sekarang menurut saya masih kurang sinerginya. Ini yang masih harus ditingkatkan. Idenya kan dua mesin harusnya bergerak lebih cepat, kalau keduanya bergerak ke arah yang sama. Kalau arahnya berbeda, itu malah mandeg. Jadi kondisinya saat ini keduanya belum selaras. Di bagian apa ketidakselarasan itu? Kita misalnya bicara dari urusan lahan. Kita mau membangun. Untuk urus izin di BP Batam sudah panjang, mulai dari perolehan lahan, bayar UWTO, SKEP, SPJ, dan sebagainya, untuk mengurus fatwa. Mengurus fatwa itu untuk mengurus IMB ke pemko. Di Pemko, perlu mengurus RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). RTBL itu setelah RTRW, turunannya ada RDTRW, baru turunannya RTBL. Untuk RTBL, BP Batam sebenarnya sudah memiliki master plan secara keseluruhan dalam bentuk fatwa. Nanti sudah ada fatwa, di Pemko minta lagi untuk dibuat RTBL. Ini bisa berbeda dengan fatwa yang sudah ada. Nanti yang sudah dibilang di fatwa boleh, ternyata di pemko tidak boleh. Ini yang masih belum selaras. Dengan adanya dua instansi ini, apakah menjadi semakin rumit? Yang pasti rantai birokrasi semakin panjang, dan waktu menjadi semakin lama. Kalau Birokrasi semakin panjang kan masalahnya ke waktu. Kedua biaya, makin panjang birokrasi biaya makin tinggi. Hal ini akan kembali pada seberapa cepat pembangunan akan terjadi dan seberapa kemampuan masyarakat membeli. Kalau biaya semakin tinggi, kembali lagi ke harga jual. Dari REI punya pandangan atau usulan? Sebenarnya kembali ke dua instansi tersebut. Mereka yang harus menyelaraskan. Kami kan tidak bisa mengatur. Ini porsinya di BP. Ini porsinya di Pemko. Harus selaras, jangan sampai di satu tempat bilang iya, tempat lain ternyata bilang tidak. Setelah itu dibangun semua akan jelas, mau urusannya di BP silahkan, di Pemko silahkan yang pasti semua itu tahu bahwa aturannya seperti itu. Apa yang bisa dan tidak dibangun. Perkara urusannya di BP atau di Pemko silahkan. Buat kami sama saja. Tidak akan tumpang tindih. Contohnya Fatwa dan RTBL. Dari fatwa bilang bisa bangun tapi dari pemko bilang tidak bisa karena ada rencana untuk membuat saluran apa. Kalau kita punya RTRW dan kita punya RDTL, di situ kita punya semua. Termasuk jalan di mana, saluran di mana. Kita harus menyiapkan RDTLnya. Kalau tidak bisa nanti semuanya seperti sekarang, banjir. Begitu bangun pengembang yang disalahkan. Padahal pemerintah sendiri tidak pernah memiliki rencana.

10 LIPUTAN KHUSUS BATAM April 2015 Seberapa besar perhatian pengembang pada kota hijau dan bebas banjir? Terus terang tidak semua pengusaha punya visi seperti itu. Pengusaha itu mereka yang mau cari untung. Misalnya soal saluran, mengapa harus dibikin besar-besar. Ada pengusaha yang berpikiran mending lahan dijadikan kapling ketimbang bangun saluran yang besar. Hal ini kan bisa diatasi. Semua kembali ke pemerintah apakah diizinkan atau tidak. Balik lagi pemerintah sebagai regulator harus tegas. Kalau memang di lokasi itu seharusnya ada saluran ya harus ada. Jangan nantinya karena pembicaraan, saluran yang seharusnya dua meter dikecilkan menjadi 60 cm, misalnya. Yang selebihnya dijadikan kapling. Ini kan tidak bisa. Makanya saya bilang pemerintah seharusnya jelas, karena sebenarnya persoalan tanah itu gampang karena semuanya ada di tangan BP. Lain dengan tanah yang dibeli di Jakarta, misalnya. Pemerintah tidak bisa mengatakan tidak bisa ini tanah saya. Tanah di sana sudah dibeli rakyat dan disertifikat. Untuk memotongnya tidak bisa segampang itu. Mereka harus ganti rugi. Di sini kan BP sebagai pemegang lahan bisa mengalokasikan daerah mana yang digunakan untuk saluran. Jangan dijual lahan itu ke investor. Kalau memang merasa kurang naikkan UWTO, saya rasa masih mau karena harga tanah di Batam masih murah. Coba lihat harga tanah di Batam Centre masih 50 ribu. Itu menurut saya sangat murah. Dibandingkan dengan harga rumah yang ada. Apakah REI punya proyeksi terkait pertumbuhan perumahan di Batam? Yang pasti pertumbuhan kota Batam diperkirakan setiap tahun bertambah sekitar ribu penduduk. Sederhananya kalau tiap keluarga ada 6 orang, minimal kita butuh 20 ribu unit rumah baru. Itulah yang harus dipikirkan, dimana mau menempatkan mereka. Apakah tanah kita masih cukup untuk membangun kota Batam sebanyak 20 ribu rumah per tahun atau 100 ribu unit dalam 5 tahun. Lahan kita sudah menyempit, Rempang Galang belum selesai. Kecuali Rempang Galang sudah beres, sebagian bisa ke sana. Tapi, infrastruktur kalau tidak disiapkan dengan baik, siapa yang mau tinggal di Rempang. Bisa saja kalau ada sarana fasilitas umum yang cepat dan murah dari Rempang ke pusat kota, orang akan tertarik tinggal di Rempang. (Yermia Riezky) SUMBER FOTO: ISTIMEWA 47

BAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar (basic needs) dan pokok manusia selain sandang dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN RPJMN 2015-2019 DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA 22 MEI 2017 Arah Kebijakan 2015-2019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN 1.1.1 Pertumbuhan Sektor Perumahan Nasional Peta bisnis properti di Indonesia menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan kapitalisasi pada tahun 2007,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik (Juniarko dkk, 2012;

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik (Juniarko dkk, 2012; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu hak yang mendasar bagi manusia dalam mencapai kehidupan yang lebih layak selain kebutuhan sandang dan pangan. Rumah atau tempat tinggal berfungsi

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN BISNIS PROPERTI MENYONGSONG GLOBALISASI

PROSPEK PENGEMBANGAN BISNIS PROPERTI MENYONGSONG GLOBALISASI PROSPEK PENGEMBANGAN BISNIS PROPERTI MENYONGSONG GLOBALISASI OLEH : Ir. Johannes Tulung DPP-Realestat Indonesia Pd. Gede Bekasi, 17 September 2014 Tema Kegiatan Action Plan Nasional Industri Pracetak &

Lebih terperinci

Persentase Jumlah Penduduk yang Tinggi, versus Lahan yang Terbatas

Persentase Jumlah Penduduk yang Tinggi, versus Lahan yang Terbatas Dalam pembukaan UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Dalam perjalanannya, kita hampir melupakan aspek pemerataan atau cita-cita keadilan sosial yang begitu mendasar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Rumah (papan) adalah salah satu kebutuhan pokok manusia selain makanan (pangan), dan pakaian (sandang). Ketersediaan lahan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia yang memiliki perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat diberbagai bidang dan sektor. Melihat pertumbuhan Kota Jakarta

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dari golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dari golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan, memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Proyek Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2 dengan jumlah populasi 2 sebesar 8.792.000 jiwa dan memiliki kepadatan penduduk sebesar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA 2015-2019 DIREKTORAT PERENCANAAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 1 LANDASAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS JAKARTA, 9 OKTOBER 2017 DATE KEBIJAKAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN SASARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

Dalam acara Musyawarah Daerah Real

Dalam acara Musyawarah Daerah Real Beranda Negeri Menyambut Era Masyarakat Ekonomi ASEAN Sebagai beranda Republik Indonesia, kota Batam berfungsi sebagai etalase yang menampilkan citra negara pada negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

Lebih terperinci

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN Konsep Entitas Objek Bidang Perumahan Rakyat Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam peranannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemian budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam peranannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemian budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai salah satu kebutuhan primer dan mempunyai fungsi yang strategis dalam peranannya sebagai

Lebih terperinci

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN Konsep Entitas Objek Bidang Perumahan Rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan setiap tahunnya mengalami peningkatan sesuai dengan angka pertumbuhan jumlah penduduknya.

Lebih terperinci

Tugas Akhir 2015 BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di Palembang Latar Belakang

Tugas Akhir 2015 BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di Palembang Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palembang merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Selatan dan merupakan kota terbesar kedua di Pulau Sumatera setelah Medan. Sebagai ibukota provinsi, Palembang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan Sektor Properti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan Sektor Properti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Tantangan Sektor Properti Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Demikian pula di kota-kota besar, perumahan

Lebih terperinci

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15

Lebih terperinci

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta merupakan kota besar dengan magnet penyerapan penduduk tertinggi di Indonesia. Dengan jumlah penduduk 12.000.000 jiwa penduduknya tersebar di 5 kota Administrasi

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS (direncanakan tahun 2020) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu daerah dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian selatan. Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia selain kebutuhan akan pakaian dan makanan. Menurut Tito Soetalaksana (2000;8) rumah merupakan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan hidayahnya sehingga Laporan Kinerja Direktorat Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah mempunyai ruang lingkup dan bentuk tersendiri sesuai dengan tujuan, arah dan sifat pembahasan serta kegunaannya dalam pelaksanaan pembangunan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

dan Kawasan Permukiman

dan Kawasan Permukiman Membedah terdiri dari 18 bab dan 167 pasal, namun tulisan berikut ini tidak akan menyajikan secara keseluruhan isi undang undang tetapi hanya isu yang dianggap penting saja. Dalam UU PKP banyak diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan selama ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut pemrintah Indonesia telah menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang termasuk dalam 14 kota terbesar di dunia. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 Jakarta

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota-kota besar di negara sedang berkembang seperti Indonesia memperlihatkan perbedaan perkembangan yang mencolok. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRODUK UNDANG-UNDANG YANG BERPIHAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN KERJA, DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Makalah disampaikan pada Musyawarah Nasional Real

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA RUMAH SUSUN PEKUNDEN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA RUMAH SUSUN PEKUNDEN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA RUMAH SUSUN PEKUNDEN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: BAIQ ELNY SUSANTI L2D 000 401 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Seperti kota-kota besar lainnya yang berkembang menjadi sebuah metropolitan, Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat juga mengalami permasalahan serius

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta Selatan merupakan bagian dari wilayah Ibu Kota Indonesia yang terus berkembang dan semakin maju. Wilayah Jakarta Selatan diperuntukkan sebagai daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat berimplikasi terhadap kepadatan suatu kota. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat tersebut mengakibatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN Konsep Entitas Objek Bidang Perumahan Rakyat Dan

Lebih terperinci

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang . WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR

Lebih terperinci

Bastary Pandji Indra Asdep Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur

Bastary Pandji Indra Asdep Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SEMINAR HASIL KAJIAN Penyiapan Kebijakan Pembangunan Perumahan MBR dan Land Consolidation Perkotaan Bastary Pandji Indra Asdep Perumahan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 11 TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 11 TAHUN - 1 - PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN SERTA PERMUKIMAN DARI PENGEMBANG KEPADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, dimana setiap orang memerlukan tanah bukan hanya untuk kehidupannya, tapi sampai manusia meninggal dunia

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG DI KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW.

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Rabu 20 KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun tema berita

Lebih terperinci

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING

BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING Bab ini akan memaparkan penjelasan terhadap hipotesa pertama untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian ini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori RUSUN (rumah susun) merupakan model yang tepat dengan filosofi dasar untuk meningkatkan martabat masyarakat berpenghasilan rendah dengan penyediaan fasilitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH Bab IV tediri dari ; Konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh sampai dengan pencapaian kota

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkantoran di Jakarta. PT XYZ saat ini dimiliki oleh PT BCD sebesar 72,25%

BAB 1 PENDAHULUAN. perkantoran di Jakarta. PT XYZ saat ini dimiliki oleh PT BCD sebesar 72,25% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang sewa perkantoran di Jakarta. PT XYZ saat ini dimiliki oleh PT BCD sebesar 72,25% kepemilikan, PT AP sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dapat mempengaruhi perkembangan lingkungan suatu kota. Pada umumnya perkembangan dan pertumbuhan suatu kota terjadi karena adanya proses urbanisasi,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal. Dimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rutin jika disewakan atau sering disebut sebagai passive income. Selain itu pada

BAB I. Pendahuluan. rutin jika disewakan atau sering disebut sebagai passive income. Selain itu pada 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Properti merupakan salah satu sarana investasi yang sangat menarik untuk dicermati karena investasi jenis ini dapat memberikan pendapatan sewa secara rutin jika disewakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia A. Pertumbuhan Penduduk Laju pertambahan penduduk secara nasional tinggi (2,3% per tahun) dan penurunan jumlah jiwa per keluarga dari 4,9 jiwa/keluarga

Lebih terperinci