Dalam acara Musyawarah Daerah Real

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dalam acara Musyawarah Daerah Real"

Transkripsi

1 Beranda Negeri Menyambut Era Masyarakat Ekonomi ASEAN Sebagai beranda Republik Indonesia, kota Batam berfungsi sebagai etalase yang menampilkan citra negara pada negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Namun, sejumlah persoalan membuat kota industri ini bergulat dengan pemenuhan kebutuhan dasar warganya. Padahal, era Masyarakat Ekonomi Asean semakin mendekat. Apa yang perlu dibenahi Batam? Dalam acara Musyawarah Daerah Real Estate Indonesia Khusus Batam, 16 April 2014 lalu, Profesor Budi dari Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan peluang Batam untuk menjadi kota metropolitan berskala dunia dan madani serta menjadi andalan pusat perekonomian duni a. Peluang itu didukung kenyataan bahwa Batam berada di jalur pelayaran internasional dan menjadi pulau dengan kota yang paling berkembang yang berada dekat dengan garis terluar Indonesia. Perkembangan Batam sebagai salah satu 6 tumpuan ekonomi nasional merupakan buah belanja perangkat elektronik dengan harga 7 pemikiran Baharuddin Jusuf Habibie ketika menjadi Kepala Otorita Batam pada Di masa kepemimpinannya, Batam diubah dari rencana semula sebagai pulau yang mendukung usaha Pertamina menjadi daerah industri yang pesat. Keberadaan pulau Batam yang ber hadapan langsung dengan negara tetangga Singapura menjadi pertimbangan Habibie mengembangkan Batam sebagai salah satu pusat perekonomian nasional. Presiden RI ketiga itu memiliki cita-cita perekonomian Batam dapat menyamai negara pulau Singa pura. Sebagai awal, Habibie mengembangkan Batam sebagai daerah penopang kegiatan industri perusahaan internasional yang berkedudukan di Singapura. Pada tahun 1989, dengan bantuan investor asal Singapura, dibangun kawasan Industri Batamindo seluas hektar. Hingga kini kawasan industri ini menjadi yang terbesar di Batam. Selanjutnya pada masa Habibie juga Indonesia menjalin kerjasama segitiga pembangunan Singapura-Johor-Riau (Sijori) untuk mengembangkan Batam. Dalam kerjasama itu, tiap lokasi memiliki fungsinya masingmasing. Singapura sebagai penyedia modal, sementara Johor dan Batam berfungsi sebagai lokasi pembangunan kawasan industri. Meski memiliki fungsi yang sama dengan Johor, Batam memiliki keuntungan dari harga lahan yang lebih murah dan tenaga kerja yang melimpah. Insentif bebas pajak bagi barang-barang impor industri membuat investor senang menamkan modalnya di Batam. Pertumbuhan ekonomi Batam pun mentereng, mencapai 17 persen pada masa kepemimpinan Habibie. Ini mengundang, selain investor, juga tenaga kerja yang ingin mengadu nasib di Batam. Sekitar dua dekade pada 1980-an dan 1990-an, arus tenaga kerja ke Batam mendorong pertumbuhan penduduk Batam. Pada dua dekade itu, pertumbuhan penduduk bisa mencapai 21 persen. Mau tak mau perekonomian pun bergerak untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin banyak. Pada akhir 1990-an, penduduk Batam mencapai sekitar 400 ribu, pulau Batam yang sebelumnya hanya dihuni penduduk yang bekerja sebagai nelayan dan penyadap karet dan damar berubah menjadi kota industri yang kini berpenduduk 1,3 juta jiwa. Lama kelamaan Batam menjadi sebuah kota yang menarik. Tak hanya menjadi kota industri, namun juga menjadi kota wisata. Banyaknya pekerja asing membuat bisnis hiburan berkembang yang memancing wisatawan mancanegara datang ke Batam. Harga kebutuhan penunjang kesenangan yang murah membuat warga Singapura dan Malaysia semakin banyak berkunjung dari waktu ke waktu. Sementara itu, turis domestik cenderung melihat Batam jadi lokasi yang murah. Tak hanya menjadi kota industri, namun juga menjadi kota wisata.

2 Perlahan secara keruangan (spasial) kota Batam berkembang. Dari awal hanya berpusat di daerah Sekupang, lalu muncul kawasan Jodoh di Batuampar yang menjadi pusat perekonomian pada awal 1980-an. Berkembangnya Jodoh membuat kawasan Nagoya di Lubukbaja tumbuh. Kawasan perumahan juga berkembang di daerah Sagulung, Batuaji, dan Bengkong. Nongsa yang dulunya kampung nelayan juga mulai berkembang. Terakhir, kawasan Batam Centre dikembangkan menjadi pusat pemerintahan dan kantor BP Batam, sementara pusat perekonomian Batam kini berada di Nagoya. Dampak Pertumbuhan Penduduk Berkembangnya kota Batam dengan penduduk yang semakin banyak namun lahan terbatas menimbulkan persoalan. Persoalan fisik dan sosial perkotaan bermunculan. Dari sisi persoalan fisik, kebutuhan Kota Batam pernah melakukan perhitungan seder hana. Dalam catat an Dis hub, total panjang jalan beraspal di Batam mencapai 912 kilometer. Sekitar 75 persen (690 kilometer) dari jumlah tersebut sangat sering dilalui. Jika diasumsikan lebar jalan rata-rata tujuh meter, maka total luas jalan di Batam adalah meter persegi. Dishub menghitung rata-rata ukuran kendaraan 4 meter x 2,5 meter sehingga luas jalan yang ditempati mencapai 10 meter persegi. Dari hitungan tersebut, dibutuhkan kendaraan untuk memenuhi seluruh jalanan di Batam hingga seluruh kendaraan itu tidak bergerak. Agar kendaraan bisa bergerak normal dengan kecepatan 60 kilometer per jam, maka volume kendaraan tidak boleh melebihi batas toleransi 45 persen hingga 75 persen. Jika jumlah kendaraan ditoleransi hingga 70 persen, maka idealnya jumlah kendaraan roda empat di Batam hanya ber- 8 lahan permukiman dan industri semakin ini. yang datang tanpa keterampilan khusus. jumlah unit kendaraan, hanya roda 9 meningkat. Umum nya kontur pulau Batam bergelombang dengan wilayah perbukitan yang menutupi hampir seluruh bagian Pulau Batam. Rekayasa kemudian dilakukan dengan melakukan cut and fill. Bukit-bukit dipotong dan diratakan, sementara materialnya ditumpuk di sejumlah lokasi yang cekung. Tak jarang, material tersebut diurug di lahan rawa yang banyak terdapat di Batam. Rekayasa seperti ini bukannya tanpa masalah. Sejumlah perubahan yang dilakukan pada lahan membuat proses alamiahnya terganggu. Bukit dengan hutan sedianya menjadi penyerap hujan banyak yang hilang, sedangkan cekungan yang secara alami menjadi lokasi berkumpulnya air hujan telah ditimbun dan berubah menjadi lahan permukiman, industri, atau niaga. Akhirnya, karena kondisi curah hujan Batam yang tinggi, setiap kali hujan lebat disertai badai, genangan selalu muncul di berbagai lokasi di Batam. Genangan menutupi kawasan Simpang Kabil, Simpang Jam, Kompleks kantor Pemko dan DPRD Batam, beberapa daerah di Bengkong, dan jalan penghubung Batam Centre ke Batuaji. Selain lokasi favorit genangan, masih ratusan lokasi lain yang kerap tergenang kala hujan lebat melanda Batam. Ketua DPD Real Estate Indonesia Khusus Batam, Djaja Roeslim, mengungkapkan salah satu yang menjadi pangkal persoalan banjir di Batam adalah master plan drainase kota Batam sudah kadaluarsa. Menurut Djaja, master plan yang dipersiapkan oleh Otorita Batam tersebut sudah lama sekali dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan kota saat Saat ini banyak daerah yang dulu menjadi jalur hijau telah terbangun. Kalau begitu seharusnya ada master plan baru, namun sampai sekarang master plan tersebut belum ada, ungkap Djaja. Salah satu fungsi master plan drainase adalah untuk menegaskan di mana saja jalur yang telah ditetapkan sebagai saluran, terutama saluran primer dan sekunder. Penentuan itu membuat BP Batam sebagai pemegang hak atas lahan dapat menentukan lahan-lahan yang telah ditetapkan sebagai drainase tidak boleh dialokasikan menjadi bangunan. Perusahaan yang mendapat alokasi lahan pun tidak boleh menggunakan lahan drainase untuk pembangunan. Namun, tidak adanya master plan drainase mutakhir, menurut Djaja, membuat drainase kota Batam buruk. Ia mencontohkan, banyak perusahaan yang lokasi lahannya berada di bawah lokasi lahan perusahaan lain membangun drainase yang lebih sempit ketimbang drainase di atasnya. Akibatnya, drainase sempit yang dibangun tidak dapat menampung debit air yang memenuhi drainase di atasnya yang lebih lebar. Inundasi alias genangan air pun tak bisa dihindari. Selain masalah banjir atau genangan, pertambahan penduduk memunculkan persoalan sosial. Tingkat kriminalitas kota Batam meningkat karena banyak pengangguran yang tidak mampu memenuhi persyaratan kerja di Batam. Sudah menjadi rahasia umum, dari seluruh pendatang, yang jumlahnya mencapai 65 persen pertumbuhan penduduk Batam tiap tahunnya, tidak sedikit Selain masalah kriminal, jalanan Batam juga menjadi lebih padat karena semakin banyak kendaraan yang memenuhi badan jalan. Data Kantor Samsat Kepri menyebutkan sebanyak sepeda motor baru terdaftar di sana setiap bulannya. Sementara kendaraan roda empat bertambah unit tiap bulannya. Sampai pertengahan tahun 2013, Samsat mencatat ada unit kendaraan roda dua dan unit kendaraan roda empat. Tahun lalu, Dinas Perhubungan (Dishub) empat saja. Master plan drainase kota Batam sudah kadaluarsa.

3 Saat ini tercatat lebih dari 40 ribu warga tinggal di perumahan liar. Persoalannya, Pemerintah Kota Batam belum bisa menyediakan layanan transportasi umum yang layak bagi warganya, Selain murah, kelayakan itu harus dilihat dari aspek keamanan dan kenyamanan. Angkutan kota yang berseliweran di jalan kota Batam kerap beroperasi hampir tanpa aturan. Kabar kecelakaan yang melibatkan angkutan kota kerap terdengar. Kondisi taksi di Batam pun tak kunjung membaik karena taksi gelap masih banyak beroperasi. Penumpang pun masih sering tawar menawar harga dengan sopir taksi meski di kendaraan telah terpasang argometer. Belum lagi masalah perumahan liar (ruli) yang belum tuntas selama bertahun-tahun. Ruli merupakan bangunan non-permanen atau semi permanen yang dibangun di atas lahan yang bukan milik sang empunya rumah. Biasanya mereka membangun di atas lahan kosong yang belum keluar Pengalokasian Lahan (PL)-nya dari BP Batam. Sering juga ruli dibangun di atas lahan milik investor yang lama dibiarkan terbengkalai. Ruli tetap tumbuh subur karena pemindahan penghuni ruli kerap dilakukan menjauhi lokasi kerja. Meskipun sudah mendapat lahan kapling yang luas dari BP Batam, pemilik ruli banyak yang kembali membangun rumah berdinding triplek dan beratap asbes serta terpal dengan tujuan agar ia lebih dekat dengan lokasinya mencari nafkah. Persoalan perumahan liar tak bisa dipandang enteng di Batam. BP Batam menyebutkan, saat ini tercatat lebih dari 40 ribu warga lai. Tak sedikit ruli tersebut sudah didiami selama belasan tahun. Menggusur dan memindahkan mereka bukan persoalan gampang. Protes bahkan bentrokan tak jarang terjadi saat tim Direktorat Pengamanan BP Batam maupun Satuan Polisi Pamong Praja Kota Batam berupaya memindahkan warga yang menghuni kompleks ruli. Kondisi ini menunjukkan masih banyak warga di Batam yang tidak sanggup untuk membeli bahkan menyewa rumah yang layak. Djaja Roeslim mengungkapkan, pemerintah sebenarnya sudah menyediakan sejumlah fasilitas perumahan dan pembiayaan. Pemerintah menyediakan rumah untuk MBR (masyarakat berpenghasian rendah) yakni rumah tapak sederhana, kata Djaja. Pemerintah juga memberikan bantuan pendanaan seperti FLPP, tambah dia. Untuk rumah sederhana, investor saat ini lebih banyak membangun di kawasan yang jauh dari pusat kota. Di antaranya di kecamatan Batuanji, Sagulung, Seibeduk, Nongsa, dan Sekupang. Namun, meski jauh dari pusat kota, peminat perumahan tersebut datang dari pekerja industri yang ada di wilayah tersebut. Tak hanya rumah tapak, BP Batam, Pemko Batam, BUMN, dan pihak swasta membangun ratusan blok kembar rumah susun sewa untuk pekerja lajang mau- 10 tinggal di perumahan liar. Banyak dari me reka pun keluarga. ganti lahan ruli tak cukup mengatasi perso- 11 menempati tanah investor yang terbengka- Namun, fasilitas itu belum semua dapat dinikmati oleh warga, khususnya me reka yang berpenghasilan rendah. Inilah yang membuat ruli muncul tak beraturan di banyak tempat di Batam. Djaja mengungkapkan, persoalan memindahkan penghuni ruli harus dilakukan dengan manusiawi dan melihat kebutuhan para penghuninya. Orang-orang ini kalau digusur tidak mungkin. Mereka bekerja dan hidup di daerah sekitar situ. Misalnya kita bicara di sekitar Nagoya atau Batam Centre lalu dipindahkan ke Kabil. Mereka tinggal segitu jauh dan harus bolak balik. Lalu sarana transportasi umumnya belum ada. Akhirnya ongkosnya mahal, akhirnya mereka akan tinggal lagi mencari tempat yang dekat dengan tempat kerjanya, Djaja menjelaskan. Sebagai alternatif penggusuran, Djaja memandang lebih baik penghuni ruli dipindahkan di daerah yang dekat dengan tempat pekerjaanya. Menurutnya pemerintah dapat membangun rusunawa atau rusunami bagi yang mampu membeli dengan fasilitas FLPP. Kalau sangat tidak mampu, pemerintah bisa menyiapkan rumah sosial untuk orangorang ini. Dengan semuanya ditampung, pasti akan tertata rapi, terang Djaja Tantangan Investasi Secara umum, persoalan di atas belum bisa dituntaskan baik oleh Pemko Batam maupun BP Batam. Berbagai upaya seperti pengerukan saluran drainase, reboisasi, rekayasa lalu lintas, pengembangan aturan perpajakan, hingga pemberian lahan peng- alan akibat kencangnya laju pertumbuhan penduduk di Batam. Masalah ini berpotensi menjerumuskan Batam menjadi kota metropolitan yang kumuh alih-alih menjadi kota berwawasan lingkungan. Namun, sambil berupaya menemukan cara mengatasi persoalan, Batam tetap menarik perhatian banyak investor asing. Tercatat sejak tahun 2009 hingga bulan Juni 2014, BP Batam mencatat ada 362 proyek investasi asing dengan nilai US $ 728,274 juta. Sementara dalam waktu yang sama terdapat 81 perluasan proyek investasi dengan nilai US $ 418,988 juta. Modal utama Batam tidak bisa dibantah. Posisi Batam yang dekat dengan Singapura dan langsung menghadap Selat Malaka yang menjadi salah satu jalur pelayaran paling ramai di dunia tetap seksi di mata investor. Selain itu, harga lahan yang lebih murah dan upah tenaga kerja yang bersaing dengan Johor menjadi daya tarik bagi investor. Apalagi insentif Batam semakin menarik dengan adanya insentif pajak dan bea masuk saat Batam ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas. Daya tarik itu terus dipromosikan BP Batam karena persaingan de ngan kawasan ekonomi khusus lain semakin ketat. Johor kini mengembangkan Iskandar, kawasan ekonomi khusus di Vietnam juga mulai menarik investor asing. Di Asia Timur, Kawasan Ekonomi Khusus Shenzhen

4 L I P U TA N K H U S U S B ATA M di Tiongkok semakin diminati investor asing karena upah buruhnya yang murah dan barang-barang produksi di daerah itu bisa juga dijual di Tiongkok daratan. Untuk mendukung tingginya investasi ke Batam, selain promosi, pemerintah perlu memberikan kepastian hukum kepada para investor. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau, Cahya, mengatakan tidak adanya kepastian hukum membuat investor resah. Kepastian hukum khususnya dalam sistem pengupahan dan pengalokasian lahan. Soal sistem pengupahan, Cahya mengungkapkan banyak investor yang kebingungan karena kenaikan upah tidak tetap setiap tahunnya. Hal ini membuat investor tidak bisa menentukan harga hasil produksi pada tahun berikutnya. Upah minimum kota (UMK) Batam pada 2013 naik dari Rp 1,45 juta menjadi Rp 2,05 juta. Selanjutnya di 2014 UMK Batam kembali naik Rp 2,45 juta dan kembali meningkat menjadi Rp 2,685 juta pada Upah naik berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan pihak buruh, pemerintah, dan pengusaha setiap tahun sebelum penetapan UMK tahun berikutnya. Tak hanya persoalan kenaikan upah yang tinggi yang jadi kekhawatiran 12 investor. Para pengusaha resah dengan aksi mogok yang kerap dilakukan oleh para buruh demi memenuhi tuntutannya. Sehubungan dengan itu, Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Suprapto, mengungkapkan setiap kali survei KHL, harga-harga item yang masuk dalam KHL lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Ini yang mendorong mereka terus melakukan demo menuntut upah layak. Menurut Suprapto, permintaan kenaikan upah tidak akan besar jika pemerintah mampu menjaga harga kebutuhan pokok. Selain masalah upah, pengusaha kerap kebingungan dengan kepastian hukum alokasi lahan. Terutama akhir-akhir ini setelah Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 463 Tahun 2013 yang menunjukkan sejumlah lahan yang ada di pulau Batam sebagai kawasan hutan lindung. Padahal sebagian besar kawasan itu telah terbangun dan dialokasikan. Investor tidak berani mengajukan alokasi lahan jika lahan yang diinginkan masih berstatus hutan lindung. Keberadaan SK Menhut 436/2013 kemudian digugat oleh Kamar Dagang Industri (Kadin) Kota Batam ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Tanjungpinang. Hakim kemudian memutuskan SK tersebut batal. Menhut kemudian menerbitkan SK baru Nomor 867/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014 yang mengubah lahan yang sebelumnya berstatus DPCLS (Dampak Penting dan Cakupan Luas serta bernilai Strategis) menjadi Area Penggunaan Lain (APL). Artinya, lahan tersebut sudah sah menjadi kawasan terbangun. bank tak memuluskan agunan lahan jika status lahan masih berupa hutan lindung. Ini merupakan kabar baik bagi masyarakat karena mereka sudah lama menanti kepastian hukum atas lahan yang mereka tempati. terang dia. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, kemudian menerbitkan SK 76/MenLHK-II/2015 sebagai revisi SK Menhut Nomor 867 Tahun Surat Keputusan ini tampaknya menjadi keputusan yang memuaskan lebih banyak pihak. Sejumlah pihak yang selama ini mempertanyakan SK 463 Tahun 2013 menganggap SK Menteri LHK yang terbaru sudah sesuai dengan rekomendasi Tim Terpadu yang memeriksa kondisi hutan lindung dan konservasi Batam sepanjang tahun Dalam keputusan itu, Menteri LHK membebaskan lahan hutan yang telah terbangun dan telah dialokasikan oleh BP Batam namun belum dibangun oleh investor. Djaja Roeslim menilai, keputusan tersebut memberikan kepastian hukum terhadap status lahan yang dialokasikan pada para pengembang. Kalau isinya sudah sesuai dengan rekomendasi Tim Terpadu, itu berarti sudah terpenuhi dan kami sangat menyambut baik, kata Djaja. Menurut dia, selama ini pengembang menunggu kepastian hukum atas status lahan yang mereka bangun. Terlebih, pihak Perkembangan ke Depan Dalam Musda REI lalu, Kepala BP Batam, Mustofa Widjaja, menyampaikan perkembangan Batam ke depan tidak lagi bertumbuh seperti kondisi yang sekarang berlangsung. Batam sudah harus beralih kepada industri dan jasa yang bernilai tambah tinggi sehingga ketergantungan terus menerus kepada Singapura dapat dikurangi. Dalam kesempatan tersebut, Mustofa mengatakan studi konsultan yang dituangkan ke dalam Road Map menunjukkan hingga tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Batam masih dapat mencapai rata-rata sebesar 7,5 persen. Untuk mencapai pertumbuhan itu, ada tiga strategi yang akan dikembangkan Batam. Strategi tersebut adalah: 1. Mengembangkan industri baru seperti industri bidang informasi dan telekomunikasi, jasa penunjang, dan industri ramah lingkungan (green industry); 2. Meningkatkan industri yang ada seperti industri bidang elektrik dan elektronika, pariwisata, galangan kapal, industri pengilangan dan penampungan minyak dan gas; 3. Mengembangkan hub/transhipment seperti pengembangan pelabuhan transhipment dan maintanance, repair, dan overhaul Batam sudah harus beralih kepada industri dan jasa yang bernilai tambah tinggi. 13

5 Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Mustofa memprediksi, dengan mengembangkan fokus industri dalam ketiga strategi tersebut diharapkan industri pelengkap dan industri penunjang akan otomatis berkembang dan tumbuh. Perkembangan itu membuat Batam pada 2020 akan menjadi kota metropolitan dengan jumlah investasi kumulatif mencapai Rp.91,4 Triliun dengan jumlah tenaga kerja formal mencapai 367 ribu orang. Untuk mencapai hal tersebut, perlu ditempuh sejumlah langkah dalam lima bidang, yaitu: 1. Dalam bidang pengembangan infrastruktur antara lain pengembangan sarana lingkungan, pengembangan infrastruktur yang menunjang kegiatan terfokus, membangun fasilitas pengetesan dan menyiapkan pusat inkubator bagi UKM; 2. Dalam bidang peraturan antara lain menyelaraskan kebijakan nasional dan regional, dan menerapkan kebijakan yang berkelanjutan; 3. Dalam bidang tenaga kerja antara lain memetakan kebutuhan keterampilan bagi industri unggulan dan meningkatkan kemampuan pengelolaan UKM; 4. Dalam bidang pemasaran/distribusi yaitu dengan mengembangkan rencana pemasaran dengan hasil yang dapat terukur dan menciptakan platform dengan produk yang bernilai tinggi; 5. Dalam bidang pembiayaan antara lain memberikan insentif bagi perusahaan multinasional dan lokal, menyediakan bantuan kredit/pinjaman bagi UKM. infrastruktur yang akan meningkatkan sarana dan prasarana perhubungan laut yang meliputi pengembangan pelabuhan laut peti kemas Batu Ampar sehingga dengan demikian pada akhir tahun 2014 dapat beroperasi dalam melayani kapal peti kemas dengan kapasitas sandar DWT. Di samping itu, BP Batam juga mengembangkan pelabuhan Transhipment Peti Kemas Tanjung Sauh dengan kapasitas penampungan 4 juta TEUS. Sementara itu, untuk mengembangkan perekonomian di dalam pulau Batam, BP Batam akan membangun jalan tol untuk memperlancar mobilitas transportasi barang dari kawasan industri ke pelabuhan, transportasi masal berupa monorail yang digunakan untuk transportasi orang. Mustofa mengungkapkan, Batam merupakan sebuah kota dengan letak sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran internasional, kota ini memiliki jarak yang cukup dekat dengan Singapura dan Malaysia. Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi kota Batam yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional menjadikan wilayah ini andalan bagi pemacu pertumbuhan ekonomi secara nasional maupun bagi provinsi Kepulauan Riau. Dalam hal ini, yang menjadikan unsur terpenting dalam mewujudkan Batam sebagai kota metropolitan ialah SDM yang berkualitas dan berkarakter kuat. Sumberdaya manusia Batam, terutama yang berasal dari Indonesia akan mendapat tantangan ketika memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean pada akhir 2015 nanti. Guna menghadapi itu, Mustofa menjelaskan BP Batam sedang mempersiapkan sejumlah hal terkait daya saing wilayah dan sumberdaya manusianya. Persiapan tersebut di antaranya kemudahan dalam perizinan, pembangunan infrastruktur, dan fasilitas fiskal (bebas bea masuk dan PPn). BP Batam mendayagunakan sumberdaya lainnya melalui pembangunan infrastruktur, SDM-nya yang berkualitas, dan memiliki aturan hukum yang jelas. Selain itu, BP Batam mengkaji dan memilih negara mana yang dapat berinvestasi di Indonesia. Pada tahun 2011, Batam menginventarisir industri yang potensial bagi pembangunan Batam. BP Batam juga berperan dalam pengelolaan Bandara, Pelabuhan, penyimpanan data yang dititipkan di IT Center BP Batam dan portal Batam Single Window (BSW) yang mengatur segala bentuk perizinan yang ada di Batam. Ke depan, BP Batam akan membangun jalan tol dan jalur kereta api. Jalan tol dibangun untuk pergerakan orangnya, sedangkan pembangunan jalur kereta api digunakan untuk pergerakan barang agar ekspor impornya berjalan lancar. Mustofa menambahkan, selain bertransformasi ke industri yang bernilai tambah tinggi, BP Batam juga mengembangkan sektor jasa dan membangun konektivitas dengan pulau sekitar. Dalam 5 tahun ke depan, direncanakan pengembangan infrastruktur diantaranya pelabuh an Batu Ampar, pelabuhan transhipment Tanjung Sauh, pengembangan jalan TOL, pengembangan kereta rel, pengembangan MRO pesawat, pengembangan air baku, instalasi pengolahan limbah, pengembangan infrastruktur IT. (Yermia Riezky) 14 Guna mewujudkan langkah tersebut, BP 15 Batam menyiasati dengan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tuntutan manusia terhadap sarana transportasi. Untuk menunjang kelancaran pergerakan

Lebih terperinci

Tata Ruang Batam Masih Banyak Tidak Jelas Sejak ditetapkan sebagai daerah industri dengan berbagai

Tata Ruang Batam Masih Banyak Tidak Jelas Sejak ditetapkan sebagai daerah industri dengan berbagai Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam Tata Ruang Batam Masih Banyak Tidak Jelas Sejak ditetapkan sebagai daerah industri dengan berbagai fasilitas khusus bagi investor, Batam selalu menarik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota

BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Pemerintah Kota Medan Gambaran umum kondisi kota Medan memuat perkembangan kondisi Kota Medan sampai saat ini, capaian hasil pembangunan kota sebelumnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI

BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI Bab ini merupakan inti dari studi dimana akan dilakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh baik dari primer maupun sekunder menggunakan kerangka analisis

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana yang terdapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan bagian awal dari studi yang akan memaparkan latar belakang mengenai dasar munculnya permasalahan studi dan mengapa studi ini penting untuk dilakukan, perumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING

BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING Bab ini akan memaparkan penjelasan terhadap hipotesa pertama untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5768 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Denpasar, Juli 2012

Denpasar, Juli 2012 Denpasar, 12-14 Juli 2012 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Sasaran 3. Perkembangan Kegiatan 4. Hasil Yang Diharapkan LATAR BELAKANG MP3EI antara lain menetapkan bahwa koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perkembangan suatu kota dapat diukur oleh semakin banyaknya sarana dan prasarana penunjang perkembangan kota, (Tamin, 2000). Salah satu laju perkembangan ini

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun tema berita yang kami

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

SEA SIDE MALL PADA KAWASAN WATERFRONT KOTA BENGKALIS-RIAU (Studi Kasus pada Pantai Andam Dewi Bengkalis) Penekanan Desain Arsitektur Morphosis

SEA SIDE MALL PADA KAWASAN WATERFRONT KOTA BENGKALIS-RIAU (Studi Kasus pada Pantai Andam Dewi Bengkalis) Penekanan Desain Arsitektur Morphosis LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SEA SIDE MALL PADA KAWASAN WATERFRONT KOTA BENGKALIS-RIAU (Studi Kasus pada Pantai Andam Dewi Bengkalis) Penekanan Desain Arsitektur Morphosis Diajukan

Lebih terperinci

Batam Dalam Data

Batam Dalam Data SEJARAH RINGKAS Sebelum menjadi daerah otonom, Kotamadya Batam merupakan Kotamadya ke 2 (dua) di Provinsi Riau yaitu yang pertama Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom, sedangkan Kotamadya Batam bersifat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu Bab I Pendahuluan a. Latar belakang Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu dengan negara lain yang saling ketergantungan sehingga melahirkan adanya perekonomian internasional.

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Pulau Jawa yang termasuk dalam kelompok Kawasan Telah Berkembang di Indonesia, merupakan wilayah dengan perkembangan perekonomian yang sangat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I-1

BAB I Pendahuluan I-1 I-1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

Transportasi terdiri dari dua aspek, yaitu (1) prasarana atau infrastruktur seperti jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan laut; serta (2)

Transportasi terdiri dari dua aspek, yaitu (1) prasarana atau infrastruktur seperti jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan laut; serta (2) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah mengalami perkembangan sebagai akibat adanya kegiatan atau aktivitas manusia yang terjadi di dalamnya. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia atau masyarakat

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Jaringan Layanan Transportasi Kabupaten Kepulauan Anambas

Pengembangan Sistem Jaringan Layanan Transportasi Kabupaten Kepulauan Anambas WORKSHOP EVALUASI PROGRAM INSENTIF PKPP KRT 2012 Pengembangan Sistem Jaringan Layanan Transportasi Kabupaten Kepulauan Anambas Serpong, 3 Oktober 2012 Tim BPPT Pengembangan Sistem Jaringan Layanan Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terus mengalami perkembangan dalam hal Pembangunan Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang Transportasi. Salah satu indikasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN DAN FUNGSI PRASARANA JALAN KOTA BATAM ABSTRACT

PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN DAN FUNGSI PRASARANA JALAN KOTA BATAM ABSTRACT PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN DAN FUNGSI PRASARANA JALAN KOTA BATAM 1) Arvian Zanuardi, 2) R. Pamekas 1) Balai Litbang Sosekling bidang Jalan dan Jembatan, Jl. Gayungkebonsari No. 50 60235, Surabaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 1. Pendahuluan Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri atas DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di

Lebih terperinci

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terminal Kapal Pesiar Tanah Ampo Kabupaten Karangasem dengan sebutan "Pearl from East Bali" merupakan tujuan wisata ketiga setelah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2016 PEKERJAAN UMUM Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2000 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI YANG AKAN BERTOLAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t ahun mendatang (2015-2019) mencanangkan pembangunan jalan tol sepanjang 1.000 km, jalan baru 2.650 km, dan pemeliharaan jalan 46.770 km. Pembangunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 1. Tingginya Mobilitas Penggunaan Jalan di Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 1. Tingginya Mobilitas Penggunaan Jalan di Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Latar belakang permasalahan merupakan beberapa isu yang membutuhkan solusi melalui perancagan sebuah fasilitas bangunan untuk memecahkan masalah tersbut.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 57 TAHUN 1996 TENTNAG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan seiring laju pesat pertumbuhan pembangunan dalam segala bidang serta mobilitas yang cukup tinggi untuk melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari, menuntut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015 A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres

Lebih terperinci