13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis dan memiliki kondisi geografis yang mendukung, sehingga memberikan kesempatan pada para petani untuk bisa menanam segala macam tumbuhan. Selain itu iklim di Indonesia juga mendukung untuk bisa bercocok tanam sepanjang tahun. Begitu banyak jenis tanaman pertanian yang ada di Indonesia yang seyogyanya menjadi bahan makan masyarakatnya. Keadaan ini menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang diandalkan di Indonesia. Sektor pertanian juga mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang terjadi sehingga dikatakan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional (Husodo, dkk, 2004) Bagi Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi.bahkan di beberapa tempat,jagung merupakan bahan pokok makanan utama pengganti beras atau sebagai campuran beras. Kebutuhan jagung di Indonesia saat ini cukup besar yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering per tahun (Khalik, 2010). Produksi jagung dunia menempati urutan ke tiga setelah padi dan gandum yaitu 612,5 juta ton. Distribusi penananaman jagung terus meluas di berbagai Negara di dunia karena tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang luas di daerah subtropik ataupun tropik. Indonesia merupakan Negara penghasil terbesar di kawasan Asia Tenggara, maka tidak berlebihan bila Indonesia mencanangkan swasembada jagung (Rukmana, 2008).
14 Selain sebagai bahan mmakanan pokok, jagung juga berfungsi sebagai pakan ternak. Ketersediaan bahan baku yang kontiniu dan bermutu tinggi seering kali menjadi kendala utama, industri pakan ternak yang bahan bakunya 50 persen jagung setiap tahun harus mengimpor jagung rata-rata 1,5 juta ton untuk memenuhi kapasitas pabriknya. Dengan kebutuhan pakar sebesar 3,5 juta ton pertahun, seharusnya dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang mencapai sekitar 10 juta ton per tahun. Namun hal ini tidak dapat dipenuhi karena ketersediaan jagung yang tidak kontiniu (Subhana, 2010). Produksi jagung terbesar di Indonesia terdapat di pulau Jawa, yakni Jawa Timur dan Jawa Tengah, masing-masing lima juta ton pertahun. Setelah itu menyusul beberapa daerah di sumatera, antara lain Sumatera Utara dan Lampung,sehingga produksi Indonesia mencapai 16 juta ton per tahun (Tim Karya Mandiri, 2010). Selain untuk industri pakan ternak dan konsumsi bahan pangan, kebutuhan jagung juga meningkat dengan kebutuhan industri bahan pangan olahan (snack food) dan industry pengolahan jagung modern(corn wet and miling) yang memproduksi corn starch, corn gluten, dan corn meal yang diperkirakan membutuhkan 1.000 jagung perharinya. Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 17,2 juta ton atau naik sekitar 4,3 persen dibandingkan produksi tahunh 2010 masih mampu memenuhi kebutuhan jagung nasional yang meningkat rata-rata 9,6 persen per tahun. Kecenderungan konsumsi jagung di Indonesia yang makin tinggi menyebabkan jumlah impor yang tinggi (Subhana, 2010). Pada tahun 2008 Sumatera Utara diharapkan menjadi sentra produsen jagung terbesar di Indonesia. Hal ini diupayakan untuk menjawab tantangan kekurangan
15 jagung di Sumatera Utara. Untuk berbagai kepentingan, Sumatera Utara masih kekurangan jagung. Kebutuhan jagung Sumatera Utara mencapai 2000 ton per hari sementara kebutuhan ini hanya dipenuhi sebesar 700 ton. Akibat kekurangan itu harus dipenuhi dengan cara mengimpor. Agar impor itu bias dikurangi, Sumatera Utara terus mengembangkan produksi jagung (Pemprovsu, 2007). Kebijakan pemerintah yang menyetujui impor jagung sebanyak 200.000 ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sangat disesalkan petani jagung di Sumatera Utara. Hal ini terjadi pengulangan kembali kebijakan beberapa waktu lalau saat panen raya terjadi di Sumatera Utara khususnya di daerah sentra produkai jagung.harga jagung yang semula sudah membaik di kisaran Rp2500/kg kini merosot jauh ke angka Rp.1700/ kg (Prasaja, 2012). Harga jagung dewasa ini bukan hanya anjlok dari arga sebelumnya,tetapi sudah dibawah harga referensi daerah HRD. Harga jagung yang ditetapkan provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 2.133/kg, petani mengalami kerugian akibat harga jagung tertekan terus.banyak petani beralih pada komoditi lain unntuk menghindar kerugian yang lebih besar. Untuk petani sekarang sudah sulit menanam jagung dengan harga bekisar 1.700/kg dimana harga produksi jagung untuk satu kilogramnya sudah mencapai Rp.2.200, idealnya harga jagung di tingkat petani sedikitnya Rp.2500/kg baru petani bias mendapatkan untung (Sihotang, 2012). Menurut Badan Pusat Statistik (2012) di Sumatera Utara, jagung sejak sudah dikembangkan sejak zaman orde baru. Pengembangan komoditas jagung dipusatkan di beberapa kabupaten di Sumatera Utara termasuk Kab
16 Karo,Simalungun, Deli Serdang, Langkat, dan daerah Tapanuli. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Produksi Jagung Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (ton) Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 1. Nias 794 579 1048 195 127 548,6 2. Mandailing Natal 2497 2579 7572 2502 5283 4086,6 3. Tapanuli Selatan 10227 11088 7930 9244 12463 10190,4 4. Tapanuli Tengah 5585 7379 7704 9286 6358 7262,4 5. Tapanuli Utara 12435 16119 20971 31528 15470 19304,6 6. Toba Samosir 12424 27914 30646 33737 24201 25784,4 7. Labuhanbatu 4988 5352 8641 2182 3403 4913,2 8. Asahan 22597 28971 32292 36420 18962 27848,4 9. Simalungun 250694 298861 311724 319282 371070 310326 10. Dairi 89734 139236 130001 161053 149500 133905 11. Karo 215026 300291 305136 454178 369848 328896 12. Deli Serdang 73498 96914 115190 101593 85405 94520 13. Langkat 66221 93964 105734 117004 121803 100945 14. Nias Selatan 471 430 744 1895 1568 1021,6 15. Humbang Hasundutan 1485 3161 2705 2727 2827 2581 16. Pakpak Barat 6652 6625 5327 15348 12128 9216 17. Samosir 1131 3587 5701 4714 9224 4871,4 18. Serdang Bedagai 21033 39134 32508 47834 43426 36787 19. Batu Bara X 8571 12153 2973 8139 7959 20. Padang Lawas Utara X x 4765 2587 1524 2958,67 21. Padang Lawas X x 5634 6750 2405 4929,67 22. Labuhanbatu Selatan X x x 598 3915 2256,5 23. Labuhanbatu Utara X x x 3632 4066 3849 24. Nias Utara X x x 196 406 301 25. Nias Barat X x x 66 120 93 26. Sibolga
17 Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 27. Tanjungbalai 125 203 51 120 60 111,8 28. Pematangsiantar 2386 2192 4321 3902 14966 5553,4 29. Tebing Tinggi 80 114 164 235 112 141 30. Medan 1413 1484 1873 1333 997 1420 31. Binjai 2818 3744 5189 3466 3226 3688,6 32. Padangsidempuan 538 477 826 972 1449 852,4 33. Gunungsitoli X x x 166 194 180 Sumatera Utara 804850 1098969 1166548 1377718 1294645 Sumber: Badan Pusat Statistika SUMUT 2014 Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi jagung di Sumatera Utara merupakan daerah yang potensial. Jika dilihat dari rata-rata daerah Kab Karo adalah produksi tertinggi dengan 328.896 ton dan Kab Nias Barat adalah daerah produktifitas terendah yaitu 93 ton. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung di daerah penelitian? 2. Bagaimana strategi untuk meningkatkan produksi di daerah penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung di daerah penelitian?
18 2. Untuk mengetahui bagaimana strategi untuk meningkatkan produksi jagung di daerah penelitan. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi petani dalam mengembangkan usahataninya. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan dan kebijakan strategis untuk komoditas jagung. 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan juga bagi pihak yang membutuhkan.