SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA
|
|
- Sonny Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Karya Tulis SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2005
2 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II. PERMASALAHAN 3 (TIGA) BIDANG UTAMA... 2 III. PRIORITAS PEMBANGUNAN... 4 IV. TINJAUAN ALOKASI ANGGARAN BIDANG UTAMA... 5 V. PENUTUP... 15
3 SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD T.A PROVINSI SUMATERA UTARA I. PENDAHULUAN Arah dan Kebijakan Umum (AKU) APBD Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2006 antara lain berisikan tentg berbagai gambaran permasalahan dan upaya mengatas permasalahan tersebut yang tentunya merupakan prioritas pembangunan yang dibiayai oleh APBD T.A Gambaran berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh Provinsi Sumatera Utara di berbgai bidang adalah sebagai berikut: 1. Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik 2. Bidang Keamanan dan Ketertiban Umum. 3. Bidang Agama. 4. Bidang SDM. 5. Bidang Ekonomi. 6. Bidang Sarana dan Prasarana. Apabila permasalahan tersebut di atas dikelompokkan berdasarkan alokasi R-APBD per kabupaten/kota TA. 2006, maka ke enam bidang permasalahan di atas dapat pula dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bidang utama, yaitu:
4 1. Bidang Sosial Budaya 2. Bidang Sarana dan Prasarana 3. Bidang Ekonomi II. PERMASALAHAN 3 (TIGA) BIDANG UTAMA Masalah bidang sosisl budaya yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut: 1) Pemerintahan 2) Hukum 3) Politik 4) Keamanan dan Ketertiban Umum 5) Agama 6) Sumberdaya Manusia (SDM) yang mencakup permasalahan: a. Pendidikan b. Kesehatan c. Kependudukan serta Keluarga Kecil berkualitas 7) Ketenagakerjaan dan Transmigrasi 8) Pemuda dan Olahraga 9) Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial 10) Peningkatan Harmonisasi antar Kelompok 11) Penghapusan diskriminasi dasn peningkatan peran serta semua lapisan 12) Pengembangan kebudayaan berdasarkan nilai-nilai budaya luhur
5 Permasalahan pada bidang sarana dan prasarana (infrastruktur) mencakup masalah-masalah berikut: 1) Prasarana jalan 2) Transportasi laut 3) Transportasi udara 4) Irigasi dan rawa Permasalahan bidang ekonomi mencakup masalah-masalah berikut: 1) Pertanian 2) Perkebunan 3) Peternakan 4) Perikanan dan kelautan 5) Industri 6) Koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah 7) Keuangan daerah, investasi serta peningkatan peranan BUMD 8) Kepariwisataan 9) Pembangunan wilayah tertinggal dan penanganan pasca bencana 10) Sumberdaya alam dan lingkungan hidup 11) Kehutanan Fokus analisis dalam tulisan ini adalah alokasi anggaran untuk permasalahan ekonomi.
6 III. PRIORITAS PEMBANGUNAN Berdasarkan AKU-RAPBD TA. 2006, prioritas-prioritas pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara (RKPD- SU) tahun 2006 adalah prioritas yang terfokus pada penyelesaian masalah yang mendesak dan berdampak luas bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Terdapat 10 (sepuluh) prioritas dalam RKPD-SU tahun Kesepuluh prioritas pembangunan ini jika dikelompokkan berdasarkan alokasi anggaran pada RAPBD TA terhadap kabupaten/kota adalah sebagai berikut: 1. Prioritas pembangunan sosial budaya, dengan 3 (tiga) rencana kerja (renja) sebagai berikut: 1) Melanjutkan upaya terciptanya good governance. 2) Melaksanakan dan mendorong penegakan hukum, pembinaan kemasyarakatan, keamanan dan ketertiban untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif dan harmonis. 3) Meningkatkan pembinaan sumberdaya manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. 2. Prioritas pembangunan bidang sarana dan prasarana dimana terdapat beberapa rencana kerja sebagai berikut, pembangunan infrastruktur darat, laut, udara, sumberdaya air dan tenaga listrik yang diarahkan untuk meningkatkan daya dukung dan kapasitasnya pembangunan infrastruktur dilakukan secara seimbang agar dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah.
7 3. Prioritas pembangunan bidang ekonomi, dengan 6 (enam) rencana kerja (renja) sebagai berikut: 1) Meningkatkan investasi secara signifikan melalui promosi dan kemudahan pelayanan. 2) Meningkatkan kemampuan ekonomi kerakyatan. 3) Meningkatkan kemampuan petani untuk mempertahankan swasembada beras dan meningkatkan ekspor hasil pertanian. 4) Meningkatkan arus kunjungan wisata dengan pemanfaatan potensi obyek wisata secara profesional. 5) Mempercepat pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi. 6) Mempertahankan kelestarian lingkungan hidup dan menekan illegal logging dan illegal fishing. IV. TINJAUAN ALOKASI ANGGARAN BIDANG UTAMA 1. Tinjauan terhadap jumlah alokasi RAPBD TA terhadap Kabupaten/Kota untuk Bidang Sosial Budaya. Jumlah alokasi RAPBD TA bidang sosial budaya yang dibagikan kepada 25 kabupaten/kota sebesar Rp ,-. Apabila anggaran ini dibagikan secara merata kepada 25 kabupaten/kota maka masingmasing kabupaten/kota menerima sebesar Rp ,- (tabel 1).
8 Tabel 1 No Kabupaten/Kota Sosial Budaya 1 Medan Deli Serdang Serdang Bedagai Samosir Pakpak Bharat Humbang Hasundutan Asahan Toba Samosir Madina Binjai Tapanuli Utara Tanah Karo Nias Selatan Labuhan Batu Sibolga Langkat Tapanuli Selatan Dairi Tapanuli Tengah Nias Simalungun Padang Sidimpuan Pematang Siantar Tanjung Balai Tebing Tinggi Total ) Porsi alokasi di atas rata-rata Berdasarkan peringkat yang disusun pada tabel 3 terdapat 10 kabupaten/kota yang memperoleh porsi di atas rata-rata. Dari 10 kabupaten/kota tersebut, terdapat 4 kabupaten/kota yang baru dimekarkan (Serdang Bedagai, Samosir, Pakpak Bharat, Humbang
9 Hasundutan). Dua kabupaten yaitu Toba Samosir dan Madina juga daerah yang baru dimekarkan sebelum 4 daerah di atas. Dengan demikian 6 daerah yang dimekarkan memperoleh porsi di atas ratarata. Enam daerah ini wajar menerima porsi tersebut agar dapat mempercepat pembangunan sosial dan budaya masyarakat daerahnya masing-masing, agar tingkat pendidikan dan kesehatan rakyatnya meningkat. Empat daerah lainnya yang menerima porsi di atas rata-rata adalah Medan, Deli Serdang, Asahan dan Binjai, dengan porsi terbesar diserap oleh Medan dan Deli Serdang. Total anggaran bidang ekonomi yang diterima oleh 4 daerah ini adalah sebesar Rp ,- atau sebesar 33,07% dari total anggaran secara keseluruhan. Sisanya sebesar 66,93% dibagikan kepada 21 kabupaten/kota. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa terjadi ketimpangan yang mencolok pada distribusi anggaran bidang sosial budaya tersebut? Pertimbangan apa sebetulnya yang dipakai? Rasio pembagian ini hendaknya ditinjau ulang. Empat daerah menerima 33,07% berbanding 21 daerah menerima 66,93%. Rata-rata 21 daerah ini hanya menerima 3,18%, sedangkan 4 daerah Medan, Deli Serdang, Asahan dan Binjai rata-rata menerima porsi sebesar 8,27%. 2) Porsi alokasi di bawah rata-rata Jumlah kabupaten/kota yang menerima porsi anggaran bidang sosial di bawah rata-rata sebanyak 15 kabupaten/kota dengan porsi terendah diterima oleh Kota Tebing Tinggi dan Tanjung Balai.
10 Jika dibandingkan antara 2 daerah penerima porsi terbesar dengan 2 daerah penerima porsi terkecil, ketimpangan distribusi akan semakin mencolok. Porsi terbesar yang diterima oleh Medan dan Deli Serdang sebesar Rp ,- atau 33,82% dari total anggaran. Bandingkan dengan porsi terkecil yang diterima oleh Kota Tebing Tinggi dan Tanjung Balai sebesar Rp ,- atau hanya 3,25% dari total anggaran. Rasio antara 2 penerima porsi terbesar dan 2 porsi terkecil adalah satu berbanding 7 (1 : 7). Kesenjangan ini tentunya dirasakan sangat tidak adil bagi Kota Tebing Tinggi dan Tanjung Balai. 3) Pertimbangan pembagian porsi anggaran Berdasarkan uraian hasil analisis, beberapa hal yang direkomendasikan sebagai berikut: a. Pengalokasian anggaran APBD untuk bidang sosial budaya yang tujuannya antara lain untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan di masing-masing daerah hendaknya lebih mengedepankan asas pemerataan. b. Jumlah kabupaten/kota yang menerima porsi anggaran di atas ratarata seharusnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kabupaten/kota yang menerima anggaran sosial budaya di bawah rata-rata penerimaan alokasi anggaran. c. Agar tidak terjadi ketimpangan yang sangat mencolok antara kabupaten/kota penerima porsi terbesar dengan kabupaten/kota penerima terkecil dengan terbesar. Misalnya: Kota Medan
11 maksimal menerima 4 kali lebih besar dari Kota Tebing Tinggi. Atau rasio antara penerima terkecil dengan penerima terbesar 1 : Tinjauan terhadap jumlah alokasi RAPBD per kabupaten/kota bidang infrastruktur TA ) Total alokasi RAPBD yang dibagikan kepada kabupaten/kota untuk bidang sarana dan prasarana adalah sebesar Rp ,-. Jika dibagikan secara merata kepada 25 kabupaten/kota, maka masingmasing daerah akan menerima sebesar Rp ,-. 2) Terdapat 10 kabupaten/kota yang menerima porsi anggaran di atas rata-rata dan 15 kabupaten/kota menerima di bawah rata-rata. Jumlah anggaran yang diterima oleh 10 kabupaten/kota yang porsinya di atas rata-rata adalah Rp ,- atau sebesar 71,08% dari total anggaran. Sedangkan jumlah porsi anggaran yang diterima oleh 15 kabupaten/kota yang porsinya di bawah rata-rata adalah Rp ,- atau hanya sebesar 28,92% dari total anggaran untuk bidang sarana dan prasarana.
12 Tabel 2 No Kabupaten/Kota Sosial Budaya 1 Tapanuli Selatan Medan Madina Deli Serdang Langkat Labuhan Batu Tapanuli Utara Simalungun Asahan Tanah Karo Nias Humbang Hasundutan Serdang Bedagai Samosir Pakpak Bharat Toba Samosir Dairi Tanjung Balai Binjai Tapanuli Tengah Nias Selatan Tebing Tinggi Padang Sidimpuan Pematang Siantar Sibolga Total ) Jika dibandingkan antara 5 daerah penerima porsi anggaran terbesar (Tapanuli Selatan, Medan, Madina, Deli Serdang dan Langkat) dengan 5 daerah penerima porsi anggaran terkecil (Sibolga, P.Siantar, P. Sidimpuan, Tebing Tinggi dan Nias Selatan) maka perbandingannya adalah Rp ,- : Rp ,-.
13 Apabila dibandingkan secara persentase dengan total anggaran untuk bidang sarana dan prasarana maka perbandingannya adalah 46,01% : 4,26%, artinya Tapanuli Selatan, Medan, Madina, Deli Serdang dan Langkat mendapat porsi anggaran lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan porsi anggaran yang diterima oleh Sibolga, P.Siantar, P.Sidimpuan, Tebing Tinggi dan Nias Selatan. Kondisi ini dapat menimbulkan kecemburuan bagi daerah-daerah yang menerima porsi terkecil. 4) Apabila dibandingkan antara Sibolga sebagai daerah penerima porsi terkecil (Rp ,- atau 0,27% dari total anggaran) dengan Tapanuli Selatan sebagai daerah penerima porsi terbesar (Rp ,- atau 13,39% dari total anggaran), terjadi ketimpangan yang sangat luar biasa dalam penerimaan pos alokasi distribusi anggaran untuk bidang sarana dan prasarana antara Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Perbandingannya antara Sibolga dan Tapanuli Selatan adalah 1 : 50, Sibolga menerima 1 bagian, sementara Tapanuli Selatan menerima 50 bagian. Apabila tidak ada penjelasan yang transparan mengapa terjadi kesenjangan yang begitu besar, dikhawatirkan akan terjadi tanda tanya dan kecemburuan sosial yang besar dari masyarakat Sibolga terhadap Tapanuli Selatan.
14 3. Tinjauan terhadap alokasi RAPBD TA untuk Bidang Ekonomi Apabila total alokasi RAPBD TA untuk bidang ekonomi dibagi secara merata kepada 25 kabupaten/kota, maka masing-masing kabupaten/kota akan menerima sebesar Rp ,-. Berdasarkan peringkat, hanya 11 kabupaten/kota yang menerima alokasi anggaran di atas rata-rata dengan kisaran antara Rp ,- s/d Rp ,-, dengan penerimaan tertinggi diperoleh oleh Kota Medan. Sedangkan 14 kabupaten/kota lainnya berada di bawah rata-rata dengan kisaran antara Rp ,- s/d Rp ,- dengan penerimaan terendah diperoleh Kota Tebing Tinggi. Berdasarkan konsep pemerataan, seharusnya ada batasan antara penerima tertinggi dengan penerima terendah (maksimal berapa kelipatan porsi daerah penerima terendah yang dapat diperoleh daerah penerima porsi tertinggi). Selanjutnya harus lebih banyak kabupaten/kota yang di atas ratarata porsi penerimaannya dibandingkan dengan kabupaten/kota yang di bawah rata-rata porsi penerimaannya. (seperti terlihat pada tabel 3). Daya beli masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat dari besarnya pendapatan perkapita penduduk kabupaten/kota tersebut. Indikator yang dipakai adalah PDRB perkapita berdasarkan harga konstan. Semakin tinggi pendapatan perkapita maka semakin tingi pula kemampuan/daya beli masyarakatnya. Dengan demikian dapat pula dikatakan semakin sejahtera masyarakatnya secara rata-rata. Sebaliknya, semakin rendah pendapatan
15 perkapitanya, maka semakin lemah pula daya beli masyarakatnya, atau semakin miskin pula masyarakat di daerah tersebut. Jika ditinjau kebijakan alokasi anggaran dengan indikator daya beli masyarakat akan terlihat sebagai berikut: Tabel 3 No Kabupaten/Kota APBD Medan Tanah Karo Tapanuli Utara Deli Serdang Langkat Simalungun Asahan Tapanuli Tengah Toba Samosir Tapanuli Selatan Dairi Labuhan Batu Nias Selatan Madina Humbang Hasundutan Samosir Pakpak Bharat Serdang Bedagai Nias Pematang Siantar Sibolga Tanjung Balai Padang Sidimpuan Binjai Tebing Tinggi Total Rata-rata jumlah alokasi per kabupate/kota (ekonomi) Rp ,-
16 a. Ada 5 kabupaten/kota dengan pendapatan perkapita tertinggi di Sumatera Utara (Medan, Labuhan Batu, Sibolga, Asahan dan Pematang Siantar) menerima alokasi anggaran bidang ekonomi sebesar Rp ,- atau sebesar 22,61% dari total alokasi yang sebesar Rp ,-. b. Ada 5 kabupaten dengan pendapatan perkapita terendah di Sumatera Utara (Nias, Pakpak Bharat, P. Sidimpuan, Nias Selatan, Tapanuli Utara) menerima alokasi anggaran bidang ekonomi sebesar Rp ,- atau hanya sebesar 16,46% dari total alokasi anggaran yang sebesar Rp ,- (tabel 4). Apabila kebijakan ini yang ditempuh, maka 5 daerah yang termiskin akan semakin tertinggal dibandingkan dengan 5 daerah yang terkaya. Seharusnya 5 daerah yang termiskinlah yang memperoleh alokasi anggaran yang lebih besar dibandingkan dengan 5 daerah terkaya. Dengan cara ini, prinsip keadilan yaitu memberi yang lebih kepada yang kekurangan dapat terpenuhi. Alokasi bidang ekonomi yang tujuan utamanya meningkatkan pendapatan masyarakat tentunya harus lebih difokuskan pada daerah-daerah miskin yang perekonomiannya perlu didorong melalui kebijakan anggaran. Kebijakan ini sesuai dengan yang tertuang di AKU APBD-SU TA tentang pembiayaan pembangunan poin 5, butir e yaitu memacu suatu daerah tertentu lebih cepat berkembang sesuai dengan kajian dan telah memperoleh persetujuan DPRD SU.
17 No Kabupaten/Kota Tabel 4 APBD 2006 (000) PDRB perkapita Thn 2003 atas dasar harga konstan Nias Pakpak Bharat Padang Sidimpuan Nias Selatan Tapanuli Utara Serdang Bedagai Deli Serdang Binjai Tapanuli Tengah Humbang Hasundutan Madina Dairi Samosir Toba Samosir Langkat Tapanuli Selatan Tebing Tinggi Simalungun Tanjung Balai Tanah Karo Medan Labuhan Batu Sibolga Asahan Pematang Siantar Total V. PENUTUP Sebagai penutup pembahasan pada tulisan ini, penulis mencoba mengemukakan saran dan rekomendasi seperti berikut:
18 1. Saran Berdasarkan hasil uraian dan analisis di atas, disarankan agar dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang sarana dan prasarana mempertimbangkan hal-hal berikut: a. Dalam pengalokasian anggaran agar lebih mengutamakan aspek pemerataan. b. Agar dihindari ketimpangan penerimaan yang sangat mencolok antara penerima porsi terkecil dengan penerima porsi terbesar. c. Agar kabupaten/kota yang menerima porsi anggaran di atas rata-rata jumlahnya lebih banyak daripada kabupaten/kota yang menerima porsi anggaran di bawah rata-rata. d. Apabila ada kabupaten/kota yang menerima porsi anggaran di atas 10% dari total anggaran, hendaknya ada alasan-alasan atau argumen mengapa daerah tersebut mendapatkan kekhususan. 2. Rekomendasi a. Khusus untuk anggaran bidang sarana dan prasarana RAPBD 2006, porsi 5 daerah terbesar dikurangi untuk membantu 5 daerah penerima porsi terkecil. b. Untuk tahun anggaran selanjutnya perlu dibuat suatu acuan dasar (pedoman) dalam hal pembagian anggaran bidang sarana dan prasarana untuk kabupaten/kota.
Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.
Jiwa (Ribu) Persentase (%) 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 12.55 11.51 11.31 11.33 10.41 10.39 9.85 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus
Lebih terperinciDisampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan
KEMENTERIAN DALAM NEGERI Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan Medan, 3 April 2013 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 150 ayat (1) dan
Lebih terperinciLampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)
LAMPIRAN Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut / Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) / 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Nias 3.887.995 4.111.318 13.292.683.44 14. 046.053.44
Lebih terperinciProvinsi Sumatera Utara: Demografi
Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir disetiap negara berkembang kemiskinan selalu menjadi trending topic yang ramai dibicarakan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menempati urutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama dengan kegiatan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Penganggaran juga merupakan komitmen resmi
Lebih terperinciBAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA
39 BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 3.1. Karakteristik Kemiskinan Propinsi Sumatera Utara Perkembangan persentase penduduk miskin di Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat. Salah satu
Lebih terperinciLampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN
Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN No Uraian 2005 2006 2007 2008 1 Kab. Asahan 292231000000 493236000000 546637000000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam mengelola keuangan yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 31/05/12/Thn. XX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi
Lebih terperinciRINCIAN LABUHANBATU UTARA TEBING TINGGI BATUBARA ASAHAN TANJUNG BALAI NAMA DAN TANDA TANGAN KPU PROVINSI
SERTIFIKAT REKAPITULASI HASIL DAN PENGHITUNGAN PEROLEHAN SUARA DARI SETIAP KABUPATEN/KOTA DI TINGKAT PROVINSI DALAM PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 diisi berdasarkan formulir Model DB1 PPWP
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 29/05/12/Thn. XX, 5 Mei 2017 IPM PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 MEMASUKI KATEGORI TINGGI Pembangunan manusia di Sumatera
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
BERITA RESMI STATISTIK BPS KOTA GUNUNGSITOLI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM KOTA GUNUNGSITOLI TAHUN 2016 SEBESAR 66,85 No. 01/12785/06/2017, 11 Juli 2017 Pembangunan manusia di Kota Gunungsitoli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan pupuk pada tanah pertanian terutama pupuk kandang telah di mulai berabad abad yang silam sesuai dengan sejarah pertanian. Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 39/07/12/Thn.XIX, 01 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA SUMATERA UTARA 2015 MENCAPAI 69,51. Pembangunan manusia di Sumatera
Lebih terperinciKEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015
BPS KABUPATEN ASAHAN No. 02/10/1208/Th. XIX, 24 Oktober 2016 KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Asahan tahun 2015 sebanyak 85.160 jiwa (12,09%), angka ini bertambah sebanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Suhardiyono (1992), dalam rangka membangun pertanian tangguh para pelaku pembangunan pertanian perlu memiliki kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan sebagai ketahanan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan
Lebih terperinciLampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Lampiran 1 Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara No. Kabupaten No. Kota 1. Kabuapaten Asahan 1. Kota Binjai 2. Kabuapaten Batubara 2. Kota Gunung Sitoli 3. Kabuapaten Dairi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi pembangunan negara sedang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya
I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Manusia selalu menghadapi masalah untuk bisa tetap hidup. Hal ini disebabkan karena tidak sesuainya jumlah barang dan jasa yang tersedia dibandingkan jumlah kebutuhan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan perlu mendapat perhatian yang baik bagi pemerintah daerah untuk keberlangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana
Lebih terperinciTIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/03/12/Th. XVIII, 2 Maret 2015 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan
Lebih terperinciLampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun
Lampiran 1 Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012 Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Produksi (ton) Rata-rata Produksi (kw/ha) Nias 9449 30645 32.43 Mandailing Natal 37590
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985). Sedangkan tujuan pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan tanaman palawija yang secara ekonomis berperan penting bagi kehidupan manusia. Selain itu, juga dapat dijadikan bahan baku industri. Sebagai sumber
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana
Lebih terperinciDAFTAR MoA USU TAHUN 2007
DAFTAR MoA USU TAHUN 2007 No. Instansi Pelaksana dari USU Perihal Mulai Berakhir 1. Dinas Koperasi dan UKM LP3M - Pengkajian dan Pengembangan Koperasi dan Apr-07 Apr-11 Kabupaten UKM serta Pengembangan
Lebih terperinciSumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba
, Laporan Provinsi 105 Sumatera Rumah Balai Batak Toba Rumah Balai Batak Toba adalah rumah adat dari daerah Sumatera. Rumah ini terbagi atas dua bagian, yaitu jabu parsakitan dan jabu bolon. Jabu parsakitan
Lebih terperinciMusrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA
Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA 1 PERTUMBUHAN EKONOMI, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PDRB PERKAPITA EKSPOR, IMPOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan berkesinambungan yang dijalankan secara bersama-sama baik
Lebih terperinciTabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)
LAMPIRAN 1 Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A 2011-2014 (dalam jutaan rupiah) Surplus/Defisit APBD DAERAH 2011 2012 2013 2014 Kab. Nias -58.553-56.354-78.479-45.813
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000, tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, yang dimaksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2014
OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Lebih terperinciLampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel
Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel Kriteria No Nama Kabupaten / Kota 1 2 Sampel 1 Kota Binjai Sampel 1 2 Kota gunung Sitoli X X - 3 Kota Medan Sampel 2 4 Kota Pematang Siantar Sampel 3 5 Kota Sibolga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,
Lebih terperinciSumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010.
Lampiran 1. Jumlah tani per Kabupaten di Sumatera Utara tahun 2009 No KABUPATEN/KOTA KELOMPOK TANI/POKTAN 1 Dairi 673 2 Deli Serdang 1.512 3 Humbang Hasundutan 808 4 Karo 2.579 5 Langkat 1.772 6 Pak Pak
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sehingga dinilai lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan pembangunan wilayah
Lebih terperinciALOKASI ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA Beryl Artesian Girsang
ALOKASI ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA 2001-2009 Beryl Artesian Girsang berylgirsang@gmail.com Tukiran tukiran@ugm.ac.id Abstract Human resources enhancement
Lebih terperinciTahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
Lampiran 1 Perkembangan Harga Kacang Kedelai Tingkat Produsen di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2012 Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des 2003 2,733 2,733 2,375 2,921 2,676
Lebih terperincipemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah kepulauan yang besar yang terdiri dari ribuan pulau, memiliki alam yang kaya, tanah yang subur dan ratusan juta penduduk. Di samping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu hak azasi manusia dan sebagai komoditi strategis yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan kesepakatan
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 50/08/12/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 147.810 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 33.896 TON,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan
12 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, mempunyai
Lebih terperinciANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi
ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA Mitrawan Fauzi mitrawanfauzi94@gmail.com Luthfi Mutaali luthfimutaali@ugm.ac.id Abtract Competition
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu perhatian masyarakat sehubungan dengan meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan adalah usaha untuk mengkonsumsi lebih banyak lagi sayuran dan buah buahan,
Lebih terperinciKAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA
PAPARAN USULAN REVISI KA WASAN H UTAN P ROVINSI SUMATERA UTARA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA JA NUARI 2010 KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA No Fungsi Hutan TGHK (1982) RTRWP (2003) 1 2 3 4 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan tanaman pangan. Dari sektor peternakan ada beberapa bagian lagi dan salah
Lebih terperinciDaftar Populasi dan Sampel Penelitian
Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian No Kabupaten dan Kota Populasi Kriteria Pemilihan Sampel Sampel 1 2 1 Kabupaten Asahan 1 - - 2 Kabupaten Dairi 2 Sampel 1 3 Kabupaten Deli Serdang 3 Sampel
Lebih terperinciLampiran 1. Jadwal Penelitian
Lampiran 1. Jadwal Penelitian Bulan No. Kegiatan Penelitian April 2013. Mei 2013 Juni 2013 Juli 2013 Agustus 2013 September 2013. M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 1 Pengajuan
Lebih terperinciBADAN PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI PROVINSI SUMATERA UTARA
BADAN PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 TW I TW II TW III TWIV TOTAL PMDN 251,89 888,18 1.129,52-2.269,60 PMA 853,68 4.448,10 3.821,68-9.123,46 TOTAL 1.105,57 5.336,28 4.951,20-11.393,06
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran I JADWAL PENELITIAN
LAMPIRAN Lampiran I JADWAL PENELITIAN kegiatan Sep-15 okt 2015 Nov-15 des 2015 Jan-16 peb 2016 Mar-16 Apr-16 mei 2016 juni2016 pengajuan judul penyetujuan judul penulisan proposal bimbingan proposal penyelesaian
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK
BADAN PUSAT STATISTIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 236/PA/2009 TENTANG KUASA PENGGUNA ANGGARAN BADAN PUSAT STATISTIK TAHUN ANGGARAN 2010 DI WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berlakunya otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang integral dalam kehidupan manusia, dimana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan potensi-potensi yang
Lebih terperinciLampiran 1. Sampel. Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1 Sampel No Nama Kabupaten/Kota Kriteria Jumlah 1 2 Kota 1 Sibolga Sampel 1 2 Tanjungbalai - 3 Pematangsiantar Sampel 2 4 Tebing Tinggi Sampel 3 5 Medan Sampel 4 6 Binjai Sampel 5 7 Padangsidimpuan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019
DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PROVINSI SUMATERA UTARA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019 Drs. Jumsadi Damanik, SH, M. Hum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun demikian, tiap tahun penduduk yang tidak cukup makan makin banyak jumlahnya. Indonesia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari kinerja pemerintah dan dukungan masyarakat daerah tersebut dalam mengembangkan daerahnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Kualitas audit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Kualitas audit yang bermutu tinggi oleh
Lebih terperinci: SUMATERA UTARA Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov
94 Lampiran 1: Jadwal Kegiatan Penelitian Nama : PUTRA RAJA TUNGGAL NIM : 147017061 Fakultas : EKONOMI Jurusan : MAGISTER AKUNTANSI Universitas : SUMATERA UTARA Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1 Jadwal dan Waktu Penelitian
LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal dan Waktu Penelitian 2015 Tahapan Penelitian Januari Jan-Mei Jun-Sep Oktober Pengajuan proposal skripsi Penyetujuan proposal skripsi Penyelesaian proposal skripsi Bimbingan dan
Lebih terperinciLampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa)
Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 2007 (Jiwa) No Kabupaten/kota Tahun 2005 2006 2007 Kabupaten 1 Nias 441.807 442.019 442.548 2 Mandailing natal 386.150
Lebih terperinciLampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)
Lampiran 1 Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014 Kab. Asahan 18 13 20 69 9 Kab. Dairi 0 59 41 82-35 Kab. Deli Serdang 13 159 27 22 22 Kab.
Lebih terperincimaupun daerah untuk mempercepat tercapainya pembangunan ekonomi. lahirnya dua produk undang-undang, yaitu Undang-undang No.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang menginginkan pembangunan dan setiap negara bekerja keras untuk pembangunan. Memang kemajuan ekonomi adalah komponen utama pembangunan, tetapi bukan merupakan
Lebih terperinciPROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2017 OLEH : DINAS SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA
PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) PROVINSI UTARA TAHUN 2017 OLEH : DINAS SOSIAL PROVINSI UTARA Apa itu PKH? Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada
Lebih terperinciLampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Lampiran 1., Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara NO KABUPATEN/KOTA Produksi (Ton) TAHUN 2005 2006 2007 2008 Produktivitas Produksi Produktivitas Produksi
Lebih terperinciPERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS
PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS CATUR HERMANTO dan Tim Disampaikan pada seminar proposal kegiatan BPTP Sumatera Utara TA. 2014 Kamis, 9 Januari 2014 OUTLINE 1.
Lebih terperinciBADAN PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI PROVINSI SUMATERA UTARA
NILAI REALISASI INVESTASI PENANAMAN MODAL PMDN/PMA DI PROVINSI SUMATERA UTARA PERIODE TRIWULAN II TAHUN 2016 BADAN PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI PROVINSI SUMATERA UTARA PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI PENANAMAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN dan SARAN. dan Korelasi Pearson, Indikator Industri Unggulan SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ
BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil analisis industri mikro dan kecil dengan menggunakan metode SIG (Sistem Informasi Geografis), Matrik Kepadatan Industri, Analisis Spearman Rank dan Korelasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan usaha masyarakat secara keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciJumlah rumah tangga usaha pertanian Kota Sibolga Tahun 2013 sebanyak rumah tangga
.1271 Jumlah rumah tangga usaha pertanian Kota Sibolga Tahun 2013 sebanyak 1.810 rumah tangga BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SIBOLGA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian
Lebih terperinciALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA
Karya Tulis ALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
Lampiran 1 Jenis Pendapatan Pajak untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota Jenis pajak kabupaten/kota meliputi: 1. Pajak kendaraan bermotor 2. Bea balik nama kendaraan bermotor 3. Pajak bahan bakar kendaraan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sektor perekonomian yang sangat berkembang di propinsi Sumatera Utara.
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia karena agar dapat hidup sehat, manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh sangat
Lebih terperincidiakses pada tanggal 12 Maret 2011 pukul WIB 1di Medan
Yani, Ahmad. 2008. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Edisi 1. Cetakan Kedua. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta http://www.djpk.depkeu.go.id/linkdata/apbd2009/a2009.htm
Lebih terperinciDAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB 1 UMUM AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAGIAN PERTAMA UMUM BAB 1 UMUM... 01-1 BAGIAN KEDUA AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 2 BAB 3 BAB 4 BAB 5 BAB 6 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI
Lebih terperinciLampiran 1 Hasil Regression Model GLS FIXED EFFECT (FEM)
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Regression Model GLS FIXED EFFECT (FEM) Dependent Variable: BD? Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Date: 01/01/11 Time: 05:56 Sample: 2010 2013 Included observations:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil output yang dibentuk oleh berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB 1 UMUM... 01-1 INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAGIAN PERTAMA UMUM BAB 1 UMUM... 01-1 BAGIAN KEDUA AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 2 BAB 3 BAB 4 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT...
Lebih terperinciLampiran 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012
Lampiran 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012 No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Wilayah (km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri
Lebih terperinciYulianta Siregar Departemen electrical engineering University of North Sumatera Bali 28 Mei 2010
Yulianta Siregar Departemen electrical engineering University of North Sumatera Bali 28 Mei 2010 Energy planning is essentially an estimate of energy demand and supply in the future. Estimates of energy
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan (2)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN WAJIB DAN PILIHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai maksud, kecuali untuk menetap dan mencari nafkah (dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sektor pembangunan yang menarik perhatian di banyak negara adalah bidang pariwisata. Pariwisata diharapkan dapat memacu dan memobilisasi pertumbuhan
Lebih terperinciKAJIAN FISKAL REGIONAL SUMATERA UTARA
KAJIAN FISKAL REGIONAL SUMATERA UTARA TRIWULAN I 2013 KANTOR WILAYAH DITJEN PERBENDAHARAAN PROPINSI SUMATERA UTARA 2013 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR Puji syukur patut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan basis pembangunan bangsa. Apabila kita menginginkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan basis pembangunan bangsa. Apabila kita menginginkan bangsa ini menjadi bangsa yang sejahtera, yang harus kita lakukan pertama kali adalah membangun
Lebih terperinci