KONDISI TERNAK KERBAU DI KAWASAN AGROPOLITAN DATARAN TINGGI BUKIT BARISAN SUMATERA UTARA LERMANSIUS HALOHO dan PRAMA YUFDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Jl. Karya Yasa No 20 Kotak Pos 1002, Medan 20143 ABSTRAK Pada Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara (KADTBB SU) pemeliharaan ternak kerbau sangat dominan, karena kondisi sumberdaya alam sangat mendukung. Adanya keterkaitan yang kuat antara sistem pertanian dengan ternak kerbau; berfungsi sebagai alat transportasi pertanian, hijauan/rumput yang ada disekitar lahan pertanian dan limbah pertanian sebagai pakan ternak, juga penghasil daging, tabungan, dan kelengkapan pada acara adat tertentu, terutama bagi suku Tapanuli. Berdasarkan populasi, ternak kerbau di KADTBB SU sebanyak 133.752 ekor (51%), diikuti jumlah pemotongan sebanyak 13.156 ekor (40%), dengan produksi daging 2.848 ton (40%). Status teknologi ternak kerbau, umumnya dipelihara di padang alam dan di sekitar lahan pertanian, sehingga sumber pakan berasal dari padang alam maupun dari limbah pertanian. Hijauan dari padang alam kekurangan protein dan mineral, tetapi hijauan dari sekeliling lahan pertanian relatif mampu mencukupi kebutuhan nutrisi ternak Kerbau. Periode jarak beranak yang terlalu panjang, perlunya pejantan unggul dan pemberian pakan tambahan. Peluang pengembangan ternak kerbau di KADTBB sangat besar, karena keterkaitan dengan pertanian dan budaya sangat besar serta di dukung agroekosistem yang sesuai, serta untuk memasok kebutuhan daging dalam rangka kecukupan daging 2010. Kata kunci: Kerbau, agropolitan, status teknologi, Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara PENDAHULUAN Di Propinsi Sumatera Utara, Dataran Tinggi Bukit Barisan merupakan suatu kawasan yang terhampar dari Barat sampai ke Timur, dengan agroekosistem yang relatif sama. Ada delapan kabupaten yang termasuk daerah ini, yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Tapanuli Utara, Dairi, Toba Samosir (TOBASA), Humbang Hasundutan (HUMBAHAS), Pakpak Barat dan Samosir. Dataran tinggi ini mempunyai potensi sangat besar bagi pembangunan pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan serta sebagai daerah tujuan wisata. Sebagian lahannya subur dan yang lainnya kurang subur sehingga diperlukan pengolahan dan pemberian bahan organik. Di dataran tinggi ini masih dijumpai lahan kosong yang perlu dibuka dan diusahakan untuk pengembangan agribisnis sehingga kesejahteraan petani meningkat. Umumnya masyarakat bercocok tanam hortikultura sayuran dan buah, tanaman pangan, perkebunan, peternakan (ruminansia besar dan kecil serta unggas) dan perikanan tangkap dan budidaya. Pembangunan di kawasan dataran tinggi ini tertinggal dibandingkan wilayah Pantai Timur yang lebih maju. Agar laju pembangunan di daerah ini lebih cepat maka delapan pemkab dan satu kota bersatu dalam Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara (KADTBB SU) untuk meningkatkan koordinasi, kerjasama dan perencanaan pembangunan yang lebih terarah dan saling mendukung. Salah satu kesepakatan yang diambil yaitu ditetapkan komoditas unggulan dan pusat kawasan, pusat distrik, wilayah distrik, lokalitas (desa) agropolitan per masing-masing kabupaten dan kota (ANONIMOUS, 2003). KADTBB SU memiliki banyak kesamaan dalam hal agroekologi, jenis komoditas dan sosial budaya. Melalui percepatan pembangunan dengan model KADTBB SU, ditargetkan pendapatan meningkat dari $ US 1.000 pada tahun 2003 menjadi $ US 3.000/kapita pada tahun 2013. Pengoptimalan produksi komoditi utama wilayah melalui industri pengolahan berorientasi pasar serta pengembangan integrated farming livestock berbasis siklus. Sumber pendapatan diharapkan berasal dari on farm (sektor pertanian, perkebunan, peternakan, 157
perikanan dan kehutanan), off farm dan non farm. Juga dari jasa, perdagangan, agroindustri, wisata dan sumber pertumbuhan lainnya. Kondisi peternakan di KADTBB SU sudah menjadi bagian dari kehidupan dan tidak terpisahkan dari sistem pertanian, walaupun masih bersifat tradisional dan sambilan yang sudah turun-temurun. Pemeliharaan ternak apa adanya sehingga masukan teknologi belum begitu nyata dalam produksi ternak, otomatis produktivitas ternak masih rendah. Pada KADTBB SU, ternak yang dominan dipelihara adalah kuda, kerbau, ayam buras, babi, sapi, domba, itik dan kambing (Tabel 1). Khusus ternak kerbau sangat besar peranannya pada sistem pertanian di KADTBB SU disamping sebagai penghasil daging, juga digunakan untuk menarik pedati mengangkut sarana produksi dan hasil pertanian. Disamping itu, ternak kerbau juga diperlukan untuk acara adat tertentu, terutama bagi suku Tapanuli ternak kerbau merupakan jenis ternak yang tertinggi dan biasa disebut Gaja Toba. Secara umum, sarana jalan ke lokasi sentrasentra pertanian masih jalan tanah, yang relatif sulit dilalui kendaraan roda empat, sehingga peranan ternak kerbau sebagai pedati sangat dibutuhkan petani. Bagi ternak kerbau yang sudah terlatih untuk menarik pedati harganya akan jauh lebih tinggi, dibandingkan kerbau biasa. Dengan demikian, ternak kerbau sebagai salah satu alat transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem pertanian di dataran tinggi. Pada makalah ini akan dipaparkan kondisi ternak kerbau di kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara, untuk diperoleh manfaat guna mengoptimalkan peranan ternak kerbau bagi kehidupan masyarakat di KADTBB. Tabel 1. Populasi dan penyebaran ternak di kabupaten/kota KADTBB SU, tahun 2003 1) No Kabupaten Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Ayam Buras 1 Tapanuli Utara 4.555 30.198 2.947 9.954 2.751 154.509 967.592 38.958 2 Toba Samosir 5.331 35.652 2.104 18.601 2.825 91.948 704.334 150.813 3 Simalungun 28.804 41.652 19 52.050 20.054 84.030 3.903.954 110.970 4 Dairi 1.785 7.994 91 7.715 1.163 25.493 1.150.067 17.190 5 Karo 28.225 18.095 225 11.032 2.326 10.252 1.872.622 12.625 6 H.Hasundutan 2) 0 0 0 0 0 0 0 0 7 Pakpak Barat 2) 0 0 0 0 0 0 0 0 8 Samosir 2) 0 0 0 0 0 0 0 0 9 Pemat. Siantar 155 161 0 0494 140 741 265.173 3.664 Jumlah/ 68.855 133.752 5.386 53.001 29.259 291.346 8.863.742 218.876 Persentase 28 51 95 7 13 34 38 10 Total Sumut 248.673 261.374 5.668 712.566 232.391 849.240 23.118780 2.264.221 Sumber : DINAS PETERNAKAN PROPINSI SUMATERA UTARA 2003 2) (diolah) Keterangan : 1) angka sementara 2) masih bergabung dengan kabupaten induk Itik Populasi dan penyebaran ternak di ADTBB SU Di KADTBB SU, populasi ternak didominasi oleh ternak yang secara spesifik memang cocok dikembangkan di daerah tersebut. Berdasarkan statistik peternakan ada dua jenis ternak yang persentase populasinya di atas 50% dari jumlah ternak yang ada di Sumatera Utara, diantaranya kuda (95%) dan kerbau (51%). Sedangkan ternak yang lainnya di bawah 40%, yaitu ayam buras (38%), nabi (34%), sapi (28%), domba (13%), itik (10%) dan kambing (7%) (Tabel 1). Di lihat dari sisi penyebaran populasi, ternak besar seperti sapi didominasi oleh Kabupaten Simalungun 28.804 ekor dan Karo 28.225 ekor; kerbau oleh Kabupaten Simalungun 41.652 162 170
ekor, Toba Samosir 35.652 ekor dan Tapanuli Utara 30.198 ekor; kuda ada dua kabupaten yakni Tapanuli Utara 2.947 ekor dan Toba Samosir 2.104 ekor. Ternak kecil meliputi: kambing di Kabupaten Simalungun 52.050 ekor dan Toba Samosir 18.601 ekor; domba didominasi Kabupaten Simalungun 20.054 ekor; babi ada 3 kabupaten yaitu Tapanuli Utara 154.509 ekor, Toba Samosir 91.948 ekor dan Simalungun 84.030 ekor. Ternak unggas: ayam buras ada 3 kabupaten yaitu Simalungun 3.903.954 ekor, Karo 1.872.622 ekor dan Dairi 1.150.067 ekor; itik ada dua kabupaten Toba Samosir 150.813 ekor dan Simalungun 110.970 ekor (Tabel 1). Pemotongan dan produksi daging ternak kerbau Dalam rangka memenuhi kebutuhan daging di Propinsi Sumatera Utara, pada tahun 1996 mengimpor sapi potong sebanyak 11.500 ekor, pada tahun 1999 sebanyak 15.000 ekor dari luar propinsi. Padahal potensi Sumut untuk memenuhi kebutuhan lokal sangat besar maupun sebagai pemasok ke luar Sumut, seperti daerah Batam, Singapura, Jepang, dll. Tabel 2. Populasi, pemotongan (ekor) dan produksi daging (ton) ternak kerbau per kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara, tahun 2003 1) No Kabupaten/Kota Total (ekor) Populasi Pemotongan Produksi daging (ton) 1 Nias 1.383 90 19,45 2 Mandailing Natal 4.034 294 63,57 3 Tapanuli Selatan 54.585 1.072 232,02 4 Tapanuli Tengah 14.599 552 119,57 5 Tapanuli Utara 30.198 574 124,36 6 Toba Samosir 35.652 329 71,35 7 Labuhan Batu 2.350 2.220 480,46 8 Asahan 12.781 2.192 474,44 9 Simalungun 41.652 5.842 1.264,52 10 Dairi 7.994 806 174,52 11 Karo 18.095 1.203 260,33 12 Deli Serdang 29.761 1.066 230,71 13 Langkat 7.433 136 29,40 14 Nias Selatan 2) 0 0 9,08 15 Humbang Hasundutan 2) 0 0 16 Pakpak Barat 2) 0 0 17 Samosir 2) 0 0 18 Serdang Bedagai 2) 0 0 19 Sibolga 0 0 20 Tanjung Balai 0 30 6,49 21 Pematang Siantar 161 4.402 952,92 22 Tebing Tinggi 297 274 59,45 23 Medan 271 10.927 2.365,00 24 Binjei 128 581 125,88 25 Padang Sidempuan 0 0 0 Jumlah 261.374 32.632 7.072,6 Total di KADTBB 133.752 13.156 2.848 Persentase 51 40 40 Sumber : DINAS PETERNAKAN PROPINSI SUMATERA UTARA (2003) (diolah) Keterangan: 1) masih bergabung dengan kabupaten induk 2) angka sementara Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi Total pemotongan ternak kerbau di ternak kerbau di Sumatera Utara sebanyak 261.374 ekor, sekitar 51% (133.752 ekor) berada di KADTBB Sumatera Utara. KADTBB SU pada tahun 2003 sebanyak 13.156 ekor (40%), dengan produksi daging 2.848 ton atau sekitar 40% dari yang ada di Sumut. Ini merupakan sumbangan yang cukup berarti bagi 175
kecukupan daging di KADTBB SU khususnya dan Sumut umumnya. Status teknologi ternak kerbau Kondisi agroekosistem KADTBB SU sangat sesuai untuk pengembangan peternakan termasuk kerbau, adanya lahan kosong dan lahan-lahan pertanian banyak ditumbuhi rumput alam sehingga kebutuhan hijauan pakan relatif tercukupi dan sebagai tempat penggembalaan. Luas padang pengembalaan/padang alam di Kabupaten Karo adalah 6.699 ha, Dairi 2.308 ha, Simalungun 11.227 ha dan Tapanuli Utara 40.066 ha. Padang alam ini hanya ditumbuhi rumput alam dan leguminosa lain serta dimanfaatkan secara terus menerus secara alami tanpa ada usaha perbaikan dengan memasukkan hijauan unggul, tapi peranannya sebagai tempat penggembalaan bagi kehidupan ternak sangat besar. Pemeliharaan ternak kerbau di KADTBB SU berada pada ekosistem tanaman pangan dan padang alam atau kombinasi keduanya, sistem pemeliharaan ekstensif (tradisionil), dengan tujuan pemeliharaan untuk ternak kerja, tabungan dan kebutuhan acara adat. Skala pemeliharaan berkisar 1-2 ekor, tergantung kemampuan petani. Pada pemeliharaan kerbau ini beberapa hal perlu diperhatikan dan mendapat penanganan, antara lain: periode jarak beranak yang terlalu panjang. Salah satu penyebabnya menurut hasil penelitian adalah disebabkan pemenuhan nutrisi yang kurang memadai untuk mendukung proses reproduksi yang optimal. Oleh karena itu perlu penyuluhan pemberian pakan ternak kerbau sesuai rekomendasi dari lembaga penelitian. Khusus peternak kerbau di Tapanuli Utara dan Tobasa memanfaatkan susu kerbau menjadi dadih atau susu kerbau (dali). Hal ini diduga, mengakibatkan kebutuhan susu bagi anak kerbau tidak tercukupi sehingga pertumbuhan jadi lambat dan performans kerbau semakin kerdil. Salah satu program yang bisa ditempuh untuk meningkatkan produktivitas kerbau lokal adalah mengadakan perkawinan silang dengan kerbau perah (kerbau Murrah) melalui inseminasi buatan disertai pemberian pakan yang memadai (ROMJALI, 2005). Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan dan Budidaya Ruminansia Ditjen Peternakan telah menyelenggarakan workshop Rencana Tindak Program Menuju Kecukupan Daging Sapi 2010 yang dilaksanakan pada tanggal 18-19 Mei 2006 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Salah satu hasil rumusan yang diputuskan adalah revitalisasi UPT Daerah dan Pusat, khusus bagi BPTU Si Borong-Borong yang melakukan program persilangan Kerbau Murrah dan lumpur di BPTU ini harus segera dihentikan karena tidak produktif. Peningkatan mutu genetik ternak kerbau di BPTU ini dapat dilakukan dengan menjaring pejantan unggul dari daerah lain (misalnya dari Banten). Padang alam yang ada juga sudah tidak dapat mendukung produksi ternak, hal ini sejalan dengan hasil pengamatan IBRAHIM et.al. (1995) bahwa di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara, ternak ruminansia umumnya dilepas di padang penggembalaan yang merupakan padang rumput alam. Dengan asumsi bahwa semua ternak ruminansia dipelihara dalam sistem penggembalaan, rasio ternak persatuan luas mencapai 1 : 4 satuan ternak perhektar. Tingkat penggunaan ini terlalu tinggi mengingat rendahnya daya dukung padang penggembalaan yang ada. Selanjutnya dinyatakan bahwa kerbau yang digembalakan di Kecamatan Barumun Tengah dan Kabupaten Tapanuli Selatan masih kekurangan nutrisi dan mineral. Secara umum dapat dilaporkan bahwa status nutrisi, mineral dan protein merupakan dua faktor pembatas utama bagi tingkat produksi ternak kerbau di daerah tersebut. Pada kerbau jantan yang digembalakan, pemberian mineral saja tidak cukup untuk menigkatkan pertambahan berat badan (PBB), tetapi penambahan pakan penguat meningkatkan PBB kerbau sebesar 49%. Walaupun demikian penambahan mineral ternyata sangat penting pada saat nutrisi kerbau baik. Penambang mineral dapat meningkatkan PBB sebesar 44% pada kerbau yang mendapat perlakuan pakan penguat. Sedangkan untuk kerbau betina, penambahan mineral saja juga tidak berpengaruh nyata terhadap PBB, pemberian pakan penguat saja meningkatkan PBB menjadi 50 kg/3 bln atau sekitar 35% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penambahan 177
mineral terhadap pakan penguat hanya meningkatkan PBB sebesar 14%. Pada penelitian ini juga nampak bahwa pertambahan bobot jantan lebih cepat dibandingkan dengan betina. Hasil penelitian ini juga memberikan satu indikasi bahwa padang penggembalaan yang ada di Barumun Tengah tidak mampu memberikan protein dan mineral bagi kerbau. Sementara hasil penelitian BATUBARA et al. (1992), menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan 0,5% dari bobot badan kerbau lumpur jantan memberikan pertambahan efisiensi penggunaan pakan tertinggi atau dua kali lipat dibandingkan hanya yang diberi rumput. Komposisi pakan yang diberikan adalah Bungkil Inti Sawit (BIS) sebanyak 91,50%, molases 7,15% dan mineral campuran 1,35%. Peluang pengembangan ternak kerbau Peternakan adalah salah satu bagian penting kehidupan masyarakat KADTBB SU, selain pertanian. Pembangunan pertanian dan peternakan saling mendukung dan menguntungkan, sehingga sistem pertanian terpadu memberi manfaat yang besar bagi keduanya. Di satu sisi, hasil pertanian seperti jagung, ubikayu, rumputrumputan, limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sehingga ada nilai tambahnya. Secara tidak langsung kebutuhan pakan (hijauan dan konsentrat) bagi ternak dapat dipenuhi. Di sisi lain, pupuk kandang sebagai limbah ternak sangat diperlukan sebagai sumber organik bagi tanaman guna menyuburkan tanah, sehingga produktivitas pertanian meningkat. Populasi ternak bertambah, otomatis produksi daging meningkat. Dampak berikutnya yang secara langsung dirasakan petani adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya. Tabel 3. Perbandingan jantan dan betina ternak kerbau per kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara, tahun 2003 1) No Kabupaten/Kota Jantan Betina 5 Tapanuli Utara 12.935 17.263 6 Toba Samosir 15.398 20.594 9 Simalungun 17.861 23.801 10 Dairi 3.424 4.570 11 Karo 7.751 10.347 15 Humbang Hasundutan 2) 0 0 16 Pakpak Barat 2) 0 0 17 Samosir 2) 0 0 21 Pematang Siantar 69 92 Total di KADTBB 57.438 76.667 Persentase 51 51 Jumlah Sumatera Utara 112.100 149.634 Sumber : BUKU STATISTIK PETERNAKAN 2003 (diolah) Keterangan: 1) masih bergabung dengan kabupaten induk 2) angka sementara Salah satu faktor yang menentukan dalam peningkatan populasi kerbau adalah ketersediaan betina. Populasi kerbau betina di KADTBB cukup besar yaitu sebanyak 76.667 ekor, 51% dari total populasi kerbau betina di Sumatera Utara. Ketersediaan betina yang cukup tinggi merupakan modal besar bagi peningkatan populasi kerbau di KADTBB. Dengan demikian, peluang pengembangan ternak kerbau di KADTBB SU sangat besar, karena keterkaitan dengan sistem pertanian dan budaya yang sangat besar serta di dukung agroekosistem yang ada. 162 170
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan 1. Di KADTBB SU, ternak kerbau sangat besar peranannya bagi kehidupan masyarakat, disamping sebagai penghasil daging, juga digunakan sebagai alat transportasi pertanian dan untuk acara adat. 2. Populasi ternak kerbau di Sumatera Utara sebanyak 261.374 ekor, sedangkan di KADTBB SU, sekitar 51% (133.752 ekor), jumlah pemotongan sebanyak 13.156 ekor (40%), dengan produksi daging 2.848 ton (40%). 3. Kerbau umumnya dipelihara di padang alam, di sekitar lahan pertanian dan limbah pertanian sebagai sumber pakan. Kebutuhan nutrisi dan mineral masih kurang, dan periode jarak beranak yang terlalu panjang, sehingga perlu pejantan unggul dan pemberian pakan tambahan. 4. Peluang pengembangan ternak kerbau di KADTBB SU sangat besar, karena keterkaitan dengan sistem pertanian dan budaya sangat besar serta didukung agroekosistem yang sesuai. Implikasi kebijakan Pengembangan ternak kerbau di KADTBB SU sangat sesuai dan didukung oleh agroekosistem, sistem pertanian yang terintegrasi dengan peternakan dan keperluan adat. Sejalan dengan hal di atas, maka inovasi teknologi untuk mendukung pengembangan ternak kerbau perlu menjadi perhatian, sehingga produktivitasnya dapat meningkat. Dukungan kebijakan sangat dibutuhkan baik dalam peningkatan mutu hijauan pakan, pemberian pakan tambahan, dan introduksi bibit unggul. DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS. 2003. Master Plan Agropolitan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara. BAPPEDA Sumatera Utara. BATUBARA, L. P, MURSAL BOER dan SIMON ELIESER. 1990. Pemberian Bungkil Inti Sawit/Molasses dengan/tanpa Mineral dalam Ransum Kerbau. Jurnal Penelitian Peternakan Sungei Putih (JPPS) Vol 1 (1), p.12-16. Sub Balai Penelitian Ternak Sungei Putih. BATUBARA, L. P, MURSAL BOER dan SIMON ELIESER. 1990. Pemanfaatan Bungkil Inti Sawit (BIS) dan Molasses untuk Memenuhi Kebutuhan Protein dan Energi Kerbau. Jurnal Penelitian Peternakan Sungei Putih (JPPS) Vol 1 (1), p.17-19. Sub Balai Penelitian Ternak Sungei Putih. DINAS PETERNAKAN PROPINSI SUMATERA UTARA. 2003. Buku Statistik Peternakan Tahun 2003. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. ROMJALI, R. 2005. Agribisnis Peternakan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional. BPTP Sumatera Utara, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. IBRAHIM, T, L.P. BATUBARA, D. SIHOMBING, M. DOLOKSARIBU, L. HALOHO dan P.M. HORNE. 1995. Produktivitas Ternak Ruminansia di Padang Penggembalaan Sumatera Utara. Prosiding Seminar Sehari Strategi dan Komunikasi Hasil Penelitian Peternakan Strategi Penelitian dan Pengembangan Peternakan dalam Menunjang Agribisnis di Sumatera Utara. Sub Balitnak Sei Putih. Badan Litbang Pertanian. 162 170