BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries Early Childhood Caries akhir akhir ini digunakan untuk menggantikan istilah karies yang berkembang cepat serta akut atau rampan, termasuk Baby Bottle Caries, Nursing Caries sehingga merupakan definisi yang lebih spesifik menggambarkan keadaan yang terjadi. Istilah-istilah lain yang digunakan yaitu Nursing Bottle Syndrome, Milk Bottle Syndrome, Bottle Mouth Caries dan Baby Bottle Tooth Decay (BBTD). 1-2,9 The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefenisikan Early Childhood Caries (ECC) sebagai adanya satu atau lebih decay (kavitas atau non kavitas), kehilangan gigi (karena karies) atau permukaan gigi yang ditumpat pada gigi sulung manapun di usia 71 bulan atau kurang. 1,5-6,10-12 Pada anak di bawah usia 3 tahun, tanda lesi yang dijumpai pada permukaan gigi mengindikasikan Severe Early Childhood Caries (S-ECC). Sedangkan dikatakan S-ECC apabila dijumpai karies pada anak usia 3-5 tahun dengan satu atau lebih kavitas, hilang karena karies atau tambalan pada gigi sulung anterior maksila, indeks deft (white spot, rusak, hilang dan tambalan) 4 pada anak usia 3 tahun, 5 pada anak usia 4 tahun, 6 pada anak usia 5 tahun. 1,10,12 Karies sering terjadi pada permukaan yang secara umum mempunyai risiko terjadinya karies kecil, seperti permukaan proksimal dan permukaan labial gigi depan atas serta permukaan lingual gigi belakang. Kerusakan pada gigi dimulai segera setelah gigi erupsi, yaitu pada gigi rahang atas bagian lingual. Gigi yang sering terlibat adalah gigi insisivus sentralis dan lateralis atas serta molar pertama desidui atas dan bawah, sedangkan molar kedua desidui atas dan bawah serta kaninus lebih sedikit terlibat dan juga tahap terakhir baru terlihat. Pola perluasan kerusakan mengikuti pola erupsi gigi kecuali gigi insisivus bawah. 6,9
Pada anak yang tertidur dengan botol tetap di dalam mulut, maka cairan yang berada di sekitar gigi akan menyebabkan proses dekalsifikasi. Aliran saliva yang berkurang selama tidur akan membahayakan gigi. Kebiasaan menghisap botol atau ASI yang dilakukan sepanjang hari atau waktu tidur merupakan dasar terjadinya karies setelah beberapa bulan. 6,9 WHO menyatakan pemberian susu botol dan menyusui sampai usia anak 2 tahun merupakan kebutuhan, namun AAPD menyatakan bahwa menyusui dan minum melalui botol pada anak adalah hal potensial penyebab karies karena gigi terpapar dalam waktu lama dan berulang tanpa penjagaan oral hygiene yang baik. 1 Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Rizal MF dkk menyatakan bahwa pada anak yang minum susu melalui botol sebanyak 4 kali atau lebih dalam sehari memiliki risiko karies sebesar 46,8% dan 53,2% pada anak yang hanya sekali minum susu botol pada malam hari, 32,2% pada anak yang minum susu botol 2 kali pada malam hari. Juga dijelaskan bahwa pada anak dengan frekuensi minum susu botol 2 kali dalam sehari dapat meningkatkan risiko ECC 2,27 kali dan meningkatkan risiko ECC 1,16 kali pada anak dengan minum susu botol 2 kali pada malam hari. 7 Penggunaan susu botol sebagai pengganti ASI memiliki tingkat risiko yang tinggi terhadap timbulnya karies gigi pada anak usia prasekolah. Pola karies ini berkaitan dengan pemberian susu atau cairan manis lain dengan menggunakan botol secara berkepanjangan. Terlebih lagi bila anak terbiasa atau dibiasakan meminum susu botol sebelum tidur, dan tak jarang botol susu masih ada dalam mulut saat anak lelap tertidur. 8 Kegemaran makan makanan manis disertai dengan kebersihan mulut yang buruk akan memudahkan terjadinya ECC. 3 Pola makan yang tidak sehat, misalnya mengonsumsi jenis makanan kariogenik yang dilakukan secara beberapa kali diantara waktu makan merupakan hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya karies oleh karena keterlibatan karbohidrat terutama sukrosa dapat membuat demineralisasi email gigi. Konsumsi kudapan yang mengandung sukrosa (biasanya terdiri dari permen, kue, minuman ringan, sereal sarapan yang mengandung gula dan jus buah) dalam frekuensi yang tinggi diantara waktu makan hampir dilakukan oleh semua anak, oleh karena itu asupan diet
kariogenik pada anak dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya karies, terutama ECC. 2 2.1.1 Gambaran Klinis ECC ECC adalah penyakit serius dan kadang menimbulkan sakit, ditandai dengan ciri khas yaitu timbul dan berkembang sangat cepat, terdiri atas empat tahap, terjadi segera setelah gigi erupsi, mengenai gigi insisivus atas, terutama yang berkaitan dengan gusi, berlanjut ke kaninus. Jika proses berlanjut dapat mengenai gigi molar, namun gigi insisivus bawah terlindungi. 1 Tahap perkembangan karies yaitu: 1-2,9 a. Tahap satu / inisial Disebut juga tahap reversible, tahap ini diawali dengan terlihatnya garis berwarna putih seperti kapur, lesi berwarna opak karena demineralisasi pada permukaan licin gigi insisivus atas. Lesi dapat diketahui dengan mengeringkan gigi terlebih dahulu. Tahap ini terjadi pada anak usia 10-20 bulan, atau bahkan pada usia lebih muda. Garis putih ini dapat terlihat jelas pada regio servikal permukaan vestibular dan palatal insisivus maksila yaitu gigi yang erupsi pertama pada rahang atas dan merupakan gigi yang paling sedikit dilindungi oleh saliva. Pada tahap ini lesi sering tidak diketahui oleh orang tua karena anak tidak mengeluh. Jika tidak dirawat, area putih tersebut akan berubah dengan cepat menjadi kavitas kuning coklat. Gambar 1. ECC stadium insisal 9
b. Tahap dua / kerusakan Tahap ini terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat, menyebabkan demineralisasi enamel sehingga mengenai dan terbukanya dentin. Ketika lesi berkembang, lesi putih pada enamel tersebut berpigmentasi menjadi kuning terang, coklat kemudian hitam, pada kasus yang lebih parah, lesi juga dapat mengenai tepi insisal. Enamel berubah warna karena makanan serta akibat penetrasi dari bakteri. Gigi molar pertama maksila mulai terkena tahap inisial di regio servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini anak mulai mengeluh dan sensitif terhadap rasa dingin, orangtua mulai peduli dengan perubahan warna gigi anaknya. Gambar 2. ECC stadium dua 9 c. Tahap tiga / lesi Tahap ini terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan, lesi sudah meluas hingga terjadi iritasi pulpa. Pada tahap ini molar pertama maksila sudah pada tahap dua, sedangkan molar pertama mandibula dan kaninus maksila pada tahap inisial. Anak mengeluh sakit ketika mengunyah dan menyikat gigi, serta sakit spontan sepanjang malam. Pada tahap ini gigi molar sulung atas pada tahap dua, sementara gigi molar sulung bawah dan kaninus atas ada pada tahap satu.
Gambar 3. ECC stadium tiga 9 d. Tahap empat / traumatik Tahap ini terjadi ketika anak berusia antara 30-48 bulan. Lesi meluas secara cepat ke seluruh permukaan enamel, mengelilingi region servikal, dentin dan dalam waktu singkat, terjadi kerusakan yang parah di seluruh mahkota gigi hingga terjadi fraktur dan hanya akar yang tersisa. Pada tahap ini, insisivus maksila biasanya nekrosis dan molar pertama maksila pada tahap tiga, sedangkan molar kedua maksila, kaninus maksila, dan molar pertama mandibula pada tahap dua. Beberapa anak menderita tapi tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, mereka juga susah tidur dan menolak untuk makan. Gambar 4. ECC stadium empat 9 Gambar 5. Destruksi gigi insisivus maksilla disertai abses gigi 51 9 2.1.2 Etiologi ECC Karies dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang di dalamnya melibatkan interaksi antara agen penyebab (bakteri kariogenik), substrat di mana
bakteri dapat bertahan (diet gula), faktor host (saliva dan gigi) serta pengaruh waktu. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi pada waktu tertentu, menyebabkan tidak seimbangnya demineralisasi dan remineralisasi antara permukaan gigi dan plak yang terdapat pada gigi. Tanpa salah satu dari beberapa faktor ini maka karies gigi tidak dapat terjadi. Faktor yang paling berperan untuk terjadinya ECC adalah adanya aktivitas mikroorganisme penyebab karies yang tinggi, seringnya mengonsumsi makanan dan minuman kariogenik serta kebersihan mulut yang buruk. 1-2,11 Gambar 6. Skema karies sebagai penyakit multifaktorial 11 Mikroorganisme kariogenik utama adalah Streptokokus mutans dan streptokokus sobrinus yang merupakan mikroorganisme patogen, dapat berkolonisasi di permukaan gigi dan cepat menghasilkan asam dengan bantuan plak. Asam yang dihasilkan akan menyebabkan ph dalam rongga mulut menjadi <5,5 dan terjadi demineralisasi enamel gigi. Keparahan ECC berhubungan langsung dengan jumlah Streptokokus pada bayi yang berasal dari infeksi ibu atau orang yang dekat dengannya. Penelitian (cit. Taqwa) menunjukkan bahwa mikroorganisme ini baru terdapat dalam mulut segera setelah gigi sulung erupsi dan bertambah seiring dengan bertambahnya erupsi gigi. Mikroorganisme lain yang juga dijumpai pada penderita ECC adalah laktobasili dan beberapa spesies actinomyces. 1 Substrat dibutuhkan dalam proses karies melalui diet gula, dimana sukrosa adalah jenis yang paling berperan. Sukrosa berfungsi sebagai sumber energi bagi
bakteri kariogenik dan membantu bakteri melekat pada permukaan gigi. Sering dan lamanya mengonsumsi gula merupakan penyebab terjadinya karies. Gula tersebut dimetabolisme oleh Streptokokus mutans dan laktobasilus menjadi asam organik menyebabkan demineralisasi enamel dan dentin. 1-2 Faktor risiko host terjadinya ECC adalah enamel yang pembentukan dan perkembangannya tidak sempurna seperti enamel hipoplasia, anomali karakteristik dan anatomi gigi (ukuran, permukaan, kedalaman pit dan fisur) dan gigi berjejal. Saliva membersihkan substrat di mana bakteri menyebabkan karies dan menyediakan mekanisme pembersihan gigi. Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, buffer, pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Individu dengan gangguan sekresi saliva memiliki peningkatan risiko terjadinya karies. Bila sekresi saliva berkurang akan terlihat peningkatan akumulasi plak sehingga jumlah mikroorganisme bertambah. 1-2 Semakin lama gigi terpapar gula, semakin cepat enamel mengalami demineralisasi, terjadi terutama pada bayi yang minum susu sambil tertidur. Pemakaian botol pada bayi merupakan predisposisi terjadinya ECC karena dot dapat menahan saliva pada gigi insisivus rahang atas, sedangkan gigi insisivus rahang bawah yang dekat dengan kelenjar ludah terjaga dari botol atau ASI. Pemakaian botol pada malam hari dapat mengurangi aliran saliva dan menetralkan kemampuan saliva, menyebabkan penumpukan debris dan makin lamanya gigi terpapar dengan karbohidrat yang berfementasi. 1 Pada waktu makanan atau minuman yang mengandung karbohidat dikonsumsi, ph plak mulai menurun, keadaan ini dapat bertahan selama 20 30 menit sebelum sifat bufer saliva menetralisir keasaman plak. Ketika asam dihasilkan, kristal enamel akan rusak dan terjadi kavitas. Waktu yang diperlukan untuk membentuk sebuah kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. 11 2.2 Pola Diet Anak Karbohidrat dibedakan atas karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Bentuk sederhana karbohidrat biasa disebut dengan gula, yaitu kelompok monosakarida dan disakarida. Bentuk karbohidrat yang lebih kompleks disebut
dengan polisakarida atau starches (pati) atau dietary fibers (serat). COMA membuat klasifikasi gula untuk kesehatan gigi yaitu gula intrinsik dan ekstrinsik. Gula intrinsik adalah gula yang secara alami berintegrasi ke dalam struktur seluler sedangkan gula ekstrinsik adalah semua jenis gula yang tersedia dalam bentuk bebas atau yang ditambahkan ke dalam makanan. Gula ekstrinsik lebih cepat dimetabolisme oleh bakteri rongga mulut daripada gula intrinsik sehingga berpotensi untuk bersifat lebih kariogenik. 2,13 Karbohidrat adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi bagi tubuh. Walaupun lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak dikonsumsi sehari-hari sebagai makanan pokok, terutama di negara negara sedang berkembang termasuk Indonesia yang mengonsumsi karbohidrat sekitar 70 80% dari total kalori. Karbohidrat dalam makanan memiliki derajat kariogenik yang berbeda beda. Sukrosa adalah jenis karbohidrat dengan berat molekul rendah yang bersifat paling kariogenik daripada jenis lainnya, dan paling banyak dikonsumsi orang terutama anak-anak. Sukrosa akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, oleh karena itu makanan dan minuman yang mengandung sukrosa akan menurunkan ph plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel. 2,13 Hasil penelitian (cit. Pintauli) menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada giginya. Sebaliknya, orang orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Dari penelitian Stephan (cit. Pintauli) diketahui bahwa terjadi penurunan plak dari ph 6 menjadi 5 setelah berkumur dengan larutan sukrosa selama 3 menit. ph yang rendah ini akan bertahan selama 40 menit, namun setelah gigi dibersihkan, tidak terjadi lagi penurunan plak. 13 Dari semua jenis gula, laktose mempunyai kariogenitas yang lebih rendah, oleh karena kariogenitas laktose rendah sedangkan susu bersifat kariostatik, maka semua gula yang ada dalam susu atau produk susu diklasifikasikan sebagai gula susu dan harus dibedakan dari gula bebas lainnya atau gula ekstrinsik non-susu (non-
milk extrinsic sugars) atau disingkat NMES. Gula yang sangat berbahaya bagi kesehatan gigi adalah NMES dari semua gula tambahan seperti gula yang terkandung dalam jus buah segar, madu dan sirup. 13 Rekomendasi / anjuran diet harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap orang. Rekomendasi diet yang baik dapat dilakukan dengan anjuran untuk menggunakan makanan pengganti gula, seperti gula alkohol dan pemanis buatan, membiasakan mengonsumsi diet antikariogenik, dan penggunaan obat obatan bebas gula. Bahan ini memberikan rasa manis tetapi tidak menghasilkan asam ketika difermentasi oleh bakteri plak. Bahan pengganti gula ini ada yang mempunyai nilai kalori (pemanis nutritif) dan ada yang tidak mempunyai nilai kalori (pemanis non-nutritif). 13,14 Pemanis nutritif yang paling umum adalah xylitol, sorbitol, dan manitol, maltitol dan isomalt. Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan alkohol yang paling banyak digunakan, terutama Indonesia. Xylitol dan sorbitol dapat dijumpai dalam bentuk tablet, pastiles, permen karet, minuman ringan dan lain-lain yang dapat menghambat perkembangan karies. Sedangkan pemanis non-nutritif memberikan rasa manis tetapi tidak mengandung kalori dan benar-benar aman bagi gigi. Misalnya, sakarin, siklamat, aspartame, acesulfame-k dan sucralose. Rasa manis sakarin adalah 500 kali lebih manis dari gula sukrosa. Penggunaan siklamat sebagai bahan pemanis biasanya pada makanan / minuman rendah kalori, digunakan juga oleh pedagang untuk berbagai jenis es, sirup, limun dan minuman ringan lain serta manisan. Produk pemanis non-nutritif sangat berguna bagi pasien dengan insiden karies tinggi yang disebabkan oleh keseringan mengonsumsi minuman bergula seperti kopi atau teh manis. 11,13-15 2.2.1 Jenis Makanan Karbohidrat adalah salah satu nutrisi yang kariogenik, fermentasi dari karbohidrat menyebabkan terjadinya karies. Sukrosa adalah jenis gula yang paling berperan dalam proses karies. Sukrosa berfungsi sebagai sumber energi bagi bakteri kariogenik dan membantu bakteri melekat pada permukaan gigi. Glukosa dan karbohidrat lain digunakan untuk menghasilkan polisakarida ekstraseluler. 2,11 Gula
murni seperti madu (fruktosa dan glukosa), molasses (sukrosa dan gula lain), brown sugar (sugar dan molasses) memiliki tingkat kariogenitas seperti sukrosa. Polisakarida makanan pokok seperti nasi, kentang dan jagung lebih tidak kariogenik dibanding golongan monosakarida dan disakarida. Buah segar adalah jenis makanan yang rendah tingkat kariogenitasnya karena rendahnya kandungan karbohidrat dan tingginya kandungan air. 11 Berdasarkan jenisnya, karbohidrat dapat dibagi atas tingkatan kariogeniknya (Tabel 1). Tabel 1. Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogenitasnya 16 Jenis Karbohidrat Tingkat Kariogenik Sukrosa Tinggi Laktosa Sedang Glukosa Sedang Fruktosa Sedang Maltosa Sedang sampai rendah Sorbitol Rendah Mannitol Rendah Xylitol Rendah Zat Pati Rendah Makanan yang baik untuk kesehatan gigi adalah keju. Keju merupakan bentuk lain dari susu, banyak mengandung kalsium dan fosfat dan kasein yang mampu mengurangi kelarutan enamel. Oleh karena itu keju ini disebut mempunyai efek kariostatik, artinya mampu mengurangi atau menghentikan berlangsungnya proses karies. Selain itu, aroma keju dapat merangsang dan mempercepat keluarnya saliva sehingga bersama sama dengan saliva, kandungan dalam keju akan ikut memerangi kemungkinan terjadinya karies gigi. Keju ini jika dikunyah setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat, dapat membentuk senyawa yang bersifat basa, sehingga dapat menghentikan terjadinya suasana asam yang dapat menyebabkan proses penghancuran enamel sebagai proses awal karies gigi. 17 Permen karet bebas gula atau mengandung sorbitol juga dapat merangsang keluarnya saliva dan mempercepat aliran saliva. Di samping bahan dasarnya juga
dapat membersihkan mulut dari sisa sisa makanan, melumat atau mengunyah permen karet setelah menyantap makanan berkarbohidrat dapat mengurangi risiko karies gigi. 17 Penelitian oleh Badan Peneliti Eastman Dental Center di New York mengklasifikasikan makanan kariogenik berdasarkan potensi tinggi, sedang, rendah, tidak berpotensi dan yang mampu menghambat karies, dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Jenis makanan berdasarkan tingkat kariogenik 18 Potensi Tinggi Sedang Rendah Tidak Berpotensi Mampu Menghambat Karies Jenis Makanan Buah yang dikeringkan, permen, coklat, sereal, kue, biskuit, donat, cupcake, dan bahan pemanis tambahan Jus buah, sirup, manisan, buah kalengan, minuman ringan, roti dan potato chips Sayur, susu, kacang, jagung dan yoghurt Daging, ikan, lemak dan minyak Keju dan golongan xylitol Air putih merupakan hal yang paling sederhana dan perlu. Setelah makan, setelah minum susu, atau bahkan setelah minum manis dan makan makanan yang merusak gigi, air putih adalah salah satu solusi termudah untuk membantu menetralkan keadaan asam di dalam mulut akibat fermentasi makanan di dalam gigi dan mulut oleh kuman. Kebiasaan minum air putih sejak anak anak akan membantu gigi selalu bersih setelah makan atau minum manis, susu, atau jus. 17 2.2.2 Frekuensi dan Durasi Makan Seringnya mengonsumsi makanan kariogenik merupakan salah satu pemicu terjadinya karies. Setiap mengonsumsi 1 makanan kariogenik, maka akan menyebabkan gigi terpapar dengan asam selama 20 menit. Jika hanya makan 3 kali dalam sehari dan tidak jajan atau mengonsumsi makanan dan minuman lain, kecuali air putih, maka gigi akan terpapar hanya 3 kali 20 menit selama sehari. Bagaimanapun, orang orang yang jajan di antara waktu makan dan mengonsumsi makanan kariogenik akan menimbulkan pemaparan asam yang berlebih. Jika gigi
terpapar dengan asam dalam waktu yang lama dapat menyebabkan resiko yang besar untuk terjadinya demineralisasi dan memperkecil kemungkinan terjadinya remineralisasi. 11,17 Dua individu dapat memakan jumlah karbohidrat yang sama, tetapi orang yang lebih sering mengonsumsi makanan tersebut memliki potensi yang lebih besar untuk terjadinya karies. Setiap gigi terpapar maka ph akan turun selama 2 sampai 3 menit dengan ph 5,5 atau kurang (ph kritis) dan terjadinya dekalsifikasi enamel, dan secara perlahan yaitu sekitar 40 menit kemudian ph akan naik kembali. 11,17 Seseorang yang mengonsumsi permen selama 5 menit, gigi akan terpapar hingga ke ph kritis dan akan kembali normal setelah 40 menit berikutnya. Jika orang lain memakan permen dalam 5 gigitan, tetapi menghabiskan 1 gigitan per jam maka gigi akan terpapar oleh asam selama 200 menit (5 gigitan x 40 menit = 200 menit). Frekuensi meminum minuman bersoda, sports drinks, energy drinks serta kopi dan teh juga dapat menyebabkan risiko karies dan menyebabkan erosi. 11 Bibby (cit. Stegeman) menyatakan bahwa hal penting yang harus diubah dalam pola diet anak untuk mencegah terjadinya karies yaitu dengan mengurangi frekuensi mengonsumsi makanan atau minuman yang manis. Bibby juga mengatakan bahwa dalam berbagai penelitian, ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab karies tersebut adalah frekuensi mengonsumsi makanan atau minuman serta jajanan yang kariogenik. 11 2.2.3 Bentuk Fisik Makanan Jenis makanan yang lengket dan manis merupakan makanan yang sangat menyenangkan bagi anak. Pada umumnya makanan yang mengandung karbohidrat atau pati dan gula sukar dibersihkan dari gigi gigi di dalam mulut. Makanan kecil (snack) bersifat lebih asam dibandingkan makanan yang hanya mengandung gula karena perbedaan bentuk fisik makanan tersebut. Makanan karbohidrat yang berfementasi baik gula atau pati yang dimasak mempunyai potensi sebagai penyebab karies, sedangkan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi tidak penting. 16,17
Sifat fisis yang mempengaruhi keluarnya saliva dan pembersihan makanan adalah kekasaran, kelarutan tekstur dan lengketnya makanan. Makanan yang lengket dan mudah dikunyah tidak ada hubungannya dengan kecepatan pembersihan makanan di dalam mulut. Makanan makanan ini merupakan karbohidrat yang dimasak dan relatif mudah dikunyah, sehingga saliva tidak akan terpacu untuk banyak keluar seperti jika menggigit sesuatu yang keras, dan sesudahnya makanan ini akan banyak tertinggal di atas permukaan gigi, sedangkan makanan seperti karamel, karena teksturnya yang keras, saliva akan banyak keluar dan makanan akan mudah ditelan tanpa banyak tertinggal di permukaan gigi. 16 2.2.4 Cara Mengonsumsi Makanan Cara mengonsumsi makanan / minuman merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam proses terjadinya ECC. Salah satu contoh ialah mengonsumsi gula sebelum tidur. Menurunnya aliran saliva selama tidur dapat menurunkan oral clearance dan dapat meningkatkan terjadinya kontak yang lama antara plak dan substrat, dan juga dapat meningkatkan tingkat kariogenitas dari substrat tersebut. 12 Dilley et al (cit. Dalimunthe) menjelaskan hasil penelitiannya, mereka menemukan anak dengan ECC menggunakan / mengisap minuman melalui botol dan menyusui dalam waktu yang lama. Hal yang sama dijumpai oleh Johnson yaitu persentase yang besar pada anak dengan ECC bila ia meminum minuman manis terutama susu melalui botol sebelum ia tidur. 9 2.2.5 Penambahan Bahan Pemanis Goose dan Gittus (cit. Dalimunthe) menunjukkan bahwa pemberian vitamin dan penggunaan mainan yang diberi bahan pemanis jelas lebih banyak menimbulkan karies dibandingkan anak yang tidak diberi. Persentase penduduk yang memberikan pemanis pada mainan anak cukup besar yaitu 53-64%. Prevalensi ECC yang terjadi pada anak yang diberi makanan melalui botol yaitu 3% pada usia 1-2 tahun, naik dengan cepat menjadi 13% pada tahun ketiga dan setelah tahun kelima prevalensinya lebih naik lagi. Shelton et al (cit. Dalimunthe) mengulangi percobaan mereka
mengenai penggunaan makanan melalui botol yang diberi pemanis dalam jangka waktu yang lama, cenderung mengarah menjadi ECC yang dijelaskan sebagai suatu kondisi merusak yang dapat menyebabkan melemahnya gigi anak. 9 Pada bayi yang diberi minum dengan posisi digendong, kemungkinan substansi sirup atau susu yang manis sedikit melapisi permukaan gigi, dibandingkan bayi yang dibiarkan terbaring dan minum dari botol. Bayi tertidur tetapi masih tetap menghisap, hal ini membuat prevalensi karies labial lebih besar karena susu yang manis tetap tergenang dalam rongga mulut sedangkan aliran saliva dan penelanan berkurang selama tidur. Suatu penelitian (cit. Dalimunthe) menunjukkan bahwa semua bahan yang mengandung sukrosa (yang sering terdapat dalam obat berbentuk sirup) menyebabkan penurunan ph yang nyata, sehingga pemberian dalam jangka waktu yang lama juga menimbulkan terbentuknya ECC. 9
2.3 Kerangka Teori Host Mikroorganisme Substrat Waktu Early Childhood Caries (ECC) Pencegahan Anjuran dan Analisis Diet Pola Diet Anak : Pola makan utama Pola makan selingan Pola minum minuman manis Pola minum susu 2.4 Kerangka Konsep Analisis Perilaku Diet Pola Diet Anak: Pola makan utama Pola makan selingan Pola minum minuman manis Pola minum susu Pengalaman Early Childhood Caries (ECC)