BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik observasi dengan rancangan penelitian cross-sectional. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak Amir Hamzah dan El-Patisia serta Puskesmas Petisah di Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan. Akan tetapi, pihak sekolah El-Patisia tidak mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian karena adanya peneliti lain yang sedang melakukan penelitian di sekolah tersebut. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian di TK Bakti untuk mewakili sosial ekonomi rendah menggantikan TK El-Patisia Waktu Penelitian Proposal penelitian dilakukan pada minggu pertama bulan Desember Penelitian dilakukan selama 6 minggu, dimulai minggu pertama Februari 2013 sampai minggu kedua Maret Pengolahan dan analisis data dilakukan 3 minggu, mulai minggu kedua Maret 2013 sampai minggu keempat Maret Penyusunan dan pembuatan laporan penelitian dilakukan selama 2 minggu, mulai minggu keempat Maret 2013 sampai minggu pertama April Populasi dan Sampel Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak berusia bulan beserta orang tuanya (ibu) di Kecamatan Medan Petisah.

2 3.3.2 Sampel Besaran sampel diperoleh dengan menggunakan rumus penaksiran proporsi populasi dengan standard deviasi dan presisi mutlak. 2 n = Z 1-α / 2Sd 2 d 2 n = 1,96 2 / 2 (1 2 ) 10 2 n = 3,84/4 100 n = 0,96(100) n = 96 orang Keterangan: d = Presisi mutlak (10%) Z = skor ditentukan derajat kepercayaan (confidence level) adalah 95 % =1,96 Sd = standard deviasi pada penelitian oleh Abdullah S. Almusyat dkk. n = besarnya sampel Besar sampel untuk mencari prevalensi populasi terbatas minimumnya adalah sebesar 96. Peneliti mengambil sampel sebanyak 105 orang untuk mendapatkan jumlah secara merata untuk analisis data. Sampel diambil dari data sekunder pada penelitian sebelumnya (Petra, 2012) yang masih belum dipublikasikan. Dari data sekunder yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 95 orang, namun pada penelitian ini hanya digunakan 32 karena adanya sampel yang menolak untuk berpartisipasi. Pengambilan sampel baru dilakukan dengan randomisasi dan pemeriksaan serta penyebaran kuesioner sebanyak 120 orang untuk memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Akan tetapi, kuesioner yang terkumpul hanya 73 orang karena banyak calon responden yang menolak dengan alasan sibuknya orang tua anak untuk mengisi kuesioner catatan diet selama 7 hari sehingga didapatkan jumlah sampel seluruhnya yaitu 105 orang.

3 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Teknik pengambilan sampel adalah dengan random purposive sampling yang berdasarkan kepada kriteria inklusi dan kriteria ekslusi seperti berikut: Kriteria Inklusi : 1. Anak kooperatif 2. Dalam periode gigi sulung 3. Keadaan umum anak baik 4. Mendapat persetujuan orang tua Kriteria Ekslusi : 1. Adanya gigi yang berjejal 3.5 Variabel Penelitian Variabel Terikat / Dependen : pengalaman ECC Variabel Faktor Resiko : perilaku diet anak yaitu pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis, dan pola minum susu. 3.6 Definisi Operasional 1. Early Childhood Caries adalah jumlah anak yang memiliki kriteria terdapatnya satu atau lebih kerusakan (berupa lesi kavitas maupun non-kavitas), kehilangan gigi (karena kerusakan), atau adanya permukaan tambalan gigi pada gigi desidui anak usia 0-71 bulan, sesuai dengan indeks kriteria Miller. 2. Usia anak adalah usia anak bulan adalah usia anak dihitung dari tanggal lahir sampai waktu dilakukan penelitian. Apabila sampel terdahulu telah melewati usia 71 bulan sejak penelitian dilakukan maka sampel tidak digunakan. 3. Pola diet anak adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi anak usia bulan dalam waktu 24 jam selama 7 hari yang dicatat dalam lembar pencatatan perilaku diet anak. Data ini kemudian akan dikategorikan menjadi pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu, yang nantinya akan dijumlahkan keseluruhan menjadi nilai pola diet anak. 4. Pola makan utama adalah frekuensi makan pagi, siang dan malam pada anak usia bulan seperti nasi, bubur, roti, mie, sayur-sayuran, lauk-pauk, buahbuahan dan sebagainya.

4 5. Pola makan selingan adalah frekuensi makan makanan di luar jam makan utama pada anak usia bulan seperti snack, keripik, coklat, permen, dan sebagainya. 6. Pola minum minuman manis adalah frekuensi anak usia bulan mengonsumsi minuman manis (selain susu) seperti sirup, jus, dan minuman botol lainnya. 7. Pola minum susu adalah frekuensi anak usia bulan mengonsumsi susu (ASI atau PASI). Tabel 3. Lembar catatan perilaku diet anak Nama : Usia : Hari/Tanggal: N o Waktu dan Lamanya Konsumsi (durasi) Jenis Makanan / Minuman Banyak nya / Jumlah Bentuk / Sediaan Cara Konsumsi Minuman Dengan Botol Dengan Gelas Penambahan Pemanis Ya Tidak Lembar pencatatan perilaku diet anak diperoleh dari peneliti dan diberikan kepada orang tua (ibu) anak, lembar tersebut berisi identitas anak, contoh lembar pengisian catatan diet dan lembar catatan diet anak sebanyak 10 lembar (jumlah lembar dilebihkan 3 untuk pencatatan diet yang panjang) untuk diisi oleh orangtua dengan catatan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak selama 7 hari yang akan dikategorikan menjadi pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu, kemudian akan dianalisis.

5 Tabel 4. Definisi operasional perilaku diet pola makan utama Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot) Frekuensi Rerata frekuensi makan utama perhari. 1-3 kali/hari (3) Makan Utama Didapat dari jumlah keseluruhan 3kali/hari (1) frekuensi makan utama (keteraturan mengonsumsi makanan berat minimal 4 hari dalam seminggu) selama 7 hari kemudian dibagi 7. Durasi Makan Lamanya / durasi anak menghabiskan 1-20 menit (3) Utama makanan utama dalam sekali makan menit (2) yang paling sering dilakukan. Diambil >30 menit (1) dari modus data keseluruhan. Bila modus sama, maka diambil yang paling beresiko. Jumlah 6 Skala Ukur Ordinal Ordinal Kriteria perilaku diet pola makan utama : a. Baik : 5-6 (80%) b. Sedang : 4 (60%-79%) c. Buruk : 3 (59%)

6 Tabel 5. Definisi Operasional perilaku diet pola makan selingan Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot) Frekuensi Rerata frekuensi makan selingan 0-1 kali/hari (3) Makan Selingan perhari. Didapat dari jumlah 2-3 kali/hari(2) keseluruhan frekuensi makan selingan 4kali/hari (1) selama 7 hari kemudian dibagi 7. Durasi Makan Lamanya / durasi anak menghabiskan 1-20 menit (3) Selingan makanan selingan dalam sekali menit (2) makan yang paling sering dilakukan. >30 menit (1) Diambil dari modus data keseluruhan. Bila modus sama, maka diambil yang paling beresiko. Jenis Makanan Keteraturan mengonsumsi makanan Mengonsumsi 0-1 Selingan selingan yang berkariogenik tinggi hari/minggu (3) (buah yang dikeringkan, permen, Mengonsumsi 2-3 coklat, sereal, kue, biskuit, donat, hari/minggu (2) cupcake, dan bahan pemanis Mengonsumsi 4 tambahan) dalam hitungan hari hari/minggu (1) selama 7 hari/minggu. Bentuk Makanan Sifat fisik makanan yang sering Padat (3) Selingan yang dikonsumsi dalam 7 hari. Didapat dari Cair (2) Dikonsumsi modus data keseluruhan. (Padat : Langket/sticky(1) buah yang dikeringkan, snack; cair: es krim; lengket: sereal, roti, kue) Jumlah 12 Skala Ukur Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Kriteria perilaku diet pola makan selingan : a. baik : (80%) b. sedang : 8-9 (60%-79%) c. buruk : 7 (59%)

7 Tabel 6. Definisi operasional perilaku diet pola minum minuman manis (selain susu) Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot ) Frekuensi minum Rerata frekuensi minum 0-1 kali /hari (3) minuman manis minuman manis perhari. Didapat 2-3 kali /hari (2) dari jumlah keseluruhan 4 kali /hari (1) frekuensi minum minuman manis selama 7 hari kemudian dibagi 7. Durasi minum manis Lamanya / durasi anak 1-20 menit (3) menghabiskan minuman manis menit (2) yang paling sering dilakukan >30 menit (1) dalam 7 hari. Diambil dari modus data keseluruhan. Minuman manis Keteraturan anak mengonsumsi Tidak (3) dengan botol pada minuman manis dengan botol 1-3 hari /minggu malam hari (sebelum pada malam hari, terhitung (2) dan sewaktu tidur) setelah anak selesai makan utama 4-7 hari /minggu dalam hitungan hari selama 7 hari (1) /seminggu. Jumlah 9 Skala Ukur Ordinal Ordinal Ordinal Kriteria perilaku diet pola minum minuman manis : a. baik : 8-9 (80%) b. sedang : 6-7 (60%-79%) c. buruk : 5 (59%)

8 Tabel 7. Definisi Operasional perilaku diet pola minum susu Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot) Skala Ukur Frekuensi Rerata frekuensi minum susu perhari. 0-2 kali /hari (3) Ordinal minum susu Didapat dari jumlah keseluruhan frekuensi 3-4 kali /hari (2) minum susu selama 7 hari kemudian dibagi 5 kali /hari (1) 7. Durasi minum Lamanya / durasi anak menghabiskan susu 1-20 menit (3) Ordinal susu yang paling sering dilakukan dalam 7 hari menit (2) Diambil dari modus data keseluruhan. >30 menit (1) Minum susu dengan botol pada malam hari (sebelum dan sewaktu tidur) Keteraturan anak mengonsumsi susu dengan botol pada malam hari, terhitung setelah anak selesai makan utama dalam hitungan hari selama 7 hari /seminggu. Jumlah 9 Tidak (3) 1-3 hari /minggu (2) 4 hari /minggu (1) Ordinal Kriteria perilaku diet pola minum susu : a. baik : 8-9 (80%) b. sedang : 6-7 (60%-79%) c. buruk : 5 (59%)

9 Tabel 8. Nilai pola diet anak Perilaku Diet Persentase Jumlah Nilai Nilai maksimal pola makan utama 20% (4) 6 x 4 = 24 Nilai maksimal pola makan selingan 30% (6) 12 x 6 = 72 Nilai maksimal pola minum minuman manis (selain susu) 25% (5) 9 x 5 = 45 Nilai maksimal pola minum susu 25% (5) 9 x 5 = 45 Nilai Keseluruhan (Total) 100% 186 Kriteria penilaian pola diet anak : a. baik : (80%) b. sedang : (60%-79%) c. buruk : 111 (59%) 3.7 Cara Pengambilan Data Setelah mendapat surat persetujuan dari Komisi Etik, dilakukan pengurusan administrasi dengan pihak sekolah dan pendataan subjek pada penelitian sebelumnya, dilanjutkan dengan meminta izin waktu untuk mengumpulkan orang tua siswa. Kepada orang tua siswa diminta kesediaan anaknya untuk menjadi subjek penelitian sekaligus dijelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan dan peran serta cara orang tua untuk mengisi lembar pencatatan diet. Orang tua mengisi lembar informed consent, kemudian dibagikan lembar catatan diet dalam bentuk buku sebanyak 10 lembar yang disertai identitas anak, contoh cara pencatatan diet dan orang tua diminta untuk mengisi setiap diet anak (makan dan minum) selama 7 hari dalam buku tersebut. Evaluasi kebenaran pengisian lembar diet oleh orang tua dilakukan setelah hari pertama atau kedua pencatatan; untuk itu orang tua diminta untuk membawa buku pencatatan hari pertama atau kedua yang telah diisi. Jika orang tua tidak membawanya, maka peneliti akan menghubungi melalui telepon untuk mengecek kebenaran pencatatan. Pengumpulan catatan perilaku diet dilakukan setelah 7 hari

10 pencatatan diet, buku dapat dikumpulkan melalui guru atau langsung kepada peneliti yang akan datang ke sekolah. 3.8 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi. Data yang diperoleh terdistribusi normal. Analisis dilakukan dengan uji Anova One-Way untuk perilaku diet dengan 3 variabel, menggunakan Tukey untuk mengetahui perbedaan antar kelompok (analisis Post-Hoc) serta menggunakan uji-t untuk 2 variabel dengan nilai kemaknaan p< 0,05 dan derajat kepercayaan 95%.

11 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan di Taman Kanak-Kanak Amir Hamzah dan Bakti serta Puskesmas Petisah di Kecamatan Medan Petisah. Sampel pada penelitian ini berjumlah 105 orang sesuai dengan perhitungan penaksiran populasi. Sampel diambil dari data sekunder penelitian sebelumnya yaitu oleh Petra Guinardi (2012). 4.1 Karakteristik Responden Anak Berdasarkan jenis kelamin, persentase anak laki laki sebanyak 44,8% dan perempuan sebanyak 55,2%. Berdasarkan jenis kelamin anak usia bulan rerata pengalaman karies laki laki 6,70 ± 6,30 dan perempuan 8,29 ± 6,40, secara statistik diperoleh nilai p=0,696. Rerata pengalaman karies secara keseluruhan pada responden anak usia bulan diperoleh sebesar 7,58 ± 6,38. Hasil penelitian terdapat 15 orang anak yang bebas karies dan 7 orang anak dengan nilai deft 20. Tabel 9. Karakteristik responden anak Jenis Kelamin Laki Laki Perempuan Usia bulan bulan bulan Karakteristik Jumlah (n)(%) Bebas Karies (n)(%) 47 (44,8) 58 (55,2) 22 (21,0) 19 (18,1) 64 (60,9) 7 (14,89) 8 (13,79) 2 (9,09) 1 (5,26) 12 (18,75) 4.2 Hubungan Pola Makan Utama dengan Pengalaman ECC Pola makan utama dikategorikan dengan dua variabel yaitu frekuensi dan durasi makan utama. Pada kategori pola makan utama, rerata deft dari frekuensi makan utama 1-3 kali/hari sebesar 6,39 ± 5,91, frekuensi 4 kali/hari sebesar 12,33 ± 6,06 (p=0,000). Rerata deft dari durasi makan utama 1-20 menit sebesar 6,67 ± 6,87,

12 durasi menit sebesar 7,14 ± 6,42, dan durasi >30 menit sebesar 8,38 ± 6,25 (p=0,566) (Tabel 10). Tabel 10. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet pola makan utama dengan rerata pengalaman karies Kategori pola makan utama n (%) Rerata deft ± SD P Frekuensi makan utama kali/hari - 4 kali/hari 84 (80) 21 (20) 6,39 ± 5,91 12,33 ± 6,06 0,000* Durasi makan utama menit menit - >30 menit *p< 0,05 12 (11,4) 51 (48,6) 42 (40) 6,67 ± 6,87 7,14 ± 6,42 8,38 ± 6,25 0,566 Rerata deft tertinggi (11,44 ± 6,05) terdapat pada kategori buruk sebanyak 17,1%. Secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC (p=0,001) (Tabel 11). Analisis Post-Hoc dari tabel 11 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,001, antara kelompok baik dan sedang p=0,028, dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,276. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies dengan pola makan utama adalah anak dengan pola makan utama baik dan buruk serta anak dengan pola makan utama baik dan sedang. Tabel 11. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola makan utama Pola makan utama n (%) Rerata deft ± SD p Baik 51 (48,6) 5,37 ± 5,58 0,001* Sedang Buruk Total 36 (34,3) 18 (17,1) 105 (100) 8,78 ± 6,50 11,44 ± 6,05 7,58 ± 6,38 *p< 0,05

13 4.3 Hubungan Pola Makan Selingan dengan Pengalaman ECC Variabel pola makan selingan terdiri atas frekuensi, durasi, jenis, dan bentuk makanan selingan. Pada kategori pola makan selingan, rerata deft dari frekuensi makan selingan 0-1 kali/hari sebesar 6,96 ± 5,05, frekuensi 2-3 kali/hari sebesar 8,17 ± 7,04, dan frekuensi 4 kali/hari sebesar 6,00 ± 5,40 (p=0,010). Rerata deft dari durasi makan selingan 1-20 menit sebesar 6,05 ± 6,02, durasi menit sebesar 7,60 ± 6,42, dan durasi >30 menit sebesar 10,35 ± 6,24 (p=0,032). Rerata deft dari jenis makanan selingan 0-1 hari/minggu sebesar 7,18 ± 6,77, 2-3 hari/minggu sebesar 7,39 ± 6,20, 4 hari/ minggu sebesar 7,78 ± 6,51 (p=0,938). Rerata deft dari bentuk makanan selingan padat sebesar 6,88 ± 6,44, bentuk cair sebesar 14,60 ± 7,47, dan bentuk lengket sebesar 7,34 ± 6,10 (p=0,038) (Tabel 12). Tabel 12. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet pola makan selingan dengan rerata pengalaman karies Kategori pola makan selingan n (%) Rerata deft ± SD p Frekuensi kali/hari kali/hari - 4 kali/hari 28 (26,7) 64 (61) 13 (12,3) 6,96 ± 5,05 8,17 ± 7,04 6,00 ± 5,40 0,010* Durasi menit menit - >30 menit Jenis Makanan Selingan hari/minggu hari/minggu - 4 hari/minggu Bentuk - Padat - Cair - Lengket *p< 0,05 42 (40) 40 (38,1) 23 (21,9) 11 (10,5) 36 (34,3) 58 (55,2) 24 (22,9) 5 (4,8) 76 (72,3) 6,05 ± 6,02 7,60 ± 6,42 10,35 ± 6,24 7,18 ± 6,77 7,39 ± 6,20 7,78 ± 6,51 6,88 ± 6,44 14,60 ± 7,47 7,34 ± 6,10 0,032* 0,938 0,038* Pola makan selingan secara keseluruhan secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC

14 (p=0,002). Rata rata deft tertinggi terdapat pada pola makan selingan dengan kategori sedang (36,2%) dengan rata-rata pengalaman deft 8,32 ± 6,63 (Tabel 13). Analisis Post-Hoc dari tabel 13 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,066, antara kelompok baik dan sedang p=0,049, dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,931. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies adalah anak dengan pola makan selingan baik dan sedang. Tabel 13. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola makan selingan Pola makan selingan n (%) Rerata deft ± SD p Baik 9 (8,6) 2,78 ± 1,79 0,002* Sedang Buruk Total 38 (36,2) 58 (55,2) 105 (100) 8,32 ± 6,63 7,84 ± 6,41 7,58 ± 6,38 *p< 0, Hubungan Pola Minum Minuman Manis dengan Pengalaman ECC Variabel pola minum minuman manis dibagi atas tiga yaitu frekuensi, durasi, dan minum minuman manis dengan botol pada malam hari. Pada kategori pola minum minuman manis, rerata pengalaman karies dari frekuensi minum minuman manis 0-1 kali/hari sebesar 6,95 ± 6,04, frekuensi 2-3 kali/hari sebesar 8,65 ± 6,87, dan frekuensi 4 kali/hari sebesar 8,60 ± 7,60 (p=0,428). Rerata deft dari durasi minum minuman manis 1-20 menit sebesar 6,46 ± 5,89, durasi menit sebesar 8,28 ± 6,60, dan durasi >30 menit sebesar 10,40 ± 7,18 (p=0,030). Rerata deft dari minum minuman manis dengan botol pada malam hari, yang tidak menggunakan botol sebesar 7,30 ± 6,42, 1-3 hari/minggu sebesar 9,11 ± 5,67 dan 4-7 hari/minggu sebesar 14,00 ± 5,66 (p=0,257) (Tabel 14).

15 Tabel 14. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet pola minum minuman manis dengan rerata pengalaman karies Kategori pola minum minuman manis n (%) Rerata deft ± SD p Fekuensi kali/hari kali/hari - 4 kali/hari 66 (62,9) 34 (32,4) 5 (4,7) 6,95 ± 6,04 8,65 ± 6,87 8,60 ± 7,60 0,428 Durasi menit menit - >30 menit Minum dengan botol malam hari - Tidak hari/minggu - 4 hari/minggu *p< 0,05 52 (49,5) 43 (41) 10 (9,5) 94 (89,5) 9 (8,6) 2 (1,9) 6,46 ± 5,89 8,28 ± 6,60 10,40 ± 7,18 7,30 ± 6,42 9,11 ± 5,67 14,00 ± 5,66 0,030* 0,257 Pola minum minuman manis secara keseluruhan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik (p=0,003). Rata rata deft tertinggi berada pada kategori buruk dengan nilai 10,67 ± 7,02 sebesar 2,9% (Tabel 15). Analisis Post-Hoc dari tabel 15 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,420, antara kelompok baik dan sedang p=0,003, dan antara kelompok sedang dan buruk p=1,000. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies dengan pola minum minuman manis adalah anak dengan kelompok baik dan sedang. Tabel 15. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola minum minuman manis Pola minum minuman manis n (%) Rerata deft ± SD p Baik 71 (67,6) 6,14 ± 5,82 0,003* Sedang Buruk Total 31 (29,5) 3 (2,9) 105 (100) 10,58 ± 6,58 10,67 ± 7,02 7,58 ± 6,38 *p< 0,05

16 4.5 Hubungan Pola Minum Susu dengan Pengalaman ECC Pola minum susu pada anak dibedakan atas tiga variabel yaitu frekuensi, durasi, dan minum susu dengan botol pada malam hari. Pada kategori pola minum minuman susu, rerata deft dari frekuensi minum minuman susu 0-2 kali/hari sebesar 7,73 ± 6,37, frekuensi 3-4 kali/hari sebesar 7,78 ± 6,60, dan frekuensi 5 kali/hari sebesar 4,83 ± 5,19 (p=0,558). Rerata deft dari durasi minum minuman susu 1-20 menit sebesar 6,85 ± 6,09, durasi menit sebesar 7,80 ± 6,73, dan durasi >30 menit sebesar 11,67 ± 5,90 (p=0,003). Rerata deft dari minum minuman manis, yang tidak menggunakan botol pada malam hari sebesar 7,36 ± 6,25, minum dengan botol pada malam hari 1-3 hari/minggu sebesar 11,11 ± 6,79 dan 4-7 hari/minggu sebesar 7,17 ± 6,35 (p=0,220). Tabel 16. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet pola minum minuman susu dengan rerata pengalaman karies Kategori pola minum susu n (%) Rerata deft ± SD p Fekuensi kali/hari kali/hari - 5 kali/hari 62 (59,1) 37 (35,2) 6 (5,7) 7,73 ± 6,37 7,78 ± 6,60 4,83 ± 5,19 0,558 Durasi menit menit - >30 menit Minum dengan botol malam hari - Tidak hari/minggu - 4 hari/minggu *p< 0,05 61 (58,1) 35 (33,3) 9 (8,6) 42 (40) 9 (8,6) 54 (51,4) 6,85 ± 6,09 7,80 ± 6,73 11,67 ± 5,90 7,36 ± 6,25 11,11 ± 6,79 7,17 ± 6,35 0,003* 0,220 Pola minum susu secara keseluruhan menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC berdasarkan hasil uji statistik (p=0,899). Nilai deft tertinggi berada di kategori sedang dengan nilai rata rata 7,81 ± 6,51 sebanyak 49,5% (Tabel 17).

17 Analisis Post-Hoc dari tabel 17 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,954, antara kelompok baik dan sedang p=0,975, dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,893. Diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies dengan pola minum susu. Tabel 17. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola minum minuman susu Pola minum susu n (%) Rerata deft ± SD p Baik Sedang Buruk Total 39 (37,1) 52 (49,5) 14 (13,4) 105 (100) 7,51 ± 6,32 7,81 ± 6,51 6,93 ± 6,46 7,58 ± 6,38 0, Hubungan Perilaku Diet dengan Pengalaman ECC Perilaku diet merupakan nilai keseluruhan dari pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis, dan pola minum susu. Hasil uji analisis statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara pola makan keseluruhan dengan pengalaman ECC (p=0,000). Nilai rata rata deft tertinggi berada pada kategori sedang sebanyak 75,2% dengan nilai deft 8,87 ± 6,52 (Tabel 18). Analisis Post-Hoc dari tabel 18 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,217, antara kelompok baik dan sedang p=0,000, dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,977. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies adalah anak dengan perilaku diet baik dan sedang. Tabel 18. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola diet anak Perilaku diet n (%) Rerata deft ± SD p Baik 22 (21) 2,82 ± 2,22 0,000* Sedang Buruk Total 79 (75,2) 4 (3,8) 105 (100) 8,87 ± 6,52 8,25 ± 7,59 7,58 ± 6,376 *p< 0,05

18 BAB 5 PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh data rerata pengalaman ECC dari 105 anak usia bulan di Kecamatan Medan Petisah sebesar 7,58 ± 6,38. Pada penelitian ini terlihat bahwa rerata pengalaman karies anak perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki Sesuai dengan teori (cit. Pintauli) selama masa kanak-kanak perempuan menunjukkan nilai def yang lebih tinggi dari pria, 19 akan tetapi bertentangan dengan penelitian Sowole CA et al pada anak usia 6-60 bulan di Nigeria yang menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. 20 Diperoleh 15 orang (14,3%) anak yang bebas karies. Hal ini menunjukkan masih rendahnya angka kesehatan gigi khususnya pada anak balita di Kecamatan Medan Petisah. Terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90% penduduk Indonesia. Rendahnya prevalensi ini sesuai dengan penelitian Rizal dkk pada anak usia 3-5 tahun, sebanyak 27,4% anak bebas karies, 40,3% anak memiliki 1-5 gigi karies, dan 32,3% anak memiliki lebih dari 5 gigi karies 7. Pada penelitian ini juga ditemukan 7 orang anak dengan nilai deft 20, yang berarti keseluruhan giginya telah terserang karies pada usia ini. Pola makan merupakan salah satu penyebab terjadinya karies gigi, oleh sebab itu peran serta orang tua sangat dibutuhkan dalam perbaikan pola makan anak. 5,21 Anak dengan frekuensi makan utama 4 kali/hari terlihat memiliki rerata pengalaman karies lebih tinggi (12,33 ± 6,06) dibandingkan anak dengan frekuensi 1-3 kali/hari (6,39 ± 5,91). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p=0,000), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hankin et al (cit. Nizel) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara frekuensi makan utama dengan pengalaman karies pada anak-anak di Hawai. 22 Variabel durasi makan utama, rerata pengalaman karies tertinggi pada anak yang mengonsumsi >30 menit sebesar 8,38 ± 6,25, tetapi secara statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna (p=0,566). Hal ini kemungkinan disebabkan

19 oleh jumlah sampel yang tidak seimbang, dan terbanyak pada anak yang mengonsumsi menit (48,6%). Hasil ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa jika gigi terpapar dengan asam dalam waktu yang lama dapat menyebabkan risiko yang besar untuk terjadinya demineralisasi dan memperkecil kemungkinan terjadinya remineralisasi sehingga meningkatkan risiko terjadinya karies. 11,17 Semakin buruk pola makan utama maka semakin tinggi rerata deft yang dialami anak. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian didapatkan rerata deft tertinggi (11,44 ± 6,05) terdapat pada kategori buruk sebanyak 17,1%, kategori sedang (8,78 ± 6,50) dan kategori baik (5,37 ± 5,59). Secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC dengan nilai kemaknaan p=0,001 (Tabel 11). Pada variabel frekuensi makan selingan, rerata deft tertinggi (8,17 ± 7,04) terdapat pada anak dengan frekuensi makan selingan 2-3 kali/hari sebesar 61%, frekuensi 0-1 kali/hari (6,96 ± 5,05) dan frekuensi 4 kali/hari (6,00 ± 5,40). Secara statistik didapatkan ada hubungan yang bermakna (p=0,010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Vipeholm (cit. Angela) yang menyimpulkan bahwa konsumsi makanan yang mengandung gula di antara jam makan dan pada saat makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Anak yang berisiko karies tinggi sering mengonsumsi makanan manis di antara jam makan. 19,23 Semakin lama durasi makan selingan maka semakin tinggi nilai rerata deft yang dialami anak, terlihat anak dengan durasi makan selingan >30 menit memiliki rerata deft tertinggi (10,35 ± 6,24). Secara statistik variabel durasi makan selingan memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p=0,032) (Tabel 12). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa segera setelah mengonsumsi karbohidrat (sukrosa, glukosa), maka karbohidrat akan mengalami fermentasi. ph di dalam plak akan turun dalam beberapa menit (5-10 menit) sampai di bawah 5 atau 5,5, yaitu ph kritis untuk mengakibatkan enamel mengalami demineralisasi dan memperkecil kemungkinan terjadinya remineralisasi sehingga memperbesar risiko terjadinya karies. 11,19

20 Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata deft tertinggi yaitu pada anak yang mengonsumsi selingan makanan kariogenik 4 hari/minggu sebesar 7,78 ± 6,51. Secara statistik variabel keteraturan mengonsumsi jenis makanan selingan kariogenik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p=0,938) (Tabel 12). Hasil ini kemungkinan karena sampel penelitian yang tidak seimbang, jumlah sampel anak yang mengonsumsi makan selingan 0-1 hari/minggu sangat sedikit (10,5), bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa mengonsumsi makanan kariogenik diantara jam makan utama bersifat kondusif terhadap terjadinya karies gigi karena kandungan gula sukrosa dalam jenis makanan tersebut. 24 Variabel bentuk makanan selingan, rerata deft tertinggi pada anak dengan bentuk makanan selingan cair sebesar 14,60 ± 7,47, bentuk lengket sebesar 7,34 ± 6,10 dan bentuk padat sebesar 6,88 ± 6,44. Secara uji statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara bentuk makanan selingan (p=0,038) dengan pengalaman ECC (Tabel 12). Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyuti M di Makassar yang menunjukkan bahwa makanan yang lengket lebih mempengaruhi terjadinya karies pada anak. Sukrosa dalam bentuk makanan yang bersifat lengket akan lebih besar peluangnya sebagai penyebab karies. 21,24 Dari hasil penelitian secara statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan selingan dengan terjadinya ECC dengan nilai kemaknaan p=0,002 (Tabel 13). Rerata deft tertinggi terdapat pada pola makan selingan dengan kategori sedang (36,2%) dengan rata-rata pengalaman deft 8,32 ± 6,63, kategori buruk 7,84 ± 6,41 dan kategori baik 2,78 ± 1,79. Pada kategori pola makan selingan hanya variabel keteraturan mengonsumsi jenis makanan kariogenik yang tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC. Hal ini berarti variabel frekuensi, durasi, dan bentuk memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya karies. Semakin tinggi frekuensi minum minuman manis maka semakin tinggi rerata pengalaman karies yang dialami anak. Rerata pengalaman karies tertinggi terdapat pada anak dengan frekuensi minum minuman manis 2-3 kali/hari sebesar 8,65 ± 6,87.

21 Secara statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p=0,428), kemungkinan disebabkan karena distribusi sampel yang tidak merata yaitu anak dengan frekuensi minum minuman manis 4 kali/hari hanya sebesar 4,7%. Hal ini bertentangan dengan penelitian Vipeholm (cit. Angela) yang menyatakan bahwa konsumsi minuman manis pada saat makan dan diantara jam makan dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya karies. 23 Semakin lama minum minuman manis maka semakin tinggi rerata pengalaman karies pada anak. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan rerata pengalaman ECC pada anak dengan durasi minum minuman manis 1-20 menit sebesar 6,46 ± 5,89, meningkat pada durasi menit sebesar 8,28 ± 6,60 dan durasi >30 menit yaitu sebesar 10,40 ± 7,18. Secara statistik didapatkan ada hubungan yang bermakna antara durasi minum minuman manis (p=0,030) dengan pengalaman ECC. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa durasi yang lama merupakan faktor pemicu karies karena lamanya kontak dengan rongga mulut. 11 Anak yang tidak minum minuman manis dengan botol pada malam hari memiliki rerata deft 7,30 ± 6,42 dan terjadi peningkatan pada anak yang minum minuman manis dengan botol pada malam hari 1-3 hari/minggu dengan rerata deft 9,11 ± 5,67, walaupun secara statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku minum minuman manis dengan botol pada malam hari dengan pengalaman ECC (p=0,257). Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugito FS di DKI Jakarta yang menyatakan bahwa 54,6% anak meminum minuman manis menggunakan botol pada malam hari. 25 Pada penelitian ini disebabkan karena distribusi sampel yang tidak merata, dapat dilihat bahwa anak yang minum minuman manis menggunakan botol pada malam hari hanya sebesar 10,5%. Uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC dengan nilai kemaknaan p=0,003 (Tabel 15). Rerata deft pada kategori baik sebesar 6,14 ± 5,82, kategori sedang sebesar 10,58 ± 6,58 dan rerata deft tertinggi pada kategori buruk sebesar 10,67 ±7,02

22 (2,9%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin buruk pola minum minuman manis maka semakin tinggi rerata pengalaman karies pada anak. Pada kategori pola minum minuman manis hanya variabel durasi yang memiliki hubungan yang bermakna, ini berarti bahwa durasi yang lama dapat memicu meningkatnya risiko karies. Anak yang minum susu dengan frekuensi 0-2 kali/hari memiliki rerata deft sebesar 7,73 ± 6,37, terjadi peningkatan pada anak dengan frekuensi 3-4 kali/hari sebesar 7,78 ± 6,60 dan terjadi penurunan pada anak dengan frekuensi 5 kali/hari yaitu sebesar 4,83 ± 5,19. Secara statistik ditemukan tidak adanya hubungan antara frekuensi minum susu dengan pengalaman ECC (p=0,558), kemungkinan disebabkan distribusi sampel yang tidak merata, anak dengan frekuensi minum susu 5 kali/hari hanya sebesar 5,7%. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kris Paulus dengan jumlah sampel 30 orang menunjukkan hasil anak dengan frekuensi minum susu di atas 3 kali sehari paling banyak terserang karies yaitu 16 orang (53,45%), frekuensi 2-3 kali sehari masing-masing sebanyak 7 orang (23,3%), dan 1 kali sehari tidak ada yang terserang karies. 8 Variabel durasi minum susu, pengalaman ECC tertinggi pada durasi >30 menit sebesar 11,67 ± 5,90, durasi menit sebesar 7,80 ± 6,73 dan durasi 1-20 menit sebesar 6,85 ± 6,09. Secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p=0,003). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa durasi yang lama merupakan faktor pemicu karies karena lamanya kontak dengan rongga mulut. 11 Anak yang tidak minum susu dengan botol pada malam hari memiliki rerata deft sebesar 7,36 ± 6,25, rerata deft meningkat pada anak yang minum susu dengan botol 1-3 hari/minggu yaitu sebesar 11,11 ± 6,79. Walaupun secara statistik tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p=0,220), akan tetapi terlihat bahwa ada perbedaan antara anak yang minum susu dengan dan tanpa menggunakan botol. Hasil ini sesuai dengan teori (Almushayt et al) yang menyatakan bahwa apabila anak tertidur dengan botol tetap di mulut, susu akan menetap di mulut dalam waktu yang lama. Pada malam hari, produksi saliva akan menurun sehingga proses self cleansing pun akan terganggu. Menurunnya aliran saliva selama tidur dapat menurunkan oral

23 clearance dan dapat meningkatkan terjadinya kontak yang lama antara plak dan substrat, dan juga dapat meningkatkan tingkat kariogenitas dari substrat tersebut. 12,26 Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori pola minum susu dengan pengalaman ECC dengan kemaknaan p=0,899 (Tabel 17). Rerata deft tertinggi yaitu pada kategori pola minum susu sedang sebesar 7,81 ± 6,51, kategori baik 7,51 ± 6,32 dan kategori buruk sebesar 6,93 ± 6,46. Hal ini kemungkinan karena jumlah sampel pada kategori pola minum susu buruk sangat sedikit (13,4%). Dari kategori pola minum susu, hanya variabel durasi minum susu yang memiliki hubungan yang bermakna, hal ini berarti durasi yang lama dapat memicu peningkatan risiko karies. Hasil penelitian secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet anak dengan pengalaman ECC dengan nilai kemaknaan p=0,000 (Tabel 18). Variabel kategori perilaku diet menunjukkan rerata deft terendah diperoleh pada kategori perilaku diet baik dengan nilai 2,82 ± 2,22 dan tertinggi pada kategori perilaku diet sedang 8,87 ± 6,52. Dari keempat faktor perilaku diet yaitu pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu; hanya pola minum susu yang tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC. Pada penelitian ini terbukti bahwa perilaku diet berpengaruh terhadap terjadinya karies pada anak. Hasil yang lebih terperinci mengenai kebiasaan konsumsi anak usia bulan dapat diketahui karena pada penelitian ini menggunakan catatan analisis diet dibandingkan penelitian sebelumnya yang menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tertutup sehingga orang tua hanya akan berdasarkan pada pilihan jawaban kuesioner yang disediakan. Disarankan untuk mengevaluasi perilaku diet individu menggunakan kartu catatan diet agar dapat dievaluasi secara indvidu dan dapat memberikan nasihat diet secara individu juga.

24 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial yang sangat rentan terjadi pada anak anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perilaku diet anak seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Ada hubungan yang bermakna antara pola diet anak dengan pengalaman ECC pada anak usia bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,000). 2. Ada hubungan yang bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC pada anak usia bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,001). 3. Ada hubungan yang bermakna antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC pada anak usia bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,002). 4. Ada hubungan yang bermakna antara pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC pada anak usia bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,003). 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pola minum susu dengan pengalaman ECC pada anak usia bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,899). 6.2 Saran 1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang faktor risiko lain, terutama faktor risiko yang lebih berperan dalam proses terjadinya karies. 2. Perlu dilakukan program pencegahan melalui analisis diet dengan penjelasan kepada orang tua mengenai pola makan yang baik untuk mencegah terjadinya karies dini.

25 3. Perlu peran dari orang tua khususnya ibu dalam membentuk perilaku anak untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut anak. Misalnya dengan mengajarkan anak pola diet yang baik. 4. Perlu dilakukan program penyuluhan khususnya kepada anak TK dan playgroup untuk lebih memahami pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut sejak dini.

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Kepada Yth Ibu... Di tempat Perkenalkan saya Rezi Gustiadi, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi masih merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak, tersebar luas terutama pada daerah yang tidak ada fluoridasi air minum sehingga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Early Childhood Caries (ECC) menggambarkan kerusakan yang terjadi pada gigi desidui dengan suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita dan anak prasekolah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Early Childhood Caries (ECC) merupakan gabungan suatu penyakit dan kebiasaan yang umum terjadi pada anak dan sulit dikendalikan. 1 Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Kepada Yth Ibu... Di tempat Perkenalkan nama saya adalah Dharamjit Singh A/L Hambar Shingh. Saya adalah mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak saat ini. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut di dunia. Di negara maju dan negara yang sedang berkembang, prevalensi karies gigi cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu mendapat perhatian. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevalensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut yang baik merupakan komponen integral dari kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia dan dapat menjadi sumber infeksi yang dapat mempengaruhi beberapa penyakit sistemik.

Lebih terperinci

LEMBAR PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES GIGI ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN BAKTI/ TK ANNISA / TK AN-NIDA. 1) Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

LEMBAR PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES GIGI ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN BAKTI/ TK ANNISA / TK AN-NIDA. 1) Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan Lampiran 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES GIGI ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN BAKTI/ TK ANNISA / TK AN-NIDA NAMA PEMERIKSA : DATA ANAK Nama : 1) Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi dan gangguan gigi berlubang merupakan gangguan kesehatan gigi yang paling umum dan banyak dijumpai pada penduduk dunia, terutama pada anak. Menurut hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan bagian terpenting dalam rongga mulut, karena adanya fungsi gigi yang tidak tergantikan, antara lain untuk mengunyah makanan sehingga membantu pencernaan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Distribusi Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah anak TK yang bersekolah di TK Adisiwi sebanyak 30 anak, TK Wijaya Atmaja sebanyak 16

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional. 35 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi dapat terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi dapat terjadi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karies gigi merupakan gangguan kesehatan gigi yang paling umum dan tersebar luas di sebagian penduduk dunia. Karies merupakan suatu penyakit infeksi yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah observasional analitik. Setiap subjek hanya dikenai satu kali pengukuran tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengulangan pengukuran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi mulut anak-anak. United States Surgeon General melaporkan bahwa karies merupakan penyakit infeksi yang paling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies adalah masalah yang paling umum terjadi pada masyarakat, bukan hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan karies dapat terjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENGKONSUMSI JAJANAN DENGAN PENGALAMAN KARIES PADA GIGI SUSU ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENGKONSUMSI JAJANAN DENGAN PENGALAMAN KARIES PADA GIGI SUSU ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENGKONSUMSI JAJANAN DENGAN PENGALAMAN KARIES PADA GIGI SUSU ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di Indonesia. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian observational

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif karena dampaknya yang sangat luas sehingga

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERILAKU MENGOSOK GIGI KEBIASAAN MAKAN DAN MINUM TINGGI SUKROSA DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI PADA SISWA DI MIN JEJERAN Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak yang berada pada masa ini berkisar antara usia 6-12 tahun, masa bersekolah dalam periode ini sudah menampakkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008), berdasarkan Survei

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut.

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut. 36 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 5.1. Frekuensi distribusi tes saliva subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut masih kurang. Hal tersebut disebabkan oleh sedikitnya sosialisasi tentang kesehatan gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit mulut yang prevalensi dan morbiditasnya sangat tinggi, tidak ada satu wilayah di dunia yang bebas dari karies gigi. Karies gigi menyerang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan antara tingkat keparahan karies pada periode gigi desidui dengan riwayat penyakit gigi ibu dilakukan di beberapa tempat,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi gigi yang sering dialami oleh masyarakat Indonesia adalah karies.1 Menurut World Health Organization (WHO) karies gigi merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kotoran lain yang berada di atas permukaan gigi seperti debris, karang gigi, atau

BAB I PENDAHULUAN. kotoran lain yang berada di atas permukaan gigi seperti debris, karang gigi, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu hal yang penting dalam menjaga keseimbangan fungsi tubuh. Kebersihan gigi yaitu keadaan gigi geligi yang berada di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan pada tahun 2013 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga terjadi pada anak-anak. Karies dengan bentuk yang khas dan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga terjadi pada anak-anak. Karies dengan bentuk yang khas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi masih menjadi salah satu masalah yang paling sering terjadi pada masyarakat Indonesia, tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga terjadi pada anak-anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan gigi dan mulut saat ini masih menjadi keluhan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan gigi dan mulut saat ini masih menjadi keluhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut saat ini masih menjadi keluhan masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat gangguan sangat penting pada masa kanak-kanak karena karies gigi,

BAB I PENDAHULUAN. akibat gangguan sangat penting pada masa kanak-kanak karena karies gigi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering memengaruhi individu pada segala usia, karies gigi merupakan masalah oral yang utama pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain cross sectional. B. Populasi dan Subjek Penelitian 1. Populasi Populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentil dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Selamat Pagi/Siang, Saya Rina Silvia Srg, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi. Saya akan melakukan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu masalah di Indonesia yang perlu diperhatikan adalah masalah kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi mulut. Kebanyakan masyarakat Indonesia meremehkan masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia, demikian juga dengan kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

INDEKS DEF-T PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK SEKOTA BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN

INDEKS DEF-T PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK SEKOTA BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN INDEKS DEF-T PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK SEKOTA BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN Sri Hidayati 1, Naning K.Utami 2, Metty Amperawati 3 ABSTRAK Karies gigi adalah suatu proses kerusakan yang terbatas pada jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi adalah lesi gigi dekstruktif, progresif, yang jika tidak di obati akan mengakibatkan dektruksi total gigi yang terkena dan merupakan penyakit multifaktoria.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Geriatri. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA RATA-RATA KARIES GIGI ANTARA MASYARAKAT BALI VEGETARIAN DAN NONVEGETARIAN DI DESA BASARANG JAYA KABUPATEN KAPUAS

PERBEDAAN ANGKA RATA-RATA KARIES GIGI ANTARA MASYARAKAT BALI VEGETARIAN DAN NONVEGETARIAN DI DESA BASARANG JAYA KABUPATEN KAPUAS PERBEDAAN ANGKA RATA-RATA KARIES GIGI ANTARA MASYARAKAT BALI VEGETARIAN DAN NONVEGETARIAN DI DESA BASARANG JAYA KABUPATEN KAPUAS Fahmi Said 1, Ida Rahmawati 2 ABSTRAK Perbedaan pola makan vegetarian dan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit 24 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Penelitian yang di lakukan Nugroho bahwa dari 27,1% responden yang

BAB I PENDAHULUAN. baik. Penelitian yang di lakukan Nugroho bahwa dari 27,1% responden yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orang tua memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan anggota keluarga terutama anak. Orang tua harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan gigi dan mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif, yang memerlukan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif, yang memerlukan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Usia 6 sampai 12 tahun merupakan masa anak-anak, berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif, yang memerlukan kesehatan optimal menyeluruh termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Ruang lingkup tempat. Bandarharjo, Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Ruang lingkup tempat. Bandarharjo, Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1. Ruang lingkup tempat Penelitian ini dilakukan di Sentra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. 1 Gizi merupakan kebutuhan utama dalam setiap proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dan TK Aisyiyah Bustanul Atfal Godegan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dan TK Aisyiyah Bustanul Atfal Godegan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan kepada 32 pasangan ibu dan anak usia 3 sampai 5 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia mengikuti penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif analitik, yaitu dengan melakukan pengukuran pada sampel sebelum

Lebih terperinci

: Makanan Kariogenik, Karies Gigi, prasekolah

: Makanan Kariogenik, Karies Gigi, prasekolah DAMPAK KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK TERHADAP KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK PRA SEKOLAH (Studi Pada Anak Taman Kanak-kanak PGRI Handayani Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya) Gita Hermawati 1) Lilik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang mengkonsumsi air minum dari air PAH dan air PDAM di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. (Soetjiningsih, 1995). Pada usia tersebut anak mengalami proses

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. (Soetjiningsih, 1995). Pada usia tersebut anak mengalami proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia berkisar 3-6 tahun (Soetjiningsih, 1995). Pada usia tersebut anak mengalami proses tumbuh kembang, baik secara

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pengumpulan data klinis dilakukan mulai tanggal 10 November 2008 sampai dengan 27 November 2008 bertempat di klinik ortodonti FKG UI dan di lingkungan FK UI. Selama periode tersebut

Lebih terperinci

INFORMASI KEPADA ORANG TUA/ WALI SUBJEK PENELITIAN. Bapak/ Ibu/ Sdr... Orang Tua/ Wali Ananda... Alamat...

INFORMASI KEPADA ORANG TUA/ WALI SUBJEK PENELITIAN. Bapak/ Ibu/ Sdr... Orang Tua/ Wali Ananda... Alamat... Lampiran 1 INFORMASI KEPADA ORANG TUA/ WALI SUBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Bapak/ Ibu/ Sdr... Orang Tua/ Wali Ananda... Alamat... Bersama ini saya mohon kesediaan Bapak/ Ibu/ Sdr dapat mengizinkan ananda......untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang sangat terkait dengan faktor kesehatan, dengan kata lain hanya pada anak yang sehat dapat diharapkan terjadi proses tumbuh kembang yang

Lebih terperinci

MINUM SUSU DENGAN PENAMBAHAN GULA DAN TANPA GULA DENGAN JUMLAH KARIES ANAK USIA 3-6 TAHUN

MINUM SUSU DENGAN PENAMBAHAN GULA DAN TANPA GULA DENGAN JUMLAH KARIES ANAK USIA 3-6 TAHUN MINUM SUSU DENGAN PENAMBAHAN GULA DAN TANPA GULA DENGAN JUMLAH KARIES ANAK USIA 3-6 TAHUN 1 2 3 Utami Ariyani, Siti Sulastri, Marjana 1 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 2,3 Dosen

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi teman-teman, saya Diah Okti mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang bertujuan untuk

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang bertujuan untuk BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku kesehatan terhadap kejadian karies gigi pada murid

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep VARIABEL BEBAS Konsumsi Minuman Beralkohol Frekuensi konsumsi minuman beralkohol Banyaknya konsumsi minuman beralkohol VARIABEL TERIKAT Kejadian Obesitas Abdominal

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Pengumpulan data klinis dilakukan mulai tanggal 10 November 2008 sampai dengan tanggal 27 November 2008 di klinik orthodonti FKG UI dan di lingkungan FK UI.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Masyarakat Ruang Lingkup keilmuan Ilmu Forensik dan Medikolegal dan Ilmu Kesehatan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian one group pretest-posttest design. Adapun rancangan O 1 X O 2. Gambar 2.

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian one group pretest-posttest design. Adapun rancangan O 1 X O 2. Gambar 2. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Pre-Experimental dengan rancangan penelitian one group pretest-posttest design. Adapun rancangan penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 2 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan survei analitik yaitu untuk mencari hubungan antara dua variabel yaitu menopause dengan Sindroma Mulut Terbakar (SMT).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh (Mumpuni, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh (Mumpuni, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesejahteraan umum manusia yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya, di dalam mulut manusia terdapat lebih dari 750

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Teori Diabetes Melitus Tipe 2 Patofisiologi: Kerusakan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin Menurunnya pengambilan glukosa oleh jaringan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 27 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Eksperimental Klinis 4.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 4.2.1. Tempat Penelitian : FKG UI 4.2.2. Waktu Penelitian : November 2008 4.3. POPULASI DAN SUBYEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut pada anak-anak. Target WHO tahun 2010 adalah untuk mencapai indeks caries 1,0. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, merupakan hasil, tanda, dan gejala dari demineralisasi jaringan keras gigi secara kimia, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Early Childhood Caries (ECC) merupakan istilah yang menjelaskan suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Sentra Pengasapan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mencakup bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Data penelitian ini diperoleh dari sampel 30 anak usia 10-12 tahun di Pesantren Al-Hamidiyah, Depok yang dipilih secara acak. Penelitian ini menggunakan metode cross over, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terkait disiplin Ilmu Kesehatan Anak khusunya bagian Respirologi, Alergi & Imunologi, serta Ilmu Fisiologi. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Taman Kanak-kanak yang menjadi responden pada penelitian berjumlah empat sekolah di Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, DKI Jakarta. Keempat Taman Kanak-kanak tersebut adalah TK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol Karies gigi yang terjadi pada anak-anak atau balita dapat dijumpai berupa kerusakan gigi yang parah mengenai sebagian besar giginya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Jiwa. Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Jawa Tengah.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Jiwa. Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Jawa Tengah. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Jiwa. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Fisiologi dan Kedokteran Olahraga. rancangan one group pre- and post-test design.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Fisiologi dan Kedokteran Olahraga. rancangan one group pre- and post-test design. 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Fisiologi dan Kedokteran Olahraga. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kulit dan Kelamin 2. Ruang lingkup tempat : RSUD Tugurejo Semarang 3. Ruang lingkup waktu : Periode Agustus September

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan desain cross sectional (belah lintang), yaitu penilitian dengan cara mengobservasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu dengan variabel independen dan dependen dinilai sekaligus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Semarang Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Semarang Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai Juni 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup penelitian ini menckup bidang ilmu kesehatan masyarakat. 3.1.2 Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mencakup bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan dikonsumsinya gula. Kerusakan gigi seperti karies terkait dengan jenis gula dan frekuensi mengkonsumsi

Lebih terperinci