HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMUPUKAN TANAMAN SUWEG (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) DAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume.) PADA SISTEM TUMPANGSARI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Suweg

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

TATA CARA PENELITIAN

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN KNO 3 TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume) SITI KHALIMAH A

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TINJAUAN PUSTAKA Botani

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

KAJIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN DOSIS PUPUK MAJEMUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL UMBI TAHUN KE DUA

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Transkripsi:

13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penanaman dilakukan pada bulan Juni 2011 yaitu pada musim hujan dengan curah hujan 274.6 mm/bulan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman pada saat masa awal vegetatifnya. Suhu pada saat awal penanaman berkisar pada 26.1 0 C. Tanaman dengan perlakuan tanpa pemupukan (kontrol) mulai tumbuh pada 17 MST, sedangkan tanaman mulai tumbuh sejak 15 MST pada perlakuan pupuk disebar dan kocor (Gambar 2). Tanaman dari perlakuan pemupukan dengan cara disebar memiliki persentase pertumbuhan lebih rendah daripada tanaman dengan perlakuan cara pemberian pupuk dengan dikocor. Tanaman dengan perlakuan dikocor pada 17 MST, sudah tumbuh 100% dengan daun sudah mekar sempurna. Secara umum tanaman suweg memiliki pertumbuhan vegetatif lebih lama dibandingkan dengan tanaman iles-iles. Tanaman suweg rata-rata telah memasuki masa dorman pada 32 MST, terutama untuk perlakuan pemupukan dengan cara di kocor dan kontrol, tanaman dengan perlakuan pemberian pupuk dengan cara disebar dorman seluruhnya setelah 34 MST. Pelaksanaan panen dilakukan pada 45 MST setelah seluruh tanaman dalam petakan memasuki masa dorman. 100 Tanaman Hidup (%) 80 60 40 20 sebar kocor kontrol 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 MST Gambar 2. Persentase hidup tanaman suweg pada berbagai perlakuan cara pemberian pupuk

14 Tanaman iles-iles menunjukan pertumbuhan vegetatif yang seragam. Pada saat 15 MST, telah menghasilkan satu daun sempurna. Tanaman iles-iles mulai dorman pada 23 MST terutama pada kontrol. Tanaman iles-iles telah dorman semuanya pada 30 MST dan pelaksanaan panen dilakukan saat 36 MST. Perlakuan pemupukan menyebabkan tanaman iles-iles memasuki masa dorman lebih lama dibandingkan dengan kontrol. Tidak terdapat beda nyata waktu awal dorman pada perlakuan pupuk disebar dan kocor (Gambar 3). 100 Tanaman Hidup (%) 80 60 40 20 sebar kocor kontrol 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 MST Gambar 3. Persentase hidup tanaman iles-iles pada berbagai perlakuan cara pemberian pupuk Secara umum keadaan pertumbuhan tanaman di lapang tergolong baik. Pengendalian hama terutama ulat dan belalang dilakukan dengan cara manual setiap kali pengamatan dan kutu kebul (Bemisia tabaci) yang menyerang tanaman dibersihkan secara manual dengan melap daun hingga bersih (Gambar 4). Penyakit yang menyerang tanaman diantaranya busuk pangkal petiol menyerang 0.69% pertanaman dan daun terbakar pada tanaman iles-iles menyerang 0.4% dari seluruh pertanaman (Gambar 5). Pengendalian gulma dilakukan secara manual sebanyak 3 kali. Gulma yang tumbuh di lahan penelitian antara lain Mimosa invisa, Boreria alata, Caladium bicolor dan Asystacia sp (Gambar 6).

15 A B C Gambar 4. Hama yang menyerang tanaman suweg dan iles-iles di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Darmaga. A. Ulat Hijau B. Belalang (Oxya sp) C. Kutu Putih (Bemisia tabacci) A B Gambar 5. Penyakit yang menyerang tanaman iles-iles. A. Patah pangkal petiol yang disebabkan oleh fusarium. B. Anak daun iles-iles mengering secara sporadis sehingga menurunkan kapasitas fotosintesis

16 A B C D Gambar 6. Gulma yang tumbuh di lahan percobaan di Kebun Percobaan Leuwikopo. A. Boreria alata. B. Mimosa invisa. C. Asystacia sp, dan D. Caladium bicolor Tinggi Tanaman Perlakuan cara pemberian pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman iles-iles pada 21 MST sampai akhir pengamatan, tanaman yang memiliki panjang petiol paling tinggi yaitu tanaman kontrol mencapai 72 cm. sementara cara pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman suweg pada 19MST sampai 21 MST. Adanya batasan pengaruh tersebut diduga berkaitan dengan meningkatnya curah hujan dari 256.0 mm/bulan menjadi 457 mm/bulan. Curah hujan tinggi tersebut dapat melarutkan hara-hara yang terdapat dalam tanah dari pupuk kandang atau pupuk NPK yang diberikan terutama pada perlakuan dikocor. Selain itu tinggi tanaman sebagai refleksi dari panjang petiol tidak berubah setelah mencapai panjang maksimal. Suweg dan iles-iles termasuk monokotil dan memiliki pertumbuhan yang cenderung determinate. Tinggi tanaman suweg rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman iles-iles (Tabel 1).

17 Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk Umur Tanaman (MST) 19 20 21 22 23 24 25 26 cm Iles-iles Kocor 63.00a 63.10a 63.50ab 63.60ab 63.20ab 62.60ab 62.60ab 62.60ab Sebar 55.00a 55.40a 55.90b 56.70ab 56.30b 56.40b 57.40b 57.40b Kontrol 69.60a 69.80a 71.40a 72.60a 71.90a 72.00a 72.00a 72.00a Suweg Kocor 75.20a 78.90a 83.30a 87.00a 84.50a 84.60a 81.10a 81.10a Sebar 69.80a 73.90a 82.20a 84.40a 90.60a 94.20a 93.90a 94.00a Kontrol 32.90b 50.60b 65.80b 74.30a 78.80a 81.90a 86.90a 86.90a pada uji DMRT taraf 5% Petiol A.muelleri terlihat normal, memiliki corak bintik dan garis-garis vertikal. A. paeoniifolius memiliki banyak variasi warna petiole yaitu hijau tua, abu-abu, kemerahan, putih dan merah muda. Warna dasar petiol kedua spesies yang diuji adalah hijau. Diameter Batang Diameter batang tanaman iles-iles tidak berbeda nyata baik pada bagian atas (Tabel 2), tengah (Tabel 3) dan bawah (Tabel 4) pada tanaman yang diberi perlakuan pupuk dan kontrol. Cara pemberian pupuk nyata mempengaruhi ukuran diameter bagian atas pada seluruh pengamatan, diameter paling lebar adalah tanaman yang dipupuk dengan cara disebar mencapai 2.25 cm (Tabel 2). Diameter tanaman bagian bawah menunjukan berbeda nyata pada pengamatan 19 MST dan 20 MST, setelah itu seluruh diameter tanaman tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan (Tabel 4). Khalimah (2011) mengemukakan bahwa setelah diameter iles-iles mencapai maksimal, selanjutnya terjadi penurunan diameter. Hal tersebut diduga karena kandungan air dalam petiole semakin berkurang dan mulai senescence (Gambar 7).

18 Gambar 7. Bentuk petiole tanaman iles-iles yang telah mengkerut sebagai salah satu indikator daun telah senescence Tabel 2. Rata-rata diameter petiol bagian atas tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk Umur Tanaman (MST) 19 20 21 22 23 24 25 26 cm Iles-iles Kocor 1.41a 1.44a 1.47a 1.48a 1.48a 1.49a 1.49a 1.48a Sebar 1.31a 1.32a 1.32a 1.33a 1.34a 1.33a 1.32a 1.38a Kontrol 1.27a 1.32a 1.41a 1.33a 1.35a 1.38a 1.38a 1.33a Suweg Kocor 2.07a 2.16a 2.20a 2.22a 2.23a 2.24ab 2.24ab 2.24ab Sebar 1.93ab 2.01ab 2.15ab 2.25a 2.35a 2.42a 2.44a 2.25a Kontrol 1.65b 1.73b 1.88b 1.88b 2.06b 2.08b 2.11b 2.12b pada uji DMRT taraf 5%. Tabel 3. Rata-rata diameter petiol bagian tengah tanaman suweg dan ilesiles pada berbagai cara pemberian pupuk Umur Tanaman (MST) 19 20 21 22 23 24 25 26 cm Iles-iles Kocor 1.76a 1.76a 1.77a 1.67a 1.77a 1.68a 1.88a 1.87a Sebar 1.62a 1.65a 1.66a 1.78a 1.69a 1.68a 1.66a 1.83a Kontrol 1.70a 1.72a 1.75a 1.81a 1.83a 1.83a 1.83a 1.66a Suweg Kocor 2.57a 2.65a 2.68a 2.68a 2.69a 2.67a 2.67a 2.66a Sebar 2.42a 2.52a 2.74a 2.78a 2.87a 2.89a 2.90a 2.90a Kontrol 2.16a 2.33a 2.44a 2.58a 2.64a 2.67a 2.66a 2.66a pada uji DMRT taraf 5%

19 Tabel 4. Rata-rata diameter petiol bagian bawah tanaman suweg dan ilesiles pada berbagai cara pemberian pupuk Umur Tanaman (MST) 19 20 21 22 23 24 25 26 cm Iles-iles Kocor 2.58a 2.38a 2.37a 2.37a 2.39a 2.40a 2.40a 2.40a Sebar 2.25a 2.29a 2.35a 2.31a 2.29a 2.23a 2.23a 2.23a Kontrol 2.29a 2.30a 2.29a 2.38a 2.41a 2.41a 2.41a 2.41a Suweg Kocor 3.39a 3.5a 3.64a 3.72a 3.77a 3.83a 3.72a 3.72a Sebar 3.22a 3.36a 3.53a 3.65a 3.89a 3.96a 3.96a 3.96a Kontrol 2.65b 2.88b 3.23a 3.50a 3.58a 3.64a 3.64a 3.64a pada uji DMRT taraf 5%. Panjang Rachis dan Lebar Kanopi Perlakuan cara pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang rachis tanaman iles-iles, tetapi memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang rachis tanaman suweg. Tanaman suweg hasil perlakuan pemupukan dengan cara disebar memberikan respon panjang rachis terbaik yaitu mencapai 67.20 cm pada pengamatan 26 MST (Tabel 5). Begitujuga, perlakuan pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh nyata pada lebar kanopi tanaman iles-iles. Cara pemberian pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap lebar kanopi tanaman suweg. Tanaman suweg hasil perlakuan pemupukan dengan disebar dan dikocor memiliki pengaruh terbaik mencapai 128 cm dan 118 cm (Tabel 6). Rachis yang panjang dengan lebar kanopi yang besar harapannya dapat menunjang peningkatan kapasitas fotosintesis. Sugiyama dan Santosa (2008) menyatakan bahwa saat anak daun telah mekar sempurna, lebar kanopi pada iles-iles dapat mencapai 100-125 cm.

20 Tabel 5. Rata - rata panjang rachis tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk Umur Tanaman (MST) 19 20 21 22 23 24 25 26 cm Iles-iles Kocor 44.70a 45.40a 46.00a 46.10a 46.90a 47.30a 47.30a 47.30a Sebar 56.60a 58.60a 58.40a 58.40a 58.60a 58.70a 58.80a 58.80a Kontrol 39.90a 40.30a 40.60a 40.70a 40.70a 41.00a 41.00a 41.00a Suweg Kocor 31.90b 32.00c 33.70c 33.80c 34.20b 34.50b 34.50b 34.50b Sebar 63.60a 64.90a 65.40a 66.60a 67.00a 67.20a 67.20a 67.20a Kontrol 43.40a 46.70b 49.00b 51.20b 54.90a 58.70a 58.90a 58.90a pada uji DMRT taraf 5%. Tabel 6. Lebar kanopi tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk Umur Tanaman (MST) 19 20 21 22 23 24 25 26 cm Iles-iles Kocor 72.40a 73.30a 75.20a 75.90a 76.90a 77.50a 77.30a 77.30a Sebar 67.80a 77.50a 68.20a 69.00a 70.00a 70.70a 70.90a 70.90a Kontrol 77.20a 77.50a 79.10a 82.00a 82.80a 82.20a 82.30a 82.30a Suweg Kocor 99.60a 105.70a 110.20a 112.60a 117.60a 128.10a 128.10a 128.10a Sebar 91.00ab 92.00ab 100.00ab 111.00a 115.10a 118.50a 118.60a 118.60a Kontrol 78.80b 84.20b 89.40b 94.60b 99.40b 103.10b 103.30b 103.30b pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah Anak Daun Cara pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman iles-iles dan suweg pada peubah jumlah anak daun setiap pengamatan (Tabel 7). Menurut Setiasih (2008) pemberian pupuk K memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah anak daun pada tanaman iles-iles. Pemberian pupuk K sebanyak 100 kg/ha meningkatkan jumlah anak daun pada daun ke 2 dan ke 3 tanaman iles-iles. Bentuk anak daun suweg kecil-kecil jumlahnya sangat banyak (Gambar 1.A) suweg memiliki tipe anak daun accuminate dan bentuk anak daun iles-iles cenderung besar-besar dan lebih sedikit

21 jumlahnya (Gambar 1.B) sebagian besar iles-iles memiliki tipe anak daun bentuk cuspidate (Sugiyama and Santosa, 2008). Tabel 7. Jumlah anak daun tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk Umur Tanaman (MST) 15 19 23 Iles-iles Kocor 32.80a 32.70a 32.70a Sebar 31.80a 31.80a 31.80a Kontrol 32.70a 32.70a 32.70a Suweg Kocor 290.10a 312.60a 315.20a Sebar 264.40a 279.00a 279.00a Kontrol 278.50a 278.50a 271.00a pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah Bulbil Iles-iles Jumlah bulbil pada tanaman iles-iles tidak berbeda nyata pada perlakuan pemberian pupuk dengan cara disebar, kocor dan kontrol pada saat 15 MST dan 19 MST. Pada pengamatan 23 MST perlakuan pemupukan dengan cara disebar menunjukan peningkatan jumlah bulbil. Perlakuan disebar meningkat lebih tinggi yaitu 4.50 bulbil diduga karena persediaan unsur hara yang diberikan masih tersedia. Sementara untuk perlakuan kontrol memiliki jumlah bulbil yang lebih sedikit (Tabel 8). Tabel 8. Rata-rata jumlah bulbil tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk Umur Tanaman (MST) Perlakuan 15 19 23 Kocor 2.88a 3.11a 3.37ab Sebar 3.00a 3.37a 4.50a Kontrol 2.80a 2.80a 2.80b pada uji DMRT taraf 5%

22 Jumlah bulbil sangat bergantung pada jumlah percabangan daun, dan lebar kanopi. Sugiyama dan Santosa (2008) menyatakan iles-iles memiliki bulbil di pusat percabangan dan sepanjang tiga rachis utama. Bulbil atau umbi udara terlihat 1-1.5 bulan setelah tanam dan daun telah berkembang sempurna. Bulbil matang berwarna coklat terang atau abu-abu tua. Jumlah bulbil berkisar dari satu sampai 50, tergantung pada ukuran tanaman. Tanaman berumur 2 tahun biasanya memiliki 16-20 bulbil. Diameter bulbil dari 1-5 cm (3-60 g), tergantung posisinya pada rachis dan ukuran tanaman. Bulbil yang terletak di tengah rachis biasanya memiliki ukuran paling besar. Jumlah dan Bobot Cormel Cara pemberian pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah cormel dan bobot cormel pada tanaman suweg. Pemupukan dengan disebar menghasilkan jumlah rata-rata cormel lebih banyak mencapai 7.9 cormel dan bobot cormel lebih berat dibanding dengan perlakuan lain yaitu mencapai 150 g (Tabel 9). Ukuran maksimum cormel dan bulbil diproduksi oleh suweg dan iles-iles, masing-masing adalah sekitar 100 g. Cormel dan bulbil dengan ukuran besar dapat menghasilkan umbi baru yang lebih besar bila digunakan sebagai bahan tanam. Oleh karena itu, petani mengunakan sejumlah besar cormel besar dan bulbil sebagai bahan tanam saat budidaya selanjutnya (Sugiyama dan Santosa 2008). Tabel 9. Rata-rata jumlah dan bobot cormel dari umbi suweg pada berbagai cara pemberian pupuk Perlakuan Jumlah cormel Bobot cormel (g) Kocor 5.90ab 45.00ab Sebar 7.90a 150.00a Kontrol 1.50b 6.80b pada uji DMRT taraf 5%

23 Panen Panen dilaksanakan setelah seluruh tanaman memasuki masa dorman. Panen tanaman suweg dilakukan 45 MST dan 36 MST untuk tanaman iles-iles. Iles-iles lebih dulu dipanen karena dikhawatirkan jika dipanen bersamaan dengan suweg tanaman akan bertunas dan memasuki masa vegetatif selanjutnya. Panen iles-iles sebaiknya dilakukan pada keadaan kadar glukomanan umbi maksimum, yaitu setelah tanaman memasuki masa dorman, pada saat dorman hasil umbi maupun glukomanannya juga semakin besar (Sumarwoto, 2005). Cara pemupukan tidak berpengaruh nyata pada tanaman untuk peubah panen tanaman iles-iles. Aplikasi pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap pengamatan parameter panen tanamn suweg. Cara pemupukan dengan disebar menghasilkan bobot umbi kering 221 g, bobot umbi panen 1152 g, bobot hasil total mencapai 28 ton/ha, diameter umbi 8.05 cm dan tinggi umbi 13.00 cm. Perlakuan pemupukan dengan cara dikocor berbeda tidak nyata dengan perlakuan pemupukan dengan cara disebar pada tanaman suweg (Tabel 10). Tingginya akumulasi bobot kering pada umbi suweg dibandingkan dengan iles-iles diduga karena umur vegetatif tanaman suweg yang lebih lama. Lama masa vegetatif akan berkorelasi dengan durasi berfotosintesis lebih panjang sehingga tanaman mampu membentuk umbi yang lebih besar. Tabel 10. Bobot panen dan bobot kering umbi serta ukuran umbi iles-iles dan suweg dari berbagai perlakuan pemberian pupuk pada uji DMRT taraf 5%.

24 Hasil penelitian Sumarwoto (2005) menunjukan bahwa penambahan pupuk kandang memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas dan garis tengah umbi. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi pemberian pupuk kandang, semakin besar garis tengah umbi dan semakin tinggi kecepatan tumbuh tunas. Dosis pupuk kandang yang digunakan dalam penelitian Sumarwoto (2005) dari 1 7 ton/ha.

Tabel 11. Persentase klasifikasi bobot umbi suweg pada setiap petakan dari perlakuan pemberian pupuk yang berbeda Klasifikasi Bobot Basah Umbi Suweg (gram) Perlakuan 201-401- 601-801- 1001-1201- 1401-1601- 1801- < 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 >2000...%... Sebar 2 12.90 12.90 12.9 12.90 6.45 9.68 19.35 3.23 3.23-6.45 Sebar 3 86.11 11.11 1.39 1.39 - - - - - - - Kocor 2 23.33 30.00 10.00 13.33 3.33 6.67 3.33 3.33 3.33-3.33 Kocor 3 84.51 14.08 1.41 - - - - - - - - Kontrol 2 14.28 17.86 14.28 28.57 7.14 3.57 3.57-3.57-7.14 Kontrol 3 88.24 7.84 3.92 - - - - - - - - Keterangan : Data diperoleh dari seluruh tanaman per petak Tabel 12. Persentase klasifikasi bobot umbi iles iles pada setiap petakan dari perlakuan pemberian pupuk yang berbeda Klasifikasi Bobot Basah Umbi Iles-iles (gram) Perlakuan 201-401- 601-801- 1001-1201- 1401-1601- 1801- < 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 >2000... %.. Sebar 2-8.57 25.71 25.71 28.56 5.72 2.86 2.86 - - - Sebar 3 94.51 5.48 - - - - - - - - - Kocor 2 2.86 28.57 45.71 19.99 2.86 - - - - - - Kocor 3 90.41 9.59 - - - - - - - - - Kontrol 2 11.43 60.00 22.85 5.71 - - - - - - - Kontrol 3 94.92 5.08 - - - - - - - - - Keterangan : Data diperoleh dari seluruh tanaman per petak 25 25

26 Keseragaman Umbi Keseragaman umbi merupakan aspek penting pada pasca panen, karena akan mempermudah dalam pengolahan selanjutnya, terutama pada pengupasan menggunakan mesin. Umbi suweg yang memiliki keseragaman paling tinggi yaitu perlakuan pemupukan dengan cara disebar pada ulangan 3, kocor pada ulangan 3 dan kontrol pada ulangan 3. Tingkat keseragaman yaitu berturut-turut 86.11%, 84.51% dan 88.24% pada ukuran keseragaman bobot kurang dari 200 g (Tabel 11). Jika ukuran umbi terlalu kecil sebaiknya tidak dipanen tapi dibiarkan untuk pertanaman selanjutnya. Hobir (2002) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ukuran bibit umbi 200 g nyata menghasilkan pertumbuhan dan produksi umbi yang lebih tinggi. Umbi iles-iles memiliki keseragaman yang tinggi pada perlakuan pemupukan dengan cara disebar ulangan 3, kocor ulangan 3 dan kontrol ulangan 3 dengan nilai 94.51%, 90.41% dan 94.92% pada ukuran keseragaman bobot kurang dari 200 g (Tabel 12). Keseragaman bobot 201 g 400 g mencapai 60.00% pada perlakuan kontrol. Kesehatan Umbi Persentase kesehatan umbi pada setiap petak percobaan rata-rata lebih dari 90% bahkan ada yang mencapai 100%. Namun ada petak percobaan yang kesehatan umbinya 81.6% (Tabel 13). Iles-iles memiliki rata-rata umbi abnormal lebih tinggi dibandingkan dengan suweg. Tingginya angka umbi abnormal ilesiles diduga ada kaitannya dengan agroekologi percobaan yang relatif lembab. Penyebaran iles-iles di Indonesia utamanya di wilayah-wilayah kering. Namun dugaan abnormalitas berkaitan dengan agroekologi masih perlu kajian lebih lanjut. Abnormalitas umumnya berkaitan dengan serangan hama penyakit. Umbi yang sehat merupakan prasyarat agar tepung yang dihasilkan berkualitas tinggi (Gambar 9). Pada percobaan yang dilakukan juga terdapat umbi abnormal dalam umbinya terdapat benjolan seperti gelembung balon, jika dibuka terlihat seperti rongga udara (Gambar 11). Umbi yang busuk ada yang sampai bentuk umbinya tidak utuh lagi (Gambar 10.A). Penyakit busuk kering (dry rot) disebabkan oleh

27 Batryodiplodian theobromae (Kasno et al., 2007) dan ada yang di luar hanya lubang kecil tetapi dalam umbinya sudah terdapat lubang panjang dan busuk (Gambar 10.B). Busuk umbi (foot rot) juga disebabkan oleh Sclerotium rolfsii (Kasno et al 2007). Umbi terinfeksi Fusarium sp. (Gambar 10.C) terlihat masih utuh dari luar tetapi setelah dikupas umbi terasa lunak, sedikit layu dan mengandung banyak air dan jika di tekan terlalu kuat umbi akan hancur. Menurut Sugiyama dan Santosa (2008) di Bogor, Jawa Barat, beberapa umbi iles-iles dan suweg ditemukan terinfeksi oleh penyakit sebabkan oleh Rhizoctonia solani, Fusarium sp. dan Sclerotium sp. Busuk akar atau busuk basah pada pangkal petiol menyebar dengan sangat cepat, terutama ketika hari-hari panas kemudian berlanjut setelah itu hujan deras. Ketika umbi terinfeksi Sclerotium, bagian-bagian yang terinfeksi menjadi putih oleh miselia dan akhirnya umbi menjadi busuk. Tangkai daun bagian dekat permukaan tanah mudah terinfeksi oleh jamur tersebut. Tabel 13. Persentase kesehatan umbi hasil panen pada setiap petak percobaan tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk Spesies Perlakuan Ulangan Umbi Sehat (%) Kocor 1 90 Kocor 2 90 Iles-iles Sebar 1 100 Sebar 2 90 Kontrol 1 97.5 Kontrol 2 92.5 Kocor 1 81.6 Kocor 2 98.6 Suweg Sebar 1 94.3 Sebar 2 100 Kontrol 1 94 Kontrol 2 98.2 Keterangan : Data diperoleh dari bobot umbi tanaman per petak percobaan bukan contoh sehingga tidak cocok untuk dilakukan analisis statistik.

28 A B Gambar 8. Kondisi umbi hasil panen yang sehat. A. Irisan umbi suweg sehat terlihat putih bersih. B. Umbi utuh tanaman iles-iles yang sehat A B C Gambar 9. Kondisi kesehatan beberapa umbi iles-iles dan suweg akibat serangan hama dan penyakit; A. Umbi iles-iles busuk kering akibat seragan penyakit. B. Umbi suweg terkena penyakit busuk basah C. Kondisi umbi suweg yang terkena penyakit busuk Fusarium sp

29 Gambar 10. Bentuk umbi iles-iles abnormal karena serangan penyakit balon. Penyebab penyakit balon belum diketahui Pembahasan Cara pemupukan dengan cara disebar lebih efektif dalam mendukung pertumbuhan tanaman iles-iles dan suweg dibandingkan dengan cara dikocor. Pemupukan disebar mampu menyediakan unsur hara dalam waktu yang lebih lama (slow release), karena hara yang diberikan tidak langsung larut dalam air. Efektifitas cara tersebut dapat di lihat dari tanaman yang dipupuk dengan cara disebar lebih lama memasuki waktu dorman (Gambar 2 dan 3), yang berarti, periode vegetatif lebih lama sehingga memungkinkan tanaman mengakumulasi hasil lebih tinggi. Cara pemupukan ini lebih efektif diduga karena selama masa pertanaman curah hujan cenderung semakin tinggi. Pupuk butiran yang diberikan membutuhkan air untuk pelarut agar pupuk dapat diserap oleh akar, hal ini menjadikan pupuk relatif lebih tersedia untuk tanaman. Pemupukan dengan cara dikocor mampu menyediakan unsur hara secara cepat, karena hara yang diberikan sudah dilarutkan dalam air. Namun pada saat percobaan, curah hujan cenderung tinggi maka hara dari pupuk diduga sebagian besar tercuci karena terbawa air hujan. Dengan demikian tanaman lebih cepat memasuki masa dorman. Cara pemupukan dengan dikocor lebih tepat digunakan jika curah hujan rendah dengan intensitas pemberian pupuk lebih sering.

30 Pemupukan pada iles-iles menambah jumlah bulbil. Tanaman yang diberi pupuk jumlah bulbilnya meningkat pada setiap pengamatan. Jumlah bulbil yang banyak dapat berarti meningkatnya jumlah bahan tanam pada pertanaman selanjutnya. Cara aplikasi pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap kesehatan umbi. Aplikasi pemupukan dengan cara di kocor menunjukan tingkat kesehatan umbi yang lebih baik untuk spesies suweg maupun iles-iles (Tabel 13). Cara aplikasi pemupukan dengan disebar, memiliki kesehatan umbi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini diduga karena curah hujan yang tinggi yaitu mencapai 548.9 mm pada bulan Februari dengan kelembaban mencapai 87% dapat memicu pertumbuhan hama penyakit yang lebih besar. Kondisi kelembaban dan curah hujan tinggi memungkinkan banyak penyakit menyerang tanaman percobaan. Pada akhir bulan Februari, secara umum tanaman percobaan mencapai masa dorman. Tanaman dengan perlakuan disebar masih lebih banyak yang belum memasuki masa dorman sehingga peluang untuk terserang penyakit lebih banyak dan mempengaruhi kesehatan umbi. Selain karena faktor lingkungan, status hara tanah juga diduga berperan dalam keberadaan hama penyakit. Tanaman penghasil umbi jika kelebihan suplai N akan mengalami penipisan dinding sel yang menyebabkan vigor (ketegaran) batang menurun, sehingga menyebabkan tanaman lebih peka terhadap serangan hama dan penyakit (Hanafiah, 2007). Apabila pupuk N diberikan dalam jumlah besar, maka cadangan karbohidrat dalam tanaman diduga akan menurun. Penurunan tersebut karena tanaman memasuki masa vegetatif yang lebih lama. Selain itu, status N akan mempengaruhi asimilasi N yang merangsang penggunaan cadangan karbohidrat dalam tanaman yang kemudian mempengaruhi produksi. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya gejala kekurangan atau kelebihan unsur K. Namun tingginya angka umbi abnormal pada iles-iles (Tabel 13), mengindikasikan adanya tanaman yang mengalami masalah terkait dugaan defisiensi unsur K. Tanda-tanda defisiensi K antara lain akan meningkatkan kerentanan terhadap serangan penyakit seperti kerusakan batang dan busuk akar. Unsur K berfungsi sebagai pengimbang atau penetral efek dari

31 kelebihan N. Tanaman yang kelebihan unsur N menjadi lebih sukulen sehingga lebih mudah terserang hama penyakit dan rapuh. Unsur K meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat penebalan dinding sel dan ketegaran batang (Hanafiah, 2007). Penelitian ini menunjukan perlunya pemupukan pada tanaman iles-iles dan suweg yang ditanam secara tumpangsari. Pada sistem tumpangsari, kondisi hara dalam tanah umumnya lebih dinamis dibandingkan dengan tanaman monokultur. Adanya serasah yang dihasilkan oleh penaung dalam hal ini tanaman kopi, diduga meningkatkan suplai hara seperti NPK. Akibatnya, perbedaan tanaman iles-iles yang diaplikasikan pemupukan pada percobaan ini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan kontrol, tidak tergantung pada cara pemberian pupuk. Tanaman suweg diduga lebih responsif terhadap aplikasi pupuk NPK tambahan, hal ini dapat terlihat dari parameter hasil pengamatan pertumbuhan ataupun parameter pengamatan hasil. Tanaman yang diaplikasikan pemupukan memiliki hasil lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi pemupukan yang paling baik mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman suweg adalah cara pemupukan dengan disebar. Perbedaan respon tanaman terhadap pemupukan yang menjadikan hasil panen berbeda karena kandungan umbi yang dihasilkan juga berbeda. Untuk tanaman suweg seluruh energi yang dihasilkan dari fotosintesis disintesis membentuk pati, sementara untuk tanaman iles-iles seluruh energi yang dihasilkan dari fotosintesis setelah disintesis menjadi pati harus disintesis kembali menjadi glukomanan. Secara teoritis, pemupukan dengan cara dikocor akan lebih memudahkan tanaman dalam menyerap unsur hara. Namun, ada dugaan bahwa sistem perakaran iles-iles dan suweg tidak terlalu efektif dalam mengoptimalkan hara yang tersedia cepat tersebut. Khalimah (2011) melakukan percobaan pemupukan iles-iles melalui daun (disemprot) menunjukan bahwa daun iles-iles relatif sensitif terhadap pemupukan via daun yaitu daun-daun mudah terbakar oleh pupuk. Dengan demikian, penelitian ini masih perlu untuk dilanjutkan pada tata cara pemberian pupuk yang lebih efektif pada tanaman iles-iles dan suweg.