4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KEPITING PASIR DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN ENI MEGAWATI SKRIPSI

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER KEPITING PASIR

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

ASPEK PERTUMBUHAN UNDUR-UNDUR LAUT, Emerita emeritus DARI PANTAI BERPASIR KABUPATEN KEBUMEN Ali Mashar* dan Yusli Wardiatno

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Penentuan Parameter Desain Alat Penangkap Undur-Undur Laut di Cilacap dan Kebumen

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BIOLOGI REPRODUKSI UNDUR-UNDUR LAUT EMERITA EMERITUS DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH DEWI AYU KUSUMAWARDANI

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

ANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA ABSTRAK

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

KOMPOSISI JENIS DAN ASPEK BIOLOGI IKAN PARI LAMPENGAN (Mobulidae) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

3. METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

3. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.2. Struktur Komunitas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

BIOLOGI POPULASI UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA: HIPPIDAE) DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH ALI MASHAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Komposisi Jenis Berdasarkan hasil pengambilan sampel yang telah dilakukan selama 3 bulan, ditemukan 3 jenis kepiting pasir yang terdiri dari jenis Famili Hippidae yaitu Emerita emeritus dan Hippa ovalis, sedangkan jenis dari Famili Albunidae yaitu Albunea sp. Berikut ini merupakan gambar spesies yang ditemukan selama penelitian berlangsung yang disajikan pada Gambar 8 dan komposisi jenis yang didapatkan selama penelitian disajikan pada Gambar 9. (a) (b) (c) Gambar 8. (a) Emerita emeritus (b) Hippa ovalis (c) Albunea 25 N= 27 ekor 2 15 Jumlah 1 5 Albunea Emerita emeritus Hippa ovalis Gambar 9. Jumlah kepiting pasir yang tertangkap 17

18 Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa jenis Emerita emeritus lebih mendominasi dibandingkan dua jenis lainnya yaitu Albunea dan Hippa ovalis. Dari total kepiting pasir sejumlah 27 ekor yang ditemukan selama penelitian, kepiting pasir jenis Emerita emeritus ditemukan paling banyak yaitu 23 ekor, kemudian jenis Hippa ovalis sebanyak 56 ekor, dan Albunea 11 ekor. 4.1.2 Hubungan panjang karapas dengan berat total Perbandingan panjang dan berat kepiting pasir jenis Emerita emeritus disajikan pada gambar 1, sedangkan jenis Hippa ovalis disajikan pada gambar 11. Berattotal(gram) 15 1 5 W=,2CL2,379 R2=,727 N= 159 1 2 3 4 Berattotal(gram) 15 1 5 W =,1CL2,413 R² =,651 N = 25 1 2 3 4 Berattotal(gram) 15 1 5 W =,2CL2,426 R2 =,728 N= 184 1 2 3 4 Panjang Karapas (mm) Gambar 1. Perbandingan hubungan panjang karapas dan berat Emerita emeritus yang bertelur, tidak, dan total 18

19 Berdasarkan Gambar 1, menjelaskan mengenai hubungan panjang karapas dan berat Emerita emeritus yang bertelur, tidak bertelur, dan total. Didapatkan nilai b yang berbeda. Nilai b Emerita emeritus yang bertelur menunjukkan nilai 2,379, tidak bertelur yaitu 2,413, dan total yaitu 2,426. Berdasarkan nilai b tersebut, pola pertumbuhan kepiting pasir jenis Emerita emeritus yaitu allometrik negatif yang berarti pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertumbuhan berat. Berattotal(gram) 2 15 1 5 W =,CL2,93 R2 =,81 N = 15 1 2 3 4 5 2 Berattotal(gram) 15 1 5 W =,2CL1,677 R2 =,559 N = 3 1 2 3 4 5 Berattotal(gram) 2 15 1 5 W =,x2,656 R2 =,882 N = 3 1 2 3 4 5 Panjang Karapas (mm) Gambar 11. Perbandingan hubungan panjang karapas dan berat Hippa ovalis bertelur, tidak bertelur, dan total. 19

2 Berdasarkan Gambar 11, menjelaskan mengenai perbandingan hubungan panjang karapas dan berat Hippa ovalis yang bertelur, tidak bertelur, dan total. Didapatkan perbedaan pada ketiganya. Hal ini terlihat dari nilai b yang berbeda. Nilai b Hippa ovalis yang bertelur menunjukkan nilai 2,93, tidak bertelur yaitu 1,677, dan total yaitu 2,656. Berdasarkan nilai b tersebut, didapatkan pola pertumbuhan kepiting pasir jenis Hippa ovalis yaitu allometrik negatif. Hal ini dikarenakan nilai b yang kurang dari 3 yang berarti pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertumbuhan berat. 4.1.3 Distribusi Ukuran Selang Kelas Panjang Distribusi ukuran selang kelas panjang merupakan sebaran jumlah kepiting pasir pada setiap selang kelas panjang yang dihitung per satuan panjang karapas. Distribusi frekuensi panjang Emerita emeritus dan Hippa ovalis akan disajikan pada Gambar 12 dan 13. 3 25 2 Jumlah(ekor) 15 1 5 N= 23 Maret April Mei 19-2 21-22 23-24 25-26 27-28 29-3 31-32 33-34 Ukuran selang kelas panjang karapas (mm) Gambar 12. Distribusi ukuran selang kelas panjang Emerita emeritus 2

21 3 25 2 Jumlah(ekor) 15 1 N= 56 Maret April Mei 5 15-18 19-22 23-26 27-3 31-34 35-38 39-42 ukuran selang kelas panjang karapas (mm) Gambar 13. Distribusi frekuensi panjang Hippa ovalis Gambar 12 dan 13 menunjukkan sebaran ukuran selang kelas panjang Emerita emeritus dan Hippa ovalis selama penelitian. Jumlah total Emerita emeritus sebanyak 23 ekor yang tersebar dengan panjang karapas minimum yaitu 19 mm dan panjang karapas maksimum yaitu 34 mm. Jumlah terbanyak berada pada selang kelas panjang 3-31 mm. Ukuran terkecil spesies yang bertelur yaitu 22 mm dan yang terbesar yaitu ukuran 34 mm. Sementara itu, Hippa ovalis didapatkan sebanyak 56 ekor dengan panjang karapas minimum yaitu 15 mm dan panjang karapas maksimum yaitu 39 mm. Jumlah terbanyak pada selang kelas panjang 23-26 mm, ukuran terkecil spesies yang bertelur yaitu 22 mm dan yang terbesar yaitu 39 mm. 4.1.4 Nisbah Kelamin Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah kepiting pasir jantan dibandingkan dengan jumlah kepiting pasir betinanya. Idealnya untuk populasi dialam rasionya adalah 1 yang bererti 1 jantan, 1 betina. Nisbah kelamin Emerita emeritus dan Hippa ovalis akan disajikan pada Tabel 1 dan 2. 21

22 Table 1. Nisbah kelamin Emerita emeritus Selang Kelas (mm) Betina Jantan Jantan/Betina X 2 Hitung X 2 Tabel 19-2 2, 2,5 3,8 21-22 5, 5,2 3,8 23-24 14, 14,7 3,8 25-26 34 8,235 16,12 3,8 27-28 39 4,13 25,4 3,8 29-3 58 5,86 44,6 3,8 31-32 29 1,34 26,17 3,8 33-34 3 1,333 1,25 3,8 Total 184 19,13 134,12 3,8 Tabel 1 menjelaskan nisbah kelamin kepiting pasir jenis Emerita emeritus selama penelitian. Berdasarkan analisis chi-square dengan uji lanjut dengan koreksi Yate, pada selang kelas panjang 19-2 mm dan selang kelas panjang 33-34 mm terlihat nilai X 2 hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai X 2 tabel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan secara nyata antara jumlah jantan dengan jumlah betinanya. Akan tetapi secara total, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai X 2 hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai X 2 tabel. Hal ini berarti terdapat perbedaan secara nyata antara jumlah jantan dengan jumlah betinanya. Table 2. Nisbah kelamin Hippa ovalis Selang kelas (mm) Betina Jantan Jantan/Betina X 2 Hitung X 2 Tabel 15-18 1 4 4,,8 3,8 19-22 7 2,29 1,78 3,8 23-26 9 14 1,56,7 3,8 27-3 9 5,56,64 3,8 31-34 1 1 1,,5 3,8 35-38 2,,5 3,8 39-42 1, 4, 3,8 Total 3 26,87,16 3,8 Tabel 2 menjelaskan nisbah kelamin kepiting pasir jenis Hippa ovalis selama penelitian. Berdasarkan analisis chi-square dengan uji lanjut dengan koreksi Yate, pada selang kelas panjang 39-4 mm terlihat nilai X 2 hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai X 2 tabel. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan secara 22

23 nyata antara jumlah jantan dengan jumlah betinanya. Akan tetapi secara total, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai X 2 hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai X 2 tabel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan secara nyata antara jumlah jantan dengan jumlah betinanya. 4.1.5 Reproduksi Beberapa aspek reproduksi yang dianalisis yaitu komposisi kepiting pasir yang bertelur dengan yang tidak bertelur, hasil identifikasi stadia telur, komposisi stadia telur kepiting pasir, dan hubungan panjang karapas kepiting pasir dengan jumlah telur (fekunditas). Komposisi kepiting pasir jenis Emerita emeritus yang bertelur dengan yang tidak bertelur disajikan pada Gambar 14, dan jenis Hippa ovalis disajikan pada Gambar 15. Hasil identifikasi stadia telur disajikan pada Gambar 16. Komposisi stadia telur kepiting pasir jenis Emerita emeritus disajikan pada Gambar 17, dan jenis hippa ovalis disajikan pada Gambar 18. Hubungan panjang karapas dengan jumlah telur kepiting pasir jenis Emerita emeritus disajikan pada Gambar 19, dan jenis Hippa ovalis disajikan pada Gambar 2. 12 N= 53 N= 3 N= 11 1 %Betinaberteluratautidakbertelur 8 6 4 2 Betina tidak Bertelur Betina Bertelur Maret April Mei Gambar 14. Komposisi betina Emerita emeritus Gambar 14 menunjukkan komposisi kepiting pasir betina jenis Emerita emeritus. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada bulan Maret, April, dan Mei komposisi kepiting pasir betina yang bertelur mendominasi dibandingkan dengan kepiting pasir betina yang tidak bertelur. 23

24 12 N= 13 N= 4 N= 13 1 %Betinaberteluratautidakbertelur 8 6 Betina tidak bertelur 4 Betina bertelur 2 Maret April Mei Gambar 15. Komposisi betina Hippa ovalis Gambar 15 menunjukkan komposisi betina kepiting pasir jenis Hippa ovalis. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada bulan Maret jumlah betina yang bertelur cenderung mendominasi, kemudian pada bulan April jumlah betina yang bertelur dengan yang tidak bertelur seimbang, sedangkan pada bulan Mei komposisi betina yang tidak bertelur yang lebih mendominasi. Berikut ini merupakan hasil identifikasi stadia telur kepiting pasir baik Emerita emeritus maupun Hippa ovalis. Hasil identifikasi stadia telur kepiting pasir akan disajikan pada Gambar 16. (a) Stadia 1 (b) Stadia 2 (c) Stadia 3 Gambar 16. Stadia telur kepiting pasir jenis Emerita emeritus dan Hippa ovalis Gambar 16 menunjukkan stadia telur kepiting pasir. Stadia 1 ditandai dengan bentuk bulat penuh dan berwarna kuning telur. Stadia 2 ditandai dengan bentuk 24

25 sudah tidak bulat penuh dan sudah terdapat selaput yang menyelimuti telur. Stadia 3 ditandai dengan warna yang sudah transparan dan sudah terdapat bintik mata. 12 N= 48 N= 27 N= 84 1 8 %StadiaTelur 6 4 2 Stadia 1 Stadia 2 Stadia 3 Maret April Mei Gambar 17. Komposisi stadia telur Emerita emeritus Gambar 17 menunjukkan komposisi stadia telur kepiting jenis Emerita emeritus. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setiap bulannya telur stadia 1 cenderung mendominasi dibandingkan dengan stadia 2 dan stadia 3. 12 N= 12 N= 2 N= 1 1 8 %StadiaTelur 6 4 Stadia 1 Stadia 2 Stadia 3 2 Maret April Mei Gambar 18. Komposisi stadia telur Hippa ovalis Gambar 18 menunjukkan komposisi stadia telur kepiting jenis Hippa ovalis. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setiap bulannya telur stadia 1 cenderung 25

26 mendominasi dibandingkan dengan stadia 2 dan stadia 3. Bahkan pada bulan Mei hanya ditemukan kepiting pasir jenis Hippa ovalis yang memiliki stadia telur 1. Jumlahtelur(butir) 12 1 8 6 4 2 y = 417,x - 731, r =, 549 N = 47 1 2 3 4 Panjang karapas (mm) Gambar 19. Hubungan panjang karapas dengan jumlah telur Emerita emeritus Jumlahtelur(butir) 7 6 5 4 3 2 1 y = 221,x - 2836, r =,54 N= 13 1 2 3 4 5 Panjang karapas (mm) Gambar 2. Hubungan panjang karapas dengan jumlah telur Hippa ovalis Gambar 19 dan 2 menunjukkan hubungan panjang karapas dengan jumlah telur Emerita emeritus dan Hippa ovalis. Berdasarkan hasil regresi terlihat nilai korelasi antara panjang karapas dan jumlah telur menujukkan hubungan yang erat. Hal ini terlihat dari nilai r yang bernilai lebih dari,5 baik pada Emerita emeritus maupun pada Hippa ovalis. 26

27 4.2 Pembahasan Kabupaten Kebumen merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang letaknya berada di pantai selatan pulau Jawa, yaitu Kebumen langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Keberadaan kepiting pasir sering dijumpai hampir di semua wilayah pesisir pantai berpasir di Kebumen. Akan tetapi, lokasi penelitian diambil di Pantai Bocor berdasarkan informasi kelimpahan kepiting pasir terbanyak dibandingkan dengan pantai-pantai lainnya yang ada di Kebumen. Kepiting pasir di Kebumen dijadikan jajanan khas pantai yang sangat di gemari. Salah satu hasil olahan kepiting pasir atau yang dikenal dengan sebutan yutuk yaitu rempeyek atau peyek yutuk. Satu buah peyek yutuk dijual dengan kisaran harga Rp 15, Rp 2,. Harga kepiting pasir segar dijual dengan harga Rp 15., Rp 3., per kilogram. Menurut informasi dari bapak Sarno yang didapatkan melalui komunikasi pribadi (18 Maret 212), keberadaan kepiting pasir di pantai tempat penelitian baru terlihat kembali dua tahun belakangan ini setelah bertahun-tahun keberadaannya menghilang. Hal ini di duga akibat penurunan stok yang drastis akibat penangkapan. Awalnya penangkapan kepiting pasir menggunakan alat yang sudah modern seperti menggunakan jaring yang dapat mengeruk pasir sampai kedalaman tertentu, sehingga stok kepiting pasir menurun sampai keberadaannya tidak terlihat. Pada penelitian ini, pengambilan sampel menggunakan alat tradisional yang cara pengoperasiannya serupa dengan garuk yang digunakan untuk menjemur padi. Hal ini terkait dengan struktur pasir yang keras dan ombak yang besar, agar lebih mudah untuk mendapatkan kepiting pasir tersebut. Berdasarkan hasil pengambilan sampel, terdapat tiga jenis kepiting pasir yang ditemukan di pantai Kebumen ini. Setelah diidentifikasi, tiga jenis tersebut yaitu Emerita emeritus, Hippa ovalis, dan Albunea. Selama tiga bulan pengambilan sampel, ketiga jenis ini selalu di temukan meskipun dengan jumlah yang berbedabeda. Secara keseluruhan, didapatkan 27 ekor kepiting pasir yang terdiri dari Albunea 11 ekor, Emerita emeritus 23 ekor, dan Hippa ovalis 56 ekor. Jumlah Emerita emeritus terlihat mendominasi dibandingkan dengan jenis lain. Hal ini dapat dikarenakan habitat Emerita emeritus cenderung pada bagian pasir yang paling atas. Hal ini dikuatkan oleh Phasuk dan Boonruang (1975) yang 27

28 melakukan penelitian di pantai berpasir di Thailand, bahwa habitat Emerita emeritus cenderung berada di lapisan pasir atas sekitar -15 cm. Dominasi jenis Emerita emeritus yang didapatkan di Kebumen dapat terjadi karena pada saat sampling alat yang digunakan hanya menyusur diatas pasir dengan kedalaman pasir tidak lebih dari 1 cm, sehingga didapatkan Emerita emeritus yang lebih mendominasi. Berdasarkan habitatnya, Emerita emeritus dan Hippa ovalis berada di zona intertidal. Sementara Albunea terdapat di zona sub-tidal, zona yang lebih dalam. Sehingga jumlah Albunea yang tertangkap sangat sedikit dibandingkan Emerita emeritus ataupun Hippa ovalis. Selain itu, dominasi Emerita emeritus dapat dikaitkan dengan ketahanan fisiknya. Pada umumnya, Emerita emeritus ditemukan baik di daerah tropis maupun daerah sub-tropis. Oleh karena itu, daya tahan tubuh Emerita emeritus cenderung lebih kuat dibandingkan dengan Hiipa yang hanya ditemukan di daerah tropis. Hal ini dikuatkan oleh Hanson (1965) yang menyatakan bahwa Emerita ditemukan baik di daerah tropis maupun di daerah sub-tropis, sedangkan Hippa hanya ditemukan di daerah tropis saja. Keberadaan 3 jenis kepiting pasir ini juga didukung oleh kondisi perairan yang masih sehat. Dalam penelitian ini tercatat bahwa nilai parameter fisika-kimia perairan pantai selatan Kebumen masih sehat. Nilai ph yang dihasilkan adalah berkisar antara 7,5 sampai 8,29. Nilai ph menunjukkan seberapa besar derajat keasaman suatu perairan. Hal ini akan berkaitan dengan kondisi fisiologis dari suatu biota. Keadaan ph yang sangat tinggi maupun terlalu rendah akan berpengaruh terhadap biota yang ada di dalam perairan tersebut, dalam hal ini kepiting pasir. Berdasarkan pernyataan Nybakken (1988) bahwa kondisi lingkungan perairan laut memiliki ph yang bersifat relatif stabil serta berada dalam kisaran yang sempit yaitu antara 7,5-8,4. Oleh karena itu, kondisi perairan pantai selatan Kebumen dapat dikatakan masih sehat. Kadar salinitas yang didapatkan berkisar antara 3,4 o /oo sampai 34 o /oo. Sementara itu, suhu yang dihasilkan adalah berkisar antara 28 o C sampai 29 o C. Suhu permukaan laut di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28 o C-31 o C (Nontji 1993 in Hasyim et al. 21). Tingginya nilai suhu permukaan laut di perairan Indonesia dapat disebabkan oleh posisi geografi Indonesia yang terletak di wilayah 28

29 ekuator yang merupakan daerah penerima panas matahari terbanyak (Hasyim et al. 21). Hasil analisis kualitas perairan di tempat penelitian kurang cocok untuk larva kepiting pasir. Menurut Hanson (1965) kisaran suhu yang cocok untuk larva yaitu 25,5 o C, salinitas 34,4 35,8 %o. Sementara itu, kondisi di tempat penelitian kisaran suhu 28-29 C dan salinitas 3-34 %o. Dari hasil ini, didapatkan bahwa pada saat larva, kepiting pasir berada di laut atau zona yang lebih dalam sementara kepiting pasir yang sudah dewasa akan ke zona yang dekat pantai. Pertumbuhan merupakan perubahan panjang, berat, maupun volume dalam satuan waktu tertentu. Berdasarkan analisis perhitungan korelasi antara panjang karapas dengan berat total, didapatkan tipe pertumbuhan kepiting pasir baik Emerita emeritus maupun Hippa ovalis yaitu Allometrik negatif. Hal ini dapat dilihat dari nilai b yang kurang dari 3. Hal ini berarti pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertumbuhan berat (Effendie 25). Pertumbuhan kepiting pasir cenderung lebih kearah panjang. Hal ini dapat dikaitkan dengan morfologi kepiting pasir yang cenderung memanjang tidak melebar. Terlihat dari rasio panjang dan lebar kepiting pasir yaitu cenderung lebih besar panjangnya. Berdasarkan ukuran panjang karapas, didapatkan hasil bahwa yang ditemukan sepanjang pengambilan sampel, ukuran panjang karapas untuk Emerita emeritus berkisar 19-35 mm, sedangkan untuk Hippa ovalis berkisar 15-39 mm. Berdasarkan hasil rata-rata panjang karapas, spesies Emerita emeritus yang memiliki jenis kelamin betina dan bertelur memiliki panjang karapas minimum 22 mm. Hal dikuatkan dengan pernyataan Phasuk dan Boonruang (1975) yang mengatakan bahwa ukuran Emerita emeritus yang sudah dewasa memiliki panjang karapas lebih dari 12 mm, sedangkan untuk yang berjenis kelamin jantan, ukuran panjang karapas kurang dari 12 mm. Nisbah kelamin kepititng pasir merupakan perbandingan jumlah kepiting pasir jantan dibandingkan dengan jumlah betinanya. Idealnya, suatu populasi di alam rasio jantan dan betinanya yaitu 1:1. Hal ini berarti 1 jantan, untuk 1 betina. Hal ini agar tidak terjadi dominansi jenis kelamin. Berdasarkan hasil analisis yang terlihat pada tabel 1, perbandingan jantan dengan betina Emerita emeritus dari bulan 29

3 maret sampai mei ternyata betina Emerita emeritus lebih mendominasi. Hal ini terlihat dari nilai rasio yang nilainya kurang dari 1. Berdasarkan hasil perhitungan rasio jantan dengan betina yang di uji dengan uji Chi-square dengan koreksi Yate, pada selang kelas panjang 19-2 mm dan selang kelas panjang 33-34 mm terlihat nilai X 2 hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai X 2 tabel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan secara nyata antara jumlah jantan dengan jumlah betinanya. Akan tetapi secara total, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai X 2 hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai X 2 tabel. Hal ini berarti terdapat perbedaan secara nyata antara jumlah jantan dengan jumlah betinanya. Berdasarkan analisis tersebut, keadaan populasi Emerita emeritus pada lokasi penelitian dapat dikatan tidak stabil. Hal ini dikarenakan perbandingan jantan dan betinanya tidak sama. Hasil analisis perbandingan jantan dan betina Hippa avalis berdasarkan analisis uji chi-square dengan koreksi Yate yaitu pada selang kelas panjang 39-4 mm terlihat nilai X 2 hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai X 2 tabel. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan secara nyata antara jumlah jantan dengan jumlah betinanya. Akan tetapi secara total, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai X 2 hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai X 2 tabel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan secara nyata antara jumlah jantan dengan jumlah betinanya. Oleh karena itu, keberadaan populasi kepiting pasir jenis Hippa ovalis masih stabil. Berdasarkan analisis kepiting pasir yaitu betina bertelur dan betina tidak bertelur, didapatkan lebih banyak betina yang sedang bertelur. Hal ini dapat diduga karena pada saat kepiting pasir sedang bertelur, habitat yang lebih disukai yaitu zona pantai yang dekat dengan aktivitas manusia. Setelah dilakukan analisis stadia telur, didapatkan stadia 1 lebih mendominasi baik untuk jenis Emerita emeritus maupun Hippa ovalis. Stadia 1 ditandai dengan telur berwarna orange, bentuk telur bulat padat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel yang didapatkan baik Emerita emeritus maupun Hippa ovalis sedang dalam kondisi bertelur. Hal ini dapat terjadi karena pada saat bertelur, kepiting pasir membutuhkan banyak makanan untuk memenuhi nutrisi dalam tubuhnya. Di daerah intertidal, terdapat nutrisi yang diperlukan oleh kepiting pasir, sehingga kepiting pasir yang sedang bertelur cenderung ke daerah intertidal dan cenderung ke bagian pasir atas untuk mencari 3

31 makan. Oleh karena itu hasil pengambilan sampel ditemukan kepiting pasir yang sedang bertelur. Selain itu, Deglado & Defeo (26) menjelaskan bahwa musim bertelur untuk kepiting pasir yaitu pertengahan Oktober pertengahan April. Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan pada saat musim bertelur. Sehingga sampel yang didapatkan didominansi kepiting pasir yang bertelur. Hasil penelitian ini menunjukkan ditemukannya kepiting pasir bertelur yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan kepiting pasir yang tidak bertelur. Hal ini dapat menunjukkan bahwa adanya regenerasi yang baik pada kepiting pasir. Dan dapat juga digunakan sebagai indikator bahwa sedang terjadi rekruitmen. Hal ini dijelaskan oleh Defeo et al. (21) menjelaskan bahwa ketika populasi kepiting pasir yang sedang bertelur ditemukan lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak bertelur, hal ini menunjukkan adanya regenerasi populasi kepiting pasir yang baik dan sedang ada rekruitmen kepiting pasir yang baru. Penentuan stadia telur menganalogikan dengan spesies yang masih dalam satu ordo yaitu ordo decapoda. Hal ini dikarenakan belum adanya literatur yang menjelaskan mengenai stadia telur kepiting pasir. Masing-masing stadia telur memiliki ciri-ciri tersendiri. Stadia 1 memiliki ciri umum berwarna kuning telur dan bentuk yang masih bulat penuh. Stadia 2 sudah memiliki selaput yang mengitari telur dan memiliki warna kuning pudar serta bentuk yang sudah tidak bulat penuh. Stadia tiga memiliki warna kuning kecoklatan dan sudah memiliki bintik mata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi stadia 1 lebih mendominasi, baik bulan maret, april, maupun mei. Hal ini diduga pada saat bulan maret-mei sedang terjadi rekruitmen baik untuk Emerita emeritus maupun Hippa ovalis. Selain itu, diduga bahwa kepiting pasir memiliki masa pertumbuhan stadia telur yang cukup lama, sehingga antara bulan maret-mei masih dalam satdia yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan analisis panjang karapas dan jumlah telur baik Emerita emeritus maupun Hippa ovalis menmpunyai korelasi yang erat. Nilai korelasi erat apabila nilai r mendekati +1 atau -1 (Steel & Torrie 198). Hasil analisis regresi panjang karapas dan jumlah telur kepiting pasir jenis Emerita emeritus dan Hippa ovalis menunjukkan nilai r lebih dari,5. Oleh karena itu, dapat dikatakan memiliki hubungan yang erat antara panjang karapas dan fekunditas. Hal ini dapat berarti 31

32 bahwa korelasi panjang karapas dan jumlah telur yang ada berbanding lurus. Semakin panjang karapas yang dimiliki oleh kepititng pasir, jumlah telur yang ada juga semakin meningkat. Sehingga berbanding lurus antara panjang karapas dengan fekunditasnya. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Trijoko (1988) in Mursyidin (27) yang mengatakan bahwa kepiting pasir di pantai selatan Yogyakarta yaitu hubungan fekunditas berbanding lurus dengan panjang dan berat tubuhnya. Hasil korelasi antara panjang karapas dengan jumlah telur menunjukkan hubungan linear. Hal ini berarti pada saat panjang karapas semakin panjang, ruang untuk menyimpan telur lebih besar, sehingga jumlah telur yang di produksi semakin banyak. Hal ini terkait dengan ruang untuk menempel dan meletakkan telur yang ada di bawah telson. Semakin panjang karapasnya, ruang atau benang yang ada di bawah telson juga semakin panjang, sehingga telur yang dapat menempel atau menempati ruang tersebut juga semakin luas, sehingga telur yang diproduksi juga banyak. Pada penelitian ini, tercatat bahwa jumlah telur untuk Emerita emeritus berkisar anatara 18-1.12 butir telur, sedangkan Hippa ovalis 89-6.15 butir telur. Perbedaan jumlah telur antara Emerita emeritus dan Hippa ovalis terjadi karena perbedaan besar kepiting pasir yang tertangkap. Seperti yang sudah dijelaskan, jumlah telur berbanding lurus dengan panajang karapas. 4.3 Implementasi Pengelolaan Sumberdaya Kepiting Pasir Pengelolaan sumberdaya perikanan dalam hal ini kepiting pasir merupakan suatu aspek yang sangat menojol disektor perikanan dan ketidakmampuan dalam mengelola suatu sumberdaya perikanan dapat berakibat menurunnya pendapatan sektor perikanan yang berasar dari sumber perikanan yang ada. Menurut Guidline no 4 CCRF in Mallawa (28) pengelolaan perikanan merupakan suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya, dalam upaya menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan. Pada umumnya, pengelolaan perikanan berkelanjutan yang dianjurkan yaitu pengelolaan perikanan berbasis masyarakat. Pengelolaan SDI yang berkelanjutan 32

33 tidak melarang aktifitas penangkapan yang bersifat komersial, tetapi menganjurkan penangkapan yang tidak melebihi daya dukung perairan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini, pengelolaan perikanan yang dianjurkan yaitu tidak melakukan penangkapan pada bulan Maret. Hal ini dikarenakan pada bulan Maret kepiting yang tertangkap sedang bertelur, sehingga penangkapan tidak dilakukan. Selain itu, hasil analisis hubungan panjang karapas dan berat total menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif. Pada umumnya pola pertumbuhan allometrik negatif disukai oleh pembudidaya, sehingga bisa dianjurkan untuk melakukan budidaya kepiting pasir agar keberadaannya tetap ada. Penangkapan selektif juga dapat dilakukan, misalnya spesies yang sedang bertelur dikembalikan lagi ke alam. 5. 33