BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara 1. Kondisi Goegrafis Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Gorontalo dengan luas yang dimiliki oleh Kabupaten Gorontalo Utara sekitar 1.777,03 km 2, letak geografis 0 30' 1 02 LU dan BT. Batas wilayah Kabupaten Gorontalo Utara adalah: Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Sulawesi Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Bolmong, Sulawesi Utara Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango Boalemo dan Kabupaten Pohuwato. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah Secara administratif, Kabupaten Gorontalo Utara terdiri dari 11 wilayah Kecamatan dan 123 desa dengan jumlah penduduk jiwa (Profil Kabupaten Gorontalo Utara, 2011). Seluruh wilayah Kabupaten Gorontalo Utara di bagian utara dibatasi oleh Laut Sulawesi, di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Kabupaten Bolmong, di bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, Boalemo dan Pohuwato dan di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Buol (Gorontalo Utara dalam angka, 2012). Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara memiliki curah hujan rata-rata pada tahun 2011 yaitu 137,83 mm, suhu udara maksimum rata-rata pada tahun 2011

2 berkisar antara 31,6 C sampai 33,5 C, sedangkan suhu udara minimum rata-rata berkisar antara 22,1 C sampai 23,7 C (Gorontalo Utara dalam angka, 2012). Wilayah Kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara semuanya memiliki wilayah perairan laut dan memiliki garis panjang pantai 198,00 km 2 yang merupakan garis pantai terpanjang di Provinsi Gorontalo dan berhadapan dengan Samudera Pasifik. Kabupaten Gorontalo Utara memiliki perekonomian yang terdiversifikasi dalam beberapa sektor yaitu: sektor pertanian dan perkebunan, sektor peternakan, serta sektor perikanan dan kelautan. Sektor perikanan dan kelautan dijadikan sektor unggulan, karena semua wilayah Kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara memiliki daerah pesisir yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara memandang penting menyediakan sarana dan prasarana dalam membangun suatu daerah. Dalam menunjang pembangunan wilayah khususnya sumberdaya kelautan dan perikanan, maka jaringan perhubungan dan transportasi yang tersedia memungkinkan Kabupaten Gorontalo Utara berkembang mengikuti daerah-daerah lain di Provinsi Gorontalo. Pemerintah juga mendukung perekonomian daerah khususnya dalam hal meningkatkan interaksi dan jalur akses pasar antar pelaku ekonomi yang akhirnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah (Gorontalo Utara dalam angka, 2012). 2. Potensi Sumberdaya Perikanan Total produksi perikanan tangkap Kabupaten Gorontalo Utara pada tahun 2010 sekitar dan pada tahun 2011 sekitar Total jumlah nelayan

3 yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara pada tahun 2011 mencapai 3.324, sedangkan untuk total masing-masing jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara, seperti Payang sebanyak 26 buah, soma dompar 8, pukat pantai 30, pukat cincin 32, jaring insang 707, perahu bagan 66, bagan rakit 49, serok 13, rawai 302, pukat tonda 784, pukat ulur 869, pukat tegak 641, sero 36, bubu 7, penangkap teripang 1, pukat cang 5, jala tebar 24 dan panah 11 buah (DKP Kabupaten Gorontalo Utara, 2012). B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kecamatan Kwandang Secara administratif Kecamatan Kwandang memiliki luas wilayah 301,26 km 2. Kecamatan Kwandang berada pada posisi S E dengan batas-batas wilayah Kecamatan Kwandang adalah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan : Laut Sulawesi : Kecamatan Gentuma Raya : Kabupaten Gorontalo Sebelah Barat : Kecamatan Anggrek (Profil Kecamatan Kwandang Dalam Angka, 2012) Kecamatan Kwandang terdiri dari 32 yang memiliki luas total 301,26 km 2 dan total jumlah penduduk yang dimiliki oleh Kecamatan Kwandang jiwa. Jumlah kependudukan di Kecamatan Kwandang pada tahun dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:

4 Tabel 3. Jumlah penduduk Kecamatan Kwandang tahun Tahun Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan Sumber: BPS Kabupaten Gorontalo Utara, Potensi Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Kwandang Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Kecamatan Kwandang meliputi perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan budidaya meliputi rumput laut, tambak dan kerang mutiara. Kecamatan kwandang memiliki luas tambak sekitar 403 Ha, rumput laut Ha dan kerang mutiara 50 Ha, dan untuk perikanan tangkap Kecamatan Kwandang memiliki rumah tangga perikanan (RTP) sekitar 640 dengan jumlah nelayan adalah 1.071, sedangkan sarana dan prasarana meliputi sarana penangkapan ikan dan pelabuhan perikanan pantai yang dikenal dengan PPP Kwandang, selain itu Kecamatan Kwandang memiliki sarana penunjang yang meliputi Taksi Mina Bahari (TMB), Balai Pertemuan nelayan (BPN) dan pabrik es (DKP Kabupaten Gorontalo Utara, 2012) Salah satu sumberdaya perikanan non ikan yang memiliki potensi yang cukup besar di Kecamatan Kwandang adalah kepiting bakau (Scylla serrata) dan saat produksi kepiting bakau mulai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, jumlah produksi kepiting bakau pada tahun 2010 mencapai ton/tahun

5 dengan harga rata-rata Rp sedangkan pada tahun 2011 mencapai ton/tahun dengan harga rata-rata Rp Dari data produksi kepiting bakau terlihat bahwa permintaan kepiting bakau dari tahun 2010 dan 2011 mengalami peningkatan produksi, hal ini sebabkan karena meningkatnya permintaan daging kepiting di Kabupaten Gorontalo Utara khususnya di restaurant-restaurant yang di Provinsi Gorontalo, bahkan permintaan kepiting bakau tidak hanya di sekitar Gorontalo saja, tetapi juga di luar daerah seperti Makassar, Manado dan Palu, oleh karena itu peningkatan produksi kepiting bakau lebih diutamakan sehingga Kabupaten Gorontalo Utara kedepannya dapat dijadikan sebagai daerah yang mempunyai produksi kepiting terbesar dan juga akan menguntungkan bagi daerah itu sendiri (DKP Kabupaten Gorontalo Utara, 2012) C. Parameter Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) 1. Hubungan Lebar Karapaks dan Berat Kepitng Jumlah kepiting bakau (Scylla serrata) yang diperoleh dari penelitian ini sebanyak 1011 ekor, yaitu 739 ekor kepiting jantan dan 272 ekor kepiting betina. Jumlah kepiting jantan lebih banyak dibandingkan dengan kepiting betina, hal ini diduga pada saat nelayan menangkap kepiting betina tidak berada di daerah hutan mangrove, diperkirakan kepiting bakau sedang berada di perairan pantai sampai ke laut dalam untuk melakukan pemijahan sedangkan kepiting jantan setelah melakukan perkawinan tetap berada di daerah hutan bakau untuk mencari makan, berlindung dan membesarkan diri, sehingga pada saat nelayan menangkap kepiting jantan paling banyak ditemukan di daerah bakau. Sedangkan untuk

6 kepiting betina setelah memijah akan beruaya ke perairan pantai, muara sungai sampai ke daerah bakau untuk mencari makan dan melakukan perkawinan. Dari pengukuran yang diperoleh, kisaran untuk lebar karapaks kepiting jantan ,33 mm dengan berat tubuh 100, ,88 gram, sedangkan pada kepiting betina kisaran lebar karapaks 50,25-171,88 mm dengan berat tubuh mencapai 100, ,88 gram. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmara (2004) dan Tuhuteru (2003), dimana hasil penelitian Asmara (2004), lebar karapaks kepiting bakau (Scylla serrata) berkisar antara 31,5 122,5 mm dengan berat tubuhnya berkisar antara 53,75 286,08 gram allometrik negatif baik kepiting jantan maupun betina, sedangkan hasil penelitian Tuhuteru (2003), hubungan antara lebar karapaks dengan berat tubuh kepiting jantan bersifat allometrik positif dan untuk betina bersifat allometrik negatif. Menurut Biusing (1987) dalam Asmara (2004), bahwa ukuran kepiting yang tidak selalu sama disebabkan oleh perbedaan strategi hidup atau pola adaptasi dari kepiting tersebut, sedangkan menurut Hartnoll (1982) dalam Asmara (2004), perbedaan diduga karena adanya faktor luar seperti perbedaan iklim mikro yang optimum seiring dengan perbedaan musim dan faktor dalam seperti jenis kelamin dan tingkat kedewasaan. Hubungan antara lebar karapaks dengan berat tubuh kepiting bakau (Scylla serrata) jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:

7 W = -666,2513L 9,8410 R 2 = 0,7570 Jantan W = -657,1955L 9,5295 R 2 = 0, Lebar Karapaks (mm) Betina Gambar 6. Hubungan antara Lebar Karapaks dengan Berat Tubuh Kepiting Bakau (Scylla serrata) Jantan dan Betina di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Dari Gambar 6 terlihat bahwa hubungan antara lebar karapaks dengan berat tubuh pada kepiting jantan memiliki persamaan W= -666,2513L 9,8410 dengan korelasi (R 2 ) = 0,7570, sedangkan pada betina W = -657,1955L 9,5295 dengan nilai korelasinya (R 2 ) = 0,9040. Nilai korelasi menunjukkan korelasi positif antara lebar karapaks dengan berat tubuh, artinya penambahan bobot tubuh berhubungan erat dengan lebar karapaks, sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan kepiting bakau baik yang jantan maupun betina bersifat allometrik negatif, dimana pertambahan lebar karapaks lebih cepat dari pada berat tubuh kepiting karena nilai b yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 9,8410 dan 9,5295, hal ini diduga

8 karena ketersediaan jumlah makanan di alam sedikit sehingga pertambahan lebar karapaks lebih besar dari pada berat tubuh kepiting. Interceps kepiting jantan lebih kecil dari kepiting betina (-666,2513 lebih kecil -657,1955), maka kepiting betina akan lebih berat dari pada kepiting jantan pada lebar karapaks yang sama. Hasil pengukuran lebar karapaks dengan berat tubuh kepiting jantan dan betina dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Menurut Warner (1977) dalam Asmara (2004), jika b > 1 maka pertumbuhan bersifat allometrik negatif yang berarti bahwa pertambahan lebar karapaks lebih cepat dari pada berat tubuhnya, sedangkan b < 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan yang allometrik positif yang berarti bahwa pertambahan berat tubuhnya lebih cepat dari pada lebar karapaksnya. Nilai b ini merupakan koefisien pertumbuhan yang menggambarkan kecendurungan pertambahan lebar karapaks terhadap berat tubuh organisme. Pada kepiting yang dianalisa, diperoleh nilai b >1 (allometrik negatif) yang berarti pertambahan lebar karapaks lebih dominan dibandingkan dengan berat tubuh kepiting. Hal ini diduga karena kurangnya jumlah makanan yang tersedia di alam sehingganya pertambahan lebar karapaks lebih besar dari pada tubuhnya. 2. Kelompok Umur Berdasarkan hasil analisis ukuran kelas kepiting bakau (Scylla serrata) menunjukkan bahwa distribusi frekuensi lebar karapaks total, tengah kelas dan nilai selisih logaritma frekuensi kepiting yang terkumpul selama penelitian di Kecamatan Kwandang Kabupten Gorontalo Utara dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

9 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Lebar Karapaks Total, Tengah Kelas dan Nilai Selisih Logaritma Frekuensi Kepiting Bakau (Scylla serrata) yang Terkumpul selama Penelitian di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. No Ukuran Kelas (mm) Tengah Kelas (mm) Frekuensi (ekor) Persentase (%) 1 50,00 61,80 61, , ,81 73, , , ,62 85, , , ,43 97,23 97, , ,24 109, , , ,05 120, , , ,86 132, , , ,67 144, , , ,48 156, , , ,29 168, , , ,10 180, ,0880 Jumlah ,0000 Sumber: Olahan Data Primer, 2012 Jumlah sampel kepiting bakau (Scylla serrata) yang diperoleh selama penelitian di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 1011 ekor dengan kisaran lebar karapaks 50,00 180,33 mm. Kepiting bakau (Scylla serrata) dikelompokkan berdasarkan ukuran kelas kemudian dihitung frekuensi. Dari ukuran kelas yang ada frekuensi terbanyak berada pada kisaran lebar karapaks 85,43 97,23 mm sebanyak 153 ekor kepiting, sedangkan frekuensi paling sedikit berada pada kisaran lebar karapaks 168,10 180,33 mm sebanyak 11 ekor kepiting. Hal ini diduga karena pada saat pengukuran menggunakan metode pengambilan sampel secara acak, sehingga ukuran kepiting di lokasi penelitian tidak tersebar secara merata, oleh karena itu ukuran yang paling banyak diperoleh berada pada kisaran lebar karapaks 85,43 180,33 mm, selain

10 Δ Log F itu umumnya populasi kepiting yang tersebar di wilayah penelitian adalah kepiting yang berukuran besar. Berdasarkan hasil analisis Bhattacharya (1967) dalam Sparre dan Siebren (1999), dengan menggunakan hasil pemetaan selisih logaritma frekuensi teoritis terhadap nilai tengah kelas diperoleh tiga kelompok umur pada kepiting bakau (Scylla serrata). Dari hasil penelitian yang dilakukan pemetaan logaritma lebar karapaks total terhadap nilai tengah kelas diperoleh 3 lebar rata-rata dengan ukuran lebar karapaks masing-masing L 1, L 2 dan L 3. Gambar 6 menunjukkan hasil pemetaan selisih logaritma lebar karapaks total (sumbu Y) terhadap nilai tengah kelas (sumbu X) kepiting bakau (Scylla serrata) masing-masing umur relatif satu di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, sebagai berikut: y = 0, , x r = 0,7510 L 1 = 105,7302 mm 0 20,000 40,000 60,000 80, , ,000 Tengah Kelas (mm) Gambar 7. Grafik Pemetaan Selisih Logaritma Lebar Karapaks Total (sumbu Y) terhadap Nilai Tengah Kelas (sumbu X) Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada Umur Relatif Satu Tahun di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo utara. Berdasarkan Gambar 7 diatas terlihat bahwa kelompok umur kepiting yang berumur satu tahun memiliki L 1 105,7302 mm dan nilai korelasi (R 2 ) yaitu 0,7510 dengan persamaan 0, , x. Kepiting yang berumur satu tahun memiliki ukuran lebar karapaks yang berkisar antara 50,00 120, 85 mm. Untuk distribusi ukuran kelas, tengah kelas, frekuensi, logaritma frekuensi dan selisih

11 Δ Log F logaritma kepiting yang terkumpul selama penelitian yang berumur satu tahun dapat dilihat pada Lampiran 4. Ukuran lebar karapaks kepiting yang berumur dua tahun berdasarkan hasil pemetaan selisih logaritma lebar karapaks total (sumbu Y) terhadap nilai tengah kelas (sumbu X) kepiting bakau (Scylla serrata) yang berumur dua tahun dapat dilihat pada Gambar 8 berikut: , , , , , , , , y = 1, , r = 0,959 Tengah Kels (mm) Gambar 8. Grafik Pemetaan Selisih Logaritma Lebar Karapaks Total (sumbu Y) terhadap Nilai Tengah Kelas (sumbu X) Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada Umur Relatif Dua Tahun di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo utara. Berdasarkan Gambar 8 diatas kelompok umur kepiting yang berumur dua tahun memiliki L 2 121,3173 mm dan nilai (R 2 ) 0,9590 yang memiliki persamaan 1, , x dengan ukuran lebar karapaks kepiting berkisar antara 109,05 156,28 mm. Hasil analisis terhadap distribusi ukuran kelas, tengah kelas, frekuensi, logaritma frekuensi dan selisih logaritma kepiting yang terkumpul selama penelitian yang berumur dua tahun dapat dilihat pada Lampiran 5. Sedangkan untuk kelompok umur kepiting pada umur relatif tiga tahun dapat ditunjukkan melalui hasil pemetaan selisih logaritma lebar karapaks total

12 Δ Log F (Sumbu Y) (sumbu Y) terhadap nilai tengah kelas (sumbu X) kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dilihat pada Gambar 9 berikut: 200, , ,000 50, ,000 y = 12, , x r = 1 L 3 = 157,5942 mm 0 50, , , ,000 Tengah Kelas (mm) (Sumbu X) Gambar 9. Grafik Pemetaan Selisih Logaritma Lebar Karapaks Total (sumbu Y) terhadap Nilai Tengah Kelas (sumbu X) Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada Umur Relatif Tiga Tahun di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo utara. Dari Gambar 9 diatas menunjukkan bahwa hasil dari pemetaan selisih logaritma lebar karapaks total yang berumur tiga tahun memiliki L 3 157,5942 mm dan nilai (R 2 ) 1, dimana persamaannya 12, , x dengan ukuran lebar karapaks berkisar antara 144,48 180,33 mm. Hasil analisis terhadap distribusi ukuran kelas, tengah kelas, frekuensi, logaritma frekuensi dan selisih logaritma kepiting yang terkumpul selama penelitian yang berumur tiga tahun dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang diperoleh Syamsuddin (1993), dengan ukuran yang diperoleh kepiting yang berumur satu tahun berkisar antara 40,25 112,32 mm, ukuran kepiting yang berumur dua tahun antara 112,33 130,34 mm sedangkan yang berumur tiga tahun 130,35 150,80 mm. Jika

13 dibandingkan dengan hasil yang diperoleh, maka ukuran kepiting yang berumur satu tahun memiliki lebar karapaks 50,00-120,85 mm, kepiting yang berumur dua tahun 109,05-156,28 mm sedangkan yang berumur tiga tahun 144,48-180,33 mm. Menurut Effendi (1978), bahwa perbedaan ukuran lebar karapaks kepiting disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi penelitian, ketersediaan pakan di alam, umur, ruang gerak, genetik, waktu penelitian dan faktor lainnnya, sedangkan menurut hasil penelitian Djunaidah dkk (2004), bahwa perbedaan lebar karapaks disebabkan oleh adanya perbedaan substrat, karena substrat yang baik untuk kepiting adalah substrat berlumpur sehingga dengan substrat yang berlumpur menghasilkan pertumbuhan lebar karapaks yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan penangkap kepiting bahwa musim kepiting terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Maret. Informasi ini didukung oleh pendapat Suman dan Sumiono (1991), yang menyatakan bahwa musim kepiting berlangsung sepanjang tahun dan puncaknya berlangsung antara bulan Oktober sampai dengan Maret. Biasanya nelayan memperoleh hasil tangkapan yang cukup besar pada bulan tersebut terutama pada bulan gelap atau empat hari setelah air pasang dan hasil tangkapan yang diperoleh akan dijual ke tempat penampungan kepiting bakau (Alwin, 2012). 3. Pertumbuhan Informasi tentang parameter pertumbuhan merupakan hal yang mendasar dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan alasannya adalah karena parameter tersebut dapat memberikan kontribusi dalam menduga produksi, ukuran

14 stok rekruitmen, dan laju kematian (mortalitas) dari suatu populasi (Sparre dan Siebren, 1999). Hasil analisis dengan metode Von Bertalanffy dalam Sparre dan Siebren (1999), diperoleh nilai lebar maksimum (L ) kepiting bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara sebesar 188,4860 mm, koefisien laju pertumbuhan (K) adalah 0,3989 pertahun sedangkan umur teoritis (t 0 ) dengan menggunakan rumus Pauly (1980) yaitu -0,2189 tahun. Untuk memperoleh nilai L, K, dan t o kepiting bakau dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan nilai L, K, dan t o yang diperoleh dengan menggunakan ( 0 persamaan Von Bertalanffy (1 K t L L e t ) ) didapatkan persamaan t pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara sebagai berikut: L t = 188,4860 (1 e 0,3989 (t+-0,2189) ) Berdasarkan hasil persamaan diatas diketahui lebar karapaks kepiting bakau dari umur relatif, sehingga pertambahan lebar karapaks dapat dihitung untuk setiap tahunnya sampai mencapai lebar maksimum, dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Syamsuddin (1993), nilai lebar karapaks maksimum (L ) lebih kecil yaitu mencapai 173,0659 mm sedangkan koefisien laju pertumbuhannya (K) lebih besar yaitu 0,4995 pertahun, hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan lokasi penelitian, tahun penelitian dan ukuran lebar karapaks kepiting bakau (Scylla serrata), sehingga lebar maksimum (L ) dengan koefiseien laju pertumbuhan (K) kepiting berbeda. Dari persamaan diperoleh kurva pertumbuhan kepiting bakau, seperti yang terlihat pada Gambar 10 berikut ini:

15 L (t) L t = 188,4860 (1 e 0,3989(t + 0,2189) Umur Relatif Gambar 10. Kurva Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Berdasarkan kurva pertumbuhan kepiting bakau yang terlihat pada Gambar 10 bahwa pertumbuhan kepiting bakau pada umur satu tahun relatif cepat dan pada saat kepiting mencapai umur dua sampai tiga tahun pertumbuhannya cenderung lambat dan akan tetap mengalami pertumbuhan sampai dengan mencapai lebar karapaks maksimum. Menurut (Azis, 1989), pertumbuhan lebar kepiting bakau (Scylla serrata) yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai lebar asimptot dimana kepiting bertambah lebar, selain itu, pertumbuhan cepat bagi biota yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan, sedangkan Pada biota tua energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhannya, tetapi hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya dan mengganti sel sel yang rusak (Jalil dan Mallawa, 2001).

16 4. Mortalitas Pendugaan laju mortalitas total (Z) dianalisis dengan menggunakan metode Beverton dan Holt (Sparred an Siebren 1999). Nilai dugaan mortalitas seketika untuk kepiting bakau (Scylla serrata) diperoleh sebesar 0,4854 pertahun dan untuk mortalitas alami (M) dengan menggunakan rumus Pauly (1980) dengan memasukan nilai K= 0,3989 pertahun, L = 188,4860 mm dan suhu perairan 29,28 o C, sehingga diperoleh nilai mortalitas alami (M) = 0,0870 pertahun sedangkan untuk mortalitas penangkapan (F) diperoleh dengan mengurangi nilai Z terhadap M sehingga diperoleh nilai dugaan mortalitas penangkapan (F) kepiting adalah 0,3984 pertahun. Untuk memperoleh nilai mortalitas total, mortalitas alami dan mortalitas penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 8. Analisis laju mortalitas kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Analisis Laju Mortalitas Total, Mortalitas Alami dan Mortalitas Penangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Parameter Populasi Nilai Dugaan (Per Tahun) Mortalitas Total (Z) 0,4854 Mortalitas Alami (M) 0,0870 Mortalitas Penangkapan (F) 0,3984 Sumber: Olahan Data Primer, Berdasarkan hasil perhitungan di atas nilai mortalitas alami (M) lebih kecil dibandingkan dengan nilai mortalitas penangkapan (F). Menurut Sparre dan Siebren (1999), besarnya nilai mortalitas penangkapan (F) disebabkan karena kematian kepiting bakau di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara karenan faktor penangkapan, sehingga dapat mengakibatkan penurunan jumlah stok kepiting bakau secara drastis. Jika penangkapan dilakukan secara terus

17 menerus tanpa ada suatu pengaturan, maka sumberdaya hayati non ikan di waktu yang akan datang akan mengalami kelebihan tangkapan dan akan menyebabkan terganggunya kelestarian sumberdaya hayati itu sendiri. D. Parameter Pendukung Kehidupan Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pengukuran kualitas air untuk kehidupan kepiting bakau dilakukan secara langsung di lapangan. Pengukuran parameter kualitas air diambil dibeberapa lokasi pengambilan kepiting yang merupakan habitat dari kepiting. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air pada setiap Lokasi Pengambilan Kepiting Bakau di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. 1. Suhu No Suhu (ºC) Parameter Kualitas Air Salinitas (ppt) ph 1 28,5 24 7,5 2 27,9 25 7, ,4 4 29,7 23 7,8 5 29,9 24 7, , ,63 Rata-rata 29,28 Sumber: Hasil Penelitian, Suhu merupakan faktor abiotik yang berperan penting dalam pengaturan aktifitas hewan akuatik yang mempengaruhi proses fisiologi ikan seperti respirasi,

18 metabolisme, konsumsi pakan, pertumbuhan, tingkah laku, dan reproduksi serta mempertahankan hidup. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa kisaran suhu yang diperoleh dari hasil pengukuran selama penelitian yang berlokasi di beberapa desa tempat pengambilan kepiting berkisar antara 28,5-30ºC (Tabel 6). Menurut Cholik (2005) dalam Agus (2008), suhu yang dapat diterima untuk kehidupan kepiting bakau (Scylla serrata) adalah 18 C 35 C, sedang suhu yang ideal adalah C, sehingga dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa kisaran suhu pada beberapa lokasi pengukuran yang bertempat di Kecamatan Kwandang masih dalam kondisi yang baik untuk pertumbuhan kepiting bakau. 2. Salinitas Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku biota tetapi berpengaruh terhadap perubahan sifat kimia air (Brotowidjoyo, et al dalam Agus, 2008). Perubahan salinitas akan sangat berpengaruh langsung terhadap kondisi fisiologi kepiting terkait dengan proses osmoregulasi dan Moulting, karena salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, sifat osmotik dari air berasal dari seluruh elektrolit yang terlarut dalam air tersebut (Gunarto, 2002). Kisaran salinitas yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara ppt (Tabel 6), kisaran salinitas tersebut masih dalam batas normal sehingga dapat dikatakan bahwa kepiting bakau di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara dapat tumbuh dengan baik dengan kisaran salinitas yang optimal. Hasil yang diperoleh sesuai dengan pendapat Ramelan (1994) dalam Agus (2008), yang

19 menyatakan bahwa kepiting bakau akan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas antara ppt. 3. ph Menurut Boyd (1990) dalam Agus (2008), derajat keasaman atau ph menggambarkan aktifitas potensial ion hirogen dalam larutan yang dinyakatan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada suhu tertentu, atau ph = - log (H+). Air murni mempunyai nilai ph = 7, dan dinyatakan netral, sedang pada air payau normal berkisar antara 7 9. Perairan yang asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan demikian juga pada ph yang mempunyai nilai kelewat basa, hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga aktifitas pernafasan tinggi dan berpengaruh terhadap menurunnya nafsu makan (Ghufron dan H. Kordi, 2005 dalam Agus, 2008). Kisaran ph air yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 7,4 8,03 (Tabel 6), kisaran diperoleh tergolong dalam kondisi yang layak untuk pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata). Sedangkan menurut Amir (1994) dalam Agus (2008), kepiting bakau mengalami pertumbuhan dengan baik pada kisaran ph 7,3 8,5. Kepiting bakau (Scylla serrata) pada umumnya akan berkembang dengan baik apabila didukung oleh parameter pendukung yang meliputi, suhu, salinitas dan ph. Apabila parameter pendukung tidak berada dalam kondisi yang optimal maka akan membahayakan kelangsungan hidup kepiting bakau, jadi diperlukan parameter pendukung yang baik sehingga kepiting bakau dapat tumbuh dengan baik.

20

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ± 2 bulan yang dimulai dari Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012, yang berlokasi di Kecamatan Kwandang. Peta lokasi

Lebih terperinci

Analisis Parameter Dinamika Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara

Analisis Parameter Dinamika Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 1, Juni 2013 Analisis Parameter Dinamika Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Srirahayu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 spesies jenis kepiting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 spesies jenis kepiting BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifiksi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 spesies jenis kepiting yang tergolong dalam keluarga Portunidae. Portunidae merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL ANALISIS PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DIDARATKAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN KELURAHAN TENDA KECAMATAN HULONTHALANGI KOTA GORONTALO

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2) PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG ABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2) 1) Program Studi Budidaya Perairan STITE Balik Diwa Makassar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau 19 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011 pada kawasan mangrove di Desa Tongke-Tongke dan Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 010 di daerah pantai berlumpur Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Udang contoh yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika Kimia Perairan dan Substrat Estuari mempunyai kondisi lingkungan yang berbeda dengan sungai dan laut. Keberadaan hewan infauna yang berhabitat di daerah estuari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pada habitat perairan pantai, khususnya di daerah hutan bakau (mangrove). Kawasan hutan mangrove

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara produksi udang terbesar di dunia, namun produksi tambak udang di Indonesia sejak tahun 1992 mengalami penurunan. Peristiwa penurunan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gorontalo Utara yang merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi

Lebih terperinci

Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 ISSN

Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 ISSN Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 Kajian Karakteristik Biometrika Kepiting Bakau (Scylla sp) di Kabupaten Pemalang, Studi kasus di Desa Mojo Kecamatan Ulujami Biometrical Characteristic Study of Mudcrab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI ADRIANI GUHAR L231 07 032 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 ADI SAPUTRA FAUZI ISLAHUL RIDHO ILHAM NENCY MAHARANI DWI PUJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA ABSTRAK

ANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA ABSTRAK ANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA Annita Sari 1 1 Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Uniyap ABSTRAK Ikan

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau besar dan pulau kecil, serta garis pantai sepanjang 81.000 km yang didalamnya

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3 Pengumpulan Data Primer 10 pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan Benur udang vannamei yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai Benih Air Payau (BBAP) Situbondo menggunakan transportasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Analisis parameter kimia air laut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK 1117 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 ABSTRAK TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK Burhanuddin Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka

Lebih terperinci