ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER KEPITING PASIR

Transkripsi

1 ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER KEPITING PASIR Emerita emeritus DAN Hippa ovalis PADA MARET SAMPAI MEI 2012 DI PANTAI BERPASIR, KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH RANI NURAISAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Estimasi Produktivitas Sekunder Kepiting Pasir Emerita emeritus dan Hippa ovalis Pada Maret Sampai Mei 2012 di Pantai Berpasir, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Rani Nuraisah C ii

3 RINGKASAN Rani Nuraisah. C Estimasi Produktivitas Sekunder Kepiting Pasir Emerita emeritus dan Hippa ovalis Pada Maret Sampai Mei 2012 di Pantai Berpasir, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan Ali Mashar. Kepiting pasir merupakan hewan krustasea yang dapat ditemui di daerah intertidal sepanjang pesisir pantai selatan Kebumen. Kepiting pasir mempunyai peran penting dalam rantai makanan yaitu sebagai pemakan suspensi. Selain itu, kepiting pasir juga merupakan penyedia makanan untuk konsumer pada tingkat trofik yang lebih tinggi. Bagi masyarakat pesisir Kebumen, kepiting pasir banyak dimanfaatkan sebagai salah satu sumber penghasilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi produktivitas sekunder yang dihasilkan oleh kepiting pasir Emerita emeritus dan Hippa ovalis. Penelitian dilaksanakan pada Maret sampai Mei 2012 di pantai berpasir, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan interval pengambilan sampel satu bulan sekali. Analisis panjang dan bobot dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro I, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Analisis data yang dilakukan adalah penentuan sebaran frekuensi panjang dan estimasi produktivitas sekunder menggunakan metode non-kohort (sizefrequency). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran panjang Emerita emeritus yang dominan tertangkap pada jantan mm dan pada betina mm. adapun pada sampel Hippa ovalis ukuran panjang yang dominan tertangkap pada jantan mm dan pada betina mm. Estimasi produktivitas sekunder tahunan yang dihasilkan oleh Emerita emeritus lebih besar dibandingkan dengan Hippa ovalis yaitu sebesar 2,4181 g.m -2.thn -1 dan 1,3402 g.m -2.thn -1. Rasio P/B kohort dan rasio P/B tahunan pada Emerita emeritus lebih kecil daripada Hippa ovalis yaitu sebesar 1,1784; 4,7135 dan 2,1133; 8,4533. Hal ini karena Hippa ovalis lebih banyak ditemukan yang berukuran kecil dibandingkan dengan Emerita emeritus. Nilai ini sesuai dengan nilai P/B tahunan makroavertebrata pada umumnya, yaitu sebesar 5 (Krisanti 2012). Produktivitas sekunder yang dihasilkan kedua spesies tersebut berbeda disebabkan jumlah individu yang didapatkan jauh berbeda yang mana jumlah individu Emerita emeritus yang tertangkap lebih banyak daripada jumlah individu Hippa ovalis. Faktor yang mempengaruhi nilai produktivitas sekunder adalah ketersedian makanan, laju pertumbuhan, mortalitas, dan rekruitmen serta dominasi panjang individu. iii

4 ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER KEPITING PASIR Emerita emeritus DAN Hippa ovalis PADA MARET SAMPAI MEI 2012 DI PANTAI BERPASIR, KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH RANI NURAISAH C Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iv

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penelitian Nama NIM Program Studi : Estimasi Produktivitas Sekunder Kepiting Pasir Emerita emeritus dan Hippa ovalis Pada Maret sampai Mei 2012 di Pantai Berpasir, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah : Rani Nuraisah : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP Ali Mashar, S.Pi., M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP Tanggal Lulus : 16 Agustus 2012 v

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Estimasi Produktivitas Sekunder Kepiting Pasir Emerita emeritus dan Hippa ovalis Pada Maret sampai Mei 2012 di Pantai Berpasir, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Ali Mashar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Agustus 2012 Penulis vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Ali Mashar, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran serta bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan yang telah memberikan masukan, saran, nasehat dan perbaikan. 3. Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil selaku dosen pembimbing akademik atas arahan, motivasi, dan nasehat selama perkuliahan. 4. Keluarga tercinta, Bapa (Harun Iskandar), Mama (Ja ah Nurjamilah), Bibi (Siti Asmah, S.Pd), dan Ade (Haris Nuryawan) atas doa, kasih sayang, semangat, perhatian, kesabaran dan dukungan, baik moril maupun materiil kepada penulis selama ini. 5. Mbah Barja (Nelayan Kepiting Pasir), Keluarga Eni Megawati, dan Selvi, ibu Siti (Staf Lab. Biologi Mikro I) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. 6. Mbak Widar dan seluruh staf Tata Usaha MSP yang telah membantu memperlancar proses administrasi penelitian dan penyusunan skripsi. 7. Teman-teman MSP 45, khususnya: Gita Rahmawati, Precia Anita, Donny, Nimas Utari atas perhatian, motivasi, dan nasehatnya. 8. Kakak-kakak MSP 44, adik-adik MSP 46, tim asisten Ekotoksikologi Perairan, atas do a, dukungan dan semangatnya selama ini. 9. Teman-teman Asrama Putri Darmaga, khususnya Masitoh, Nurul, Niken, Erna, Anna atas perhatian, motivasi, dan semangatnya. 10. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi dan tidak dapat disebutkan satu per satu vii

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, 5 November 1989 dari pasangan Bapak Harun Iskandar dan Ibu Ja ah Nurjamilah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu SDN Korpri I Kabupaten Bandung ( ), SMP Negeri 1 Baleendah Kabupaten Bandung ( ) dan SMA Negeri 1 Banjaran Kabupaten Bandung ( ). Pada tahun 2008, penulis lulus seleksi masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) (2010/2011), anggota divisi Keputrian Forum Keluarga Muslim (FKMC) (2010/2011), Wakil Ketua Asrama Putri Darmaga (APD) (2010/2011) serta aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Ekotoksikologi Perairan (2011/2012). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Estimasi Produktivitas Sekunder Kepiting Pasir Emerita emeritus dan Hippa ovalis Pada Maret sampai Mei 2012 di Pantai Berpasir, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. viii

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat... 2 x xi xii 2. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Identifikasi Produktivitas Sekunder BAHAN DAN METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Prosedur Pengambilan dan Penanganan Contoh Kepiting pasir Analisis Data Sebaran Frekuensi Panjang Penentuan Estimasi Produktivitas Sekunder HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Frekuensi Panjang Estimasi Produktivitas Sekunder Emerita emeritus dan Hippa ovalis Emerita emeritus Hippa ovalis KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Produktivitas Sekunder Emerita emeritus jantan (Maret-April 2012) Produktivitas Sekunder Emerita emeritus betina (Maret-Mei 2012) Produktivitas Sekunder Populasi Emerita emeritus (Maret-Mei 2012) Produktivitas Sekunder Hippa ovalis jantan (Maret-Mei 2012) Produktivitas Sekunder Hippa ovalis betina (Maret-Mei 2012) Produktivitas Sekunder Hippa ovalis populasi (Maret-Mei 2012) Produktivitas sekunder Emerita Spp dan Hippa ovalis x

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Morfologi Emerita emeritus (a) dan Hippa ovalis (b) Peta lokasi sampling Alat bantu penangkapan kepiting pasir Histogram sebaran frekuensi kepiting pasir Emerita emeritus jantan dan betina dari Maret sampai dengan Mei Histogram sebaran frekuensi kepiting pasir Hippa ovalis jantan dan betina dari Maret sampai dengan Mei xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Parameter Fisika-Kimia Perairan Distribusi frekuensi panjang Emerita emeritus (2012) Distribusi frekuensi panjang Hippa ovalis (2012) Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian Olahan kepiting pasir (Rempeyek) Data Panjang dan Bobot Emerita emeritus dan Hippa ovalis xii

13 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepiting pasir merupakan salah satu potensi alam laut yang belum dikenal dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Kepiting pasir merupakan hewan krustasea yang dapat ditemui di daerah intertidal sepanjang pesisir pantai selatan Yogyakarta (Republika 2003). Pechenik (1991) in Mursyidin (2007) melaporkan bahwa kepiting pasir tersebar sangat luas di sepanjang pesisir laut Atlantik dan Pasifik, dimulai dari Peru sampai Chile, dan dari Amerika Utara sampai Amerika Selatan. Kepiting pasir yang ditemukan di pantai berpasir Kebumen terdapat tiga jenis, yaitu Emerita emeritus, Hippa ovalis dan Albunea. Kepiting pasir yang paling banyak ditemukan adalah jenis Emerita emeritus kemudian Hippa ovalis dan yang paling sedikit ditemukan Albunea. Kepiting pasir dikenal oleh masyarakat Kebumen dengan sebutan yutuk atau undur-undur laut yang memiliki nilai ekonomis. Yutuk biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk dijadikan olahan makanan berupa rempeyek dan juga menjadi jajanan khas Pantai Kebumen. Kepiting pasir dimanfaatkan dalam skala kecil oleh manusia sebagai sumber makanan dan sebagai umpan buatan. Selain itu, kepiting pasir juga dapat dimanfaatkan sebagai indikator pencemaran karena fisiologinya yang resisten, mempunyai daerah distribusi yang luas, mudah ditangkap, dan dekat dengan aktivitas manusia (Boere et al. 2011). Penelitian biologi kepiting pasir di dunia sudah banyak dilakukan, mulai dari pertumbuhan, reproduksi, distribusi kelimpahan, dinamika populasi, dan produktivitas sekunder. Di Indonesia sendiri penelitian tentang kepiting pasir belum banyak dilakukan, hanya sebatas kajian mengenai kandungan Omega-nya. Adapun informasi tentang aspek biologi kepiting pasir yang ada di Indonesia, saat ini masih dalam tahap penelitian. Menurut Benke (1993) in Benke & Huryn (2007), produktivitas sekunder adalah kecepatan organisme heterotrop mengubah energi kimia dari bahan organik yang dimakan menjadi simpanan energi kimia baru di dalam tubuhnya. Energi kimia dalam bahan organik yang berpindah dari produsen ke organisme heterotrop

14 2 (konsumen primer) dan dari konsumen sekunder ke tersier dipergunakan untuk aktivitas hidup dan hanya sebagian yang dapat diubah menjadi energi kimia yang tersimpan di dalam tubuhnya sebagai produktivitas. Perkiraan produktivitas sekunder telah digunakan untuk meningkatkan pemahaman tentang isu-isu ekologi seperti transfer energi dalam komunitas, pengelolaan sumberdaya perairan, analisis rantai makanan (Benke 1998 in Petracco et al. 2003), dan siklus hidup spesies tersebut (Sarda et al in Petracco et al. 2003). Penelitian mengenai produktivitas sekunder krustasea di dunia sudah banyak dilakukan, baik untuk jenis kepiting pasir maupun jenis lainnya. Sedangkan di Indonesia, penelitian mengenai produktivitas sekunder krustasea belum pernah dilakukan Perumusan Masalah Kepiting pasir mempunyai peran penting dalam rantai makanan yaitu sebagai pemakan suspensi. Selain itu kepiting pasir juga merupakan penyedia makanan untuk konsumer pada tingkat trofik yang lebih tinggi seperti burung laut, burung bangkai, ikan dan predator lainnya. Kepiting pasir family Hippidae yang ditemukan di lokasi penelitian adalah kepiting pasir jenis Emerita emeritus dan Hippa ovalis. Salah satu cara untuk memperlihatkan fungsi ekologi kepiting pasir pada rantai makanan salah satunya adalah dengan cara mengestimasi produktivitas sekunder yang dihasilkan oleh kedua jenis kepiting pasir tersebut untuk rantai makanan berikutnya. Adapun parameter-parameter dalam menentukan produktivitas sekunder, yaitu sebaran frekuensi, densitas, biomasa, produktivitas, dan rasio P/B Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi produktivitas sekunder yang dihasilkan oleh kepiting pasir Emerita emeritus dan Hippa ovalis pada Maret sampai Mei 2012 di pantai berpasir, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa peningkatan wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai informasi untuk pemanfaatan kepiting pasir di pantai berpasir Kabupaten Kebumen.

15 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Identifikasi Klasifikasi kepiting pasir Emerita emeritus menurut Zipcodezoo (2012) dan Hippa ovalis menurut crust.biota.biodiv.tw (2012) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Superclass : Crustacea Class : Malacostraca Order : Decapoda Family : Hippidae Genus : Emerita Spesies : Emerita emeritus Genus : Hippa (Fabricius, 1787) Spesies : Hippa ovalis (A. Milne-Edwards, 1862) Adapun common name dan nama daerah dari kedua kepiting pasir tersebut adalah sebagai berikut: Common Name : Mole Crab, Sand Crab Nama daerah : Yutuk (Kebumen), Undur-undur laut (Yogyakarta) (Republika 2003), Ketam pasir (Mursyidin 2007) Kepiting pasir umumnya mempunyai tubuh berukuran kecil dan dapat tumbuh hingga mencapai ukuran panjang 35 mm dan lebar 25 mm. Kepiting pasir memiliki ciri tubuh berwarna abu-abu atau sewarna dengan pasir dan tidak memiliki tulang belakang. Seperti krustasea lainnya, kepiting pasir melakukan molting secara periodik, yang dibuktikan dengan ditemukannya eksoskeleton kosong di tepi pantai. Ukuran jantan dan betina kepiting pasir secara sepintas tidak terlihat berbeda. Kepiting pasir betina berukuran lebih besar daripada jantan dengan panjang karapas mm, sedangkan jantan mempunyai panjang mm. Menurut penelitian Boonruang & Phasuk (1975), panjang tubuh kepiting pasir yang telah mencapai ukuran dewasa adalah 6-9 mm pada jantan dan mm pada betina (mulai bertelur). Pada betina yang sedang bertelur, telur akan ditemukan di bawah telson dengan warna oranye terang. Sedangkan pada betina yang tidak memiliki

16 4 telur, pleopod, dimana merupakan tempat meletakkan telur, akan terlihat di bagian bawah ketika telson diangkat. Ada 3 pasang pleopod yang menyerupai benangbenang. Kepiting pasir memiliki 5 pasang kaki (Decapoda) yang digunakan untuk berenang, bergerak dan menggali. Sepasang mata kepiting pasir muncul di atas pasir untuk melihat. Selain itu, kepiting pasir memiliki dua pasang antenna, satu pasang digunakan untuk bernafas dan satu pasang lagi (menyerupai bulu), digunakan untuk mencari makan berupa organisme-organisme kecil berdiameter 0,004-2 mm (dinoflagelata pada umumnya) (FMSA 2007). Secara morfologi, gambaran umum kepiting pasir jenis Emerita emeritus dan Hippa ovalis disajikan pada Gambar 1. (a) (b) Gambar 1. Morfologi Emerita emeritus (a) dan Hippa ovalis (b) Kepiting pasir dapat ditemukan di daerah intertidal selatan Yogyakarta (Republika 2003) dan juga di Kebumen. Di Indonesia, sebaran Kepiting pasir belum diketahui dengan pasti. Namun di pantai selatan Yogyakarta, kepiting pasir mempunyai fekunditas telur yang relatif tinggi. Trijoko (1988) in Mursyidin (2007) melaporkan bahwa kepiting pasir di pantai selatan Yogyakarta mempunyai fekunditas telur antara butir telur yang berbanding lurus dengan panjang dan lebar karapas serta berat tubuhnya. Kepiting pasir mempunyai perilaku memendamkan diri dalam pasir untuk menghindari predator dan menyimpan energi (Mc Gaw 2005 in Boere et al. 2011). Kepiting pasir menggali pasir menggunakan uropod dan keempat pasang kakinya. Di surf zone, biasanya kepiting pasir akan muncul ketika tersapu gelombang pasang, dan ketika gelombang surut mereka langsung menggali sampai hanya antena saja yang terlihat. Emerita emeritus merupakan pemakan suspensi, antena pada biota ini

17 5 berfungsi sebagai penyaring plankton dan detritus-detritus yang terbawa oleh gelombang pasang surut (Beries 1980 in Perez 1999). Pada daerah subtropis, kepiting pasir dapat ditemukan sepanjang tahun dengan jumlah besar ditemukan pada musim semi sampai musim gugur. Saat musim dingin, mereka berada di dalam pasir lepas pantai (off shore) dan kembali ke pantai saat musim semi. Musim reproduksi terjadi pada bulan Februari sampai bulan Oktober, yang mana kepiting pasir betina dapat menghasilkan butir telur per bulan. Kepiting pasir mempunyai 8-11 stadia larva dan selama stadia itu mereka berada di lepas pantai (off shore). Ketika sudah mengalami stadia larva, mereka kembali ke pantai dan dinamakan recruitment. Recruitment terjadi sepanjang tahun, namun jumlah terbesar terjadi pada saat musim panas dan musim gugur (FMSA 2007). Kepiting pasir memiliki kandungan gizi yang tinggi, yaitu mengandung omega 3 total antara 7,75 14,48%, lebih tinggi dibandingkan krustasea lainnya, seperti udang, kepiting dan lobster. Kandungan EPA pada kepiting pasir berkisar antara 6,41 8,43% dan kandungan DHA berkisar antara 1,34 6,57% (Republika 2003). Berdasarkan hasil penelitian Mursyidin (2007), terlihat bahwa kepiting pasir jenis Emerita talpoida mempunyai kadar asam lemak omega 6 total sebesar 11,80%, dengan kadar masing-masing asam lemak, yaitu asam linoleat 9,90% dan asam arakhidonat 1,90%. Sementara itu, kepiting pasir jenis Emerita analoga mempunyai kadar asam lemak omega 6 total sebesar 12,94%, dengan kadar masing-masing asam lemak sebesar asam linoleat 11,11% dan asam arakhidonat 1,83% Produktivitas Sekunder Produktivitas sekunder adalah pembentukan biomasa heterotrofik pada waktu tertentu (Benke 1993 in Benke & Huryn 2007). Menurut Miller (2004), produktivitas sekunder adalah laju perubahan biomasa dari herbivor seiring dengan peningkatan seimbang biomasa oleh predasi. Produktivitas sekunder tahunan adalah jumlah dari semua biomasa yang dihasilkan (produksi) oleh suatu populasi selama satu tahun, termasuk produksi yang tersisa pada akhir tahun dan semua produksi yang hilang selama periode ini. Hilangnya produktivitas dapat disebabkan oleh kematian (misalnya karena penyakit, parasitisme, kanibalisme, dan predasi), hilangnya cadangan jaringan (misalnya molting, sutra, dan kelaparan), dan emigrasi.

18 6 Pada tingkat individu, produktivitas mewakili pertumbuhan, sementara pada tingkat populasi itu adalah pertumbuhan kolektif semua individu. Seberapa besar organisme itu tumbuh tergantung pada seberapa banyak organisme itu makan, namun pertumbuhan juga tergantung pada seberapa efisien makanan diubah menjadi jaringan baru. Dua karakteristik bioenergetika organisme menentukan efisiensi ini, yaitu asimilasi efisiensi (Asimilasi/Ingesti) dan efisiensi produksi bersih (Produksi/Asimilasi). Makanan yang berasimilasi memberikan kontribusi terhadap produksi, respirasi, dan ekskresi (Benke 1993 in Benke & Huryn 2007). Pemahaman tentang produktivitas sekunder berkaitan dengan pemahaman hubungan antara produktivitas dan biomasa. Biomasa (B) adalah pengukuran banyaknya massa jaringan hidup untuk populasi yang hadir pada satu saat dalam waktu (rata-rata selama beberapa waktu), dan unit massa (energi) per satuan luas (misalnya, g.m -2 ) (Benke 1993 in Cesar & Armendariz 2005). Produktivitas sekunder sangat dipengaruhi oleh biomasa, sedangkan rasio P/B dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh dan suhu (Benke & Huryn 2010). Produktivitas sekunder dalam Benke & Huryn (2007) dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa metode. Metode yang umum digunakan adalah metode kohort dan non-kohort. Metode kohort digunakan ketika populasi dapat ditentukan sebagai kohort dari data lapangan. Sedangkan non-kohort digunakan ketika populasi tidak dapat ditentukan sebagai kohort dari data lapangan. Adapula metode statistika non-parametrik dan metode kuantifikasi rantai makanan. Metode statistika digunakan untuk memperkirakan ketidakpastian variabel yang tidak diketahui atau kompleksitas dengan menggunakan interval kepercayaan. Metode kuantifikasi makanan adalah mencari nilai produktivitas dari jenis makanan. Terlepas dari peran penting Emerita brasiliensis sebagai pertengahan trofik antara produsen utama dan organisme tingkat yang lebih tinggi (seperti burung dan ikan), sangat sedikit informasi tersedia pada produktivitas sekunder (Veloso & Cardoso 1999; DeFeo et al. 2001; Cardoso et al. 2003; Veloso et al in Veloso & Sallorenzo 2010). Produktivitas adalah ukuran penting untuk memahami peran populasi dalam komunitas, dan terkait dengan komponen penting dalam populasi seperti densitas, biomasa, tingkat pertumbuhan dan reproduksi (Benke 1993, 1996 in Veloso & Sallorenzo 2010). Produktivitas populasi bervariasi temporal sebagai

19 7 konsekuensi dari perubahan dalam kepadatan dan struktur populasi (seperti selama periode perekrutan) (Veloso & Sallorenzo 2010). Penurunan nilai produktivitas dapat mengubah struktur energetika komunitas ikan dan rantai makanan di laut (Rose et al. 2010). Produktivitas dibagi biomasa (P/B) adalah nilai berat rata-rata pada laju pertumbuhan biomasa dari semua individu dalam populasi. Selain itu, nilai rasio P/B menunjukkan umur populasi (Vellso & Sallorenzo 2010). Nilai rasio P/B adalah suatu nilai dengan unit per waktu, karena setiap unit waktu dapat digunakan sebagai nilai, maka dapat dilakukan penghitungan rasio P/B tahunan, P/B mingguan, P/B harian dan seterusnya. Makroavertebrata pada umumnya memiliki nilai rasio P/B yang relatif konstan, yaitu sekitar 5 (dengan rentang nilai biasanya 3 sampai 8) (Krisanti 2012). Menurut Veloso & Sallorenzo (2010), populasi dari pantai tropis, seperti di India, cenderung menunjukkan nilai P/B jauh lebih tinggi daripada populasi pantai beriklim sedang. Menurut hasil penelitian Petracco et al. (2003) di Pantai Prainha Brazil, produktivitas sekunder Emerita brasiliensis dapat dihitung dengan menggunakan dua metode, yaitu Hynes (metode size-frekuensi) dan Crisp (metode laju pertumbuhan berat spesifik). Produktivitas sekunder yang dihasilkan E. brasiliensis dengan menggunakan metode Hynes adalah pada betina sebesar 27,84 g(afdw).m 2.thn -1 dan jantan sebesar 19,04 g(afdw).m -2.thn -1 dengan rasio P/B tahunan pada betina sebesar 10,16 dan pada jantan sebesar 8,77. Produktivitas sekunder dengan menggunakan metode Crisp adalah pada betina sebesar 23,46 g(afdw).m -2.thn -1 dan pada jantan sebesar 16,40 g(afdw).m -2.thn -1 dengan rasio P/B tahunan pada betina sebesar 8,56 dan pada jantan sebesar 7,56. Biomasa tahunan yang dihasilkan E. brasiliensis betina sebesar 2,74 g(afdw).m -2, pada jantan sebesar 2,17 g(afdw).m -2 dan biomasa populasi sebesar 4,91 g(afdw).m -2. Sedangkan hasil penelitian Veloso & Sallorenzo (2010) di pantai berpasir Rio de Janeiro State Brazil, produktivitas sekunder E. brasiliensis dengan menggunakan metode Crisp adalah 9,80 g(afdw).m -2.thn -1 dengan rasio P/B tahunan pada betina sebesar 2,31 dan biomasa sebesar 41,74 g(afdw).m -2. Menurut Petracco et al. (2003), Emerita brasiliensis memiliki umur populasi 7 sampai 8 per tahun. Penelitian Ansell et al. (1978) in Petracco et al. (2003), produktivitas sekunder yang dihasilkan oleh Emerita holthuisi sebesar 6,93 g(afdw).m -2.thn -1 dengan rasio P/B

20 8 tahunan sebesar 12,60 dan biomasa sebesar 0,55 g(afdw).m -2. Penelitian Conan et al. (1976) in Petracco et al. (2003), produktivitas sekunder yang dihasilkan oleh Emerita analoga sebesar 247,50 g(afdw).m -2.thn -1 dengan rasio P/B tahunan sebesar 10,41 dan biomasa sebesar 12,60 g(afdw).m -2.

21 9 3. BAHAN DAN METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Maret sampai Mei 2012 di pantai berpasir, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah yang terletak pada 7 o LS o BT (Gambar 2). Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada informasi masyarakat bahwa di pantai tersebut terdapat banyak kepiting pasir. Pengambilan contoh kepiting pasir dilakukan sebulan sekali selama tiga bulan. Analisis panjang dan bobot dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro I, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Peta lokasi sampling Sumber: Google Earth (2012) 3.2. Prosedur Pengambilan dan Penanganan Contoh Kepiting pasir Pengambilan contoh kepiting pasir dilakukan dengan menggunakan metode swept area, yaitu dengan cara menyusur pantai sepanjang 3000 meter dengan lebar 1 meter (lebar alat tangkap), sehingga luas pengambilan sampel adalah 3000 m 2. Pengambilan contoh kepiting pasir dilakukan dengan menggunakan tangan dan dengan bantuan alat yang terbuat dari bambu (Gambar 3) yang berukuran panjang 2

22 10 meter dan lebar 1 meter. Setelah itu, kepiting pasir langsung dimasukkan ke dalam wadah plastik dan diberi formalin 10 %. Kepiting pasir yang diambil, kemudian dihitung dan diklasifikasikan sebagai jantan, betina atau undifferentiated (kepiting pasir yang belum terbentuk ocular penducle dan plumose pleopods (Defeo & Cardoso 2002)). Kepiting pasir diukur panjang karapas total atau carapace length (CL) dengan menggunakan benang yang kemudian benang diukur dengan penggaris (ketelitian 0,5 mm) dan ditimbang berat basah (wet weight) menggunakan timbangan digital (ketelitian 0,0001 gram). Alat bantu penangkapan kepiting pasir disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Alat bantu penangkapan kepiting pasir 3.3. Analisis Data Sebaran Frekuensi Panjang Sebaran frekuensi panjang dapat dianalisis menggunakan data panjang kepiting pasir yang telah diukur. Adapun analisis data frekuensi panjang dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Walpole 1992): 1. Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan 2. Menentukan lebar kelas 3. Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan masing-masing kelas dengan memasukkan panjang dan masing-masing kepiting pasir contoh pada selang kelas yang telah ditentukan

23 11 Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang yang sama kemudian diplotkan ke dalam sebuah grafik Penentuan Estimasi Produktivitas Sekunder Ketika populasi tidak dapat ditentukan kohortnya dari sejumlah data lapangan, maka perlu menggunakan metode non-kohort untuk memperkirakan produksi. Metode ini membutuhkan pendekatan independen untuk pengembangan, baik waktu maupun tingkat pertumbuhan biomasa. Metode size-frequency (Hynes & Coleman 1968; Hamilton 1969, Benke 1979 in Benke & Huryn 2007) mengasumsikan bahwa sebaran ukuran frekuensi ditentukan dari sampel yang dikumpulkan sepanjang tahun dengan kurva mortalitas rata-rata kelas. Rumus perhitungan produktivitas sekunder mengacu kepada Benke (1979), yaitu sebagai berikut : Rumus perhitungan produktivitas sekunder kepiting pasir adalah sebagai berikut : rodukti itas J Keterangan : Ni = densitas pada selang kelas ke-i (ind.m -2 ) Wi = berat basah rata-rata pada selang kelas ke-i (gram) P = produktivitas (g.m -2.thn -1 ) W rata i = massa yang hilang pada selang kelas ke-i (gram) Ni = jumlah densitas yang hilang pada selang kelas ke-i (ind.m -2 ) JK = jumlah kelas Untuk mengetahui nilai berat rata-rata pada laju pertumbuhan biomasa dari semua individu dalam populasi diperlukan rasio produktivitas dengan biomasa adalah sebagai berikut:

24 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Frekuensi Panjang Distribusi frekuensi panjang dicari untuk mengetahui sebaran kelompok umur kepiting pasir jantan dan betina. Grafik distribusi frekuensi panjang kepiting pasir betina dan jantan disajikan pada Gambar 4 untuk Emerita emeritus dan Gambar 5 Hippa ovalis. Jantan Betina FREKUENSI (ekor) Maret 2012 N= 20 FREKUENSI (ekor) Maret 2012 N= 73 FREKUENSI (ekor) April 2012 N=8 FREKUENSI (ekor) April 2012 N=30 SELANG KELAS (mm) FREKUENSI (ekor) Mei 2012 N=112 0 SELANG KELAS (mm) Gambar 4. Histogram sebaran frekuensi kepiting pasir Emerita emeritus jantan dan betina dari Maret sampai dengan Mei 2012

25 13 Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa Emerita emeritus jantan dan betina yang tertangkap berada pada kisaran selang kelas panjang 19 mm hingga 34 mm dan ini tergolong kepiting pasir berukuran dewasa. Boonruang dan Phansuk (1975), kepiting pasir jantan mencapai ukuran dewasa pada ukuran panjang 6-9 mm dan betina pada ukuran panjang mm. Pada Maret Emerita emeritus jantan dan betina memiliki dua modus yaitu berada pada selang kelas mm dan mm. Pada April terlihat bahwa Emerita emeritus jantan terdapat satu modus yaitu pada selang kelas mm dan betina terdapat tiga modus yaitu pada selang kelas 21-22, 25-26, dan mm. Pada Mei hanya ditemukan kepiting pasir Emerita emeritus betina, hal ini dapat disebabkan Emerita emeritus jantan mengalami mortalitas yang tinggi (mortalitas alami ataupun penangkapan) sehingga tidak tertangkap. Pada Mei Emerita emeritus betina memiliki dua modus yaitu pada selang kelas mm dan mm. Emerita emeritus jantan dari Maret hingga April terjadi pergeseran modus yaitu selang kelas mm menjadi mm. Hal ini berarti terjadi pertumbuhan Emerita emeritus jantan sebanyak 2 mm per bulan. Emerita emeritus betina dari Maret hingga April tidak terjadi pergeseran modus. Pada April hingga Mei Emerita emeritus betina mengalami pergeseran modus yaitu selang kelas mm menjadi mm. Hal ini berarti terjadi pertumbuhan pada Emerita emeritus betina sebanyak 2 mm per bulan. Pada betina dari Maret hingga Mei terjadi rekruitmen karena terjadi penambahan individu dalam populasi kepiting pasir. Rekruitmen terjadi pada selang kelas panjang mm yaitu April sebanyak 1 individu dan Mei sebanyak 2 individu. Pada Maret terdapat kepiting pasir berumur tua sehingga pada April terdapat sedikit Emerita emeritus yang tertangkap. Kepiting pasir yang berumur tua akan berpindah tempat ke pasir bagian bawah untuk mendapatkan oksigen terlarut dan makanan lebih banyak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Boonruang & Phasuk (1975) yaitu, saat Emerita emeritus mencapai panjang maksimum, maka akan berpindah tempat ke bagian bawah pantai untuk mencari lebih banyak oksigen terlarut dan makanan. Selain itu adanya mortalitas (alami dan penangkapan).

26 14 Jantan Betina FREKUENSI (ekor) Maret 2012 N=28 FREKUENSI (ekor) Maret 2012 N=22 FREKUENSI (ekor) April 2012 N=5 FREKUENSI (ekor) April 2012 N=6 FREKUENSI (ekor) Mei 2012 N=10 FREKUENSI (ekor) Mei 2012 N=13 SELANG KELAS (mm) SELANG KELAS (mm) Gambar 5. Histogram sebaran frekuensi kepiting pasir Hippa ovalis jantan dan betina dari Maret sampai dengan Mei 2012 Berdasarkan grafik histogram diatas (Gambar 5) terlihat bahwa Hippa ovalis jantan dan betina yang tertangkap merupakan ukuran dewasa berada pada kisaran selang kelas 19 mm hingga 34 mm karena menurut Boonruang dan Phansuk (1975), kepiting pasir jantan mencapai ukuran dewasa pada ukuran 6-9 mm dan betina pada ukuran mm. Pada Maret Hippa ovalis jantan dan betina memiliki satu modus yaitu jantan berada pada selang kelas mm dan betina berada pada selang kelas mm. Pada April terlihat bahwa Hippa ovalis jantan dan betina terdapat satu

27 15 modus yaitu jantan berada pada selang kelas mm dan betina berada pada selang kelas mm. Pada Mei Hippa ovalis jantan terdapat satu modus yaitu berada pada selang kelas mm, sedangkan betina terdapat dua modus yaitu berada pada selang kelas mm dan mm. Hippa ovalis betina dari Maret hingga April terjadi pergeseran modus yaitu selang kelas mm menjadi mm. Hal ini berarti terjadi pertumbuhan Hippa ovalis betina sebanyak 3 mm per bulan. Pada jantan dan betina dari Maret hingga Mei terjadi rekruitmen karena terjadi penambahan individu dalam populasi kepiting pasir. Pada Maret Hippa ovalis jantan terjadi rekruitmen sebanyak 1 individu yaitu pada selang kelas panjang mm. Pada Mei Hippa ovalis jantan terjadi rekruitmen yaitu selang kelas panjang mm dan mm yang masing-masing sebanyak 1 individu. Pada Mei Hippa ovalis betina terjadi rekruitmen yaitu selang kelas panjang mm sebanyak 1 individu, selang kelas mm dan mm sebanyak 4 individu. Pada Maret Hippa ovalis berumur tua sehingga pada April terdapat sedikit kepiting pasir yang tertangkap. Kepiting pasir yang berumur tua akan berpindah tempat ke pasir bagian bawah untuk mendapatkan oksigen terlarut dan makanan lebih banyak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Boonruang & Phasuk (1975) yaitu, saat Emerita emeritus (Hippidae) mencapai panjang maksimum, maka akan berpindah tempat ke bagian bawah pantai untuk mencari lebih banyak oksigen terlarut dan makanan. Selain itu adanya mortalitas (alami dan penangkapan) Estimasi Produktivitas Sekunder Emerita emeritus dan Hippa ovalis Produktivitas sekunder adalah pembentukan biomasa heterotrofik pada waktu tertentu (Benke 1993 in Benke & Huryn 2007). Secara rinci hasil perhitungan estimasi produktivitas sekunder selama bulan Maret sampai bulan Mei 2012 untuk masing-masing jenis kepiting pasir akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut ini Emerita emeritus Hasil perhitungan produktivitas sekunder Emerita emeritus selama tiga bulan (Maret-Mei 2012) dengan menggunakan metode non-kohort size-frecuency, ditampilkan pada Tabel 1,2, dan 3.

28 16 Tabel 1. Produktivitas Sekunder Emerita emeritus jantan (Maret-April 2012) Selang Kelas i F Densitas (ind.m -2 ) Berat rata-rata (g) Individu yang hilang (ind.m -2 ) N Biomasa (g.m -2 ) Massa yang hilang (g) =(w1+ w2)/2 Biomasa yang hilang (g.m -2 ) N Waktu jumlah ukuran kelas N X 7 N W N X W ,0003 2,4514 0,0008-0,0007 2,9289-0,0020-0, ,0010 3,4063 0,0034-0,0020 3,9314-0,0079-0, ,0030 4,4566 0,0134 0,0010 5,4104 0,0054 0, ,0020 6,3643 0,0127-0,0003 6,5478-0,0022-0, ,0023 6,7313 0,0157 0,0020 7,4522 0,0149 0, ,0003 8,1732 0,0027 0,0000 8,6794 0,0000 0, ,0003 9,1856 0,0031 0,0003 4,5928 0,0015 0,0107 Rata-rata 0,0013 5,8241 Biomassa total 0,0518 Produktivitas (g.m -2.tahun -1 ) 0,0689 Produktivitas tahunan (g.m -2.tahun -1 ) 0,2757 Kohort P/B 1,3304 Annual P/B 5,3216 Adapun hasil perhitungan produktivitas sekunder Emerita emeritus betina dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produktivitas Sekunder Emerita emeritus betina (Maret-Mei 2012) Selang Kelas F Densitas (ind.m -2 ) Berat ratarata (g) Individu yang hilang (ind.m -2 ) N Biomasa (g.m -2 ) Massa yang hilang (g) =(w1+ w2)/2 Biomasa yang hilang (g.m -2 ) N Waktu jumlah ukuran kelas N X 8 i N W N X W ,0010 3,2262 0,0032-0,0013 3,4190-0,0046-0, ,0023 3,6118 0,0084-0,0027 3,9190-0,0105-0, ,0050 4,2262 0,0211-0,0103 4,6693-0,0482-0, ,0153 5,1123 0,0784 0,0020 5,5586 0,0111 0, ,0133 6,0050 0,0801-0,0087 6,6524-0,0577-0, ,0220 7,2998 0,1606 0,0107 7,9944 0,0853 0, ,0113 8,6890 0,0985 0,0100 8,4333 0,0843 0, ,0013 8,1776 0,0109 0,0013 4,0888 0,0055 0,0436 Rata-rata 0,0090 5,7935 Biomassa total 0,4612 Produktivitas (g.m -2.tahun -1 ) 0,5221 Produktivitas tahunan (g.m -2.tahun -1 ) 2,0884 Kohort P/B 1,1320 Annual P/B 4,5281

29 17 Adapun produksi sekunder dari populasi Emerita emeritus, baik jantan maupun betina, yang diambil pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei, disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Produktivitas Sekunder Populasi Emerita emeritus (Maret-Mei 2012) Selang Kelas F Densitas (ind.m -2 ) Berat ratarata (g) Individu yang hilang (ind.m -2 ) N Biomasa (g.m -2 ) Massa yang hilang (g) =(w1+ w2)/2 Biomasa yang hilang (g.m -2 ) N Waktu jumlah ukuran kelas N X 8 i N W N X W ,0010 3,2262 0,0032-0,0017 3,3465-0,0056-0, ,0027 3,4667 0,0092-0,0033 3,7782-0,0126-0, ,0060 4,0896 0,0245-0,0123 4,5473-0,0561-0, ,0183 5,0050 0,0918 0,0030 5,5284 0,0166 0, ,0153 6,0519 0,0928-0,0090 6,6486-0,0598-0, ,0243 7,2453 0,1763 0,0127 7,9597 0,1008 0, ,0117 8,6742 0,1012 0,0100 8,5267 0,0853 0, ,0017 8,3792 0,0140 0,0017 4,1896 0,0070 0,0559 Rata-rata 0,0101 5,7673 Biomasa total 0,5130 Produktivitas (g.m -2.tahun -1 ) 0,6045 Produktivitas Tahunan (g.m -2.tahun -1 ) 2,4181 Kohort P/B 1,1784 Annual P/B 4,7135 Berdasarkan Tabel 1, 2, dan 3 diperoleh informasi bahwa densitas rata-rata Emerita emeritus jantan lebih kecil daripada yang betina, yaitu sebesar 0,0013 ind.m -2 dan betina sebesar 0,0090 ind.m -2 sedangkan densitas populasi sebesar 0,0101 ind.m -2. Berat rata-rata yang dihasilkan jantan lebih besar dibandingkan dengan betina yaitu sebesar 5,8241 gram dan 5,7935 gram, sedangkan pada populasi sebesar 5,7673 gram. Biomasa total yang dihasilkan oleh jantan sebesar 0,0518 g.m -2, betina sebesar 0,4612 g.m -2, dan populasi sebesar 0,5130 g.m -2. Biomasa jantan lebih kecil daripada biomasa betina, hal ini dapat dihubungkan dengan kinerja pertumbuhan yang lebih tinggi pada betina dan mempunyai tingkat pertumbuhan berat spesifik lebih tinggi, selain itu proporsi betina lebih tinggi daripada jantan. Produktivitas tahunan yang dihasilkan Emerita emeritus jantan sebesar 0,2757 g.m -2.thn -1, betina sebesar 2,0884 g.m -2.thn -1 dan populasi sebesar 2,4181 g.m -2.thn -1. Rasio P/B merupakan daya pulih suatu populasi. Rasio P/B kohort yang diperoleh

30 18 dalam tiga bulan adalah jantan sebesar 1,3304, betina sebesar 1,1320 dan populasi sebesar 1,1784. Rasio P/B tahunan pada jantan sebesar 5,3216, betina sebesar 4,5281, dan populasi sebesar 4,7135. Nilai P/B yang dihasilkan Emerita emeritus sesuai dengan nilai P/B tahunan makroavertebrata pada umumnya, yaitu sebesar 5 (Krisanti 2012). Nilai rasio P/B menunjukkan umur populasi (Vellso & Sallorenzo 2010), hal ini menunjukkan Emerita emeritus memiliki umur populasi (generasi) 4 sampai 5 per tahun. Menurut Petracco et al. (2003), Emerita brasiliensis memiliki umur populasi 7 sampai 8 per tahun Hippa ovalis Hasil perhitungan produktivitas sekunder Hippa ovalis selama tiga bulan (Maret-Mei 2012) dengan mengguanakan metode non-kohort size-frecuency, disajikan pada Tabel 4, 5, dan 6. Tabel 4. Produktivitas Sekunder Hippa ovalis jantan (Maret-Mei 2012) Selang Kelas F Densitas (ind.m -2 ) Berat ratarata (g) Individu yang hilang (ind.m -2 ) N Biomasa (g.m -2 ) Massa yang hilang (g) =(w1+ w2)/2 Biomasa yang hilang (g.m -2 ) N Waktu jumlah ukuran kelas N X 8 i N W N X W ,0007 1,8430 0,0012 0,0003 1,8042 0,0006 0, ,0003 1,7654 0,0006-0,0007 2,4687-0,0016-0, ,0010 3,1719 0,0032-0,0070 3,6537-0,0256-0, ,0080 4,1355 0,0331 0,0057 4,4709 0,0253 0, ,0023 4,8062 0,0112 0,0013 6,2324 0,0083 0, ,0010 7,6586 0,0077 0, ,4560 0,0035 0, , ,2533 0,0088 0, ,3306 0,0038 0, ,0003 9,4078 0,0031 0,0003 4,7039 0,0016 0,0125 Rata-rata 0,0018 5,7552 Biomasa total 0,0689 Produksi (g.m -2.tahun -1 ) 0,1268 Produksi tahunan (g.m -2.tahun -1 ) 0,5073 Kohort P/B 1,8404 Annual P/B 7,3616

31 19 Tabel 5. Adapun hasil perhitungan produktivitas sekunder Hippa ovalis disajikan pada Tabel 5. Produktivitas Sekunder Hippa ovalis betina (Maret-Mei 2012) Selang Kelas F Densitas (ind/m -2 ) Berat ratarata (g) Individu yang hilang (ind.m -2 ) N Biomasa (g.m -2 ) Massa yang hilang (g) =(w1+ w2)/2 Biomasa yang hilang (g.m -2 ) N Waktu jumlah ukuran kelas N X 9 i N W N X W ,0003 2,0680 0,0007-0,0010 2,1641-0,0022-0, ,0013 2,2603 0,0030-0,0003 2,7582-0,0009-0, ,0017 3,2562 0,0054-0,0010 4,2598-0,0043-0, ,0027 5,2635 0,0140-0,0003 5,6559-0,0019-0, ,0030 6,0483 0, ,8351 0,0046 0, ,0023 7,6218 0,0178 0,0007 9,3727 0,0062 0, , ,1235 0,0185 0,0017 5,5617 0,0093 0, ,0000 0,0000 0,0000-0,0007 8,9894-0,0060-0, , ,9789 0,0120 0,0007 8,9894 0,0060 0,0539 Rata-rata 0,0015 6,1800 Biomasa total 0,0896 Produksi (g.m -2.tahun -1 ) 0,0976 Produksi tahunan (g.m -2.tahun -1 ) 0,3905 Kohort P/B 1,0892 Annual P/B 4,3568 Adapun produksi sekunder dari populasi Hippa ovalis, baik jantan maupun betina yang diambil pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produktivitas Sekunder Hippa ovalis populasi (Maret-Mei 2012) Selang Kelas i F Densitas (ind.m -2 ) N Berat ratarata (g) W Individu yang hilang (ind.m -2 ) N Biomasa (g.m -2 ) N X W Massa yang hilang (g) =(w1+ w2)/2 Biomasa yang hilang (g.m -2 ) N Waktu jumlah ukuran kelas N X ,0010 1,9180 0,0019-0,0007 2,0396-0,0014-0, ,0017 2,1613 0,0036-0,0010 2,6929-0,0027-0, ,0027 3,2246 0,0086-0,0080 3,8211-0,0306-0, ,0107 4,4175 0,0471 0,0053 4,9612 0,0265 0, ,0053 5,5049 0,0294 0,0020 6,5689 0,0131 0, ,0033 7,6329 0,0254

32 20 Tabel 6. (Lanjutan) Selang Kelas i F Densitas (ind.m -2 ) N Berat ratarata (g) W Individu yang hilang (ind.m -2 ) N Biomasa (g.m -2 ) N X W Massa yang hilang (g) =(w1+ w2)/2 Biomasa yang hilang (g.m -2 ) N Waktu jumlah ukuran kelas N X 9 0,0010 9,6824 0,0097 0, , ,7320 0,0274 0, ,5699 0,0211 0, ,0003 9,4078 0,0031-0, ,6933-0,0046-0, , ,9789 0,0120 0,0007 8,9894 0,0060 0,0539 Rata-rata 0,0031 7,1086 Biomasa total 0,1585 Produksi (g.m -2.tahun -1 ) 0,3350 Produksi annual (g.m -2.tahun -1 ) 1,3402 Kohort P/B 2,1133 Annual P/B 8,4533 Berdasarkan Tabel 4, 5, dan 6 diperoleh informasi bahwa densitas rata-rata Hippa ovalis jantan lebih besar daripada yang betina, yaitu sebesar 0,0018 ind.m -2 dan betina sebesar 0,0015 ind.m -2 sedangkan densitas populasi sebesar 0,0031 ind.m -2. Berat rata-rata yang dihasilkan betina lebih besar dibandingkan dengan jantan yaitu sebesar 6,1800 gram dan 5,7552 gram, sedangkan pada populasi sebesar 7,1086 gram. Biomasa total yang dihasilkan oleh jantan sebesar 0,0689 g.m -2, betina sebesar 0,0869 g.m -2, dan populasi sebesar 0,1585 g.m -2. Biomasa jantan lebih kecil daripada biomasa betina, hal ini dapat dihubungkan dengan kinerja pertumbuhan yang lebih tinggi pada betina dan mempunyai tingkat pertumbuhan berat spesifik lebih tinggi. Produktivitas tahunan yang dihasilkan Hippa ovalis jantan sebesar 0,5073 g.m -2.thn -1, betina sebesar 0,3905 g.m -2.thn -1 dan populasi sebesar 1,3402 g.m -2.thn -1. Nilai P/B yang dihasilkan Hippa ovalis sesuai dengan nilai P/B tahunan makroavertebrata pada umumnya, yaitu sebesar 5 (Krisanti 2012). Rasio P/B merupakan daya pulih suatu populasi. Rasio P/B yang diperoleh dalam tiga bulan adalah jantan sebesar 1,8404, betina sebesar 1,0892 dan populasi sebesar 2,1133. Rasio P/B tahunan pada jantan sebesar 7,3616, betina sebesar 4,3568, dan populasi sebesar 8,4533. Hal ini menunjukkan bahwa Hippa ovalis memiliki umur populasi 4 sampai 8 per tahun. Hasil produktivitas Kepiting pasir yang dihasilkan di Pantai Berpasir Emerita emeritus lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produktivitas sekunder Hippa

33 21 ovalis, hal ini disebabkan rendahnya jumlah individu dari Hippa ovalis yang ditemukan di pantai berpasir. Nilai P/B Hippa ovalis lebih besar daripada Emerita emeritus, hal ini disebabkan ukuran Hippa ovalis yang ditemukan didominasi oleh ukuran muda. Sama halnya dengan penyataan Petraccco et al. (2003) yaitu, nilai P/B tinggi karena didominasi oleh ukuran muda. Selain itu ketersediaan makanan merupakan faktor kunci yang mempengaruhi nilai produktivitas sekunder (Downing, 1984 in Petracco et al. 2003). Produktivitas tinggi menunjukkan bahwa pantai ini diperkirakan memiliki nilai produktivitas primer yang tinggi di zona surfing dan memiliki ketersediaan makanan yang baik untuk kepiting pasir (Petracco et al. 2003). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil produksi diantaranya mortalitas, jangka hidup, rekruitmen, dan struktur populasi (Petracco et al. 2003). Serta faktor kimia dan fisika perairannya yang berpengaruh terhadap produksi, meskipun tidak berpengaruh langsung. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan pantai berpasir Kebumen meliputi nilai ph, oksigen terlarut, salinitas, dan suhu. Nilai ph yang dihasilkan adalah berkisar antara 7,5 sampai 8,29. Salinitas yang dihasilkan adalah berkisar antara 30,4 o / oo sampai 34 o / oo. Suhu yang dihasilkan adalah berkisar antara 28 o C sampai 29 o C. Oksigen terlarut di Pantai Berpasir Kebumen berkisar antara 11 mg/l sampai 13 mg/l. Produktivitas sekunder dapat digunakan sebagai variable respon dari naikturunnya kuantifikasi pada rantai makanan, efek populasi, pengaruh gangguan alam, tumpang tindih relung, kompetisi makanan, penurunan keanekaragaman hayati (Benke & Whiles 2011). Produktivitas dapat membantu memvalidasi gangguan karena perubahan pada makanan yang dapat meningkatkan taxon secara signifikan dalam produksi avertebtara (Benke & Huryn 2010). Selain itu, sebagai data pendukung dalam pengelolaan pembentukan biomasa kepiting pasir. Pemanfaatan biomasa primer, yaitu yang menjadi makanan dari kepiting pasir. Penelitian mengenai produktivitas sekunder krustasea di dunia sudah banyak dilakukan, untuk jenis kepiting pasir maupun jenis lainnya. Hasil penelitian mengenai produktivitas sekunder kepiting pasir yang dilakukan di Negara lain disajikan pada Tabel 7.

34 22 Tabel 7. Produktivitas sekunder Emerita Spp dan Hippa ovalis Jenis P g(afdw). m - B 2.thn -1 g(afdw) P/B Sumber Emerita holthuisi 6,93 a 0,55 a 12,60 Ansell et al. (1978)* Emerita brasiliensis 39,86 156,07 4,91 23,09 6,77 9,55 Petracco et al. (2003) Emerita brasiliensis 238,50 32,24 7,40 Gianuca (1985)* Emerita brasiliensis 96,80 41,74 2,31 Veloso et al (2010)* Emerita analoga 247,50 b 603,66 b 0,41 Conan et al. (1976)* Emerita emeritus 0,40 b 0,08 4,7135 Penelitian ini Hippa ovalis 0,22 b 0,03 8,4533 Penelitian ini Keterangan: a = nilai konversi untuk g (AFDW) menggunakan faktor 0,18 g (AFDW) = 1 kcal, berdasarkan Waters (1977) in Petracco et al. (2003). b = nilai konversi untuk g (AFDW) menggunakan faktor g (AFDW) = 1 g (WW) berdasarkan Ricciardi & Bourget (1998) in Petracco et al. (2003). *Petracco et al. (2003) Nilai produktivitas yang dihasilkan oleh Emerita emeritus dan Hippa ovalis pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh spesies yang berada didaerah yang berbeda. Nilai rasio P/B yang dihasilkan Emerita emeritus lebih kecil dari yang dihasilkan oleh Emerita brasiliensis dan Emerita holthuisi tetapi lebih besar dibandingkan dengan Emerita analoga (Tabel 7). Nilai P/B pada Emerita holthuisi tinggi karena berada didaerah tropis begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Selain itu ketersedian makanan Menurut Allen (1971) in Petracco et al. (2003), tingkat mortalitas dengan nilai P/B berkorelasi. Tingkat mortalitas betina yang lebih tinggi juga dapat menjelaskan nilai P/B lebih tinggi. Tinggi dan rendahnya nilai P/B dipengaruhi oleh laju pertumbuhan, mortalitas, dan rekriutmen serta dominasi panjang individu.

35 23 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa produktivitas sekunder yang dihasilkan oleh Emerita emeritus lebih besar dibandingkan produktivitas sekunder yang dihasilkan Hippa ovalis dari Maret sampai dengan Mei 2012 di pantai berpasir Kebumen. Produktivitas sekunder tahunan yang dihasilkan Emerita emeritus lebih besar daripada Hippa ovalis, yaitu sebesar 2,4181 g.m -2.thn -1 dan 1,3402 g.m -2.thn -1. Nilai P/B Emerita emeritus lebih kecil dibandingkan Hippa ovalis, yaitu 4,7135 dan 8,4533. Hal ini menunjukkan Emerita emeritus memiliki daya pulih yang lebih besar dibandingkan dengan Hippa ovalis Saran Penelitian produktivitas sekunder pada kepiting pasir perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena untuk mengetahui nilai produktivitas diperlukan data sesuai siklus hidupnya supaya lebih akurat dalam mengestimasi. Selain itu, perlu adanya modifikasi alat yang umum digunakan pada pengambilan sampel kepiting pasir. Pengambilan sampel pun sebaiknya dilakukan pada saat pasang dan surut, supaya kepiting pasir yang tertangkap lebih beragam ukurannya.

36 24 DAFTAR PUSTAKA Benke A C A modification of the Hynes method for estimating secondary production with particular significance for multivoltine populations. Limnology and Oceanography 24: Benke A C & Huryn A D Secondary production of Macroinvertebrates. Departemen of biology science. University of Albama p Benthic invertebrate production - facilitating answers to ecological riddles in freshwater ecosystems. The North American Benthological Society, 29(1): Benke A C & Whiles M R Life table vs secondary production analyses relationships and usage in ecology. The North American Benthological Society, 30(4): Boere V, Cansi E R, Alvarenga A B B & Silva I O The Burying Behavior Of The Mole Crab before and after an Accident with Urban Sewage Effluents In Bombinhas Beach, Santa Catarina, Brazil. Ambi-Agua, Taubaté, 6(3): Boonruang P & Phasuk B Species Composition and Abundance Distribution of Anomuran Sand Crabs, and Population Bionomic of Emerita Emeritus (L) Along The Indian Ocean Coast of Thailand (Decapoda: Hippidae). Phuket Marine Biological Center, Thailand. Research bulletin 8:1-17. Cesar & Armendariz Secondary production of Chasmagnathus granulates (Crustacea; Decapoda) in Ramsar Site from Argentina. División Zoología Invertebrados, Facultad de Ciencias Naturales y Museo, Universidad Nacional de La Plata UNLP, Av. Paseo del Bosque, s/n, 1900, La Plata, Argentina p. Crust.biota.biodiv.tw Classification of Hippa ovalis. [terhubung berkala]. [15 Februari 2012] Defeo O & Cardoso R S Macroecology of Population Dynamic and Life History Traits of The Mole Crab Emerita brasiliensis in Atlantic Sandy Beaches of South America. Marine Ecology Progress Series 239: FMSA Sand Crab Monitoring Study Teacher Resource Packet. YMCA Point Bonita from the Sandy Beach Monitoring Handbook. 21p. Google Earth Peta Pantai Bocor, Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Hynes H B N and M J Coleman A simple method of assessing the annual production of stream benthos. Limnology and Oceanography 13:

37 25 Krisanti M Produktivitas Larva Chironomidae pada Substrat Buatan di Kedalaman Perairan dan Kandungan Bahan Organik Berbeda. [Disertasi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Miller B Biology oceanography. Blackwell Publishing. United Kingdom p. Mursyidin D H Kandungan Asam Lemak Omega 6 Pada Ketam Pasir (Emerita emeritus) Di Pantai Selatan Yogyakarta. Bioscientiae 4 (2) : Perez D Mercury Levels in Mole Crabs Hippa cubensis, Emerita brasiliensis, E. portoricensis, and Lepidopa richmondi (Crustacea: Decapoda: Hippidae) from a Sandy Beach at Venezuela. Environmental Contamination and Toxicology. 63: Petracco M, Veloso V G & Cardoso R S Population Dynamics and Secondary Production of Emerita brasiliensis (Crustacea: Hippidae) at Prainha Beach, Brazil. Marine Ecology, 24 (3): Republika Penelitian Mahasiswa UGM: Omega 3 pada Undur-Undur Laut. Hal: 2 kolom 7-8. Rose L V, Rypel A L & Layman C A Community secondary production as a measure of ecosystem function : a case study with aquatic ecosystem fragmentation. Bulletin of marine science. 87(4): Veloso V G & Sallorenzo I A Differences in the secondary production of Emerita brasiliensis (Decapoda: Hippidae) on two sandy beaches in Rio de Janeiro State, Brazil. Nauplius 18(1): Walpole RE Pengantar statistic, edisi ke-3. [Terjemahan dari Introduction to statistic 3rd edition]. Sumantri B (penerjemah). PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 515 hlm. Zipcodezoo Classification of Emerita emeritus. [terhubung berkala]. [15 Februari 2012]

38 LAMPIRAN 26

39 27 Lampiran 1. Parameter Fisika-Kimia Perairan Jarak (m) ph Salinitas ( o/ oo) Suhu ( o C) DO (mg/l) 0 7,5-8,23 30, ,5-8,21 30, ,8-8,29 30, Rumus perhitungan Dissolved Oxygen (DO) adalah sebagai berikut: Keterangan: Vol.thiosulfat = Banyaknya ml titran saat titrasi menggunakan Na-thiosulfat N.thiosulfat = Kosentrasi Na-thiosulfat (0,0242 atau 0,0236) Vol.sampel = Volume air sampel yang digunakan untuk titrasi (25 ml) Vol.botol BOD = Volume botol BOD yang digunakan (125 ml) Vol.pereaksi = Volume MnSO 4 dan NaOH-KI yang digunakan (2 ml) Lampiran 2. Distribusi frekuensi panjang Emerita emeritus (2012) Selang Xi Kelas Frekuensi Maret April Mei Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina , , , , , , , , Lampiran 3. Distribusi frekuensi panjang Hippa ovalis (2012) Selang Xi Kelas Frekuensi Maret April Mei Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

40 28 Lampiran 3. (Lanjutan) Lampiran 4. Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian. Alat: Timbangan digital Penggaris Termometer Plastik Klip Alat bedah Erlenmeyer Gelas ukur Botol BOD Kamera digital Laptop Refraktometer Alat Tulis Alat Bantu Penangkapan ph stik

41 29 Bahan: Hippa ovalis Emerita emeritus Bahan titrasi metode Winkler (Nathiosulfat, NaOH+KI, MnSO 4, H 2 SO 4, amylum) Formalin 10% Lampiran 5. Olahan kepiting pasir (Rempeyek)