ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
Provinsi Sumatera Utara: Demografi

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, isi kebun di Indonesia adalah berupa tanaman buah-buahan,

BERITA RESMI STATISTIK

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya memegang peranan penting dari

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

PENDAHULUAN. sektor perekonomian yang sangat berkembang di propinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk yang menguntungkan kan adalah jamur konsumsi. konsumsi atau sering dikenal dengan istilah mushroom merupakan bahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

RINCIAN LABUHANBATU UTARA TEBING TINGGI BATUBARA ASAHAN TANJUNG BALAI NAMA DAN TANDA TANGAN KPU PROVINSI

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

LAMPIRAN. Lampiran 1 Jadwal dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

Lampiran 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2014

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

Yulianta Siregar Departemen electrical engineering University of North Sumatera Bali 28 Mei 2010

,85 8,44 - Sumatera Utara ,01 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem *

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

LAMPIRAN. Lampiran I JADWAL PENELITIAN

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

Universitas Sumatera Utara

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/ KOTA DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA MISKIN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CLUSTER SKRIPSI WIDYA REZA

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. dimana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa)

Transkripsi:

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI PROVINSI SUMATERA UTARA Sarah Maulidia Milova*), Satia Negara Lubis**), Siti Khadijah**) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan. Hp. 082277300272, E-mail : sarahmilova@yahoo.com **) Staf pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis daerah yang menjadi unggulan dalam pengembangan ternak sapi pada Provinsi Sumatera Utara, serta menganalisis pertumbuhan ternak sapi per kabupaten/kota pada Provinsi Sumatera Utara. Metode penentuan daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive area sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Langkat, Labuhan Batu Utara, Simalungun, dan Asahan merupakan daerah unggulan (basis) pengembangan ternak sapi pada Provinsi Sumatera Utara; Pertumbuhan ternak sapi di daerah Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Medan dan Binjai berada pada klasifikasi I (pertumbuhan dominan pada wilayah Referensi dan dominan pada wilayah Studi), sedangkan di daerah Kabupaten Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Nias Selatan, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Samosir, Batubara, Nias Utara, Nias Barat, Sibolga, Pematang Siantar, Padang Sidempuan, Gunung Sitoli dan Toba Samosir berada pada klasifikasi II (pertumbuhan dominan pada wilayah Referensi namun tidak dominan pada wilayah studi). Kata kunci : Daerah Unggulan, Pertumbuhan Ternak Sapi, Klasifikasi ABSTRACT This study aims to analyze the superior area in the development of cattle of Provinsi Sumatera Utara, and to analyze the growth of cattle in the kabupaten / kota of Provinsi Sumatera Utara. Method of determining area used in this research is method purposive sampling area. The method of analysis used is the method of analysis Location Quotient (LQ), Growth Ratio Model. The results showed that Kabupaten Langkat, Labuhan Batu Utara, Simalungun, and Asahan are base areas to the development of cattle of Provinsi Sumatera Utara. The growth of cattle in Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang,

Langkat, Serdang Bedagai, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Medan dan Binjai is in classification I (the dominant growth in the Reference region and dominant in the Study area). The in Kabupaten Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Nias Selatan, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Samosir, Batubara, Nias Utara, Nias Barat, Sibolga, Pematang Siantar, Padang Sidempuan, Gunung Sitoli and Toba Samosir is inclassification II (the dominant growth in the Reference region but not dominant in the Study Area) Keywords : Base Area, The Growth of Cattle, Classification PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan salah satu komoditas pangan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi devisa negara dan harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Pada kenyataannya, target kebutuhan protein hewani asal ternak sebesar 6 g/kapita/hari masih jauh dari terpenuhi. Ada sedikitnya 10 permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mengembangkan peternakan yaitu pemerataan dan standar gizi nasional belum tercapai, peluang ekspor yang belum dimanfaatkan secara maksimal, sumber daya pakan yang minimal, belum adanya bibit unggul produk nasional, kualitas produk yang belum standar, efisiensi dan produktifitas yang rendah, sumber daya manusia yang belum dimanfaatkan secara optimal, belum adanya keterpaduan antara pelaku peternakan, komitmen yang rendah dan tingginya kontribusi peternakan pada pencemaran lingkungan (Cahyan, 2003). Menurut Dirjen Peternakan (2009), Indonesia telah berhasil dalam swasembada daging ayam dan telur, namun data statistika peternakan mengungkapkan bahwa Indonesia belum dapat memenuhi tingkat konsumsi daging masyarakat yang semakin menanjak tiap tahunnya seiring dengan membaiknya perekonomian masyarakat. Laju konsumsi daging sapi belum dapat tertutupi dengan laju produksi daging sapi dalam negeri. Kebutuhan daging sapi nasional pada Tahun 2008, sebesar 60% dipasok dari produksi dalam negeri dan 40% dipenuhi melalui impor, yaitu dalam bentuk daging dan jerohan beku sebesar 70 ribu ton dan impor sapi mencapai 630 ribu ekor.

Pemerintah provinsi Sumatera Utara memiliki lahan yang sangat luas untuk dapat melakukan pengembangan peternakan. Terdapatnya dua puluh lima kabupaten, delapan kota dan banyak pulau-pulau yang terdapat di kawasan Sumatera Utara merupakan bukti bahwa banyak lahan yang dapat dijadikan sentra pengembangan peternakan. Hal tersebut akan berhasil apabila dilakukan melalui perencanaan pengembangan wilayah peternakan sesuai dengan keunggulan komoditas. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Dimanakah daerah yang menjadi unggulan dalam pengembangan ternak sapi pada Provinsi Sumatera Utara? 2. Bagaimana pertumbuhan ternak sapi perkabupaten/kota pada Provinsi Sumatera Utara? Tujuan Penelitian Sesuai dengan identifikasi masalah di atas maka tujuan penelitian adalah untuk : 1. Untuk menganalisis daerah yang menjadi unggulan dalam pengembangan ternak sapi pada Provinsi Sumatera Utara 2. Untuk menganalisis pertumbuhan ternak sapi per kabupaten/kota pada Provinisi Sumatera Utara. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Sumatera Utara memiliki potensi yang strategis dan memegang peranan penting sebagai pendorong swasembada daging nasional (Umar, 2009). Pemeliharaan secara ekstensif atau semi-intensif dapat dilakukan dengan memanfaatkan padang penggembalaan seluas 1.311.159 ha dan lahan perkebunan kelapa sawit dan karet yang mencapai 1.192.172 ha dalam pola integrasi tanaman dan ternak (SITT). Landasan Teori Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan

basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2005). Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut (Arsyad, 2002). Sutikno dan Maryunani (2007) menyebutkan bahwa semakin banyak sektor basis pada suatu daerah akan menambah arus pendapatan kedalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa didalamnya dan meningkatkan nilai investasi serta menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Oleh sebab itu, sebenarnya kegiatan basis memiliki peran yang sangat penting sebagai penggerak pertama yang akan berdampak pada setiap perubahan pendapatan sektor tersebut serta memberikan efek pengganda terhadap perekonomian agregat daerah. Analisis yang digunakan untuk mengetahui sektor basis dan non basis adalah dengan Analisis Location Quotient (LQ) (Arsyad,2000). Sektor Potensial dalam Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk merangsang perkembangan sosial ekonomi, menjaga kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah serta mengurangi kesenjangan antar wilayah (Zulaechah, 2011). Penerapan kebijakan pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan yang terjadi di wilayah tersebut (Susanto, 2009). Dalam upaya pengembangan wilayah tidak dapat dilakukan pengembangan terhadap semua sektor secara serentak akan tetapi diprioritaskan pada beberapa sektor yang memiliki potensi lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal

tersebut dilakukan dengan harapan sektor yang memiliki potensi cukup besar itu dapat berkembang pesat dan mampu merangsang tumbuhnya sektor lain. Berkembangnya sektor lain akibat tumbuhnya sektor potensial dapat meciptakan peluang bagi sektor lain baik sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga keja sektor potensial yang mengalami peningkatan output. Oleh karena itu, upaya memprioritaskan sektor potensial untuk dikembangkan merupakan langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah. Guna mengetahui sektor yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan yaitu dengan menganalisanya menggunakan Analisi Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan perbandingan pertumbuhan suatu kegiatan dalam suatu wilayah referensi dan wilayah studi. Model rasio pertumbuhan adalah perbandingan pertumbuhan suatu kegiatan dalam wilayah referensi (RPr) dan wilayah studi (RPs). Penelitian Terdahulu Menurut hasil penelitian Salindri Masfufah dkk (2015) yang berjudul Analisis Peranan Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2013, bahwa hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi sektor basis ketiga di Provinsi Jawa Timur sebesar 1,16. Subsektor yang memiliki nilai LQ 1 dan menjadi subsektor basis adalah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan. Peran dan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur di masa yang akan datang dapat dilihat melalui nilai LQ sektor pertanian sebesar 1,2 yang berarti sektor pertanian masih dapat menjadi sektor unggul atau memiliki potensi di masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan oleh Nudiatulhuda Mangun judul Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis sektor-sektor basis/unggulan, yang mempunyai daya saing kompetitif dan spesialisasi di masing-masing Kabupaten/Kota, menentuka tipologi daerah dan prioritas sektor basis guna pengembangan pembangunan Kabupaten/Kota. Alat analisis yang digunakan adalah LQ, Shift-share, Tipologi Klassen dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten/Kota mempunyai potensi masing-masing sesuai dengan kondisinya namun sektor Pertanian masih merupakan sektor basis yang dominan di Provinsi Sulawesi Tengah karena 9 Kabupatennya mempunyai basis/unggulan di sektor ini; sedangkan sektor lainnya bervariasi khusus sektor Pertambangan dan industri Pengolahan hanya dimiliki Kota Palu sekaligus sebagai kota yang paling banyak memiliki sektor basis (8 sektor basis). METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive. Metode Pengambilan Data Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder berupa data Time Series. Metode Analisis Data Untuk Identifikasi Masalah 1, dianalisis dengan menggunakan metode analisis Location Quotient (LQ) atau analisis keadaan wilayah (sektor basis atau non basis). Analisis LQ atau analisis keadaan wilayah (sektor basis atau non basis). Dilakukan dengan menghitung perbandingan Si dan Ni. Si= Perbandingan antara populasi ternak tertentu per kabupaten/kota dengan penduduk di wilayah yang sama, Ni= Perbandingan antara populasi ternak tertentu dengan jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara. Rumus Location Quotient (LQ): Dimana: Si = Populasi jenis komoditi i pada tingkat kabupaten/kota S = Populasi penduduk pada tingkat kabupaten/kota Ni = Populasi jenis komoditi i pada tingkat Provinsi Sumatera Utara N = Populasi penduduk pada tingkat Provinsi Sumatera Utara Hasil perhitungan LQ memiliki tiga kriteria, yaitu:

a. LQ > 1, basis artinya produksi komoditi i di wilayah kabupaten/kota berarti memiliki keunggulan komparatif b. LQ = 1, non basis artinya produksi komoditi i di wilayah kabupaten/kota tidak memiliki keunggulan komparatif, hanya cukup memenuhi kebutuhan sendiri dalam wilayah tersebut. c. LQ < 1, non basis artinya produksi komoditi i di wilayah kabupaten/kota tidak memiliki keunggulan komparatif, produksi komoditi i wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan harus mendapat pasokan dari luar wilayah. Untuk Identifikasi Masalah 2, dianalisis dengan menggunakan analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Analisis Model Rasio Pertumbuhan merupakan perbandingan pertumbuhan suatu kegiatan dalam suatu wilayah referensi dan wilayah studi. Model Rasio Pertumbuhan adalah perbandingan pertumbuhan suatu kegiatan dalam wilayah referensi dan wilayah studi. Model rasio pertumbuhan dibagi ke dalam dua rasio yakni Rasio Pertumbuhan wilayah referensi (RPr = Provinsi Sumatera Utara) dan Rasio Pertumbuhan wilayah studi (RPs = kabupaten/kota di Provinsi Sumtera Utara). Formula yang dipakai untuk menghitung MRP adalah sebagai berikut: 1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) Rasio pertumbuhan wilayah referensi yaitu membandingkan pertumbuhan masing-masing sektor dalam konteks wilayah referensi (Provinsi Sumatera Utara) dengan sektor i dalam konteks wilayah referensi (Provinsi Sumatera Utara). Dimana: Er = Pertumbuhan populasi ternak besar wilayah referensi pada awal dan akhir tahun penelitian Er = Populasi ternak besar wilayah referensi pada akhir tahun penelitian Eir = Pertumbuhan populasi ternak sapi wilayah referensi pada awal dan akhir tahun penelitian Eir = Populasi ternak sapi di wilayah referensi pada awal tahun penelitian

Jika RPr lebih besar dari 1 maka RPr dikatakan (+), yang berarti pertumbuhan suatu populasi sapi dalam tingkat Provinsi Sumatera Utara lebih tinggi dari pertumbuhan populasi sapi di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dan jika RPr lebih kecil dari 1 dikatakan (-), yang berarti bahwa pertumbuhan populasi sapi dalam tingkat Provinsi Sumatera Utara lebih rendah dari pertumbuhan populasi sapi pada tingkat kabupaten/kota. 2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) memiliki perbedaan dengan RPr. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yaitu membandingkan pertumbuhan populasi sapi di masing-masing wilayah studi (kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara) dengan pertumbuhan populasi sapi Provinsi Sumatera Utara. Rumus RPs adalah: Dimana: Eij = Pertumbuhan populasi ternak sapi di wilayah studi pada awal dan akhir tahun penelitian Eij = Populasi ternak sapi di wilayah studi pada awal tahun penelitian Eir = Pertumbuhan populasi ternak sapi wilayah referensi pada awal dan akhir tahun penelitian Eir = Populasi ternak sapi di wilayah referensi pada awal tahun penelitian Jika nilai RPs lebih besar dari 1 maka dikatakan (+) yang menunjukkan pertumbuhan populasi ternak sapi di wilayah studi tinggi. Demikian sebaliknya jika RPs (-). Analisis MRP akan diperoleh nilai riil dan nilai nominal kemudian hasil kombinasi keduanya dapat diperoleh deskripsi populasi ternak sapi potensial dikembangkan di suatu kabupaten/kota pada Provinsi Sumatera Utara yang dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian, meliputi: a. Klasifikasi I yakni RPr (+) dan RPs (+), artinya komoditi tersebut pertumbuhannya dominan, baik pada wilayah referensi (kabupaten/kota) maupun pada wilayah studi (provinsi). b. Klasifikasi II yaitu RPr (+) dan RPs (-), artinya komoditi tersebut pertumbuhannya menonjol di wilayah referensi namun tidak menonjol di wilayah studi.

c. Klasifikasi III yakni RPr (-) dan RPs (+), artinya komoditi tersebut mempunyai pertumbuhan tidak menonjol di wilayah referensi namun potensial dikembangkan di wilayah studi. d. Klasifikasi IV yakni RPr (-) dan RPs (-), artinya komoditi tersebut tidak mempunyai pertumbuhan yang memadai ssbaik di wilayah referensi maupun di wilayah studi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Location Quotient (LQ) Ternak Sapi Hasil analisis LQ pengembangan ternak sapi di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan daerah basis secara berturut-turut adalah Kabupaten Langkat, Labuhan Batu Utara, Simalungun, Asahan, dengan indeks hasil > 1 Rincian mengenai hasil Analisis LQ ternak sapi di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Analisis LQ Pengembangan Ternak Sapi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2015 Kabupaten/Kota Location Quotient Ratarata 2011 2012 2013 2014 2015 LQ Nias 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mandailing Natal 0,23 0,15 0,17 0,21 0,21 0,19 Tapanuli Selatan 0,22 0,08 0,15 0,17 0,20 0,16 Tapanuli Tengah 0,80 0,07 0,11 0,12 0,15 0,25 Tapanuli Utara 0,06 0,03 0,02 0,02 0,03 0,03 Toba Samosir 0,17 0,16 0,22 0,13 0,24 0,18 Labuhan Batu 0,64 0,90 0,50 0,95 0,90 0,80 Asahan 2,43 2,20 2,54 2,56 2,64 2,50 Simalungun 2,50 2,49 2,52 2,56 2,52 2,51 Dairi 0,24 0,08 0,19 0,16 0,01 0,13 Karo 0,44 0,55 0,28 0,55 0,40 0,44 Deli Serdang 0,96 0,99 1,02 0,94 1,82 0,56 Langkat 3,46 3,81 4,20 3,80 3,72 3,80 Nias Selatan 0,01 0,00 0,01 0,01 0,04 0,01 Humbang Hasundutan 0,35 0,06 0,11 0,08 0,14 0,14 Pakpak Bharat 0,17 0,10 0,08 0,09 0,10 0,10 Samosir 0,30 0,20 0,22 0,27 0,36 0,27 Serdang Bedagai 1,63 1,44 1,43 1,53 1,52 1,51 Batubara 1,57 1,44 1,45 1,54 1,63 1,52 Padang Lawas Utara 1,25 1,20 0,96 1,21 1,25 1,17 Padang Lawas 0,66 0,52 0,19 0,58 0,60 0,51 Labuhan Batu Selatan 0,83 0,94 0,65 0,97 0,97 0,90 Labuhan Batu Utara 2,61 2,52 2,45 2,66 2,45 2,53 Nias Utara 0,06 0,02 0,01 0,02 0,02 0,02 Nias Barat 0,03 0,02 0,02 0,03 0,03 0,02 Sibolga 0 0 0 0 0 0 Tanjung Balai 0,03 0,04 0,10 0,08 0,15 0,08 Pematang Siantar 0,09 0,03 0,02 0,02 0,06 0,04 Tebing Tinggi 0,22 0,22 0,21 0,23 0,28 0,23 Medan 0,03 0,02 0,02 0,03 0,01 0,02 Binjai 0,42 0,34 0,37 0,44 0,53 0,42 PadangSidempuan 0,11 0,05 0,09 0,10 0,10 0,09 Gunung Sitoli 0,02 0,01 0,02 0,01 0,15 0,04 Sumber: Data Sekunder Diolah Tabel 1. menunjukkan bahwa Kabupaten Langkat merupakan daerah basis pengembangan ternak sapi di Provinsi Sumatera Utara dengan nilai LQ sebesar 3,72 dan dengan daya dukung sebagai berikut: yaitu luas wilayah Kabupaten Langkat 6.263,29 km², dengan populasi sapi Tahun 2015 berjumlah 177.305 ekor, dan pertumbuhan populasi ternak sapi

pada kabupaten ini yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dalam kurun waktu 2011-2015, serta daya dukung pakan dari potensi tanaman pangan juga sangat besar jika dimanfaatkan limbahnya seperti jerami padi dan jagung sebagai sumber pakan (hijauan dan konsentrat) bagi ternak. Dengan produksi padi sawah dan ladang dengan luas panen 79.640 ha, dan dengan produksi 442.314 ton. Serta produksi jagung dengan luas lahan 20.862 dan dengan produksi 147.368 ton. Lalu Kabupaten Simalungun merupakan daerah basis pengembangan ternak sapi di Provinsi Sumatera Utara dengan nilai LQ sebesar 2,51. Dan dengan daya dukung sebagai berikut: yaitu luas wilayah Kabupaten Simalungun 4.368,60 km², dengan populasi sapi Tahun 2015 berjumlah 100.798 ekor, dan pertumbuhan populasi ternak sapi pada kabupaten ini juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun juga pernah mengalami penurunan pada tahun 2013, dalam kurun waktu 2011-2015. Serta daya dukung pakan dari potensi tanaman pangan yaitu padi sawah dan ladang dengan luas panen 106.785 ha, dan dengan produksi 593.390 ton. Serta produksi jagung dengan luas panen 63.079 ha dan dengan produksi 381.685 ton. Kemudian Kabupaten Asahan merupakan daerah basis pengembangan ternak sapi di Provinsi Sumatera Utara dengan nilai LQ sebesar 2,50. Dan dengan daya dukung sebagai berikut: yaitu luas wilayah Kabupaten Asahan 3.675,79 km², dengan populasi sapi Tahun 2015 berjumlah 84.504 ekor, dan pertumbuhan populasi ternak sapi pada kabupaten ini juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun juga pernah mengalami penurunan pada Tahun 2013, dalam kurun waktu 2011-2015. Serta daya dukung pakan dari potensi tanaman pangan yaitu padi sawah dan ladang dengan luas panen 18.755 ha dan dengan produksi 101.629 ton. Serta produksi jagung dengan luas panen 2.333 ha dan dengan produksi 10.625 ton. Dan Kabupaten Labuhan Batu Utara merupakan daerah basis pengembangan ternak sapi di Provinsi Sumatera Utara dengan nilai LQ sebesar 2,455. Dengan daya dukung sebagai berikut: yaitu luas wilayah Kabupaten Labuhan Batu Utara 3.545,80 km², dengan populasi sapi Tahun 2015 berjumlah 43.699 ekor, dan pertumbuhan populasi ternak sapi pada kabupaten ini juga terus mengalami penningkatan setiap tahuanya, namun juga pernah mengalami penurunan pada Tahun 2013, dalam kurun waktu 2011-2015. Serta daya dukung pakan dari potensi tanaman pangan yaitu padi sawah dan ladang dengan luas panen 24.067 ha dan dengan produksi 102.720 ton. Serta produksi jagung dengan luas panen 71

ha dan dengan produksi 305 ton. Dengan asumsi bahwa tidak terjadi alih fungsi lahan pada tahun-tahun berikutnya pada wilayah Provinsi Sumatera Utara khususnya pada kabupaten/kota yang potensial. Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Sapi Rincian mengenai hasil Analisis MRP ternak sapi di Provinsi Sumatera Utara tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai RPr dan RPs Sapi di Sumatera Utara Antara Tahun 2011-2015 Kabupaten/kota RPr Nominal RPs Nominal Nias 1,20 + -4,34 - Mandailing Natal 1,20 + 1 + Tapanuli Selatan 1,20 + 0,35 - Tapanuli Tengah 1,20 + 5,7 + Tapanuli Utar 1,20 + -1,7 - Toba Samosir 1,20 + 1,3 + Labuhan Batu 1,20 + 3,7 + Asahan 1,20 + 1 + Simalungun 1,20 + 1,75 + Dairi 1,20 + 1,61 + Karo 1,20 + 3,00 + Deli Serdang 1,20 + 1,59 + Langkat 1,20 + 1,92 + Nias Selatan 1,20 + -1,91 - Humbang Hasundutan 1,20 + -2,21 - Pakpak Bharat 1,20 + -0,68 - Samosir 1,20 + -1,93 - Serdang Bedagai 1,20 + 4,56 + Batubara 1,20 + 0,62 - Padang Lawas Utara 1,20 + 0,86 + Padang Lawas 1,20 + 0,68 + Labuhan Batu Selatan 1,20 + 1,91 + Labuhan Batu Utara 1,20 + 2,70 + Nias Utara 1,20 + -2,09 - Nias Barat 1,20 + 0,89 - Sibolga 1,20 + 0 - Tanjung Balai 1,20 + 8,65 + Pematang Siantar 1,20 + -2,17 - Tebing Tinggi 1,20 + 2,75 + Medan 1,20 + 1,45 + Binjai 1,20 + 1,43 + Padang Sidempuan 1,20 + -0,17 - Gunung Sitoli 1,20 + -0,53 - Sumber: Data Sekunder Diolah

Berdasarkan data pada Tabel 2. diperoleh deskrispsi kegiatan ekonomi beternak sapi yang potensial pada tingkat wilayah studi dan wilayah referensi dengan merujuk kepada 2 klasifikasi sebagai berikut: a. Klasifikasi I yakni RPr (+) dan RPs juga (+) menunjukkan pertumbuhan populasi sapi dominan di wilayah referensi (provinsi) dan wilayah studi (kabupaten/kota). Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai. b. Klasifikasi II yaitu RPr (+) dan RPs (-), mengindikasikan pertumbuhan populasi sapi dominan di wilayah referensi (provinsi) namun tidak menonjol di wilayah studi (kabupaten/kota). Kabupaten Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Nias Selatan, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Samosir, Batubara, Nias Utara, Nias Barat, Sibolga, Pematang Siantar, Padang Sidempuan, Gunung Sitoli Toba Samosir, Masuk ke dalam klasifikasi ini. c. Klasifikasi III yaitu RPr (-) dan RPs (-), tidak ada pertumbuhan yang tidak dominan pada wilayah Referensi, artinya tidak ada satu kabupaten pun yang tidak dominan untuk mengembangkan ternak sapi. d. Klasifikasi IV yaitu RPr (-) dan RPs (+), tidak ada yang termasuk dalam klasifikasi ini artinya semua kabupaten/kota mempunyai pertumbuhan yang dominan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarakan data hasil Analisis LQ di semua Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tampak bahwa wilayah potensial bagi pengembangan ternak sapi di Sumatera Utara berturut-turut adalah di Kabupaten Langkat, Asahan, Simalungun dan Labuhan Batu Utara. 2. Hasil perhitungan analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) sapi di Sumatera Utara menunjukan bahwa Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Dairi, Karo, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhan Batu Selatan,

Labuhan Batu Utara, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai termasuk ke dalam klasifikasi I (pertumbuhan dominan pada wilayah Referensi dan dominan pada wilayah Studi). Kabupaten Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Simalungun, Nias Selatan, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Samosir, Batubara, Nias Utara, Nias Barat, Sibolga, Pematang Siantar, Padang Sidempuan, Gunung Sitoli masuk ke dalam klasifikasi II (pertumbuhan dominan pada wilayah Referensi namun tidak dominan pada wilayah studi). Saran Adapun saran untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk Peternak Diharapkan untuk peternak agar bisa mengembangkan ternak sapi di Sumatera Utara pada daerah-daerah yang potensial seperti Langkat, Asahan, Simalungun, Labuhan Batu Utara dan hendaknya lebih diperhatikan dan lebih di fokuskan dalam pengembangannya agar setiap kabupaten/kota memiliki tingkat produktifitas peternakan yang tinggi. 2. Untuk Pemerintah Diharapkan pemerintah dapat ikut serta dalam membantu mengembangkan usaha peternakan rakyat pada daerah-daerah di Sumatera Utara. Dan pemerintah perlu melakukan zonasi yang terstruktur dalam pengembangan peternakan di Sumatera Utara. Hal ini untuk mencegah alih fungsi lahan produktif bagi ternak yang semakin meluas. Dan diharapkan juga kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan peternakan-peternakan kecil di daerahdaerah. Bentuk perhatian yang paling dibutuhkan oleh peternak adalah bantuan pakan dan bahan penunjang lainnya. 3. Kepada Peneliti Selanjutnya Kepada peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat menganalisis daerah potensial lainnya untuk pengembangan ternak besar seperti kerbau, kuda, dan kambing. Atau daerah potensial untuk pengembangan ternak unggas. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, A.2002. Media Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Pers. Arsyad, Lincoln. Pengantar Perencana Ekonomi Daerah (edisi kedua). Yogyakarta: BPFE.2002.

Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2011. Populasi Ternak Besar 2015 Mangun, Nadiatulhuda. 2007. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Thesis. Semarang: Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro. Sofyadi, Cahyan. 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan. Bogor: Badan Litbang Departemen Pertanian Bogor. Sutikno, Maryunani. 2007. Analisis Potensi dan Daya Saing Kecamatan Sebagai Pusat Pertumbuhan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP). Kabupaten Malang. Journal of Indoneisa Applied Econbomics Vol. 1 No. 1 Oktober 2007. Malang: Universitas Brawijaya.