COST OF PARATRANSIT (ANGKOT) OPERATION IN BANDUNG
T 388.11 WIB
S U M M A R Y COST OF PARATRANSIT (ANGKOT) OPERATION IN BANDUNG, Heru Wisnu Wibowo, 1994, Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. This research describes an investigation of the cost of operating paratransit in Bandung terrain and examines the effects of annual kilometres-run on some components of operating costs. A major emphasis of the study was application of a regression approach to determine mathematical models. The vehicle samples consist of various vehicle types such as Mitsubishi Colt, Suzuki Futura, Daihatsu Hijet, Daihatsu Zebra and Toyota Kijang. Data collection was undertaken by questionning paratransit drivers or operators using a standard questionnaire form. Total sample size was 240 vehicles on four routes. Cost components of operating paratransit considered in the analysis were fuel and retribution cost, lubricants cost, tyre cost, spareparts cost, maintenance cost, driver's wage, licences cost, and depreciation. The calculation of depreciation was based on the following assumptions : the service life for paratransit vehicles is 13 years; annual interest rate is 15 %; and the residual value at the end of service life is 28 %. The primary independent variable for correlation of operating cost was found to be annual kilometres run. - - - - - - - -> The operating cost models were developed on a disaggregated base for 1000 cc, 1300 cc and 1500 cc engines, except for the depreciation model where the distinction is made between vehicle age < 3 years and vehicle age > 3 years. Considering the model, R-squared varied over the range 30.42 to 99.56 percent. Except for the licences cost model, values of R-squared calculated for the models are considered to be poor. Financial performance of routes was defined as revenue per day divided by operating costs per day. Analysis of the financial performance of seventeen routes in Kotamadya Bandung shows that there is no loss-making route. Financial performance ranges between 1.11 and 2. 24, the lowest is the Abdul Muis - Ledeng (04) route and the highest is the Cicaheum - Ledeng (06) route.
R I N G K A S A N BIAYA UNTUK OPERASI ANGKUTAN KOTA (ANGKOT) DI BANDUNG, Heru Wisnu Wibowo, 1994, Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Penelitian ini menjelaskan suatu penelitian dari biaya operasi angkutan kota di daerah Bandung dan menelaah pengaruh dari kilometer jalan per tahun pada beberapa komponen biaya operasi kendaraan. Salah satu penekanan utama penelitian ini adalah penggunaan pendekatan regresi untuk menetapkan model-model matematika. Sampel kendaraan meliputi bermacam jenis kendaraan seperti Mitsubishi Colt, Suzuki Futura, Daihatsu Hijet, Daihatsu Zebra dan Toyota Kijang. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai pengemudi atau operator dengan menggunakan suatu daftar pertanyaan yang baku. Jumlah sampel adalah 240 kendaraan dari empat rute. Komponen biaya operasi kendaraan yang diamati terdiri dari biaya bahan bakar dan retribusi, biaya pelumas, biaya ban, biaya suku cadang, biaya perawatan, pendapatan pengemudi, biaya perijinan dan depresiasi. Perhitungan depresiasi didasarkan pada anggapan berikut : umur pelayanan kendaraan 13 tahun, nilai suku bunga per tahun 15 % dan nilai sisa kendaraan pada akhir umur pelayanan 28 %.Variabel bebas utama untuk korelasi dari biaya operasi ternyata adalah kilometer jalan per tahun Ṁodel biaya operasi angkutan kota dikembangkan secara terpisah berdasarkan ukuran mesin 1000 cc, 1300 cc dan 1500 cc, kecuali untuk model depresiasi dimana dibedakan antara umur kendaraan < 3 tahun dan umur kendaraan > 3 tahun. Mengenai model, R bervariasi dari 30.42 % sampai 99.56 %. Kecuali untuk model biaya perijinan, nilai R untuk modelmodel adalah buruk. Kinerja finansial (financial performance) dari rute didefinisikan sebagai pendapatan per hari dibagi dengan biaya untuk operasi per hari. Analisis kinerja finansial dari tujuh belas rute di Kotamadya Bandung menunjukkan bahwa tidak ada rute yang mengalami kerugian. Nilai kinerja finansial mempunyai selang antara 1,11 dan 2,24, terendah adalah untuk rute Abdul. Muis - Ledeng (04) dan tertinggi adalah untuk rute Cicaheum - Ledeng (06).