IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering Rataan nilai kecernaan bahan kering tiap perlakuan pada domba Garut jantan umur 8 bulan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Kecernaan Bahan Kering Pada Setiap Perlakuan (%) Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 R6 1 51,71 57,07 49,62 57,03 62,36 56,38 2 59,75 50,40 70,39 63,82 74,22 52,85 3 59,10 54,10-63,88 63,81 56,81 4 59,28 61,94 61,93 67,40 68,87 67,18 Total 229,84 223,51 181,94 252,13 269,26 233,22 Rata-Rata 57,46 55,88 60,65 63,03 67,32 58,31 Keterangan: R1 = Imbangan protein 12% dan TDN 60% R2 = Imbangan protein 12% dan TDN 65% R3 = Imbangan protein 14% dan TDN 60% R4 = Imbangan protein 14% dan TDN 65% R5 = Imbangan protein 16% dan TDN 60% R6 = Imbangan protein 16% dan TDN 65% Berdasarkan data yang diperoleh, nilai rataan kecernaan bahan kering berkisar antara 55,88% 67,32%, hal ini menunjukan angka kecernaan bahan kering yang lebih kecil dari penelitian Pertiwi (2010) yang berkisar antara 66,61% 70,42% namun lebih besar dari penelitian Hartini (2008) yang berkisar antara 58,53% 63,42%. Hasil analisis ragam (Lampiran 8.) menunjukan pengaruh pemberian ransum komplit berbasis bahan pakan lokal dengan berbagai imbangan protein dan energi tidak memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan kering (P> 0,05). Artinya imbangan protein dan energi dalam ransum komplit berbasis bahan
31 pakan lokal dengan kombinasi protein dan energi 12%, 14%, 16% dan 60%, 65%, tidak memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan kering. Kondisi ini terjadi karena konsumsi bahan kering ransum yang sama. Menurut Zain (1999) tingkat konsumsi ransum akan mempengaruhi kecernaan. Selanjutnya Tillman dkk., (1998), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kecernaan bahan kering salah satunya adalah jumlah bahan kering yang dikonsumsi karena aktivitas mikroba mengikuti bahan pakan yang dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kamal (1994) bahwa jika konsumsi pakan meningkat diduga pertumbuhan dan perkembangan mikrobanya juga meningkat. Kandungan serat kasar yang relatif sama antar perlakuan sebesar 20,52% sampai 24,32%, dapat mengakibatkan nilai kecernaan bahan kering yang sama. Seperti dikemukakan oleh Debora dkk., (2005) bahwa tinggi rendahnya kecernaan zat makanan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dan aktifitas mikroba rumen terutama bakteri selulotik. Selain itu tekstur ransum yang sama pada setiap perlakuan juga dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering karena laju perjalanan pakan melalui alat pencernaan sama. Hal ini didukung oleh Tillman dkk., (1989) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah komposisi pakan, faktor hewan, serta laju perjalanan melalui alat pencernaan. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan terhadap kecernaan bahan kering, maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan yang di sajikan pada Tabel 6.
32 Tabel 6. Signifikasi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering dengan Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan Rataan Kecernaan Bahan Kering (%) Signifikasi R2 55,87 a R1 57,46 ab R6 58,30 ab R3 60,64 ab R4 63,03 ab R5 67,31 b Keterangan : Huruf pada signifikasi yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan (Lampiran 11.) nilai kecernaan bahan kering ransum perlakuan R5 (protein 16 % dan TDN 60%) menunjukan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan R2 (protein 12% dan TDN 65%) namun tidak berbeda dengan R1, R3, R4, dan R6. Hal ini disebabkan oleh kandungan ransum penelitian dimana dalam ransum perlakuan R5 kandungan protein dan TDNnya mencapai 16% dan 60%, sementara pada perlakuan R2 kandungan protein dan TDNnya hanya 12% dan 65%. Perbedaan kandungan protein dalam ransum ini dapat mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering karena pakan yang rendah kandungan proteinnya, akan menyebabkan konsentrasi amonia rumen menjadi rendah sehingga pertumbuhan mikroba rumen menjadi terhambat dan proses degradasi karbohidrat menjadi terhambat juga (McDonald dkk, 1995). Oktarina dkk. (2004) juga menyatakan bahwa peningkatan kadar protein kasar dalam pakan akan meningkatkan laju perkembangbiakan dan populasi mikroba rumen sehingga kemampuan mencerna menjadi lebih besar. Selain itu menurut Mackie dkk. (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan.
33 Nilai kecernaan bahan kering dengan penggunaan TDN 60% juga dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dibandingkan penggunaan TDN 65 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999), bahwa faktor lain yang membatasi konsumsi pakan adalah kebutuhan energi dari ternak tersebut. Apabila kebutuhan energi ternak telah terpenuhi, maka ternak akan berhenti makan. Lebih lanjut Parakkasi (1999) juga menyatakan bahwa energi ransum yang terlampau tinggi dapat menurunkan tingkat konsumsi, tingkat konsumsi yang menurun ini berbanding lurus dengan nilai kecernaan bahan kering. 4.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik Rataan nilai kecernaan bahan organik masing-masing perlakuan pada domba Garut jantan umur 8 bulan disajikan pada Tabel 6. Tabel 7. Nilai Kecernaan Bahan Organik Pada Setiap Perlakuan (%) Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 R6 1 70,84 79,19 68,90 76,61 72,22 73,47 2 72,56 76,41 79,61 80,25 80,03 78,07 3 74,09 72,98-78,11 74,32 72,66 4 75,86 75,41 73,44 80,06 76,57 71,01 Total 293,37 304,01 221,97 315,05 303,15 295,22 Rata Rata 73,34 76,00 73,99 78,76 75,79 73,81 Berdasarkan hasil perhitungan kecernaan, diperoleh nilai rataan kecernaan bahan organik berkisar antara 73,34% sampai 78,76%, nilai kecernaan ini lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian Pertiwi (2010) yang berkisar antara 69,88% - 73,02%. Adapun hasil analisis ragam (Lampiran 9.) menunjukan pengaruh pemberian ransum komplit berbasis bahan pakan lokal dengan berbagai imbangan protein dan energi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan organik (P>0,05). Kondisi ini disebabkan oleh tidak
34 berpengaruhnya ransum perlakuan terhadap kecernaan bahan kering karena menurut Tillman dkk., (1991) kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi kecernaan bahan organik dimana kecernaan bahan organik menggambarkan ketersediaan zat makanan dari pakan dan menunjukkan zat makanan yang dapat dimanfaatkan ternak. Hal ini terjadi karena kecernaan bahan kering dan bahan organik saling berhubungan, dan zat yang terkandung di dalam bahan organik, terkandung pula dalam bahan kering. Selain itu diduga karena konsumsi bahan organik sama, kecernaan bahan organiknya juga sama, seperti dikemukakan Wodzicka dkk., (1991) bahwa tinggi rendahnya kecernaan bahan organik disebabkan oleh tinggi rendahnya konsumsi bahan organik. Besarnya konsumsi bahan organik ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan energi dalam rumen untuk pertumbuhan mikroba rumen. Pertumbuhan mikroba rumen akan berhubungan dengan kerja optimal mikroba yang nantinya berpengaruh terhadap kecernaan ternak (Kamal, 1994). Sehingga konsumsi bahan organik akan berbanding lurus dengan kecernaan bahan organiknya. Kecernaan bahan organik juga dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam bahan pakan sebab kandungan serat kasar dalam pakan akan mengakibatkan rendahnya nilai degradasi, karena serat kasar yang berupa selulosa dan hemiselulosa sering berikatan dengan lignin dan akan sulit untuk dipecah oleh enzim pencernaan (Tillman dkk, 1998), dengan demikian kecernaan akan semakin rendah apabila suatu bahan pakan mengandung serat yang tinggi. Tidak adanya perbedaan kecernaan ini diduga karena kandungan serat kasar yang terdapat dalam ransum penelitian relatif sama, sehingga laju pertumbuhan populasi mikroba rumen sama dan tidak dipengaruhi oleh adanya perlakuan ransum. Hal
35 ini mengakibatkan kemampuan mikroba untuk mencerna pakan, terutama serat kasar juga sama. Pernyataan ini sesuai dengan Puastuti (2005) yang menyatakan kecernaan bahan organik yang tinggi terjadi karena aktivitas mikroba di dalam rumen juga tinggi. Chuzaemi dkk., (1998) juga menyatakan bahwa nilai kecernaan pada ternak ruminansia ditentukan oleh aktivitas fermentasi mikroba rumen. Menurut Hungate (1966) perbedaan aktivitas fermentasi mikroba rumen sangat ditentukan oleh komposisi jenis mikroba didalam rumen, karena masing-masing mikroba mempunyai peran yang spesifik dalam mendegradasi pakan. Komposisi jenis mikroba rumen ditentukan oleh jenis pakan yang dikonsumsi oleh ternak, karena pakan tersebut akan menentukan lingkungan dalam rumen, seperti ketersediaan zat makanan substrat. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan terhadap kecernaan bahan organik, maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan yang di sajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Signifikasi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik dengan Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan Rataan Kecernaan Bahan Organik (%) Signifikasi R1 73,34 a R6 73,80 ab R3 73,99 ab R5 75,78 ab R2 76,00 ab R4 78,76 b Keterangan : Huruf pada signifikasi yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan (Lampiran 13.) dapat dilihat bahwa ransum perlakuan R4 memberikan pengaruh yang berbeda terhadap ransum perlakuan R1, dimana ransum perlakuan R4 menunjukan nilai kecernaan bahan organik yang lebih besar. Hal ini terjadi karena kandungan protein kasar
36 pada perlakuan R4 lebih tinggi daripada R1, karena menurut Puspowardani (2008), kandungan protein kasar dari bahan pakan atau ransum perlakuan dapat mempengaruhi kecernaan bahan organik ransum. Parakasi (1999) juga menambahkan bahwa semakin tinggi kandungan protein di dalam pakan, maka konsumsi protein makin tinggi pula, yang selanjutnya akan berpengaruh pada nilai kecernaan bahan pakan tersebut.