HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing"

Transkripsi

1 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Ransum Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...g , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,24 Rataan 1700, , , , ,86 Keterangan: R 0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi R 1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi R 2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi R 3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi R 4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi Tabel 6 memperlihatkan bahwa rataan konsumsi ransum berkisar antara 1566,86 g-1858,89 g. Rataan konsumsi ransum pada perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0= 1700,76 g), selanjutnya untuk perlakuan ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi (R1= 1858,89 g), perlakuan ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi (R2= 1682,24 g), perlakuan ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi (R3= 1602,32 g), dan perlakuan ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi (R4= 1566,86

2 38 g). Berikut ini grafik konsumsi ransum setiap perlakuan selama penelitian dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan yang dapat dilihat pada Grafik 1. Grafik 1. Rataan Konsumsi Ransum Selama Penelitian Rataan pada Grafik 1 memperlihatkan konsumsi ransum setiap perlakuan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan. Rataan konsumsi ransum tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada minggu kedelapan. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur, ayam meningkatkan konsumsi ransumnya untuk kebutuhan produksi dan hidup pokoknya. Sejalan dengan pendapat Fadilah (2004), bahwa setiap minggunya ayam mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya dan semakin bertambahnya umur konsumsi ransum akan meningkat.

3 39 Jumlah konsumsi ransum yang berbeda dari setiap perlakuan disebabkan karena pengaruh penggunaan berbagai tingkat limbah udang fermentasi di dalam ransum. Semakin tinggi penggunaan limbah udang fermentasi memperlihatkan konsumsi ransum yang semakin menurun. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan khitin dan serat kasar yang semakin tinggi di dalam ransum yang menyebabkan ransum bersifat amba (volumenous) sehingga menurunkan konsumsi ransum ayam. Sesuai dengan pendapat Mirzah dkk. (2008), bahwa semakin tingginya penggunaan limbah udang fermentasi dalam ransum mengakibatkan tingginya kandungan khitin yang akan menyebabkan ransum bersifat amba (volumenous) sehingga konsumsi ransum ayam menjadi semakin menurun. Menurut NRC (1994), dengan semakin tingginya kandungan serat kasar dalam ransum maka konsumsi ransum cenderung menurun karena ransum yang berserat tinggi akan bersifat amba sehingga mempercepat penuhnya tembolok. Guna melihat seberapa jauh pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum dilakukan analisis statistik dengan Uji Sidik Ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa kelima ransum perlakuan, baik yang tanpa penambahan limbah udang fermentasi maupun yang diberi limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Artinya, tingkat pemakaian tepung limbah udang fermentasi di dalam ransum ayam sampai dengan 20% ternyata tidak banyak mempengaruhi konsumsi ransum pada ayam kampung selama penelitian. Sesuai pendapat Djunaidi dkk. (2009), bahwa penggunaan berbagai tingkat limbah udang fermentasi dalam ransum tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan terhadap konsumsi ransum. Dinyatakan oleh Reddy dan Quddratullah (1996) dan Rosenfeld dkk. (1997),

4 40 bahwa konsumsi ransum tidak berbeda nyata pada ayam yang diberi tepung limbah udang fermentasi dalam campuran ransumnya. Hasil penelitian Filawati (2003) membuktikan bahwa pemanfaatan tepung limbah udang fermentasi dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konsumsi ransum ayam. Tidak terdapatnya perbedaan konsumsi ransum secara nyata dari setiap perlakuan dapat dikarenakan persentase khitin dalam ransum yang masih dalam batas toleransi sehingga tidak mempengaruhi konsumsi ransum pada ayam selama penelitian. Selain itu, tidak berbeda nyatanya konsumsi ransum juga disebabkan ransum yang diberikan mempunyai palatabilitas yang baik. Sesuai dengan pendapat Church dan Pond (1979), bahwa palatabilitas mempengaruhi banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh ayam. Limbah udang yang diolah dengan cara fermentasi memperlihatkan peningkatan kualitas dan palatabilitasnya di dalam ransum sehingga jumlah konsumsi ransum perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Sejalan dengan hasil penelitian Rahayu dkk. (2004) dan Palupi dkk. (2008), bahwa pengolahan limbah udang menggunakan mikroorganisme Bacillus licheniformis dan ragi berupa Saccharomyces cereviseae membuat protein terlepas dari faktor pembatas berupa khitin sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kualitas nutrien yakni kandungan protein pada limbah udang dan meningkatkan palatabilitasnya, sehingga palatabilitas ransum sampai dengan perlakuan R4 (penambahan limbah udang fermentasi 20%) tidak berbeda dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Selain itu, tidak berbeda nyatanya (P>0,05) perlakuan terhadap konsumsi ransum juga disebabkan oleh kandungan energi dan protein

5 41 ransum yang tidak berbeda sehingga ayam menyesuaikan konsumsi ransum berdasarkan kandungan energi dan protein dalam ransum (Wahju, 1997) Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein Konsumsi protein diperoleh dari konsumsi ransum dikalikan dengan kandungan protein kasar dalam ransum. Hasil perhitungan rataan konsumsi protein selama penelitian disajikan pada Tabel 7. Rataan konsumsi protein pada ayam berkisar antara 273,42 g sampai dengan 304,86 g. Rataan konsumsi protein pada ayam yang tidak diberikan penambahan limbah udang fermentasi (R0= 0%) dalam ransum adalah 283,01 g, untuk perlakuan ransum yang diberikan limbah udang fermentasi 5% (R1); 10% (R2); 15% (R3); dan 20% (R4) menghasilkan rataan konsumsi protein berturut-turut adalah 304,86 g; 275,05 g; 277,68 g; dan 273,42 g. Tabel 7. Rataan Konsumsi Protein Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...g ,08 343,40 303,68 259,50 347, ,11 301,92 313,25 253,01 242, ,66 275,50 258,10 332,78 238, ,92 297,05 246,92 230,85 280, ,27 306,44 253,29 312,27 258,65 Rataan 283,01 304,86 275,05 277,68 273,42 Keterangan: R 0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi R 1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi R 2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi R 3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi R 4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi

6 42 Perbedaan konsumsi protein setiap perlakuan selama penelitian dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan dapat dilihat pada Grafik 2. Grafik 2. Rataan Konsumsi Protein Selama Penelitian Terlihat pada Grafik 2 rataan konsumsi protein setiap perlakuan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan. Rataan konsumsi protein tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada minggu kedelapan sama seperti pada rataan konsumsi ransum. Hal ini disebabkan besarnya konsumsi protein ditentukan oleh jumlah ransum yang dikonsumsi dan kandungan protein dalam ransum. Kandungan protein ransum yang sama antar ransum perlakuan pada penelitian menjadikan konsumsi protein bergantung pada jumlah konsumsi ransum. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein dilakukan analisis Uji Sidik Ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

7 43 Berdasarkan hasil analisis statistik kelima ransum perlakuan, yaitu ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi, ransum mengandung 5%, 10%, 15% dan 20% limbah udang fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap konsumsi protein. Tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) pada konsumsi protein sampai dengan tingkat penggunaan 20% limbah udang fermentasi dalam ransum karena dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Dengan kata lain, penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan rataan konsumsi ransum yang sama besar sehingga menyebabkan konsumsi protein pun memberikan hasil yang sama. Dinyatakan Parakkasi (1990), unggas akan mengonsumsi protein seiring kuantitas ransum yang dikonsumsi. Rataan konsumsi protein yang tidak signifikan (P>0,05) juga disebabkan karena tingkat energi dan protein pada kelima ransum perlakuan sama. Hal tersebut menyebabkan konsumsi protein tidak berbeda nyata (P>0,05) karena konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi dan protein dalam ransum. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Tillman dkk. (1998), bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi metabolis dan protein ransum. Energi metabolis yang diberikan sama dalam ransum akan menghasilkan konsumsi ransum yang sama, dengan kata lain ransum mengandung protein yang sama sehingga konsumsi protein juga sama Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Rataan pertambahan bobot badan setiap ekor ayam kampung dari masingmasing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 8. Rataan pertambahan bobot badan berkisar antara 398,17-475,60 g. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Husmaini (2000), bahwa rataan pertambahan bobot badan pada ayam

8 44 kampung umur delapan minggu ialah sebesar 431,60 g. Rataan pertambahan bobot badan yang dihasilkan oleh kelompok ayam yang diberikan perlakuan ransum tanpa penambahan limbah udang fermentasi (R0) adalah 448,97 g, selanjutnya untuk ayam yang mendapatkan perlakuan dengan penambahan 5% limbah udang fermentasi (R1) dalam ransum adalah 475,60 g, selanjutnya untuk R2 (10%); R3 (15%); dan R4 (20%) berturut-turut adalah 458,69 g; 414,50 g; dan 398,17 g. Tabel 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...g ,47 508,90 517,27 415,05 385, ,07 475,10 473,80 445,20 422, ,49 457,53 415,20 416,76 395, ,00 483,25 453,40 345,55 389, ,80 453,20 433,80 449,96 397,65 Rataan 448,97 475,60 458,69 414,50 398,17 Keterangan: R 0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi R 1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi R 2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi R 3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi R 4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi Berikut ini grafik pertambahan bobot badan setiap perlakuan selama penelitian dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan yang dapat dilihat pada Grafik 3.

9 45 Grafik 3. Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian Terlihat pada Grafik 3 bahwa rataan pertambahan bobot badan setiap perlakuan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada minggu kedelapan. Hal ini disebabkan karena rataan konsumsi ransum maupun konsumsi protein tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada minggu kedelapan. Rataan pertambahan bobot badan yang berbeda dari setiap perlakuan disebabkan karena pengaruh penggunaan berbagai tingkat limbah udang fermentasi di dalam ransum. Semakin tinggi penggunaan limbah udang fermentasi memperlihatkan pertambahan bobot badan yang semakin menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mirzah dkk. (2008), bahwa penggunaan limbah udang fermentasi yang semakin tinggi dalam ransum menyebabkan penurunan pertambahan bobot badan ayam. Hal ini dapat disebabkan karena

10 46 konsumsi ransum maupun konsumsi protein yang juga berbeda dan semakin menurun dari setiap perlakuan (Tabel 6 dan Tabel 7). Sesuai dengan pendapat Suharno dan Nazaruddin (1994), bahwa konsumsi ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan selain tipe ternak, suhu lingkungan, jenis kelamin, energi, dan kadar protein di dalam ransum, didukung pula oleh pendapat Iqbal dkk. (2012), bahwa jumlah konsumsi protein berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, ini disebabkan karena pertambahan bobot badan berasal dari sintesis protein tubuh yang berasal dari protein ransum. Guna melihat seberapa jauh pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan dilakukan analisis statistik dengan Uji Sidik Ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa kelima ransum perlakuan yaitu ransum mengandung 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% limbah udang fermentasi memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Pengujian menggunakan Analisis Ragam menunjukkan pengaruh yang signifikan (P<0,05) dari kelima ransum perlakuan yang diujicobakan. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan seperti pada Tabel 9.

11 47 Tabel 9. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Perlakuan Rataan Pertambahan Bobot Badan Signifikansi 0,05 R0...g ,97 bc R1 475,60 c R2 458,69 c R3 414,50 ab R4 398,17 a Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang berbeda artinya berbeda secara nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf 5% Hasil Uji Duncan (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan yang memberikan pertambahan bobot badan paling tinggi adalah perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1= 475,60 g) dan memiliki pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 15% (R3= 414,50 g) dan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 20% (R4= 398,17 g) sedangkan dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0= 448,97 g) dan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 10% (R2= 458,69 g) tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 20% memberikan pertambahan bobot badan paling rendah (R4= 398,17 g) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0= 448,97 g), ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 5% (R1= 475,60 g), dan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 10% (R2= 458,69 g) sedangkan dengan perlakuan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 15% (R3= 414,50 g) tidak berbeda nyata (P>0,05). Terlihat

12 48 bahwa perlakuan penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 10% dalam ransum tidak terjadi penurunan pertambahan bobot badan dan terjadinya penurunan mulai saat penggunaan 15% limbah udang fermentasi dalam ransum. Tidak berbeda nyata (P>0,05) perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi 5% (R1) dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0) dan perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi 10% (R2) terhadap pertambahan bobot badan menandakan bahwa keseimbangan asam amino methionin dan lysin pada perlakuan ransum sampai dengan tingkat penggunaan 10% limbah udang fermentasi berada dalam imbangan yang terbaik di dalam ransum, yaitu antara 0,36:1 dan 0,44:1 (Tabel 4) sehingga perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan 10% (R2) dapat berperan secara optimal untuk pertumbuhan dan dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan ayam kampung percobaan. Sesuai dengan pendapat Iskandar dkk. (2001), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin yang paling baik dalam ransum dengan kadar protein 15 % dan energi metabolis 2800 kkal/kg pada ayam kampung umur 8 minggu ialah antara 0,3:1 dan 0,4:1. Didukung pula oleh pendapat Packham (1974) dan McDonald dkk. (1981), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin terbaik dalam ransum ayam berada dalam imbangan antara 0,39:1 dan 0,44:1. Menurut Anggorodi (1994) dan Murtidjo (1994), untuk memenuhi kebutuhan protein sesempurna mungkin maka asam-asam amino essensial harus disediakan dalam jumlah dan keseimbangan yang tepat dalam ransum untuk dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimal khusunya pada keseimbangan asam amino methionin dan lysin karena menurut Wahju (1997), asam amino methionin dan lysin sangat

13 49 diperlukan untuk pertumbuhan ayam. Dapat dinyatakan bahwa penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 10% dalam ransum mampu memasok asam amino sesuai dengan kebutuhan asam amino ternak tersebut sehingga dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimal. Keseimbangan asam amino yang baik serta diperolehnya pertambahan bobot badan yang optimal pada ransum perlakuan dengan penggunaan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan ransum perlakuan dengan penggunaan limbah udang fermentasi 10% (R2) juga menggambarkan adanya perbaikan kualitas protein ransum dengan dilakukannya teknik fermentasi pada limbah udang sehingga mempengaruhi kecepatan pertambahan bobot badan pada ayam kampung dan adanya perbaikan kualitas kecernaan yang disebabkan dari tepung limbah udang fermentasi yang digunakan mempunyai daya cerna yang optimal dari adanya perlakuan proses deproteinasi oleh mikroorganisme Bacillus licheniformis yang menghasilkan enzim khitinase dan enzim protease untuk mendegradasi ikatan β (1,4) glikosidik pada khitin dan akan membebaskan sebagian protein dalam bentuk monomer N-Asetil-D-glukosamina serta asetil amino (Rahayu dkk., 2004) sehingga dapat meningkatkan kecernaan protein kasar yang disebabkan oleh menurunnya sebagian kandungan khitin dalam limbah udang fermentasi, lalu Lactobacilus sp. yang berfungsi sebagai demineralisasi untuk mengurai glukosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa menjadi asam laktat sehingga terjadi endapan mineral (Lee dan Tan, 2002), dan fermentasi dengan bantuan ragi Saccharomyces cereviseae yang memproduksi enzim amilase, lipase, protease, dan enzim lain yang dapat membantu proses pencernaan zat makanan dalam organ pencernaan (Wagstaff, 1989).

14 50 Terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara perlakuan ransum dengan penambahan 15% limbah udang fermentasi (R3) dan perlakuan ransum dengan penambahan 20% limbah udang fermentasi (R4) yang lebih rendah dari perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan 10% (R2), ini menandakan bahwa adanya ketidakseimbangan asam amino pada perlakuan ransum R3 dan R4 sehingga menyebabkan banyak protein yang terbuang. Sebagai akibatnya, meskipun ditinjau dari kandungan protein kelima ransum perlakuan yang relatif sama, akan tetapi apabila ditinjau dari segi sintesis protein sel jaringannya akan berbeda. Hal ini disebabkan karena sintesis protein jaringan sangat ditentukan oleh kelengkapan dan tingkat asam amino yang datang atau ditransportasi ke dalam sel jaringan tersebut. Sesuai dengan pendapat Maynard dan Loosli (1978), bahwa proses sintesis yang mengambil tempat di dalam ribosom sangat tergantung dari kehadiran asam-asam amino yang dibutuhkan dan datang dijemput oleh DNA ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan ransum perlakuan dengan penambahan limbah udang fermentasi 15% (R3) dan 20% (R4) menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih rendah daripada ransum perlakuan dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan 10% (R2) dan terlihat bahwa perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi mulai pada tingkat 15% terjadi penurunan pertambahan bobot badan yang signifikan Pengaruh Perlakuan terhadap Imbangan Efisiensi Protein Rataan imbangan efisiensi protein (IEP) diperoleh dari hasil pembagian antara rataan pertambahan bobot badan dengan rataan konsumsi protein setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan yang disajikan pada Tabel 10.

15 51 Tabel 10. Rataan Imbangan Efisiensi Protein Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4 1 1,52 1,48 1,70 1,60 1,11 2 1,62 1,57 1,51 1,76 1,74 3 1,55 1,66 1,61 1,25 1,66 4 1,62 1,63 1,84 1,50 1,39 5 1,62 1,48 1,71 1,44 1,54 Rataan 1,59 1,56 1,67 1,49 1,46 Keterangan: R 0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi R 1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi R 2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi R 3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi R 4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi Terlihat pada Tabel 10 rataan imbangan efisiensi protein berkisar antara 1,46 sampai dengan 1,67. Rataan imbangan efisiensi protein pada perlakuan ransum tanpa penambahan limbah udang fermentasi (R0= 1,59), selanjutnya untuk perlakuan ransum yang mengandung 5% limbah udang fermentasi (R1= 1,56), perlakuan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 10% (R2= 1,67), lalu perlakuan ransum yang mengandung 15% limbah udang fermentasi (R3= 1,49), dan perlakuan ransum yang mengandung 20% limbah udang fermentasi (R4= 1,46). Nilai imbangan efisiensi protein yang dihasilkan lebih rendah dari hasil penelitian Wiradisastra (2002), bahwa rataan nilai imbangan efisiensi protein ayam umur 8 minggu adalah 1,72-1,93. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan jenis ayam yang digunakan, jenis kelamin, dan perbedaan kandungan protein ransum. Sesuai dengan pendapat Wahju (1997), bahwa nilai imbangan efisiensi protein dipengaruhi oleh umur, jenis ayam, jenis kelamin, lama waktu percobaan, dan kadar protein ransum.

16 52 Semakin tingginya tingkat penggunaan limbah udang fermentasi dalam ransum memperlihatkan terjadinya penurunan nilai imbangan efisiensi protein. Namun, berdasarkan analisis statistik dengan Uji Sidik Ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa kelima ransum perlakuan yaitu ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi, ransum mengandung 5%, 10%, 15%, dan 20% limbah udang fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap imbangan efisiensi protein (IEP). Artinya, penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0) terhadap imbangan efisiensi protein. Hasil penelitian Abun (2008) menyatakan bahwa penggunaan limbah udang produk fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi. Tidak adanya pengaruh yang nyata (P>0,05) dari kelima perlakuan ransum terhadap imbangan efisiensi protein menandakan bahwa perlakuan ransum yang mengandung limbah udang udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% memiliki kualitas protein yang sama baik dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Hal ini membuktikan bahwa proses fermentasi pada limbah udang dengan bakteri Bacillus licheniformis, Lactobacillus sp., dan ragi berupa Saccharomyces cereviseae dapat memperbaiki kualitas protein ransum dengan meningkatnya kelengkapan dan keseimbangan asam amino esensial yang dikandung di dalamnya serta memiliki daya cerna yang optimal sehingga protein pada limbah udang fermentasi dapat digunakan sebagai pengganti protein dari tepung ikan. Keseimbangan asam amino methionin dan lysin pada ransum perlakuan dengan tingkat penggunaan limbah udang fermentasi

17 53 15% (R3= 0,49:1) dan 20% (R4= 0,52:1) masih dalam batas keseimbangan asam amino methionin dan lysin yang normal (Tabel 4). Sejalan dengan pendapat Widodo (2010), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin antara 0,48:1 dan 0,52:1 dalam ransum ayam masih dalam batas imbangan yang normal. Hal ini menjelaskan bahwa keseimbangan asam amino dari kelima ransum perlakuan masih berada dalam batas yang normal sehingga nilai imbangan efisiensi protein yang dihasilkan dari penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan hasil yang sama baiknya dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0).

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN AYAM KAMPUNG YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN AYAM KAMPUNG YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN AYAM KAMPUNG YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI Vika Delfi Fitria*, Abun**, Rachmat Wiradimadja** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Udang (Penaeus monodon) atau dikenal sebagai udang windu, di dalam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Udang (Penaeus monodon) atau dikenal sebagai udang windu, di dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Udang Udang (Penaeus monodon) atau dikenal sebagai udang windu, di dalam dunia internasional dikenal juga dengan nama black tiger, tiger shrimp atau

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP BIOLOGICAL VALUE PADA AYAM KAMPUNG

PENGARUH LEVEL LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP BIOLOGICAL VALUE PADA AYAM KAMPUNG PENGARUH LEVEL LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP BIOLOGICAL VALUE PADA AYAM KAMPUNG Triyogi Ganda Sukma Atmaja* Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan UNPAD Tahun 2016,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Penaeus monodon atau udang windu termasuk ke dalam golongan. crustaceae (udang-udangan) atau udang penaide. Udang windu secara

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Penaeus monodon atau udang windu termasuk ke dalam golongan. crustaceae (udang-udangan) atau udang penaide. Udang windu secara II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Udang Penaeus monodon atau udang windu termasuk ke dalam golongan crustaceae (udang-udangan) atau udang penaide. Udang windu secara internasional dikenal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KONVERSI PROTEIN RANSUM DAN DAGING PADA AYAM LOKAL

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KONVERSI PROTEIN RANSUM DAN DAGING PADA AYAM LOKAL PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KONVERSI PROTEIN RANSUM DAN DAGING PADA AYAM LOKAL INFLUENCE SHRIMP WASTE FERMENTATION PRODUCTS IN RATION ON PROTEIN FEED CONVERSION

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh setiap ekor puyuh selama penelitian. Rataan konsumsi ransum per ekor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi pengolahan pakan di bidang peternakan sudah banyak dilakukan sekarang. Teknologi pengolahan pakan menjadi penting karena memiliki beberapa keuntungan,

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8.

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Hasil penelitian menunjukkan data nilai rataan konsumsi ransum ayam Sentul Warso dari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap terhadap Konsumsi Pakan Ayam Pedaging Periode Grower Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA tunggal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG TEPUNG BULU AYAM HASIL FERMENTASI DENGAN Bacillus spp. DAN Lactobacillus spp.

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG TEPUNG BULU AYAM HASIL FERMENTASI DENGAN Bacillus spp. DAN Lactobacillus spp. IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG TEPUNG BULU AYAM HASIL FERMENTASI DENGAN Bacillus spp. DAN Lactobacillus spp. SKRIPSI LUQMAN HAKIM E10013041 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan salah satu jenis ternak unggas yang diciptakan Allah SWT untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat dimanfaatkan baik dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Tahap 1 4.1.1. Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto Fermentasi merupakan aktivitas mikroba untuk memperoleh energi yang diperlukan dalam

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super Data nilai rataan bobot bagian edible Ayam Kampung Super yang diberi perlakuan tepung pasak bumi dicantumkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg. 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis Energi metabolis adalah energi yang digunakan untuk metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) sudah sejak lama dikenal masyarakat dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh mempunyai potensi besar karena

Lebih terperinci

olahan, yaitu diolah untuk membuang kepala dan kulit udang.

olahan, yaitu diolah untuk membuang kepala dan kulit udang. TINJAUAN PUSTAKA Tepung Limbah Udang Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam, yaitu (1) produk yang terdiri dari bagian badan dan kepala secara utuh, (2) badan tanpa kepala dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah banyaknya hutan tropis yang membentang dari sabang sampai merauke. Hutan tropis merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan utama yang dialami oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan harga pakan yang cukup mahal yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkembang pesat dengan kemajuan tekhnologi hingga saat ini. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut diikuti pula dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Riswandi 1), Sofia Sandi 1) dan Fitra Yosi 1) 1) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam, yaitu (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam, yaitu (1) TINJAUAN PUSTAKA Tepung Limbah Udang Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam, yaitu (1) produk yang terdiri dari bagian badan dan kepala secara utuh, (2) badan tanpa kepala dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan 27 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul Data nilai rataan bobot bagian edible ayam sentul yang diberi perlakuan tepung kulit manggis dicantumkan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ketersediaan bahan pakan yang diberikan. Namun akhir-akhir ini lahan untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Dalam membangun suatu usaha peternakan terdapat tiga manajemen penting agar usaha tersebut berhasil yaitu manajemen bibit, manajemen tatalaksana dan manajemen pakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pakan, bibit, perkandangan dan manajemen. Pakan merupakan faktor penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan. TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba dan Potensinya Ternak domba menyebar rata diseluruh wilayah Nusantara. Hal ini menunjukkan bahwa domba mempunyai potensi cepat menyesuaikan diri baik dengan lingkungan maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sub sektor peternakan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat merupakan fungsi integral dalam pembangunan sektor pertanian secara keseluruhan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging dengan bobot badan 1,9 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging dengan bobot badan 1,9 kg 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging dengan bobot badan 1,9 kg (Anggitasari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada

TINJAUAN PUSTAKA. rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Jenis Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci