BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah

BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan

BAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1998 (PP.19/1998) dan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1999

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi manusia. Tanah digunakan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan lahan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat dan dianggap

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan. Pengertian aset menurut Standar Penilaian Indonesia (2015)

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Timor, tepatnya LS dan BT; Luas

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kota Surabaya merupakan Kota terbesar kedua di Indonesia, dari data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun

BAB I PENDAHULUAN. nilai kekayaan negara yang dikuasai oleh pemerintah daerah yang sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN berupa tanah dan bangunan

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Aset merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemerintahan,

Analisis Nilai Pasar Tanah Perumahan Kawasan Industri Tuban (KIT) dengan Metode Pengembangan Lahan

ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) PADA LAHAN BEKAS SPBU BILITON, SURABAYA

Analisa Highest And Best Use (HBU) pada Lahan Bekas SPBU Biliton Surabaya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR. revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

BAB 1 PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pemerintah yang diharapkan dapat diperoleh manfaat ekonomi dan sosial pada masa

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. pasar yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan multinasional

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memiliki tujuh aset idle yang

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. mengestimasi nilai barang milik daerah berupa nilai tanah dan bangunan Gedung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlahan menjadi lebih baik dan stabil

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI PROVINSI BALI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. telah memunculkan optimisme baru, best practices dalam penataan dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

SUMBANGAN PIHAK KETIGA PERDA KABUPATEN KONAWE SELATAN NO. 2 TAHUN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar susunan pemerintahan. Menurut Siregar (2004: 359), titik berat otonomi daerah terletak di daerah tingkat kabupaten/kota sehingga dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, diperlukan sumber pembiayaan yang cukup, terutama yang berasal dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), agar pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dengan kemampuan daerahnya sendiri. Lebih lanjut Siregar (2004: 360), menambahkan PAD merupakan pendapatan daerah yang berasal dari sumbersumber penerimaan murni daerah yang dipergunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah. Adanya amandemen Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004, memberi kewenangan terhadap Pemerintah Daerah untuk mengelola dan mengoptimalkan aset yang dimilikinya. Dengan 1

adanya otonomi daerah, maka peran Pemerintah Pusat terhadap keuangan Pemerintah Daerah semakin sedikit, sehingga Pemerintah Daerah menjadi lebih leluasa dalam membangun daerahnya sendiri dan meningkatkan PAD, serta diharapkan mampu memaksimalkan pengelolaan kekayaan daerah yang dimilikinya. Kekayaan daerah yang belum dimaksimalkan potensinya dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi suatu daerah. Secara umum studi tentang pengelolaan aset milik Pemerintah Daerah di Indonesia menarik untuk dikaji. Sebuah studi tentang penanganan aset di beberapa daerah di Indonesia menemukan beberapa masalah terkait pengelolaan aset. Salah satunya yaitu kesulitan dalam mengidentifikasi aset. Adanya perubahan aturan menyebabkan aset-aset daerah yang sebelumnya berada di bawah kewenangan pusat berubah menjadi kewenangan daerah. Hal tersebut menyebabkan status aset menjadi belum jelas. Praktek manajemen aset memerlukan data yang up to date dan berkesinambungan agar dapat meningkatkan kualitas informasi yang bisa disajikan kepada masyarakat dan seluruh stakeholder. Kondisi aset harus dipublikasikan secara terbuka terkait lokasi, kondisi fisik, nilai aset, dan legalitasnya sehingga masyarakat dan stakeholder lebih mudah membuat keputusan. Kurangnya informasi dapat menyebabkan kesulitan mengidentifikasi aset, kesulitan menilai aset yang disewakan, sulit menilai sewa kembali kepada pihak ketiga dan lain-lain. Masalah lain yang sering dihadapi Pemerintah Daerah adalah masih terdapat aset-aset yang belum dioptimalkan pemanfaatannya atau bahkan belum dimanfaatkan sama sekali. Dalam Standar Penilaian Indonesia (2013: KPUP 3.1) 2

dijelaskan bahwa aset secara luas mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi. Dari perspektif keuangan dan akuntansi, aset adalah sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh suatu perseorangan/entitas atau Pemerintah dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh, serta dapat diukur dalam satuan uang. Siregar (2004: 178), menjelaskan bahwa aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Barang yang dimaksud meliputi barang tidak bergerak (tanah dan/atau bangunan) dan barang bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible), yang tercakup dalam aktiva atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi, atau individu perorangan. Salah satu jenis aset yang seringkali belum optimal pemanfaatannya adalah tanah. Prawoto (2003: 9), menjelaskan bahwa tanah adalah entitas fisik yang melekat dengan hak kepemilikan yang berdasarkan hukum dapat dibatasi bagi kebaikan umat manusia. Tanah merupakan sumber utama bagi kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang atau dipertukarkan dengan uang. Tanah dan apa yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomis ketika dialihkan ke dalam barang dan jasa yang bermanfaat, seusai dengan yang diinginkan dan dibayar oleh konsumen. Keunikan tanah terletak pada sifat kelangkaannya. Hal tersebut diakibatkan oleh permintaan manusia akan tanah semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk sedangkan persediaan tanah relatif tetap. Kelangkaan tersebut menyebabkan tanah memiliki nilai ekonomi yang senantiasa meningkat. Provinsi Bali dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan 3

Nusa Tenggara Timur. Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali. Secara geografis wilayah Kota Denpasar sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Badung, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Badung, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar, dan sebelah selatan berbatasan dengan Selat Badung. Luas wilayah Kota Denpasar adalah 12.778 Ha atau 2,27 persen dari seluruh luas daratan Provinsi Bali. Apabila dilihat dari penggunaan tanahnya, dari luas wilayah yang ada sekitar 2.509 hektar merupakan lahan sawah, 505 hektar merupakan lahan pertanian bukan sawah, dan sisanya seluas 9.764 hektar merupakan lahan bukan pertanian seperti jalan, pemukiman, perkantoran, sungai, dan lain-lain. Berdasarkan data Bali Dalam Angka tahun 2014, terdapat 494 hektar lahan yang sementara tidak diusahakan di Provinsi Bali. Salah satu penyebab lahan tersebut tidak dimanfaatkan dan dibiarkan kosong adalah karena Pemerintah Daerah belum mengetahui potensi yang bisa dihasilkan dari tanah kosong tersebut. Pemanfaatan tanah harus dilakukan secara optimal agar dapat memberi manfaat dan menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah. Banyaknya aset Pemerintah Daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan namun belum dioptimalkan menjadi salah satu alasan perlunya dilakukan studi mengenai optimalisasi aset Pemerintah Daerah. Pada studi ini dilakukan penelitian tentang pemanfaatan aset milik Perusahaan Daerah Provinsi Bali. Salah satu aset milik Perusahaan Daerah Provinsi Bali yang belum dimanfaatkan adalah lahan eks Bali Textile (Balitex) di Jalan WR Supratman, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Aset ini menarik untuk dikaji karena berbagai permasalahan yang berkembang. Kasus ini bermula dari usaha Balitex yang 4

mengalami kerugian dan menimbulkan masalah lingkungan sehingga harus ditutup. Balitex selama beroperasi merupakan Perusahaan Daerah (PD) Bali yang telah menjadi sorotan masyarakat karena limbah cairnya mencemari Sungai Ayung yang berada di dekat area Balitex. Perusahaan ini juga tercatat terus merugi sepanjang tahun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan seperti melakukan sistem kerjasama dengan perusahaan lain. Setelah usaha tersebut ditutup, lahan bekas Balitex telah terbengkalai selama puluhan tahun dan tidak dikelola. Aset lahan bekas Balitex yang cukup luas, merupakan salah satu aset yang letaknya sangat strategis dan sangat berpotensi untuk dikelola kembali oleh pihakpihak terkait yang berkepentingan terhadap aset tersebut. Perusahaan Daerah Provinsi Bali sebagai pemegang kuasa dan berwenang atas aset tersebut, wajib mengelola aset sesuai peraturan pemerintah yang berlaku. Seluruh kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 3 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Mengoptimalkan pengelolaan seluruh aset-aset daerah oleh Pemerintah Daerah merupakan tantangan yang cukup besar dan berat karena diperlukan kemampuan managerial yang baik dengan pengetahuan menganalisis bagaimana mengatur seluruh aset agar nantinya berguna untuk pelayanan umum kepada masyarakat. Pemanfatan seluruh aset penting diperhatikan agar pengelolaannya tidak bertentangan dengan asas keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang, pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan, dan budaya Bali sebagai akibat pemanfaatan ruangnya sendiri. 5

Perusahaan Daerah Provinsi Bali seharusnya menggunakan kewenangannya untuk mengelola aset-asetnya dengan optimal. Optimalisasi pengelolaan aset bisa dilakukan dengan menggunakan lahan Balitex kembali untuk kegiatan-kegiatan bisnis. Untuk kembali melakukan kegiatan usaha di atas lahan tersebut, pihak Perusahaan Daerah Provinsi Bali wajib melakukan penilaian ulang atas aset tersebut untuk memperoleh nilai pasar tanah. Penilaian dapat dilakukan dengan mengasumsikan kondisi lahan tersebut berstatus sebagai tanah kosong sehingga penilaian dapat dilakukan untuk berbagai peruntukan baru yang sesuai dengan prinsip Highest and Best Use (HBU). Penilaian kembali atas aset tersebut sangat diperlukan untuk mendapatkan nilai pasar saat ini yang akan digunakan oleh Perusahaan Daerah Provinsi Bali sebagai dasar pengelolaan aset daerah dan rencana kerjasama dengan pihak investor. Pendekatan yang digunakan untuk memperoleh nilai pasar tanah dalam penelitian ini adalah pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode analisa pengembangan lahan (land development analysis) berdasarkan teknik penyisaan tanah (land residual technique). Metode dan teknik tersebut dipilih karena sulitnya menemukan data pasar tanah yang sebanding dengan aset yang dinilai dan juga mengingat aset tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penilaian tanah kosong dengan berbagai metode sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun penelitian mengenai penilaian tanah kosong di lahan eks Baliteks, Kota Denpasar, Provinsi Bali, dengan menggunakan metode analisis pengembangan lahan (land development analysis) 6

sampai saat ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian mengenai penilaian tanah kosong yang pernah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.1.. Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti dan Tahun Luce (2012) Manihuruk (2014) Djoharam (2014) Muliawan (2014) Susanto (2014) Larson (2015) Topik Penelitian Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik sebuah lahan di Arlington, Virginia. Penilaian tanah kosong di Kota Semarang dengan menggunakan metode Land Development Analysis (LDA). Penilaian tanah dengan metode Land Development Analysis (LDA) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Penilaian tanah kosong dengan metode Land Development Analysis (LDA) di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Menentukan opportunity cost di Kebun Binatang Surabaya dengan metode LDA dan DCF. Mengestimasi nilai tanah di Amerika Serikat dengan mengambil sampel di beberapa negara bagian. Hasil Penelitian Pilihan untuk menjual aset tersebut menjadi pilihan terbaik apabila dibandingkan dengan ketiga alternatif pengembanngan (perkantoran, apartemen, dan hotel) karena dapat menghasilkan keuntungan maksimal bagi pemilik aset. Dengan asumsi pengembangan perumahan sederhana, menengah, dan mewah, diperoleh hasil bahwa pengembangan perumahan menengah merupakan penggunaan tertinggi dan terbaik dari tanah tersebut. Convention hall dan sport center merupakan HBU dari tanah tersebut. Diperoleh nilai pasar tanah dengan asumsi di atas lahan akan dibangun perumahan dan area mix use. Diperoleh potensi pendapatan yang dapat diperoleh Pemerintah Surabaya dengan asumsi di atas lahan tersebut dikembangjan area mix use. Estimasi nilai tanah diperoleh dengan menggunakan hedonic approach. 7

Terdapat beberapa kesamaan dalam penelitian ini dengan penelitianpenelitian terdahulu, salah satunya adalah alat analisis yang digunakan. Perbedaan yang paling mendasar antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah waktu penelitian, luasan objek yang diteliti, dan lokasi penelitian. Pada penelitian ini objek yang diteliti adalah lahan eks Balitex yang terletak di Jalan WR Supratman, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Provinsi Bali. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan keaslian penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah adanya tanah kosong eks Balitex milik Perusahaan Daerah Provinsi Bali yang memiliki potensi untuk dikembangkan, namun belum dikelola secara maksimal. Perusahaan Daerah Provinsi Bali sebagai pemilik tanah tersebut telah melakukan studi HBU yang menghasilkan kesimpulan bahwa alternatif penggunaan tertinggi dan terbaik di atas lahan tersebut adalah properti mix use yaitu theme park. Dalam pembangunan dan pengelolaannya, Perusahaan Daerah Provinsi Bali akan bekerjasama dengan pihak ketiga. Untuk keperluan rencana kerjasama tersebut, Perusahaan Daerah Provinsi Bali bekerjasama dengan penilai independen untuk melakukan penilaian atas tanah tersebut. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan penelitian yang timbul adalah berapakah indikasi nilai pasar tanah eks Balitex yang terletak di Jalan WR Supratman, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota 8

Denpasar, Provinsi Bali, berdasarkan pendekatan pendapatan menggunakan metode Land Development Analysis (LDA)? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. menganalisis pengembangan lahan milik Perusahaan Daerah Provinsi Bali terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menerapkan metode Land Development Analysis (LDA); 2. mengetahui indikasi nilai pasar tanah di lahan eks Balitex, Kota Denpasar, Provinsi Bali, berdasarkan pendekatan pendapatan dengan metode Land Development Analysis (LDA). 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Kota Denpasar dalam melakukan pengembangan aset yang belum dikembangkan, khususnya lahan eks Balitex sehingga diharapkan dapat memberi kontribusi bagi peningkatan PAD Provinsi Bali. 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan metode Land Development Analysis (LDA). 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab 1 Pendahuluan yang berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab 2 Landasan 9

Teori berisi uraian mengenai teori dan kerangka penelitian. Bab 3 Metode Penelitian yang menguraikan desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, dan metode analisis data. Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan yang menjelaskan mengenai analisis Kota Denpasar, analisi objek penelitian, analisis pasar properti, Highest and Best Use (HBU) dan Land Development Analysis (LDA) dengan teknik penyisaan tanah. Bab 5 simpulan dan Saran mengenai hasil penelitian, penjelasan mengenai keterbatasan dalam penelitian, dan saran kepada pihak terkait sehubungan dengan hasil penelitian. 10