BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar susunan pemerintahan. Menurut Siregar (2004: 359), titik berat otonomi daerah terletak di daerah tingkat kabupaten/kota sehingga dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, diperlukan sumber pembiayaan yang cukup, terutama yang berasal dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), agar pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dengan kemampuan daerahnya sendiri. Lebih lanjut Siregar (2004: 360), menambahkan PAD merupakan pendapatan daerah yang berasal dari sumbersumber penerimaan murni daerah yang dipergunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah. Adanya amandemen Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004, memberi kewenangan terhadap Pemerintah Daerah untuk mengelola dan mengoptimalkan aset yang dimilikinya. Dengan 1
adanya otonomi daerah, maka peran Pemerintah Pusat terhadap keuangan Pemerintah Daerah semakin sedikit, sehingga Pemerintah Daerah menjadi lebih leluasa dalam membangun daerahnya sendiri dan meningkatkan PAD, serta diharapkan mampu memaksimalkan pengelolaan kekayaan daerah yang dimilikinya. Kekayaan daerah yang belum dimaksimalkan potensinya dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi suatu daerah. Secara umum studi tentang pengelolaan aset milik Pemerintah Daerah di Indonesia menarik untuk dikaji. Sebuah studi tentang penanganan aset di beberapa daerah di Indonesia menemukan beberapa masalah terkait pengelolaan aset. Salah satunya yaitu kesulitan dalam mengidentifikasi aset. Adanya perubahan aturan menyebabkan aset-aset daerah yang sebelumnya berada di bawah kewenangan pusat berubah menjadi kewenangan daerah. Hal tersebut menyebabkan status aset menjadi belum jelas. Praktek manajemen aset memerlukan data yang up to date dan berkesinambungan agar dapat meningkatkan kualitas informasi yang bisa disajikan kepada masyarakat dan seluruh stakeholder. Kondisi aset harus dipublikasikan secara terbuka terkait lokasi, kondisi fisik, nilai aset, dan legalitasnya sehingga masyarakat dan stakeholder lebih mudah membuat keputusan. Kurangnya informasi dapat menyebabkan kesulitan mengidentifikasi aset, kesulitan menilai aset yang disewakan, sulit menilai sewa kembali kepada pihak ketiga dan lain-lain. Masalah lain yang sering dihadapi Pemerintah Daerah adalah masih terdapat aset-aset yang belum dioptimalkan pemanfaatannya atau bahkan belum dimanfaatkan sama sekali. Dalam Standar Penilaian Indonesia (2013: KPUP 3.1) 2
dijelaskan bahwa aset secara luas mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi. Dari perspektif keuangan dan akuntansi, aset adalah sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh suatu perseorangan/entitas atau Pemerintah dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh, serta dapat diukur dalam satuan uang. Siregar (2004: 178), menjelaskan bahwa aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Barang yang dimaksud meliputi barang tidak bergerak (tanah dan/atau bangunan) dan barang bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible), yang tercakup dalam aktiva atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi, atau individu perorangan. Salah satu jenis aset yang seringkali belum optimal pemanfaatannya adalah tanah. Prawoto (2003: 9), menjelaskan bahwa tanah adalah entitas fisik yang melekat dengan hak kepemilikan yang berdasarkan hukum dapat dibatasi bagi kebaikan umat manusia. Tanah merupakan sumber utama bagi kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang atau dipertukarkan dengan uang. Tanah dan apa yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomis ketika dialihkan ke dalam barang dan jasa yang bermanfaat, seusai dengan yang diinginkan dan dibayar oleh konsumen. Keunikan tanah terletak pada sifat kelangkaannya. Hal tersebut diakibatkan oleh permintaan manusia akan tanah semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk sedangkan persediaan tanah relatif tetap. Kelangkaan tersebut menyebabkan tanah memiliki nilai ekonomi yang senantiasa meningkat. Provinsi Bali dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan 3
Nusa Tenggara Timur. Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali. Secara geografis wilayah Kota Denpasar sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Badung, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Badung, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar, dan sebelah selatan berbatasan dengan Selat Badung. Luas wilayah Kota Denpasar adalah 12.778 Ha atau 2,27 persen dari seluruh luas daratan Provinsi Bali. Apabila dilihat dari penggunaan tanahnya, dari luas wilayah yang ada sekitar 2.509 hektar merupakan lahan sawah, 505 hektar merupakan lahan pertanian bukan sawah, dan sisanya seluas 9.764 hektar merupakan lahan bukan pertanian seperti jalan, pemukiman, perkantoran, sungai, dan lain-lain. Berdasarkan data Bali Dalam Angka tahun 2014, terdapat 494 hektar lahan yang sementara tidak diusahakan di Provinsi Bali. Salah satu penyebab lahan tersebut tidak dimanfaatkan dan dibiarkan kosong adalah karena Pemerintah Daerah belum mengetahui potensi yang bisa dihasilkan dari tanah kosong tersebut. Pemanfaatan tanah harus dilakukan secara optimal agar dapat memberi manfaat dan menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah. Banyaknya aset Pemerintah Daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan namun belum dioptimalkan menjadi salah satu alasan perlunya dilakukan studi mengenai optimalisasi aset Pemerintah Daerah. Pada studi ini dilakukan penelitian tentang pemanfaatan aset milik Perusahaan Daerah Provinsi Bali. Salah satu aset milik Perusahaan Daerah Provinsi Bali yang belum dimanfaatkan adalah lahan eks Bali Textile (Balitex) di Jalan WR Supratman, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Aset ini menarik untuk dikaji karena berbagai permasalahan yang berkembang. Kasus ini bermula dari usaha Balitex yang 4
mengalami kerugian dan menimbulkan masalah lingkungan sehingga harus ditutup. Balitex selama beroperasi merupakan Perusahaan Daerah (PD) Bali yang telah menjadi sorotan masyarakat karena limbah cairnya mencemari Sungai Ayung yang berada di dekat area Balitex. Perusahaan ini juga tercatat terus merugi sepanjang tahun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan seperti melakukan sistem kerjasama dengan perusahaan lain. Setelah usaha tersebut ditutup, lahan bekas Balitex telah terbengkalai selama puluhan tahun dan tidak dikelola. Aset lahan bekas Balitex yang cukup luas, merupakan salah satu aset yang letaknya sangat strategis dan sangat berpotensi untuk dikelola kembali oleh pihakpihak terkait yang berkepentingan terhadap aset tersebut. Perusahaan Daerah Provinsi Bali sebagai pemegang kuasa dan berwenang atas aset tersebut, wajib mengelola aset sesuai peraturan pemerintah yang berlaku. Seluruh kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 3 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Mengoptimalkan pengelolaan seluruh aset-aset daerah oleh Pemerintah Daerah merupakan tantangan yang cukup besar dan berat karena diperlukan kemampuan managerial yang baik dengan pengetahuan menganalisis bagaimana mengatur seluruh aset agar nantinya berguna untuk pelayanan umum kepada masyarakat. Pemanfatan seluruh aset penting diperhatikan agar pengelolaannya tidak bertentangan dengan asas keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang, pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan, dan budaya Bali sebagai akibat pemanfaatan ruangnya sendiri. 5
Perusahaan Daerah Provinsi Bali seharusnya menggunakan kewenangannya untuk mengelola aset-asetnya dengan optimal. Optimalisasi pengelolaan aset bisa dilakukan dengan menggunakan lahan Balitex kembali untuk kegiatan-kegiatan bisnis. Untuk kembali melakukan kegiatan usaha di atas lahan tersebut, pihak Perusahaan Daerah Provinsi Bali wajib melakukan penilaian ulang atas aset tersebut untuk memperoleh nilai pasar tanah. Penilaian dapat dilakukan dengan mengasumsikan kondisi lahan tersebut berstatus sebagai tanah kosong sehingga penilaian dapat dilakukan untuk berbagai peruntukan baru yang sesuai dengan prinsip Highest and Best Use (HBU). Penilaian kembali atas aset tersebut sangat diperlukan untuk mendapatkan nilai pasar saat ini yang akan digunakan oleh Perusahaan Daerah Provinsi Bali sebagai dasar pengelolaan aset daerah dan rencana kerjasama dengan pihak investor. Pendekatan yang digunakan untuk memperoleh nilai pasar tanah dalam penelitian ini adalah pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode analisa pengembangan lahan (land development analysis) berdasarkan teknik penyisaan tanah (land residual technique). Metode dan teknik tersebut dipilih karena sulitnya menemukan data pasar tanah yang sebanding dengan aset yang dinilai dan juga mengingat aset tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penilaian tanah kosong dengan berbagai metode sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun penelitian mengenai penilaian tanah kosong di lahan eks Baliteks, Kota Denpasar, Provinsi Bali, dengan menggunakan metode analisis pengembangan lahan (land development analysis) 6
sampai saat ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian mengenai penilaian tanah kosong yang pernah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.1.. Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti dan Tahun Luce (2012) Manihuruk (2014) Djoharam (2014) Muliawan (2014) Susanto (2014) Larson (2015) Topik Penelitian Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik sebuah lahan di Arlington, Virginia. Penilaian tanah kosong di Kota Semarang dengan menggunakan metode Land Development Analysis (LDA). Penilaian tanah dengan metode Land Development Analysis (LDA) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Penilaian tanah kosong dengan metode Land Development Analysis (LDA) di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Menentukan opportunity cost di Kebun Binatang Surabaya dengan metode LDA dan DCF. Mengestimasi nilai tanah di Amerika Serikat dengan mengambil sampel di beberapa negara bagian. Hasil Penelitian Pilihan untuk menjual aset tersebut menjadi pilihan terbaik apabila dibandingkan dengan ketiga alternatif pengembanngan (perkantoran, apartemen, dan hotel) karena dapat menghasilkan keuntungan maksimal bagi pemilik aset. Dengan asumsi pengembangan perumahan sederhana, menengah, dan mewah, diperoleh hasil bahwa pengembangan perumahan menengah merupakan penggunaan tertinggi dan terbaik dari tanah tersebut. Convention hall dan sport center merupakan HBU dari tanah tersebut. Diperoleh nilai pasar tanah dengan asumsi di atas lahan akan dibangun perumahan dan area mix use. Diperoleh potensi pendapatan yang dapat diperoleh Pemerintah Surabaya dengan asumsi di atas lahan tersebut dikembangjan area mix use. Estimasi nilai tanah diperoleh dengan menggunakan hedonic approach. 7
Terdapat beberapa kesamaan dalam penelitian ini dengan penelitianpenelitian terdahulu, salah satunya adalah alat analisis yang digunakan. Perbedaan yang paling mendasar antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah waktu penelitian, luasan objek yang diteliti, dan lokasi penelitian. Pada penelitian ini objek yang diteliti adalah lahan eks Balitex yang terletak di Jalan WR Supratman, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Provinsi Bali. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan keaslian penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah adanya tanah kosong eks Balitex milik Perusahaan Daerah Provinsi Bali yang memiliki potensi untuk dikembangkan, namun belum dikelola secara maksimal. Perusahaan Daerah Provinsi Bali sebagai pemilik tanah tersebut telah melakukan studi HBU yang menghasilkan kesimpulan bahwa alternatif penggunaan tertinggi dan terbaik di atas lahan tersebut adalah properti mix use yaitu theme park. Dalam pembangunan dan pengelolaannya, Perusahaan Daerah Provinsi Bali akan bekerjasama dengan pihak ketiga. Untuk keperluan rencana kerjasama tersebut, Perusahaan Daerah Provinsi Bali bekerjasama dengan penilai independen untuk melakukan penilaian atas tanah tersebut. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan penelitian yang timbul adalah berapakah indikasi nilai pasar tanah eks Balitex yang terletak di Jalan WR Supratman, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota 8
Denpasar, Provinsi Bali, berdasarkan pendekatan pendapatan menggunakan metode Land Development Analysis (LDA)? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. menganalisis pengembangan lahan milik Perusahaan Daerah Provinsi Bali terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menerapkan metode Land Development Analysis (LDA); 2. mengetahui indikasi nilai pasar tanah di lahan eks Balitex, Kota Denpasar, Provinsi Bali, berdasarkan pendekatan pendapatan dengan metode Land Development Analysis (LDA). 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Kota Denpasar dalam melakukan pengembangan aset yang belum dikembangkan, khususnya lahan eks Balitex sehingga diharapkan dapat memberi kontribusi bagi peningkatan PAD Provinsi Bali. 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan metode Land Development Analysis (LDA). 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab 1 Pendahuluan yang berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab 2 Landasan 9
Teori berisi uraian mengenai teori dan kerangka penelitian. Bab 3 Metode Penelitian yang menguraikan desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, dan metode analisis data. Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan yang menjelaskan mengenai analisis Kota Denpasar, analisi objek penelitian, analisis pasar properti, Highest and Best Use (HBU) dan Land Development Analysis (LDA) dengan teknik penyisaan tanah. Bab 5 simpulan dan Saran mengenai hasil penelitian, penjelasan mengenai keterbatasan dalam penelitian, dan saran kepada pihak terkait sehubungan dengan hasil penelitian. 10