BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kota Surabaya merupakan Kota terbesar kedua di Indonesia, dari data
|
|
- Utami Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Surabaya merupakan Kota terbesar kedua di Indonesia, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya tahun 2013, disebutkan jumlah penduduk Kota Surabaya sebesar lebih dari 3 juta jiwa, terdiri dari 31 kecamatan dan 112 kelurahan, dengan wilayah seluas hektar. Kota Surabaya, selain memiliki banyak aset, juga kota yang berkembang pesat sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, pariwisata, perdagangan dan industri. Salah satu sumber daya (aset) dari sektor pariwisata yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di Kota Pahlawan ini adalah Kebun Binatang Surabaya (KBS). Objek wisata satwa yang berlokasi di Jalan Stail No.1 Surabaya tersebut merupakan kebanggan Bangsa Indonesia karena tercatat sebagai kebun binatang terbesar se-asia Tenggara, di dalamnya dihuni ±300 spesies satwa yang berbedabeda, terdiri dari ±4300-an jenis binatang. Area lahan KBS yang luasnya sekitar 15 hektar dengan luas taman meter persegi, bersertifikat hak guna pakai. Penyerahan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut RI), pengelolaan KBS sepenuhnya diserahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui surat keputusan bernomor S.387/Menhut-IV/2013 yang ditandatangani Menteri Zulkifli Hasan pada 3 Juli Potensi pendapatan dari aset dan pengelolaan KBS dinilai cukup besar. Sejak tahun 1980-an, lahan dan satwa di KBS dibidik dan diperebutkan berbagai investor, sebelum akhirnya aset lahan dan satwa di KBS diserahkan 1
2 2 Pemkot Surabaya. Perseteruan yang cukup panjang antara pengusaha untuk menguasai aset KBS telah diketahui masyarakat Surabaya. Mulai dari dikuasainya KBS oleh perkumpulan kebun binatang pada tahun 1981 hingga terbentuknya Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (PTFSS) pada tahun Berlarut-larutnya konflik di KBS, membuat Kemenhut RI mencabut izin konservasi PTFSS dan membentuk tim manajemen sementara. Pada tahun 2010, Menteri Kehutanan membentuk Tim Pengelola Satwa (TPS) kebun binatang. Namun, upaya campur tangan pemerintah pusat ini belum juga bisa menghentikan perseteruan. Apalagi media massa dari dalam dan luar negeri ramai memperbincangkan banyaknya satwa langka yang mati karena diduga tidak terawat. Bahkan, belakangan diketahui ratusan satwa yang dilindungi oleh negara ini ditukar oleh pengelola KBS ke sejumlah kebun binatang lainnya. Sehingga, munculnya persepsi publik adanya permainan mafia tanah dan mafia satwa untuk menjadikan aset KBS sebagai lahan properti komersial mendorong Pemkot Surabaya mengambil sikap pada Tahun Pemkot Surabaya, melalui Walikota Tri Rismaharini mengirimkan surat izin pengelolaan KBS kepada Presiden RI dengan tembusan Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meminta izin mengelola KBS. Dalam pengelolaannya, Pemkot Surabaya membentuk Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) sebagai badan usaha. Permohonan ijin Pemkot Surabaya untuk mengelola KBS dan konservasi satwa akhirnya diterbitkan Presiden SBY di
3 3 tahun Langkah-langkah Pemkot Surabaya dalam pengelolaan aset KBS mengundang dukungan sekaligus perhatian nasional dan internasional, langkah tersebut sebagai bukti awal keseriusan Walikota yang berprestasi sebagai Walikota paling inspiratif 2013 (versi majalah Forbes Indonesia) dan Walikota terbaik 2014 (World Mayor) untuk mengelola aset KBS. Harapan Pemkot Surabaya, KBS tidak hanya difungsikan sebagai hutan dalam kota, tetapi juga dapat difungsikan sebagai lahan ekonomis. Jika pengelolaan KBS maksimal, maka bisa mendatangkan pendapatan yang lebih besar dan berkontribusi pada Pendapantan Asli Daerah (PAD) dan pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya. KBS merupakan aset milik daerah yang dimanfaatkan sebagai fasilitas publik, lokasinya berada di jantung kota. KBS, selain sebagai objek wisata, juga berfungsi sebagai hutan kota yang disebut Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pengelolaan aset milik daerah dijelaskan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3, bahwa barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau perolehan lainnya yang sah. Pengertian barang milik daerah juga dijabarkan secara spesifik dalam lampiran peraturan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah, baik yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah. Dalam hal ini, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagianbagiannya, ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.
4 4 Penetapan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, menuntut pemerintah daerah untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Khususnya yang terkait dengan pengelolaan keuangan pada masing-masing daerah yang dapat berjalan secara efektif dan efisien, dan dapat meningkatkan PAD, dengan menghimpun sumber-sumber dana potensial guna mendukung biaya operasional pemerintah daerah. Pengelolaan aset daerah harus ditangani dengan baik agar aset tersebut dapat menjadi modal bagi pemerintah daerah untuk melakukan pengembangan kemampuan keuangan daerah tersebut. Jika tidak dikelola dengan semestinya, aset tersebut justru menjadi beban bagi pemerintah, karena sebagian dari aset tersebut membutuhkan biaya perawatan atau pemeliharaan dan juga dapat mengalami depresiasi (penurunan nilai) seiring berjalannya waktu. Optimalisasi pengelolaan aset daerah merupakan suatu keharusan bagi pemerintah daerah untuk mendongkrak dan menunjang pertumbuhan perekonomian di Kota Surabaya. KBS merupakan salah satu aset penting Pemkot Surabaya sekaligus icon Kota Surabaya. Berdasarkan berbagai dinamika yang ada, suatu keharusan bagi pemerintah untuk tetap mempertahankan dan memaksimalkan atau mengoptimalkan pengelolaan KBS ke depan. Suatu keniscayaan jika pengelolaan KBS mendatangkan dampak yang positif terhadap pertumbuhan perekonomian Kota Surabaya, karena KBS sebagai fasilitas publik yang berorentasi pada benefit (manfaat) bukan hanya pada profit (ketuntungan). Perlu adanya suatu strategi untuk mengembangkan potensi yang ada, demi keberlangsungan PDTS KBS ke depannya.
5 5 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini berdasarkan fakta atau realita dan isu kekinian tentang pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) sebagai badan usaha, yang meiliki wewenang untuk keberlangsungan KBS ke depan. Rumusan malasah ini didasarkan pada upaya Pemkot Surabaya untuk memaksimalkan atau mengoptimalkan pengelolaan KBS dengan menentukan opportunity cost sebagai langkah awal dalam menentukan strategi pengembangan KBS ke depannya. 1.3 Keaslian Penelitian Keaslian dari penelitian ini merupakan penerapan Land Development Analysis (LDA) dan Discounted Cash Flow (DCF) sebagai alat analisis utama. Pada landasan penelitian terdahulu (tesis dan jurnal) metoda yang sering digunakan adalah metoda: Travel Cost (TC): Hedonic Pricing (HP): Contingent Valuation (CM): dan Contingent Ranking (CR), dapat dilihat Tabel.1 berikut. Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Terdahulu Peneliti Objek Penelitian Pendekatan Penelitian Bedate, Herrero dan Sanz (2009) Twerefou dan Ababio (2012) El-Bekkay, et al, (2013) Putri (2013) Patio Herreriano de Arte Contempora neo Espan ol, Valladolid, Spanyol Taman Nasional Kakum,Ghana, Afrika Souss Massa National Park (SMNP), Maroco Objek wisata Goa Gong, Kab. Pacitan Indonesia Contingent Valuation dan Hypothetical Bias, Travel Cost Method Contingent Valuation,dan Travel Cost Method Travel Cost Method dan Contingent Valuation
6 6 Pada Tabel 1.1 merupakan tabel yang menunjukkan bahwa rata-rata dalam melakukan penilaian terhadap objek wisata atau fasilitas publik menggunakan 4 (empat) pendekatan di atas untuk mendapatkan nilai ekonomi dari dari suatu objek wisata. Tabel 1.2 beberapa data yang menunjukkan kelemahan dan kelebihan pada masing-masing pendekatan penelitian terdahulu. Metoda yang dipakai dalam pendekatan di atas memiliki kelebihan dan kelemahan pada masing-masing metoda yang diterapkan dan dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai berikut: Tabel 1.2 Kelebihan dan Kelemahan Penelitian terdahulu Metoda Kelebihan Kelemahan Hedonic Pricing Travel Cost Contingent Valuation Contingent Ranking Sumber: Putri, 2013 Menggunakan observasi tentang rumah atau properti, perilaku pasar tenaga kerja untuk mengestimasi nilai dari perubahan kualitas lingkungan. Menggunakan perilaku turis dan wisatawan yang diobservasi. Satu-satunya metoda yang dapat mengestimasi use values dan non-use values. Pertanyaan lebih mudah dijawab dibandingkan dengan contingent valuation. Hanya menghitung use values, memerlukan data pasar yang luas dan asumsi harga pasar untuk menangkap nilai barang lingkungan. Hanya menghitung use values. membutuhkan waktu dan biaya yang mahal mengumpulkan data yang cukup dan akurat. Butuh waktu dan biaya mahal untuk aplikasi dan berpotensi bias karena kuesionernya. Sulit untuk ditabulasi dan memerlukan jumlah sampel yang besar. Tabel 1.2 (Kelemahan dan kelebihan) pada 4 (empat) metoda di atas dapat dibandingkan dengan metoda land development analysis dan discounted cash flow yang digunakan pada usulan penelitian ini, dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut ini:
7 7 Tabel 1.3 Kelebihan dan Kelemahan Metoda Kelebihan Kelemahan Land Development Analysis Menghasilkan nilai akurat atau mencerminkan estimasi harga pasar, dan proyeksi pendapatan bersih selama jangka waktu investasi. Memberikan informasi rinci, potensi pertumbuhan pendapatan operasional bersih, harga properti, tingkat Discounted imbal hasil investasi, tingkat Cash Flow kapitalisasi pendapatan awal dan terminal (ketika dilakukan penjualan properti di akhir waktu investasi). Sumber: Supardi, 2009: (diolah) Hanya diterapkan pada tanah yang luas dan data pasar sulit diperoleh, dan pada daerah yang sudah berkembang. Rumit dalam pelaksanaannya karena penilai harus estimasi pendapatan, biaya, tingkat hunian selama periode proyeksi, hasil bersih properti di akhir investasi dan tingkat imbal hasil investasi yang wajar, mendiskonto pendapatan menjadi nila bersih sekarang. Tabel 1.2 dan 1.3 pada masing-masing metoda memiliki kelebihan dan kelemahan, maka perlu melihat pada kelebihan pada masing-masing metoda sebagai pertimbangan dalam melakukan analisis pada data yang diolah. Penggunaan metoda dalam meganalisis data dapat memberikan ketepan untuk menghasilkan nilai yang akurat dan mencerminkan nilai pasar. Penerapan metoda Land Development Analysis (LDA) dan Discounted Cash Flow (DCF) adalah menentukan pendapatan yang mengindikasikan pendapatan tertinggi dan terbaik dari simulasi yang pendapatan tanah komersial yang dikembangkan di atasnya menjadi properti komersial (apartemen, hotel, pusat perbelanjaan dll.). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah adanya penerapan metoda Land Development Analysis (LDA) dan Discounted Cash Flow (DCF),
8 8 sebagai metoda mengestimasi nilai ekonomi dari suatu objek wisata yang dikelola oleh pemerintah atau mengestimasi real property yang tidak terdapat pembanding di pasar real property, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini. 1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan terkait dengan estimasi nilai ekonomi pada objek wisata yang bukan berorentasi pada profit semata (benefit), dengan metoda Land Development Analysis (LDA) dan Discounted Cash Flow (DCF) untuk oprtimalisasi dalam pengambilan kebijakan. 2. Menjadi bahan pertimbangan Pemerintah Kota Surabaya dalam mengembangkan dan mengoptimalkan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan memperkecil pengeluaran pemerintah untuk subsidi. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah menentukan Opportunity Cost (OC) Kebun Binatang Surabaya. Opportunity cost tersebut diperoleh dari pendapatan simulasi LDA dengan dibandingkan penggunaan saat ini (value in use), dan merencanakan strategi yang tepat untuk mengurangi/mendekati opportunity cost dari hasil analisis. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: Bab I merupakan pengantar, mencakup penjelasan tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan tinjauan pustaka dan alat analisis, mencakup tentang tinjauan pustaka, landasan
9 9 teori, cara penelitian dan alat analisis. Bab III merupakan analisis data dan pembahasan, yang menjelaskan tentang analisis tinjauan ekonomi Kota Surabaya, analisis kawasan lahan, analisis Highest and Best Use (HBU), Land Development Analysis (LDA) dan analisis Discounted Cash Flow (DCF). Bab IV berisikan kesimpulan dan saran.
BAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah merupakan pondasi dari semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik kegiatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang selanjutnya diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 32 serta 33 Tahun 2004, mengenai pemberian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut O Sullivan (2009: 4), pertumbuhan ekonomi kota didasarkan pada bagaimana masyarakat kota mampu memaksimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya di tengah keterbatasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas beberapa alasan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan rumusan masalah yang menjadi pokok
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memiliki tujuh aset idle yang
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap aset tetap non operasional milik Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu diperoleh informasi bahwa pada saat ini Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa memberikan berbagai sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia, terhitung sejak tahun 1999 telah menggunakan sistem pemerintahan yang bersifat Desentralisasi, atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat dan dianggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat dan dianggap sebagai sesuatu yang berharga dalam kehidupan, dikarenakan tanah merupakan sumber daya alam
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam sebagai sarana dalam menyelenggarakan seluruh sivitas kehidupan dan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan kehidupan manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu kawasan tertentu, akan berdampak pada semakin tingginya kebutuhan lahan berupa tanah dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Hingga kini, tanah masih menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1998 (PP.19/1998) dan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN PT Kereta Api Indonesia (Persero) disingkat PT. KAI merupakan kegiatan bisnis sebagai badan usaha, didirikan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang sangat fundamental bagi perseorangan maupun organisasi, karena merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan dari pemilik aset. Aset
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Proses penilaian terhadap perusahaan tertutup membutuhkan identifikasi atas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses penilaian terhadap perusahaan tertutup membutuhkan identifikasi atas ciri spesifik pada perusahaan karena keterbatasan data pembanding yang umumnya tidak terlalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pengembang properti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pengembang di bidang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan kebebasan yang lebih besar setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada millennium keempat ini Indonesia memasuki era baru dalam sistem pemerintahannya. Otonomi Daerah, sebagai salah satu pilihan yang bermula pada awal 2001 bertepatan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sejumlah anggaran dalam APBD Yogyakarta Tahun 2013 seperti potensi pendapatan pajak dan retribusi daerah belum dapat dimaksimalkan. Hal ini disebabkan karena tarif yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi, suatu evaluasi makro mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons pegawai
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat menetapkan Bali sebagai pulau wisata terbaik di Dunia. Demikian pula organisasi Travel Leisure di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi alasan peneliti dalam melakukan penelitian. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi alasan peneliti dalam melakukan penelitian. Latar belakang dalam penelitian ini bertujuan sebagai alasan diperlukannya penelitan. Dalam bab ini juga berisi manfaat penelitian
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh sektor pariwisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, sektor pariwisata memberikan kontribusi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam pengembangan suatu kota, lahan memiliki peranan yang sangat penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas perkotaan yang kompleks. Karakter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan agenda baru dalam pemerintahan Indonesia terhitung mulai tahun 2001. Manfaat ekonomi diterapkannya otonomi daerah adalah pemerintah
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi INTISARI... xii ABSTRACT...
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sustainable development. Sustainable development merupakan pembangunan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern, paradigma pembangunan saat ini cenderung mengarah pada sustainable development. Sustainable development merupakan pembangunan yang memperhatikan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah kabupaten dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi namun dengan sebaran penduduk yang kurang merata. Dari sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua telah memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah yang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya yang terbatas karena tidak dapat diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 termasuk amandemennya, UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No 25 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai peraturan perundangan. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon memiliki keragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lombok Barat merupakan daerah tujuan wisata di kawasan Provinsi NTB dan merupakan daerah yang diberikan hak otonomi untuk mengelola daerahnya sendiri baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dari suatu properti atau usaha. Pembuatan asumsi tersebut berkaitan dengan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Analisis Discounted Cash Flow (DCF) adalah teknik pembuatan model keuangan yang didasarkan pada asumsi mengenai prospek pendapatan dan biaya dari suatu properti atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai sebagai suatu ekosistem yang unik memiliki berbagai fungsi yang mampu memberikan manfaat bagi manusia yang tinggal di sekitarnya. Manfaat yang diberikan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif, berbagai macam bentuk potensi wisata seperti wisata alam, sejarah, budaya dan religi dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kota Malang dalam segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat merupakan hal besar yang harus mendapatkan perhatianserius dari Pemerintah Kota Malang.
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Derah adalah termasuk kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan pengertian kemandirian. Suatu entitas dikatakan otonom apabila mampu menentukan dirinya sendiri, membuat
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di pusat Kota Bogor dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Bogor. Selain pusat pemerintahan, wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penurunan terbesar terjadi di tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 hingga
Persentase Jumlah Penduduk BAB I PENDAHULUAN..Latar Belakang Berdasarkan gambar., jumlah penduduk Kabupaten Sleman mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Namun jika dilihat dalam persentase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah dan perkembangan Perusahaan Daerah Taman Satwa Pada awalnya Kebun Binatang Surabaya berdiri pada tanggal 31 Agustus 1916 (berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pekanbaru mempunyai Pelabuhan Pelita Pantai, Pelabuhan Laut Sungai Duku dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Riau, khususnya Pekanbaru sangat meningkat. Pekanbaru merupakan Kota dengan pertumbuhan dan perkembangan tertinggi di Indonesia. Kota yang diprediksi
Lebih terperinciANALISA NILAI PASAR SPBU PT. SUMBER KURNIA MANDIRI JALAN BALAS KLUMPRIK SURABAYA
ANALISA NILAI PASAR 54.601.114 PT. SUMBER KURNIA MANDIRI JALAN BALAS KLUMPRIK SURABAYA Nama : Hilda Mienar SL Nrp : 3109 106 055 Jurusan : Teknik Sipil FTSP ITS Dosen Pembimbing : Christiono Utomo. ST,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah menjadi sumber pendapatan daerah yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan. Pengertian aset menurut Standar Penilaian Indonesia (2015)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang meliputi pelayanan, pengaturan, pembangunan, dan pemberdayaan. Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diganti dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selama tahun tersebut. Menurunnya daya beli masyarakat yang dipicu dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlambatan ekonomi sepanjang tahun 2015 memberikan pengaruh tersendiri terhadap pertumbuhan beberapa sektor industri dalam negeri, tak terkecuali bagi sektor properti.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. telah memunculkan optimisme baru, best practices dalam penataan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma baru pengelolaan barang milik negara/aset negara telah memunculkan optimisme baru, best practices dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. dengan tahun 2004 mencapai 763 juta orang dan menghasilkan pengeluaran
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata internasional mencapai kondisi tertinggi sepanjang sejarah, dengan tahun 2004 mencapai 763 juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar US$623 miliar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi, kabupaten/kota untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan pembantuan.
Lebih terperinciTENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan pemerintahan wilayah negara Indonesia dibagi atas daerah besar dan kecil dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (http://www.indonesia.travel).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah tujuan wisata terdepan di Indonesia. The island of paradise, itulah julukan yang disandang Pulau Dewata. Siapa yang tidak tahu Bali, sebagai primadona
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di Indonesia. Opini yang diberikan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta,
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta, yang berperan dalam mewujudkan keberlangsungan entitas tersebut. Ketersediaan aset merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber daya alam. Berada pada daerah beriklim tropis menjadikan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat
Lebih terperinciHutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan aset permanen yang tidak memiliki umur ekonomis, keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan yang berada
Lebih terperinciKESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN TENTANG KERJASAMA JARINGAN LINTAS PERKOTAAN
KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN TENTANG KERJASAMA JARINGAN LINTAS PERKOTAAN Nomor : 415.4 / 742 / 436.2.3 / 2012 Nomor : 183.1 / 02 / KUM / 2012 Pada
Lebih terperinciPendekatan Pendapatan
Pendekatan Pendapatan KONSEP Pendekatan Pendapatan Konsep Pendekatan Pendapatan Berkaitan dengan Prinsip Penilaian : Prinsip Antisipasi & Perubahan Prinsip Supply & Demand Substitusi : market oriented,
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah,
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah, setelah lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (sebagaimana telah
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia pada tahun 1999 menjadi titik tolak tumbuh kembangnya desentralisasi fiskal yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi. Pelaksanaan
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 57 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang di angkasa, termasuk kekayaan alam yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi, air, dan ruang di angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi
Lebih terperinciBUPATI BANGGAI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BANGGAI PROVINSI SULAWESI TENGAH Menimbang: a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BANGGAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aset adalah suatu potensi yang baik yang dimiliki oleh organisasi atau individu untuk mencapai tujuan. Aset dapat berbentuk riil atau terukur yang disebut sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi manusia. Tanah digunakan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi manusia. Tanah digunakan manusia untuk mencari nafkah, membangun rumah tinggal serta membangun bangunan lain seperti gedung perkantoran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini tingkat persaingan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini tingkat persaingan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan sangat ketat, sehingga membuat masing-masing perusahaan tersebut akan berusaha untuk menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dipisahkan dari tata kehidupan makhluk hidup, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus
i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan setiap masyarakat agar terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus berusaha memperbaiki
Lebih terperinciTENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa memenuhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan dapat diandalkan. Pembangunan
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan properti seperti hotel, mall, apartemen, perumahan menjadi pengembangan properti yang paling cepat
Lebih terperinciTENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat mengarah pada reformasi. Salah satu bentuk dari reformasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik dapat menyebabkan krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang kemudian dapat
Lebih terperinci