STATISTIK GENDER 2011

dokumen-dokumen yang mirip
(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI INDONESIA 2013

KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

PENDAHULUAN Latar Belakang

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya


ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

DATA TERPILAH DALAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

Katalog BPS: KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI DALAM PEMBANGUNAN: Yang Harus Diperbuat oleh Wakil Rakyat

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

PROFIL PEREMPUAN INDONESIA 2012

Profile Perempuan Indonesia

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

PROFIL PEREMPUAN INDONESIA 2013

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

PEREMPUAN DAN PEMBANGUNAN OLEH: KHOFIFAH INDAR PARAWANSA DISAMPAIKAN DI KONFERENSI DAN SIDANG UMUM INFID JAKARTA, 14 OKTOBER 2014

KATA PENGANTAR. Padang, 01 November 2016 Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Provinsi Sumatera Barat Kepala

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau


KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013


RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan. Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

madiunkota.bps.go.id

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2015

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

Profil Gender dan Anak Sumbar 2016 KATA PENGANTAR

DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011

Profil LANSIA Jawa tengah 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA AGUSTUS 2016

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015

BAB III PROFIL SOSIAL BUDAYA

No. Katalog :

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT


PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013

Katalog BPS :

STRUKTUR DATA BPS DAN PROSEDUR MENDAPATKAN DATA DI BPS Hady Suryono 8 Maret 2016

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat

PENDAHULUAN SUMBER DATA

suatu negara. Pada dasarnya keberadaan penduduk di suatu negara akan mempercepat pembangun negara semakin besar. Tetapi jika pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015


BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

Katalog :

pareparekota.bps.go.id

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA AGUSTUS 2015


Statistik Daerah Kabupaten Bintan


(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

Katalog BPS : STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG

Transkripsi:

STATISTIK GENDER 211

STATISTIK GENDER 211 ISBN: 978-979 - 64-46 - 9 No. Publikasi: 421.111 Katalog BPS: 21412 Ukuran Buku: 19 cm x 11 cm Naskah: Sub Direktorat Statistik Rumah tangga Gambar Kulit: Sub Direktorat Publikasi dan Kompilasi Statistik Diterbitkan oleh: Badan Pusat Statistik, Jakarta-Indonesia Dicetak oleh: CV. Dharmaputra Dicetak atas bantuan biaya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Kata Pengantar Booklet Statistik Gender 211 diterbitkan dengan menyajikan data mengenai perempuan dan lakilaki dalam kaitannya terhadap komposisi penduduk, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, status sosial ekonomi rumah tangga, keikutsertaan dalam pemerintahan dan politik. Sumber data yang digunakan sebagian besar hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Potensi Desa (Podes), Sensus Penduduk (SP), Proyeksi Penduduk, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan hasil pencatatan administrasi dari instansi/lembaga terkait. Penyajian informasi diuraikan secara sederhana dalam bentuk gambar dan ulasan singkat agar mudah dipahami oleh masyarakat. Kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya booklet ini diucapkan terima kasih. Kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan publikasi yang akan datang. Jakarta, November 211 Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Wynandin Imawan iii

feafe

Daftar Isi Halaman Kata Pengantar Daftar Isi iii v I. Pendahuluan 1 II. Kependudukan 3 III. Kesehatan 9 IV. Status Sosial Ekonomi Rumah Tangga 17 V. Pendidikan 23 VI. Ketenagakerjaan 33 VII. Kepemimpinan, Politik dan Pemerintahan 39 v

feafe

I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2 adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Target yang ingin dicapai dari tujuan tersebut adalah menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada 25 dan di semua jenjang pendidikan sebelum tahun 215. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembangunan manusia Indonesia yaitu mencapai kesetaraan gender untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tanpa membedakan laki-laki dan perempuan. Dalam rangka mengurangi adanya kesenjangan gender, pemerintah melalui kebijakan dan program pembangunan telah berusaha mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi programprogram pembangunan nasional. Strategi dan kebijakan untuk mengurangi kesenjangan gender disebut dengan pengarusutamaan gender, dimana untuk rencana implementasinya diperlukan suatu analisis gender. Oleh karena itu diperlukan data dan fakta serta informasi tentang gender, yaitu data terpilah antara laki-laki dan perempuan yang dapat menggambarkan kesenjangan gender. Publikasi ini memaparkan gambaran data terpilah gender pada bidang kependudukan, kesehatan, status sosial ekonomi rumah tangga, pendidikan, ketenagakerjaan, kepemimpinan politik dan pemerintah. Publikasi ini secara khusus bertujuan untuk menampilkan data terkait gender di bidang-bidang yang berhubungan erat dengan upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia. Data yang disajikan dirangkum dari berbagai sumber antara lain hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Demografi Kesehatan 1

Indonesia (SDKI), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia 2-225, hasil Sensus Pendududuk (SP) 21, serta sumber data lainnya berupa hasil pencatatan administrasi dari berbagai instansi/lembaga terkait. Penyajian informasi pada publikasi ini dalam bentuk gambar dan tabel serta ulasan yang mudah dipahami berbagai kalangan, baik masyarakat umum, maupun pengambil kebijakan sehingga diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi dalam menilai masalah gender di Indonesia. 2

II. Kependudukan A. Jumlah Penduduk Gambar 2.1 Jumlah Penduduk Indonesia Dibanding Negara Lain, 21 Amerika China India Indonesia Sumber: SP 2, SP 21, dan UN Data Sheet 21. Menurut Sensus Penduduk 2, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2 (Oktober) sekitar 25,13 juta jiwa. Menurut Sensus Penduduk 21, jumlah penduduk Indonesia menjadi sekitar 237,64 juta jiwa. Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar keempat setelah China (1.339 Juta), India (1.21 Juta) dan Amerika Serikat (312 Juta). Laju pertumbuhan penduduk per tahun di Indonesia pada periode 199-2 adalah 1,4 persen dan pada periode 2-21 sebesar 1,49 persen. B. Struktur Penduduk Dari piramida penduduk (Gambar 2.2) terlihat bahwa jumlah kelompok penduduk terbesar, baik laki-laki maupun perempuan berada pada kelompok umur 5-9 tahun. Struktur umur Indonesia sudah bergerak dari struktur muda ke struktur menengah. 3

Kelompok Umur 75+ 7-74 65-69 6-64 55-59 5-54 45-49 4-44 35-39 3-34 25-29 2-24 15-19 1-14 5-9 -4 Gambar 2.2 Piramida Penduduk, 21 1.34 1.28 Laki-laki 1.86 2.45 3.68 4.9 5.88 6.95 7.8 8.31 8.88 8.26 8.87 9.75 1.1 9.75 1.89 1.63 Perempuan 2.9 2.65 3.43 4.82 5.94 6.95 7.77 8.37 9.4 8.47 8.69 9.34 9.56 9.33 12 9 6 3 3 6 9 12 tase Sumber: SP 21 C. Komposisi Penduduk 1. Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) Gambar 2.3 Sex Ratio Penduduk Indonesia, 199, 2, dan 21 12 1 8 6 4 2 99.4 1.5 11.4 199 2 21 Tahun Sumber: SP 199, SP 2, SP 21 Tahun 199, dari 1 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki, dengan rasio jenis kelamin sebesar 99,4 dan pada tahun 2 terjadi sedikit pergeseran sehingga rasio jenis kelamin menjadi 1,5. Tahun 21 pergeseran itu masih terjadi, dengan rasio jenis kelamin 11,4. Artinya dari 1 penduduk perempuan terdapat 11 penduduk lakilaki. 4

2. Angka Beban Ketergantungan (Dependency Ratio) Angka beban ketergantungan tahun 21 mencapai 51,3 yang berarti bahwa setiap 1 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung sekitar 51 penduduk usia tidak produktif (-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Angka ini turun jika dibanding dengan keadaan tahun 2 dimana angka beban ketergantungannya adalah 54.7. Gambar 2.4 Angka Beban Ketergantungan, 2 dan 21 6 54.7 51.3 4 2 2 21 Tahun Sumber: SP 2 dan SP 21 3. Jumlah Balita Gambar 2.5 tase Balita menurut Jenis Kelamin, 2 dan 21 6 5 4 3 2 1 4.78 4.95 4.63 Perempuan 2 21 4.91 Laki-laki Sumber: SP 2 dan SP 21 tase penduduk umur balita terhadap total penduduk pada tahun 21 sebesar 9,54 persen, yang terdiri dari 4,63 persen balita perempuan dan 4,91 persen balita laki-laki. 5

Sedikit terjadi penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2 yaitu 9,73 persen dengan komposisi 4,78 persen balita perempuan dan 4,95 persen balita lakilaki. 4. Jumlah Penduduk Umur Sekolah Gambar 2.6 tase Penduduk Berumur 7-12, 13-15 dan 16-18 Tahun Terhadap Total Penduduk, 2 dan 21 15 13.58 12.58 1 5 7.56 7.2 6.19 6.19 7-12 13-15 16-18 2 21 Sumber: SP 2 dan SP 21 tase penduduk berumur 7-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun terhadap total penduduk pada tahun 21 berturut-turut sebesar 13,58 persen, 7,56 persen dan 7,2 persen. Terjadi kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2, yaitu 12,58 persen, 6,19 persen dan 6,19 persen pada kelompok umur yang sama. Gambar 2.7 Jumlah Penduduk Berumur 7-12, 13-15 dan 16-18 menurut Jenis Kelamin Tahun 21 (dalam jutaan) Juta Penduduk 2 15 1 5 16.62 15.64 9.22 8.75 8.73 8.37 6 7-12 13-15 16-18 Sumber : SP 21

Tahun 21 jumlah penduduk perempuan pada setiap kelompok umur 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun lebih rendah daripada jumlah penduduk laki-laki pada kelompok umur yang sama. Gambar 2.7 memperlihatkan jumlah penduduk perempuan pada kelompok umur 7-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun berturut-turut adalah 15,64 juta penduduk, 8,75 juta penduduk dan 8,37 juta penduduk. Sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 16,62 juta penduduk, 9,22 juta penduduk, 8,73 juta penduduk untuk kelompok umur tersebut. D. Angka Kelahiran Total Angka kelahiran total (total fertility rate, TFR) mengalami penurunan sejak akhir 199-an. Menurut data Sensus Penduduk 2 (SP 2), TFR Indonesia sekitar 2,34 anak per perempuan (merujuk tahun 1997) dan menurun menjadi 2,26 menurut SUPAS 25 (merujuk tahun 22). Pada tahun 21 TFR turun lagi menjadi sekitar 2,15 anak per perempuan (Proyeksi Penduduk Indonesia 2-225). Gambar 2.8 Angka Kelahiran Total, 1997, 22 dan 21 2.5 2. 1.5 1..5 2.34 2.26 2.15. 1997 22 21 Sumber: SP 2, SUPAS 25, Proyeksi Penduduk Indonesia 2-225 E. Angka Kematian Bayi Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 22-23 menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Indonesia sekitar 35 kematian per 1 kelahiran hidup. 7

Berdasarkan SDKI 27 angka tersebut turun menjadi 34 kematian per kelahiran hidup Gambar 2.9 Angka Kematian Bayi, 22-23 dan 27 Kematian per 1 Kelahiran Hidup 5 4 3 2 1 35 34 22-23 27 Tahun Sumber: SDKI 22-23 dan 27 F. Angka Kematian Ibu Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 22-23 menunjukkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia sekitar 37 kematian per 1 kelahiran (tahun rujukan 1998-23). Berdasarkan SDKI 27 angka tersebut turun menjadi 228 kematian per 1 kelahiran hidup (tahun rujukan 23-27). Gambar 2.1 Angka Kematian Ibu, 22-23 dan 27 35 3 25 2 15 1 5 37 228 22-23 27 Tahun Sumber: SDKI 22-23 dan 27 8

III. Kesehatan A. Keluhan Kesehatan Hasil Susenas 21 menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami keluhan kesehatan sedikit lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Gambar 3.1 tase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 5 4 3 2 3.73 32.31 31.17 31.52 29.68 3.43 1 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Sumber: Susenas 21 Dari 1 orang perempuan, 32 orang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir. Dari 1 orang laki-laki, 3 orang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir. Perempuan dan laki-laki di perdesaan (32,31 persen dan 31,17 persen) lebih banyak yang mengalami keluhan kesehatan dibandingkan di perkotaan (3,73 persen dan 29,68 persen). B. Mengobati Sendiri Penduduk perempuan yang mengalami keluhan kesehatan dan mengobati sendiri atau tidak mendatangi fasilitas kesehatan (67,85 persen) lebih sedikit dibandingkan penduduk laki-laki (69,58 persen). Dari 1 orang perempuan yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir, 68 orang diantaranya mengobati sendiri. 9

Gambar 3.2 tase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Mengobati Sendiri menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 68.99 7.13 69.58 66.83 68.82 67.85 6 4 2 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Sumber: Susenas 21 Dari 1 orang laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir, 7 orang diantaranya mengobati sendiri. Perempuan dan laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan dan mengobati sendiri di perdesaan (68,82 persen dan 7,13 persen) lebih banyak dibandingkan di perkotaan (66,83 persen dan 68,99 persen). C. Berobat Jalan Gambar 3.3 tase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 5 4 46.57 44.48 42.94 44.71 42.11 43.26 3 2 1 1 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Sumber: Susenas 21

Penduduk perempuan yang mengalami keluhan kesehatan dan berobat jalan atau mendatangi fasilitas kesehatan (44,71 persen) lebih banyak dibandingkan laki-laki (43,26 persen). Perempuan dan laki-laki yang berobat jalan lebih banyak di perkotaan (46,57 persen dan 44,48 persen) daripada di perdesaan (42,94 persen dan 42,11 persen). Dari 1 penduduk perempuan yang mengalami keluhan kesehatan, 45 orang diantaranya melakukan berobat jalan untuk mengobati penyakitnya. D. Keluarga Berencana Secara umum partisipasi penggunaan alat/cara KB masih didominasi oleh perempuan (97,52 persen) dibandingkan laki-laki (1,33 persen). Hal ini sejalan dengan ketersediaan jenis alat/cara KB yang masih didominasi untuk perempuan. Gambar 3.4 tase Wanita 15-49 Tahun yang Ber-KB menurut Jenis Alat/Cara KB dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 96.79 98.21 97.52 6 4 2 1.81.87 1.33 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Alat KB Perempuan (MOW, spiral, suntik, susuk, pil, intravag, kondom wanita) Alat KB Laki-laki (kondom, MOP) Sumber: Susenas 21 Catatan: tidak termasuk alat/cara KB tradisional Dari 1 perempuan berumur 15-49 tahun yang sedang menggunakan alat/cara KB 1, 98 diantaranya menggunakan jenis alat/cara KB untuk perempuan. 1 Termasuk yang digunakan oleh pasangannya 11

Kondisi yang sama juga terjadi di perkotaan dan perdesaan, namun partisipasi laki-laki dalam ber-kb di perkotaan (1,81 persen) sedikit lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (,87 persen). E. Kesehatan Reproduksi Remaja Berdasarkan SDKI tahun 27, tingkat pengetahuan tentang alat/cara KB pada remaja perempuan umur 15-24 tahun lebih tinggi daripada tingkat pengetahuan remaja laki-laki pada umur yang sama (96,3 persen berbanding 92,8 persen). Menurut remaja laki-laki maupun perempuan, umur kawin yang ideal untuk perempuan adalah 2-21 tahun, sementara umur kawin ideal untuk laki-laki adalah 25-29 tahun. Umur haid pertama bagi remaja perempuan umumnya terjadi pada umur 12-14 tahun. Sebanyak 2,5 persen remaja perempuan mengalami haid pertama pada umur 12 tahun, 27,5 persen pada umur 13 tahun, dan 26,3 persen terjadi pada umur 14 tahun. Tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS pada remaja perempuan umur 15-24 tahun lebih tinggi dari pada tingkat pengetahuan remaja laki-laki (84, persen berbanding 77, persen). F. Infeksi Menular Seksual (IMS) Berdasarkan data SDKI 27, tingkat pengetahuan tentang gejala IMS pada perempuan pernah kawin umur 15-49 tahun jauh lebih rendah dibandingkan pada laki-laki kawin umur 15-54 tahun (26,9 persen berbanding 61,1 persen). G. HIV-AIDS Prevalensi kasus AIDS sampai dengan Maret 29 adalah 7,5 per 1 penduduk. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2,98. 12

Tabel 3.1 Jumlah Kumulatif Pengidap Infeksi HIV dan Kasus AIDS Tahun 1987 sampai dengan Tahun 29 Kategori HIV/AIDS 1 Januari 1987 s.d. 31 Desember 28 1 Januari 1987 s.d. 31 Maret 29 (1) (2) (3) Pengidap infeksi HIV 6 554 6 668 Kasus AIDS 16 11 16 964 Sumber: Ditjen PPM & PL, Depkes RI Pengidap infeksi HIV mengalami peningkatan sebesar 1,74 persen dan kasus AIDS mengalami peningkatan sebesar 5,3 persen sejak 31 Desember 28 hingga 31 Maret 29. Gambar 3.5 menunjukkan bahwa jumlah kumulatif kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 12.64 kasus dan perempuan sebanyak 4.239 kasus. Gambar 3.5 Jumlah Kumulatif Kasus AIDS, menurut Jenis Kelamin, Maret, 29 15 12 64 1 5 4 239 Tidak Diketahui Sumber: Ditjen PPM & PL, Depkes RI 85 H. Pengguna Narkoba Kasus narkoba di Indonesia selama tiga tahun terakhir sebagian besar terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Untuk jumlah kasus narkoba perempuan terlihat sangat kecil namun terjadi peningkatan sebesar 37,2 persen pada tahun 27 dibandingkan tahun 26 dan 1,51 persen tahun 28 dibandingkan tahun 27. 13

5 4 3 2 Gambar 3.6 Jumlah Kasus Tindak Pidana Narkoba menurut Jenis Kelamin, 26-28 29 423 33 134 41 34 1 2 212 3 35 3 354 26 27 28 Perempuan Laki-laki Sumber: Dit IV/Narkoba, BNN Januari 29 I. Penolong Kelahiran Terakhir Secara nasional, sebagian besar kelahiran ditolong oleh bidan. Dari 1 kelahiran, sebanyak 62 kelahiran ditolong oleh bidan, 17 kelahiran ditolong oleh dokter, dan 19 kelahiran ditolong oleh dukun. Gambar 3.7 tase Kelahiran menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 14 8 6 4 2 25.1 9.9 64.18 59.71 9.58 27.66.22.9 Dokter Bidan Dukun Lainnya Perkotaan Perdesaan Sumber: Susenas 21 Kelahiran yang ditolong oleh dokter dan bidan lebih banyak di perkotaan (25,1 persen dan 64,18 persen), sedangkan penolong kelahiran oleh dukun dan lainnya lebih banyak di perdesaan (27,66 persen dan,22 persen). Dari 1 kelahiran di perkotaan, 25 ditolong oleh dokter, 64 oleh bidan dan 1 oleh dukun.

Dari 1 kelahiran di perdesaan, 9 ditolong oleh dokter, 6 oleh bidan dan 28 oleh dukun. J. Balita yang Pernah Diberi ASI Secara umum, balita perempuan yang pernah diberi ASI lebih banyak dibandingkan balita laki-laki. Dari 1 balita perempuan, 95 diantaranya pernah diberi ASI. Dari 1 balita laki-laki, 94 diantaranya pernah diberi ASI. Balita di perdesaan lebih banyak yang pernah diberi ASI dibandingkan balita di perkotaan. Gambar 3.8 tase Balita yang Pernah Diberi ASI menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 93.83 92.39 96.2 95.73 95.1 94.8 6 4 2 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Sumber: Susenas 21 K. Anak Berumur 2-4 Tahun yang Diberi ASI selama 18-23 Bulan Secara umum tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara anak perempuan dan laki-laki berumur 2-4 tahun yang diberi ASI selama 18-23 bulan. Dari 1 anak perempuan berumur 2-4 tahun yang pernah diberi ASI, 21 anak diantaranya diberi ASI selama 18-23 bulan. Dari 1 anak laki-laki berumur 2-4 tahun yang pernah diberi ASI, 21 anak diantaranya diberi ASI selama 18-23 bulan. 15

Pemberian ASI pada anak berumur 2-4 tahun di perdesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Gambar 3.9 tase Anak Berumur 2-4 Tahun yang Diberi ASI selama 18-23 Bulan menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 25 2 19.1 18.94 23.41 23.23 21.25 21.17 15 1 5 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Sumber: Susenas 21 L. Anak Berumur 2-4 Tahun yang Diberi ASI saja selama 6 Bulan atau Lebih Anak berumur 2-4 tahun yang diberi ASI saja selama 6 bulan atau lebih tidak terjadi perbedaan yang berarti antara perempuan dan laki-laki. Gambar 3.1 tase Anak Berumur 2-4 Tahun yang Diberi ASI saja selama 6 Bulan atau Lebih menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 5 4 3 2 1 35.2 34.59 35.98 35.3 33.31 34.15 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Sumber: Susenas 21 Dari 1 anak perempuan berumur 2-4 tahun yang pernah diberi ASI, 35 anak diantaranya diberi ASI saja selama 6 bulan atau lebih. Dari 1 anak laki-laki berumur 2-4 tahun yang pernah diberi ASI, 34 anak diantaranya diberi ASI saja selama 6 bulan atau lebih. 16

IV. Status Sosial Ekonomi Rumah Tangga A. Status Perkawinan Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas Berdasarkan hasil Susenas 21, baik perempuan maupun laki-laki yang berstatus kawin lebih banyak bila dibandingkan yang berstatus belum kawin, cerai hidup dan cerai mati. Gambar 4.1 tase Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas menurut Jenis Kelamin dan Status Perkawinan, 21 1 8 6 4 37.55 28.52 59.37 59.8 2 9.84 2.57 1.6 2.2 Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati Perempuan Laki-laki Sumber: Susenas 21 Dari 1 penduduk perempuan, sebanyak 59 orang diantaranya berstatus kawin, 28 orang belum kawin, 1 orang cerai mati dan 3 orang cerai hidup. Dari 1 penduduk laki-laki, sebanyak 59 orang diantaranya berstatus kawin, 38 orang belum kawin, 2 orang cerai mati dan 1 orang cerai hidup. Perempuan berstatus belum kawin (28,52 persen) lebih sedikit daripada laki-laki (37,55 persen), sebab umumnya umur perkawinan pertama bagi perempuan lebih muda dibandingkan laki-laki. Perempuan yang berstatus kawin relatif hampir seimbang dengan laki-laki (perbandingannya (59,8 17

persen dan 59,37 persen), sedangkan perempuan yang berstatus cerai, baik cerai hidup (2,57 persen) maupun cerai mati (9,84 persen) lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (1,6 persen dan 2,2 persen). Keadaan ini mengindikasikan perempuan yang berstatus cerai hidup ataupun cerai mati lebih memilih tidak menikah lagi, sedangkan bagi lakilaki terjadi keadaan yang sebaliknya. B. Kepala Rumah Tangga (KRT) Secara umum KRT di Indonesia masih didominasi oleh laki-laki baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dari 1 KRT, sebanyak 14 KRT diantaranya perempuan. Gambar 4.2 tase Kepala Rumah Tangga menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 85.61 86.56 86.9 6 4 2 14.39 13.44 13.91 18 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Sumber: Susenas 21 Berdasarkan daerah tempat tinggal, KRT perempuan di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Di daerah perkotaan, dari 1 KRT, 14 diantaranya adalah perempuan dan 86 adalah laki-laki. Di daerah perdesaan, dari 1 KRT, 13 diantaranya adalah perempuan dan 87 adalah laki-laki.

C. Luas Lantai Rumah tangga dengan luas lantai per kapita kurang dari 9 m 2, lebih banyak terdapat pada rumah tangga dengan KRT laki-laki dibandingkan perempuan. Dari 1 KRT perempuan, ada 11 rumah tangga dengan luas lantai per kapita kurang dari 9 m 2 dan 89 rumah tangga dengan luas lantai per kapitanya lebih dari 9 m 2. Dari 1 KRT laki-laki, ada 18 rumah tangga dengan luas lantai per kapita kurang dari 9 m 2 dan 82 rumah tangga dengan luas lantai per kapitanya lebih dari 9 m 2. Gambar 4.3 tase Rumah Tangga dengan Luas Lantai Per Kapita < 9 m 2 dan 9 m 2 menurut Jenis Kelamin KRT, 21 1 8 89.46 81.5 6 4 2 1.54 18.5 < 9 m2 9 m2 Sumber: Susenas 21 D. Akses Air Bersih Rumah tangga yang mengakses air bersih lebih banyak yang dikepalai oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Rumah tangga di daerah perkotaan lebih banyak yang mengakses air bersih dibandingkan dengan rumah tangga di daerah perdesaan. Dari 1 kepala rumah tangga perempuan, ada 59 rumah tangga yang mengakses air bersih. Dari 1 kepala rumah tangga laki-laki, ada 61 rumah tangga yang mengakses air bersih. 19

E. Akses Teknologi Informasi Akses teknologi informasi dengan menggunakan telepon/hp lebih banyak pada rumah tangga yang dikepalai oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Dari 1 kepala rumah tangga perempuan, ada 9 rumah tangga yang mengakses teknologi informasi dengan menggunakan telepon. Dari 1 kepala rumah tangga laki-laki, ada 1 rumah tangga yang mengakses teknologi informasi dengan menggunakan telepon. Gambar 4.4 tase Kepala Rumah Tangga menurut Jenis Kelamin dan Penggunaan/Akses terhadap Telepon dan HP, 21 1 8 6 4 58.19 74.24 2 8.95 9.53 Telepon HP Sumber: Susenas 21 Dari 1 kepala rumah tangga perempuan, ada 58 rumah tangga yang mengakses teknologi informasi dengan menggunakan HP. Dari 1 kepala rumah tangga laki-laki, ada 74 rumah tangga yang mengakses teknologi informasi dengan menggunakan HP. F. Rata-rata Pengeluaran per Kapita Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan pada rumah tangga dengan KRT perempuan lebih tinggi dibanding pada rumah tangga dengan KRT laki-laki. 2

Pada rumah tangga dengan KRT perempuan ratarata pengeluaran per kapita sebulan Rp 615.62,- sedangkan dengan KRT laki-laki Rp 536.148,-. Menurut daerah tempat tinggal, rata-rata pengeluaran per kapita sebulan di daerah perkotaan baik untuk KRT perempuan maupun KRT laki-laki lebih besar dibandingkan di perdesaan. Rupiah Gambar 4.5 Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan menurut Jenis Kelamin KRT, 21 1 8 6 4 85 486 684 176 414 92 391 528 615 62 536 148 2 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Sumber: Susenas 21 G. Pendidikan Kepala Rumah Tangga Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga laki-laki lebih baik bila dibandingkan dengan kepala rumah tangga perempuan. Dari 1 kepala rumah tangga perempuan yang berpendidikan SD ke bawah ada sebanyak 72 orang sedangkan yang berpendidikan SMP ke atas ada sebanyak 28 orang. Dari 1 kepala rumah tangga laki-laki yang berpendidikan SD ke bawah ada sebanyak 53 orang sedangkan yang berpendidikan SMP ke atas ada sebanyak 47 orang. 21

Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Pendidikan kepala rumah tangga laki-laki dan perempuan di daerah perkotaan lebih baik dibandingkan di daerah perdesaan. Gambar 4.6 tase Kepala Rumah Tangga menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 21 1 8 71.67 6 4 53.21 28.33 46.79 2 SD ke Bawah SMP ke Atas Sumber: Susenas 21 22

V. Pendidikan A. Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas yang Tidak/Belum Pernah Sekolah Secara umum penduduk perempuan berumur 1 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. Dibandingkan menurut tipe daerah perkotaan dan perdesaan, terdapat perbedaan yang signifikan antara penduduk perempuan dan laki-laki yang tidak/belum pernah bersekolah. Gambar 5.1 tase Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas yang Tidak/Belum Pernah Sekolah menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 14 12.8 12 1 9.4 8 6 4 2 5.31 1.91 5.96 3.94 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Perempuan Laki-laki Sumber: Susenas 21 Dari 1 penduduk perempuan berumur 1 tahun ke atas, sebanyak 9 orang diantaranya tidak/belum pernah sekolah. Dari 1 penduduk laki-laki berumur 1 tahun ke atas, sebanyak 4 orang diantaranya tidak/belum pernah sekolah. B. Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas yang Masih Sekolah Secara umum, penduduk perempuan berumur 1 tahun ke atas yang masih sekolah lebih sedikit dibandingkan penduduk laki-laki. Pola yang sama terjadi, baik di perkotaan maupun perdesaan. 23

Gambar 5.2 tase Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas yang Masih Sekolah menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 25 2 2.17 19.29 18.81 19.48 18.27 17.25 15 1 5 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Perempuan Laki-laki Sumber: Susenas 21 Dari 1 penduduk perempuan berumur 1 tahun ke atas, sebanyak 18 orang diantaranya masih bersekolah. Dari 1 penduduk laki-laki berumur 1 tahun ke atas, sebanyak 19 orang diantaranya yang masih bersekolah. C. Angka Partisipasi Sekolah (APS) 1. APS Penduduk Berumur 7-12 Tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) bagi penduduk berumur 7-12 tahun bagi perempuan relatif tidak berbeda dengan penduduk laki-laki, baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Gambar 5.3 APS Penduduk Usia 7-12 Tahun menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 98.99 97.73 98.32 98.53 97.6 97.74 6 4 2 24 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Sumber: Susenas 21

Dari 1 penduduk berumur 7-12 tahun baik perempuan maupun laki-laki, masing-masing sebanyak 98 orang yang masih bersekolah. 2. APS Penduduk Berumur 13-15 Tahun Secara nasional, APS penduduk perempuan berumur 13-15 tahun, sedikit lebih tinggi dibandingkan APS penduduk laki-laki. Gambar 5.4 APS Penduduk Berumur 13-15 Tahun menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 9.9 89.58 84.19 81.44 87.41 85.15 6 4 2 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Sumber: Susenas 21 Dari 1 penduduk perempuan berumur 13-15 tahun, sebanyak 87 orang diantaranya masih bersekolah. Dari 1 penduduk laki-laki berumur 13-15 tahun, sebanyak 85 orang diantaranya masih sekolah. Bila dilihat menurut tipe daerah, APS penduduk berumur 13-15 tahun bagi perempuan baik di perkotaan maupun di perdesaan lebih besar daripada laki-laki. 3. APS Penduduk Berumur 16-18 Tahun Secara nasional, APS penduduk laki-laki berumur 16-18 tahun, sedikit lebih tinggi dibandingkan APS penduduk perempuan. Dari 1 penduduk laki-laki berumur 16-18 tahun, sebanyak 57 orang diantaranya masih bersekolah. 25

Dari 1 penduduk perempuan berumur 16-18 tahun, sebanyak 55 orang diantaranya masih bersekolah. Gambar 5.5 APS Penduduk Usia 16-18 Tahun menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 6 4 64.2 61.57 49.37 47.88 56.86 55.12 2 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Sumber: Susenas 21 Bila dibandingkan menurut tipe daerah, APS penduduk berumur 16-18 tahun di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan, baik perempuan maupun laki-laki. D. Angka Partisipasi Murni (APM) 1. APM SD/MI/Paket A Angka Partisipasi Murni (APM) penduduk berumur 7-12 tahun yang masih bersekolah di SD/MI/Paket A relatif seimbang antara perempuan dan laki-laki. Gambar 5.6 APM SD/MI/Paket A menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 94.33 95.67 95.2 94.1 94.7 94.83 6 4 2 26 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Sumber: Susenas 21

Tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara APM SD/MI/Paket A di daerah perkotaan dan di perdesaan. Dari 1 penduduk berumur 7-12 tahun, sebanyak 94 orang diantaranya masih bersekolah di SD/MI/ Paket A, baik perempuan maupun laki-laki. 2. APM SMP/MTs/Paket B Bila dibandingkan APM SD/MI/Paket A, terlihat bahwa APM bagi penduduk berumur 13-15 tahun yang masih bersekolah di SMP/MTs/Paket B menurun, baik perempuan maupun laki-laki. Secara umum, APM SMP/MTs/Paket B perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Gambar 5.7 APM SMP/MTs/Paket B menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 6 4 69.4 7. 67.54 68.43 64.62 67.8 2 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Sumber: Susenas 21 Dari 1 penduduk perempuan berumur 13-15 tahun, sebanyak 68 orang diantaranya masih bersekolah di SMP/MTs/Paket B. Dari 1 penduduk laki-laki berumur 13-15 tahun, sebanyak 67 orang diantaranya masih bersekolah di SMP/MTs/ Paket B. Bila dilihat menurut tipe daerah, APM SMP/MTs/ Paket B perempuan di perdesaan lebih tinggi dibanding laki-laki, sebaliknya di perkotaan APM SMP/MTs/Paket B perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. 27

3. APM Penduduk SMA/SMK/MA/Paket C Bila dibandingkan dengan APM SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket B, terlihat bahwa APM penduduk berumur 16-18 tahun yang masih bersekolah di SMA/SMK/MA/Paket C lebih rendah, baik perempuan maupun laki-laki. Menurut tipe daerah terlihat perbedaan yang signifikan antara APM SMA/SMK/MA/Paket C di perkotaan dan perdesaan. Gambar 5.8 APM SMA/SMK/MA/Paket C menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 1 8 6 4 5.28 54.66 38.33 38.15 44.65 46.49 2 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Perempuan Laki-laki Sumber: Susenas 21 Dari 1 penduduk perempuan berumur 16-18 tahun, sebanyak 45 orang diantaranya masih bersekolah di SMA/SMK/MA/Paket C. Dari 1 penduduk laki-laki berumur 16-18 tahun, sebanyak 46 orang diantaranya masih bersekolah di SMA/SMK/MA/Paket C. Di perkotaan, APM SMA/SMK/MA/PAket C bagi laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, sebaliknya APM SMA/SMK/MA/Paket C bagi lakilaki di perdesaan sedikit lebih rendah dibanding perempuan. 28

E. Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas yang Tidak Memiliki Ijasah Penduduk perempuan berumur 1 tahun ke atas yang tidak memiliki ijasah jauh lebih tinggi dibanding laki-laki, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dari 1 penduduk perempuan, sebanyak 28 orang diantaranya tidak memiliki ijasah. Dari 1 penduduk laki-laki, sebanyak 22 orang diantaranya tidak memiliki ijasah. Gambar 5.9 tase Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas yang Tidak memiliki Ijasah menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 45 35.7 3 15 19.97 15.68 28.81 27.81 22.26 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Sumber: Susenas 21 Penduduk perempuan yang tidak memiliki ijasah di perdesaan jauh lebih tinggi daripada di perkotaan. Dari 1 penduduk perempuan perdesaan, sebanyak 36 orang diantaranya tidak memiliki ijasah. Dari 1 penduduk perempuan perkotaan, sebanyak 2 orang diantaranya tidak memiliki ijasah F. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Menamatkan Pendidikan Dasar Penduduk perempuan berumur 15 tahun ke atas yang berhasil menamatkan pendidikan dasar (minimal tamat SMP/MTs) lebih rendah dibandingkan lakilaki. 29

Gambar 5.1 tase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Menamatkan Pendidikan Dasar menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 21 8 6 4 58.87 66.98 3.68 37.7 44.57 52.19 2 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Sumber: Susenas 29 Rendahnya pencapaian pendidikan dasar bagi perempuan terjadi di perdesaan. Dari 1 penduduk perempuan, sebanyak 45 orang diantaranya berhasil menamatkan pendidikan dasar. Dari 1 penduduk laki-laki, sebanyak 52 orang diantaranya berhasil menamatkan pendidikan dasar. Penduduk perempuan maupun laki-laki yang berhasil menamatkan pendidikan dasar di perdesaan jauh lebih rendah daripada di perkotaan. G. Angka Buta Huruf di Indonesia Penduduk perempuan berumur 1 tahun ke atas yang buta huruf dua kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Hal yang sama juga terjadi pada penduduk berumur 15 tahun ke atas. Dari 1 penduduk perempuan berumur 1 tahun ke atas, ada sebanyak 8 orang yang buta huruf. Dari 1 penduduk laki-laki berumur 1 tahun ke atas, ada sebanyak 4 orang yang buta huruf. Dari 1 penduduk perempuan berumur 15 tahun ke atas ada sebanyak 9 orang yang buta huruf. Dari 1 penduduk laki-laki berumur 15 tahun ke atas, ada sebanyak 5 orang yang buta huruf. 3

Gambar 5.11 tase Penduduk Berumur 1 Tahun ke Atas yang Buta Huruf menurut Jenis Kelamin, 21 12 9 8.47 9.48 6 4.19 4.65 3 1 tahun ke atas 15 tahun ke atas Sumber: Susenas 21 H. Kepala Sekolah dan Guru Tahun 29-21 Kepala sekolah pada tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah ke atas lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Dari 1 kepala sekolah tingkat dasar (SD) sekitar 34 orang perempuan dan 66 orang laki-laki. Dari 1 kepala sekolah tingkat menengah pertama (SMP) sekitar 14 orang perempuan dan 86 orang laki-laki. Dari 1 kepala sekolah tingkat menengah (SMA dan SMK) sekitar 12 orang perempuan dan 88 orang laki-laki. Gambar 5.12 tase Kepala Sekolah menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Sekolah, 29/21 1% 8% 6% 65.92 85.77 87.8 4% 2% 34.8 % 14.23 12.2 SD SMP SMA&SMK Sumber: Kemendiknas 29/21 31

Guru perempuan pada tingkat SD dan SMP lebih banyak dibanding dengan guru laki-laki, sedangkan pada tingkat sekolah menengah ke atas lebih banyak guru laki-laki. Dari 1 guru sekolah dasar (SD), ada sebanyak 64 orang perempuan dan 36 orang laki-laki. Dari 1 guru sekolah menengah pertama (SMP), ada sebanyak 53 orang perempuan dan 47 orang laki-laki. Dari 1 guru sekolah menengah (SMA dan SMK), ada sebanyak 47 orang perempuan dan 53 orang laki-laki. Gambar 5.13 tase Guru menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Sekolah, 29/21 1% 8% 36.43 46.93 53.33 6% 4% 2% 63.57 53.7 46.67 % SD SMP SMA&SMK Sumber: Kemendiknas 29/21 32

VI. Ketenagakerjaan A. TPAK dan TPT Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan sebesar 51,76 persen, lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki sebesar 83,65 persen. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan (8,76 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan TPT laki-laki (7,51 persen). Gambar 6.1 TPAK dan TPT Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Jenis Kelamin, 21 1 83.65 8 6 4 51.76 2 8.76 7.51 TPAK TPT Sumber: Sakernas 21 B. Lapangan Usaha Perempuan yang bekerja di sektor industri dan jasa hampir seimbang dengan laki-laki. Sedangkan perempuan yang bekerja di sektor pertanian hanya separuhnya penduduk laki-laki. 33

Gambar 6.2 tase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan Utama, 21 1% 8% 63.8 56.61 55.93 6% 4% 2% 36.92 43.39 44.7 % Pertanian Industri Jasa Perempuan Laki-laki Sumber: Sakernas 21 C. Status Pekerjaan Status pekerjaan sebagai pengusaha dan buruh/ karyawan lebih didominasi oleh laki-laki dibandingkan perempuan, sementara status pekerjaan sebagai pekerja tak dibayar lebih didominasi perempuan dibandingkan laki-laki. Gambar 6.3 tase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Status Pekerjaan Utama, 21 1% 8% 65.81 64.65 27.68 6% 77.23 4% 72.32 2% 34.19 22.77 35.35 % 1 2 3 4 Sumber: Sakernas 21 Keterangan: 1= Berusaha sendiri 2= Berusaha dengan dibantu buruh 3= Pegawai/buruh/karyawan 4= Pekerja tak dibayar 34

D. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan sebagai tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan lebih didominasi laki-laki (81,95 persen) daripada perempuan (18,5 persen), sementara tenaga usaha penjualan dan tenaga profesional dan teknisi lebih didominasi oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Gambar 6.4 tase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaan, 21 1% 75% 49.4 59.6 48.94 52.69 62.85 5% 81.95 74.86 95.73 25% 5.6 % 18.5 4.4 51.6 47.31 37.15 25.14 1 2 3 4 5 6 7 8 Sumber: Sakernas 21 Keterangan: 1= Tenaga profesional, teknisi dan sejenisnya 2= Tenaga kepemimpinan & ketatalaksanaan 3= Tenaga tata usaha dan yang sejenis 4= Tenaga usaha penjualan 5= Tenaga usaha jasa 6= Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan, & perikanan 7= Tenaga produksi, operator alat angkutan & pekerja kasar 8= Lainnya 4.27 E. Jam Kerja Rata-rata jam kerja pekerja perempuan lebih rendah dibandingkan jam kerja laki-laki. Penduduk laki-laki yang bekerja selama seminggu lebih dari 35 jam sebesar 73,7 persen, sedangkan perempuan hanya sekitar 56,83 persen. 35

Jumlah jam kerja selama seminggu yang kurang dari 35 jam lebih didominasi perempuan daripada lakilaki. Gambar 6.5 tase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Jam Kerja selama Seminggu, 21 Perempuan Laki-laki 56.83 2.31 24.9 15.95 73.7 2.29 12.3 12.61 1-24 25-34 35 Sumber: Sakernas 21 F. Upah Pekerja Rata-rata upah pekerja perempuan lebih rendah dibandingkan dengan upah pekerja laki-laki, baik di sektor pertanian maupun non pertanian. Tabel 6.1 Rata-rata Upah Pekerja menurut Sektor dan Jenis Kelamin, 21 Sektor Laki-laki Perempuan L + P (1) (2) (3) (4) Pertanian 959 64 63 428 889 195 Non Pertanian 1 593 629 1 221 764 1 457 529 Total 1 53 485 1 192 463 1 41 982 Sumber: Sakernas, Agustus 21 Perbandingan rata-rata upah bagi pekerja perempuan di sektor pertanian dan non pertanian adalah 1 berbanding 2. 36

Rata-rata upah bagi pekerja perempuan di sektor pertanian sekitar 2/3 dari rata-rata upah pekerja lakilaki pada sektor yang sama. G. Pekerja Anak Pekerja anak lebih didominasi oleh anak laki-laki Dari 1 penduduk berumur 1-17 tahun yang bekerja, ada sebanyak 4 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. H. Usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) Usaha industri mikro dan kecil adalah perusahaan/ usaha dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 1-4 orang (mikro) dan 5-19 orang (kecil). Berdasarkan hasil survei industri mikro dan kecil pada tahun 21, terdapat 2.732.724 perusahaan/ usaha IMK yang tersebar di 33 provinsi. Keterlibatan perempuan dalam ketenagakerjaan sebagai pengusaha menunjukkan jumlah yang cukup sebanding dengan laki-laki. tase perempuan sebagai pengusaha sebesar 41,4 persen dan lakilaki sebesar 58,6 persen. Menurut kelompok umur, sebagian besar pengusaha perempuan berada pada kelompok umur 25-44 tahun (49,58 persen), sedangkan pengusaha laki-laki pada kelompok umur 45-64 tahun (46,62 persen) Gambar 6.6 tase Pengusaha Mikro dan Kecil menurut Jenis Kelamin, 21 41.4 58.6 Sumber: Survei Industri Mikro dan Kecil, 21 37

Menurut karakteristik pendidikan, sebagian besar pengusaha perempuan berpendidikan tamat SD ke bawah (72,25 persen). Pengusaha laki-laki yang berpendidikan SD ke bawah juga besar yaitu 66,45 persen. Gambar 6.7 tase Pengusaha Mikro dan Kecil menurut Jenis Kelamin, 21 5 44.4 42.17 4 3 2 1 3.8 22.5 Tidak Tamat SD 16.67 16.29 14.89 1.19 1.58.4.22 1.4 SD SLTP SLTA D I/II D III/ S1/S2/S3 Sumber: Survei Industri Mikro dan Kecil, 21 38

VII. Kepemimpinan, Politik dan Pemerintahan A. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Secara umum, PNS laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan PNS perempuan. Jumlah PNS pada Desember 21 mencapai 4.598.1 orang, sebanyak 46,49 persen diantaranya perempuan. Dari 1 pegawai negeri sipil, sebanyak 54 orang adalah laki-laki dan 46 orang adalah perempuan. Pada kelompok umur 18-35 tahun PNS perempuan lebih banyak daripada PNS laki-laki. Dari 1 pejabat eselon I sebanyak 9 orang adalah perempuan. Dari 1 pejabat eselon II sebanyak 7 orang adalah perempuan. Dari 1 pejabat eselon III sebanyak 16 orang adalah perempuan. Dari 1 pejabat eselon IV sebanyak 25 orang adalah perempuan. Gambar 7.1 Jumlah Pegawai Negeri Sipil menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Desember 21 (Ribuan) 12 Ribuan 1 8 6 4 2 1.848 66.422 997.154 787.747 714.99 663.829 558.323 479.968 128.992 1.718 18-25 26-35 36-45 46-55 56+ Perempuan Laki-Laki Sumber: Pencatatan administrasi BKN 39

PNS dengan pendidikan SMA, D1-D3, dan D4/S1 lebih banyak dibandingkan dengan PNS berpendidikan lainnya, baik pada PNS perempuan maupun laki-laki. Dari 1 PNS perempuan, ada sebanyak 33 orang berpendidikan SLTA, 34 orang berpendidikan D1- D3, 3 orang berpendidikan D4/S1, dan 1 orang berpendidikan S2/S3. Dari 1 PNS laki-laki, ada sebanyak 38 orang berpendidikan SLTA, 19 orang berpendidikan D1- D3, 31 orang berpendidikan D4/S1, dan 3 orang berpendidikan S2/S3. Gambar 7.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan, Mei 21 (ribuan) 1,2 1, 971.663 Ribuan 8 6 721.452 782.492 744.751 652.475 495.244 4 237.6 2 73.678 24.163 29.548 <SLTA SLTA D1-D3 D4-S1 S2-S3 Perempuan Laki-Laki Sumber: Pencatatan administrasi BKN B. Kepala Desa Kepala desa laki-laki lebih banyak dibanding kepala desa perempuan. Tingkat pendidikan kepala desa perempuan lebih baik dibandingkan dengan kepala desa laki-laki (Podes 28). Dari 1 orang kepala desa ada sebanyak 96 orang adalah laki-laki dan hanya 4 orang perempuan. Dari 1 orang kepala desa laki-laki sebanyak 7 orang di antaranya berpendidikan SLTA ke atas. 4

Dari 1 orang kepala desa perempuan sebanyak 84 orang di antaranya berpendidikan SLTA ke atas. Gambar 7.3 tase Kepala Desa menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 28 6 49.64 49.3 4 2 2.1 14.44 8.68 21.22 6.79 4.17 27.74 16.29 SD/ Sederajat SMP/ Sederajat SMU/ Sederajat Akademi PT Perempuan Sumber: Podes, 28 Laki-laki C. Lembaga Eksekutif Dari 2 menteri yang memimpin departemen periode tahun 29-214 ada sebanyak 17 orang adalah laki-laki dan hanya 3 orang perempuan. Dari 1 menteri negara periode tahun 29-214 ada sebanyak 8 orang adalah laki-laki dan hanya 2 orang perempuan. Dari 33 gubernur ada sebanyak 32 orang adalah lakilaki dan hanya 1 orang perempuan. Dari 44 bupati/walikota ada sebanyak 432 orang adalah laki-laki dan hanya 8 orang perempuan. D. Lembaga Legislatif Dari 5 pimpinan MPR ada sebanyak 4 orang adalah laki-laki dan hanya 1 orang perempuan. 41

Dari 1 anggota DPR periode tahun 29-214 ada sebanyak 82 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Dari 1 anggota DPRD Tingkat I ada sebanyak 79 orang adalah laki-laki dan 21 orang perempuan. Gambar 7.3 Komposisi Anggota DPR Periode 29-214 menurut Jenis Kelamin 17.86 82.14 Sumber: Website DPR-RI Dari 1 orang anggota DPD periode tahun 29-214 ada sebanyak 73 orang adalah laki-laki dan hanya 27 orang perempuan. Gambar 7.4 Komposisi Anggota DPD Periode 29-214 menurut Jenis Kelamin 27.27 72.73 Perempuan Laki-laki Sumber: Website MPR-RI 42

E. Lembaga Yudikatif Dari 12 pimpinan Mahkamah Agung tidak ada yang perempuan. Dari 5 pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tidak ada yang perempuan. Dari 9 pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) 1 adalah perempuan. Dari 6 pimpinan Komisi Yudisial (KY) tidak ada yang perempuan. 43

feafe