The Last Goodbye
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
The Last Goodbye Sarah Mayberry Penerbit PT Elex Media Komputindo
Originally published as The Last Goodbye 2011 Sarah Mayberry Translation by Elex Media Komputindo as The Last Goodbye 2017 All rights reserved including the right of reproduction in whole or in part in any form. This edition is published by arrangement with Harlequin Books S.A. This is a work of fiction. Names, characters, places, and incidents are either the product of the author s imagination or are used fictitiously, and any resemblance to actual persons, living or dead, businness establishments, events, or locales is entirely coincidental. All rights reserved. Alih bahasa: Serly Octavia Hak Cipta Terjemahan Indonesia Penerbit PT Elex Media Komputindo Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan pertama kali pada tahun 2017 oleh Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta ID: 717031094 ISBN: 978-602-04-3181-9 Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan
Bab Satu TYLER ADAMSON MENGUSAP sepanjang permukaan meja yang baru diampelas dengan tangannya. Kayu mahoni itu hangat dan lembut bak sutra, dan setelah salah seorang anggota timnya mengoleskan beberapa lapisan lak pada meja itu, serbuk kayu di bawah jemarinya berkilat merah tua. Luar biasa jika memikirkan bahwa tak lebih dari beberapa minggu lalu furnitur mengilap ini hanyalah timbunan potongan kayu yang kasar dan sebuah ide di atas papan gambar Tyler. Kapan ini dijadwalkan untuk dikirim? tanya Tyler sambil melangkah mundur dari meja. Pengrajin furnitur seniornya, Dino, memutar bola matanya. Santai saja. Sudah dijadwalkan. Pergilah dan rancang sesuatu. Dia membuat isyarat mengusir dengan tangannya. Tyler mengabaikan pria itu, tatapannya menyapu ruang kerja yang penuh. Sebuah bufet Georgian menunggu polesan terakhir dan sebuah meja
2 Sarah Mayberry tulis sedang dalam proses pelapisan kulit pada permukaannya. Selusin kursi balon cokelat kemerahan ditumpuk pada satu sisi, siap untuk diberi kain pelapis, sementara tidak kurang dari tiga buah meja makan berada dalam berbagai tahap proses perakitan. Beri tahu Gabby kalau kau butuh bantuan lain, ujarnya seraya berbalik pergi. Tyler sudah menghabiskan begitu banyak waktu dan tenaga dalam bisnis ini untuk membiarkannya hancur saat tengah menanjak dengan membuat para pelanggan kecewa atas keterlambatan yang terjadi. Tentu saja, jangan khawatir, ucap Dino. Tyler tidak meragukannya. Bagaimanapun, Dino tak pernah malu-malu dalam mengemukakan pendapatnya di masa lalu. Tyler mulai melangkah menuju tangga ke ruang kerjanya di bagian loteng tengah, hanya untuk mengubah arah tujuannya ketika dia teringat telah meninggalkan catatan dari rapatnya baru-baru ini dengan klien. Dia melewati kantor administrasi, tempat dia dapat melihat Gabby sedang bicara di telepon, kemudian dia melintasi karpet mewah ruang pameran menuju pintu masuk. Pelataran parkir terbakar oleh matahari senja, panas membara di aspal. Dia menyeberang menuju truknya, menyambar berkas di kursi belakangnya, kemudian mengarah ke tempat teduh dari bangunan.
The Last Goodbye 3 Tyler Adamson? Tyler melirik melewati bahunya dan melihat sesosok wanita mungil berambut gelap melangkah cepat ke arahnya. Itu aku. Ada yang bisa kubantu? tanya Tyler. Namaku Ally Bishop. Wanita itu memandang Tyler dengan penuh harap, jelas menunggu pria itu untuk mengenali dirinya. Tyler mengerutkan kening, wajah wanita itu bulat, matanya besar dan berwarna cokelat, dan rambutnya dipotong pendek. Dia tampak cocok mengenakan kostum peri dan menjadi bagian dari Kerajaan Santa di pusat perbelanjaan. Pastinya Tyler tak pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya. Maaf, tapi jika ini soal pesanan, kau sebaiknya bicara pada Gabby. Aku bukan bagian pengiriman. Tyler tersenyum pada wanita itu, pasrah pada reaksi wanita itu atas jawabannya yang tak kompeten. Wanita itu menyilangkan tangannya di dada dan menatap tajam pada Tyler, seakan dia telah menghantam seekor bayi anjing laut sampai mati di hadapan anak-anak TK. Aku meneleponmu semalam. Akulah orang yang meninggalkan pesan tentang ayahmu yang sedang berada di rumah sakit, ujarnya. Tyler terpaku. Apa? Dia tak ingin aku meneleponmu. Dia bilang kau tak punya waktu untuknya, tapi kupikir kau
4 Sarah Mayberry mungkin bisa meluangkan waktu di sela-sela kesibukanmu untuk menjenguknya. Nyatanya, aku salah. Wajah wanita itu mulai memerah dan Tyler punya firasat bahwa hal itu baru pemanasan saja. Tyler mengangkat sebelah tangan. Sebentar ayahku di rumah sakit? Kau tidak menerima pesanku? Wanita itu terdengar curiga. Seolah-olah dia berpikir bahwa Tyler berbohong untuk membuat dirinya kelihatan lebih baik. Kami punya masalah dengan air di sini beberapa minggu lalu saat badai besar datang. Mesin penjawab rusak sejak itu. Baiklah. Wanita itu mengernyit. Tyler nyaris bisa mendengar saat wanita itu berusaha untuk mengubah sikapnya sambil mempertimbangkan kembali pendapatnya terhadap Tyler. Apa yang terjadi padanya? tanya Tyler. Dia ingin menarik kata-katanya kembali bergitu terucap dari mulutnya. Dia sudah memutuskan sejak lama untuk menjaga jarak dengan ayahnya. Kenyataan bahwa ayahnya sakit tak mengubah hal itu. Dia pingsan di halaman belakang karena nyeri perut. Mereka segera mengoperasinya. Ada penyumbatan di ususnya. Wanita itu berhenti, namun Tyler tahu dia belum selesai bicara.
The Last Goodbye 5 Apa itu? Kanker? Tyler sadar bahwa dia terdengar buru-buru dan kasar, namun dia tak bisa menutupinya. Ya. Para dokter bilang kalau tak ada lagi yang dapat mereka lakukan selain membuatnya nyaman. Tyler menatap wanita itu selama beberapa saat, kemudian menjatuhkan pandangannya pada botnya yang penuh goresan. Jadi, pria tua itu akhirnya akan mati. Usianya sudah tujuh puluh delapan tahun, jadi itu bukanlah kabar yang mengejutkan. Malah, Tyler heran belum pernah ada yang mendatanginya seperti ini lebih awal meski dia mengharapkan seorang pengacara, bukan seorang peri yang munafik. Tyler mendongak. Wanita itu sedang mengawasinya, menunggu jawaban darinya. Terima kasih sudah memberitahuku. Aku menghargainya. Tyler berjalan melewati wanita itu menuju pintu ke ruang pameran. Tidakkah kau ingin tahu di mana dia supaya kau dapat menemuinya? seru wanita itu pada Tyler. Tyler terus berjalan. Tidak. Ayahnya yang sekarat tak mengubah apa pun. Sama sekali. Kau tidak peduli kalau dia akan mati kesepian? Bahwa tak ada seorang pun yang merawatnya? Bahwa dia tinggal di sebuah rumah yang dipenuhi koran-koran berjejalan dan makanan kaleng?