P U T U S A N Nomor 907 K/Pdt.Sus-Pailit/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

BAB III HAK MENDAHULU DALAM PERPAJAKAN DAN ATURAN DALAM KEPAILITAN

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG


bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : Put-86614/PP/M.XIVA/13/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 26

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.49554/PP/M.XV/99/2013

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.03/2015 TENTANG

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Nomor: S-8729/WPJ.07/KP.02/2013 tanggal 03 Oktober 2013;

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

, No.1645 sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undan

P U T U S A N NOMOR : 103/C/PK/PJK/2007

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PUTUSAN Nomor 18 K/N/2000 =============================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

P U T U S A N NOMOR : 262/PDT/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

MAHKAMAH AGUNG. memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan dari;

P U T U S A N No. 190 K/Pdt.Sus/2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Nomor 18 PK/N/1999 =================================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-85809/PP/M.IIB/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2012

Transkripsi:

P U T U S A N Nomor 907 K/Pdt.Sus-Pailit/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus penundaan kewajiban pembayaran utang (prosedur renvoi) pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut dalam perkara: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP JAWA TIMUR I KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA WONOCOLO, yang diwakili oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo Ir. Mochamad Taufiq, M.Si., berkedudukan di Jalan Jagir Wonokromo Nomor 104 Surabaya, dalam hal ini memberi kuasa kepada Utami, S.Sos., M.M., dan kawan-kawan, Kepala Seksi Penagihan KPP Pratama Surabaya Wonocolo, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 11 November, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Pemohon; T e r h a d a p PT JAFA INDONESIA, yang diwakili oleh Direktur Utama Ny. Rr. Arri Indriana, berkedudukan di Jalan Gayungsari Barat V/12 Surabaya, saat ini di Jalan Gayung Kebonsari Besar Nomor 26 Perumahan Gayung Kebonsari, Injoko, Ketintang, Surabaya, dalam hal ini memberi kuasa kepada Rihantoro Bayu Aji, S.H., M.H., dan kawan, Para Advokat, beralamat di Jalan Ubi VIII/3, Winokromo, Surabaya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 November, sebagai Termohon Kasasi dahulu Termohon; Mahkamah Agung tersebut; Membaca surat-surat yang bersangkutan; Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata Hakim Pengawas telah memberikan laporan di depan persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, pada pokoknya sebagai berikut: 1. Bahwa tagihan yang diajukan oleh pihak KPP Pratama Wonocolo Surabaya sebagai Kreditur Preferen adalah sebesar Rp8.047.137.709,00 (delapan Halaman 1

miliar empat puluh tujuh juta seratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus sembilan rupiah); 2. Bahwa tagihan pada butir 1 (satu) tersebut dalam Rapat Verifikasi dan Pencocokkan Piutang yang diselenggarakan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 14 September telah dibantah kebenarannya oleh Debitur Pailit PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit); 3. Bahwa karena adanya bantahan tersebut pada butir 2 (dua), kami pun telah berusaha untuk mendamaikan, namun masing-masing pihak tetap pada argumentasi dan pendiriannya sehingga usaha perdamaian yang kami lakukan tidak dapat terwujud; 4. Bahwa kemudian atas dasar itu dan sesuai pula dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, maka kami menyarankan kepada pihak yang dibantah, dalam hal ini pihak KPP Pratama Wonocolo Surabaya guna dapat menyelesaikan perselisihan tersebut harus membuat surat permohonan renvoi procedure yang ditujukan kepada Majelis Hakim Pemutus dalam perkara Nomor 08/ PKPU//PN Niaga Sby., melalui Hakim Pengawas PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit). Dan apabila pihak KPP Pratama Wonocolo Surabaya tidak mengajukan bantahan atau surat permohonan renvoi procedure maka oleh hukum dianggap menyetujui bantahan dari Debitur Pailit PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit); 5. Bahwa ternyata pihak KPP Pratama Wonocolo Surabaya kemudian mengajukan surat permohonan renvoi procedure tertanggal 14 Oktober melalui Hakim Pengawas PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit), maka bersama surat ini, kami mohon untuk dapatnya dilakukan pemeriksaan dan diambil suatu keputusan terhadap perselisihan a quo; Perlu kami sampaikan kepada Majelis Hakim Pemutus, bahwa kami telah melakukan verifikasi dan pencocokkan piutang dalam Rapat Verifikasi dan Pencocokkan Piutang pada tanggal 14 September, serta tagihan-tagihan yang telah diajukan oleh Para Kreditur, telah pula diakui benar oleh Debitur Pailit PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit), kecuali hanya 1 (satu) orang yang dibantah kebenarannya oleh Debitur Pailit yakni tagihan yang diajukan oleh Pihak Kreditur Preferen (KPP Pratama Wonocolo Surabaya) a quo; Pendapat Hakim Pengawas: Berdasarkan hal-hal yang terurai di atas, dan dengan mencermati adanya bantahan dari Debitur Pailit PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit) atas tagihan yang Halaman 2

diajukan oleh Pihak Kreditur Preferen (KPP Pratama Wonocolo Surabaya) dalam Rapat Verifikasi dan Pencocokkan Piutang pada tanggal 14 September, serta kemudian dengan adanya surat permohonan pemeriksaan renvoi procedure yang diajukan oleh pihak KPP Pratama Wonocolo Surabaya tertanggal 14 Oktober yang ditujukan kepada Majelis Hakim Pemutus melalui Hakim Pengawas PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit). Artinya kami telah berusaha untuk mendamaikan para pihak, namun tidak berhasil, oleh karena itu untuk selanjutnya kami sampaikan kepada Majelis Hakim Pemutus untuk memeriksa, mengadili dan memutuskannya terhadap permohonan renvoi procedure a quo; Bahwa, terhadap permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya telah memberikan Putusan Nomor 08/PKPU/ /PN Niaga Sby., tanggal 24 Januari 2017, yang amarnya sebagai berikut: 1. Menolak Permohonan Pemohon Renvoi Prosedur; 2. Menolak nilai tagihan pajak dari Kantor Pelayanan Pratama Surabaya Wonocolo sebesar Rp8.047.137.709,- (delapan miliar empat puluh tujuh juta seratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus tujuh puluh sembilan rupiah); 3. Menyatakan nilai tagihan pajak atau pajak yang belum dibayar Termohon sebesar Rp2.811.886.828,- (dua miliar delapan ratus sebelas juta delapan ratus delapan puluh enam ribu delapan ratus dua puluh delapan rupiah); 4. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil; Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya tersebut diucapkan pada tanggal 24 Januari 2017, kemudian terhadap putusan tersebut Pemohon melalui kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 11 November mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 1 Februari 2017 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor /Kas/PKPU/2017/PN Niaga Surabaya, juncto Nomor 08/PKPU// PN Niaga Surabaya, yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Surabaya, permohonan tersebut disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Surabaya pada tanggal itu juga; Bahwa memori kasasi tersebut telah disampaikan kepada Termohon Kasasi pada tanggal 2 Februari 2017, namun kemudian Termohon Kasasi tidak mengajukan kontra memori kasasi; Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Undang Undang, Halaman 3

maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima; Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya adalah: 1. Bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan tindakan hukum dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan Perintah Undang-Undang di bidang Perpajakan yang harus tetap dipenuhi oleh Pemohon Kasasi dan sudah seharusnya bukan menjadi wewenang atau melampaui batas wewenang Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk memutus; A. Bahwa sebagaimana Pemohon Kasasi/Pemohon Renvoi Prosedur uraikan di atas, penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang diterbitkan sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menghimpun penerimaan negara dari pajak berdasarkan Undang-Undang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; B. Perihal penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) serta upaya hukum terhadapnya. Terlebih dahulu Pemohon tegaskan bahwa tindakan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan tindakan hukum dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yaitu Pasal 13 ayat (1) huruf a UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengatur: Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar ; C. Bahwa tidak benar pertimbangan hukum Majelis Hakim Judex Facti pada salinan putusannya halaman 35 yang menyatakan: menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dasar pembayaran adalah SKPKB yang batas terakhir pembayaran tanggal 25 Agustus yakni sebesar Rp2.811.886.828,- (dua miliar delapan ratus sebelas juta delapan ratus delapan puluh enam ribu delapan ratus dua puluh delapan rupiah) vide bukti T-32 sampai dengan T-38 dan Majelis Hakim berpendapat bahwa nilai tagihan pajak yang Halaman 4

tercantum dalam SKPKB menjadi utang pajak yang belum dibayar dan akan dibayar dari harta pailit sesuai kedudukan dari Kreditur Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo ; Pertimbangan hakim di atas menunjukkan ketidaktahuan Majelis Hakim dalam perkara a quo terkait dengan esensi dari objek perkara yang telah Pemohon Kasasi/Pemohon Renvoi Prosedur sampaikan berkali-kali dalam persidangan tingkat pertama bahwa objek perkara a quo adalah berkaitan dengan tindakan pemeriksaan Pemohon Kasasi/Pemohon Renvoi Prosedur terhadap PT Jafa Indonesia (dalam Pailit) yang dimulai dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) sebagai berikut: - SPHP-00176/WPJ-11/KP.07/ dengan posisi terhutang sebesar Rp5.412.000.256,- (lima miliar empat ratus dua belas juta dua ratus lima puluh enam rupiah); - SPHP-00178/WPJ-11/KP.07/ dengan posisi terhutang sebesar Rp3.087.473.885,- (tiga miliar delapan puluh tujuh juta empat ratus tujuh puluh tiga ribu delapan puluh lima rupiah); 2. Bahwa suatu hal yang lumrah dalam nuansa hukum Indonesia, terjadi benturan antara satu undang-undang dengan undang-undang yang lain karena perbedaan kepentingan di antara para pihak yang berperkara. Dalam kasus a quo, Penggugat menggunakan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan ( Undang-Undang Kepailitan ) karena menjalankan tugasnya sebagai kurator sedangkan Para Tergugat (Direktorat Jenderal Pajak) berpegangan pada undang-undang perpajakan dan aturan pelaksanaannya yang dijadikan sebagai landasan Pemohon Kasasi/Renvoi Prosedur dalam menjalankan tugas dan fungsinya, beberapa di antaranya yaitu sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU Ketentuan Umum Perpajakan); b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang Pengadilan Pajak); 3. Bahwa terhadap sengketa materi Surat Ketetapan Pajak (SKP), Undang- Undang telah menjamin hak Wajib Pajak in casu Termohon untuk menempuh upaya hukum sebagai berikut: Halaman 5

1. Wajib Pajak in casu Termohon dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang mengatur: Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Pajak Nihil; d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; - Bahwa dalam hal Wajib Pajak in casu Termohon tidak setuju dengan Keputusan Keberatan tersebut maka Wajib Pajak in casu Termohon dapat mengajukan Banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak. Hal ini sesuai dengan dan berdasarkan pada Pasal 27 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakanyang mengatur sebagai berikut: Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ; - Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka 6 dan Pasal 31 UU Pengadilan Pajak yang mengatur sebagai berikut: Pasal 1 angka 6: Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ; Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2): (1) Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak; (2) Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus Sengketa atas Keputusan Keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku ; - Bahwa dalam hal Wajib Pajak in casu Termohon masih keberatan dengan hasil Keputusan Banding Pengadilan Pajak maka Wajib Pajak in casu Termohon masih dapat mengajukan upaya hukum luar biasa Halaman 6

yaitu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak sebagai berikut: Pasal 77 ayat (3): (3) Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung ; - Dengan demikian terbukti berdasar hukum bahwa di satu sisi undangundang telah menjamin hak Wajib Pajak in casu Termohon yang apabila merasa keberatan terhadap SKP dapat menempuh suatu rangkaian upaya hukum yang telah diatur secara jelas dan tegas yaitu: - Keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak; - Banding kepada Pengadilan Pajak; - dan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung; 2. Bahwa terhadap sengketa prosedural penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP), undang-undang telah menjamin hak Wajib Pajak untuk menempuh upaya hukum sebagai berikut: - Wajib Pajak in casu Termohon dapat mengajukan gugatan hanya kepada Pengadilan Pajak dengan dasar gugatan bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal ini sebagaimana diatur dalam: Pasal 31 UU Pengadilan Pajak yang mengatur: (1)Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak; (2) Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 dan Peraturan Perundang-undangan perpajakan yang berlaku ; Halaman 7

Pasal 23 ayat (2) huruf d UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur sebagai berikut: Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: (1) ; (2) ; (3) ; atau (4) Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan; hanya dapat diajukan kepada Badan Peradilan Pajak ; - Jika ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf d UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dipadukan secara langsung kedalam bunyi ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU Pengadilan Pajak yang saling bertautan tersebut maka akan terbentuk sebuah bunyi pasal yang sangat jelas, tegas dan baku dan oleh karenanya tidak perlu ditafsirkan (diinterpretasikan) dengan metode apapun juga, yang selengkapnya berbunyi: Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya yaitu penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ; Berdasarkan ketentuan di atas menjadi jelas dan berdasar hukum bahwa upaya hukum terhadap SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah dengan mengajukan gugatan hanya kepada Pengadilan Pajak; Bahwa apabila Wajib Pajak in casu Termohon masih belum menerima dengan hasil putusan atas gugatan di Pengadilan Pajak, Wajib Pajak berhak mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) UU tentang Pengadilan Pajak yang telah Pemohon uraikan di atas; Halaman 8

Uraian tersebut di atas membuktikan bahwa Negara telah memberi hak kepada Termohon dalam hal ini PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit) untuk mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP), namun faktanya, Termohon tidak menggunakan hak tersebut sampai dengan tanggal jatuh tempo, sehingga Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang diterbitkan oleh Pemohon mempunyai kekuatan hukum tetap yang untuk selanjutnya dilakukan tindakan penagihan; 3. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Bab IV Penagihan Pajak Pasal 18 ayat (1) diatur bahwa: Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak ; 4. Selanjutnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan sekaligus Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa: Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan ; 5. Bahwa dalam daftar tagihan yang telah jatuh tempo (sebagaimana dimaksud dalam rincian di bawah) sebanyak 107 lembar Surat Ketetapan Pajak (SKP) temasuk Surat Tagihan Pajak (STP), dengan nilai tagihan sebesar Rp8.047.137.709,- (delapan miliar empat puluh tujuh juta seratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus sembilan rupiah) tersebut telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga oleh karenanya sah dan mempunyai kekuatan hukum; 6. Bahwa besarnya utang pajak PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit) adalah sebesar Rp8.047.137.709,- (delapan miliar empat puluh tujuh juta seratus Halaman 9

tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus sembilan rupiah) dengan rincian sebagai berikut: NO SURAT /NOMOR 1 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Jasa Nomor 00001/307/13/609/16 2 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00021/207/13/609/16 3 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00022/207/13/609/16 4 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00023/207/13/609/16 5 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00024/207/13/609/16 6 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00025/207/13/609/16 7 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00052/207/12/609/16 8 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00053/207/12/609/16 9 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00054/207/12/609/16 10 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00055/207/12/609/16 11 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00056/207/12/609/16 12 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00057/207/12/609/16 13 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00058/207/12/609/16 14 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00059/207/12/609/16 TANGGAL TERBIT TANGGAL JATUH TEMPO 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus JUMLAH (Rp) 11.736.110,- 23.146.155,- 1.420.495.047,- 228.038.154,- 23.146.155,- 75.791.758,- 291.357.181,- 423.788.010,- 284.900.000,- 40.700.000,- 45.139.999,- 40.700.000,- 40.700.000,- 40.700.000,- Halaman 10

15 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00114/207/11/609/16 16 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00139/207/11/609/16 17 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00151/207/11/609/16 18 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00177/207/11/609/16 19 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00178/207/11/609/16 20 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00179/207/11/609/16 21 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00180/207/11/609/16 22 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00181/207/11/609/16 23 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00202/207/11/609/16 24 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00231/107/11/609/16 25 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00277/107/13/609/16 26 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00278/107/13/609/16 27 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00279/107/13/609/16 28 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00280/107/11/609/16 29 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00280/107/13/609/16 30 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00281/107/13/609/16 31 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00282/107/13/609/16 tanggal penerbitan 26 Juli 32 Surat Tagihan Pajak Pajak 29 April 28 Mei 45.418.508,- 30 Mei 29 Juni 40.700.000,- 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 28 Juni 27 Juli 62.832.727,- 1.929.244.641,- 46.654.780,- 134.947.288,- 563.736.036,- 40.700.000,- 279.131.880,- 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 29 April 28 Mei 500.000,- 2.314.616,- 142.049.505,- 22.803.815,- 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 26 Juli 25 Agustus 30 Mei 29 Juni 500.000,- 132.826.666,- 7.579.176,- 1.173.611,- 16.540.524,- Halaman 11

Jasa Nomor 00367/107/11/609/16 33 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00368/107/11/609/16 34 Surat Ketetapan Pajak Kurang 00016/207/13/609/14 35 Surat Tagihan Pajak Pajak 00035/106/15/609/16 36 Surat Tagihan Pajak Pajak 00109/106/12/609/16 37 Surat Tagihan Pajak Pajak 00110/106/12/609/16 38 Surat Tagihan Pajak Pajak 00111/106/12/609/16 39 Surat Tagihan Pajak Pajak 00112/106/12/609/16 40 Surat Tagihan Pajak Pajak 00113/106/12/609/16 41 Surat Tagihan Pajak Pajak 00114/106/12/609/16 42 Surat Tagihan Pajak Pajak 00136/101/11/609/16 43 Surat Tagihan Pajak Pajak 00137/101/11/609/16 44 Surat Tagihan Pajak Pajak 00138/101/11/609/16 45 Surat Tagihan Pajak Pajak 00139/101/11/609/16 46 Surat Tagihan Pajak Pajak 00139/106/11/609/16 47 Surat Tagihan Pajak Pajak 00140/101/11/609/16 48 Surat Tagihan Pajak Pajak 00140/106/11/609/16 49 Surat Tagihan Pajak Pajak 00141/101/11/609/16 50 Surat Tagihan Pajak Pajak 00141/106/11/609/16 51 Surat Tagihan Pajak Pajak 00142/101/11/609/16 52 Surat Tagihan Pajak Pajak 26 Juli 25 Agustus 19 Desember 2014 18 Januari 2015 248.968.909,- 6.987.273,- 22 Juni 21 Juli 1.000.000,- Halaman 12

00142/106/11/609/16 53 Surat Tagihan Pajak Pajak 00143/106/11/609/16 54 Surat Tagihan Pajak Pajak 00144/106/11/609/16 55 Surat Tagihan Pajak Pajak 00145/106/11/609/16 56 Surat Tagihan Pajak Pajak 00149/101/16/609/16 57 Surat Tagihan Pajak Pajak 00168/106/13/609/16 58 Surat Tagihan Pajak Pajak 00169/106/13/609/16 59 Surat Tagihan Pajak Pajak 00170/106/13/609/16 60 Surat Tagihan Pajak Pajak 00171/106/13/609/16 61 Surat Tagihan Pajak Pajak 00172/106/13/609/16 62 Surat Tagihan Pajak Pajak 00173/106/13/609/16 63 Surat Tagihan Pajak Pajak 00174/106/13/609/16 64 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00174/107/12/609/16 65 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00178/107/16/609/16 66 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00179/107/16/609/16 67 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00180/107/16/609/16 68 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00181/107/16/609/16 69 Surat Tagihan Pajak Pajak 00183/101/12/609/16 tanggal penerbitan 22 Juni dan 70 Surat Tagihan Pajak Pajak 00184/101/12/609/16 71 Surat Tagihan Pajak Pajak 00185/101/12/609/16 72 Surat Tagihan Pajak Pajak 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 101.520,- 22 Juni 21 Juli 103.900,- 22 Juni 21 Juli 103.860,- 22 Juni 21 Juli 1.000.000,- 9 Juni 8 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- Halaman 13

00186/101/12/609/16 73 Surat Tagihan Pajak Pajak 00187/101/12/609/16 74 Surat Tagihan Pajak Pajak 00188/101/12/609/16 75 Surat Tagihan Pajak Pajak 00189/101/12/609/16 76 Surat Tagihan Pajak Pajak 00192/101/13/609/16 77 Surat Tagihan Pajak Pajak 00193/101/13/609/16 78 Surat Tagihan Pajak Pajak 00194/101/13/609/16 79 Surat Tagihan Pajak Pajak 00195/101/13/609/16 80 Surat Tagihan Pajak Pajak 00196/101/13/609/16 81 Surat Tagihan Pajak Pajak 00255/101/15/609/16 82 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00295/107/11/609/16 83 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00296/107/11/609/16 84 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00297/107/11/609/16 85 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00298/107/11/609/16 86 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00299/107/11/609/16 87 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00300/107/11/609/16 88 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00301/107/11/609/16 89 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00302/107/11/609/16 90 Surat Tagihan Pajak Pajak 00439/106/14/609/16 91 Surat Tagihan Pajak Pajak 00440/106/14/609/16 92 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00510/107/14/609/16 22 Juni 21 Juli 109.400,- 22 Juni 21 Juli 1.200.000,- 9 Juni 8 Juli 500.000,- 9 Juni 8 Juli 500.000,- 9 Juni 8 Juli 500.000,- 9 Juni 8 Juli 500.000,- 9 Juni 8 Juli 500.000,- 9 Juni 8 Juli 500.000,- 9 Juni 8 Juli 500.000,- 9 Juni 8 Juli 1.650.000,- 22 Juni 21 Juli 1.200.000,- 22 Juni 21 Juli 1.000.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- Halaman 14

93 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00511/107/14/609/16 94 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00512/107/14/609/16 95 Surat Tagihan Pajak Pajak 00620/101/14/609/16 96 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00672/107/15/609/16 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 1.200.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 97 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00673/107/15/609/16 98 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00674/107/15/609/16 99 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00675/107/15/609/16 100 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00676/107/15/609/16 101 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00677/107/15/609/16 102 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00678/107/15/609/16 103 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00682/107/15/609/16 104 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00683/107/15/609/16 105 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00684/107/15/609/16 106 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00685/107/15/609/16 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 22 Juni 21 Juli 500.000,- 107 Surat Tagihan Pajak Pajak Jasa Nomor 00686/107/15/609/16 22 Juni 21 Juli 500.000,- 4. Bahwa kedudukan utang pajak mempunyai hak mendahulu; 1. Bahwa Pasal 1137 KUHPerdata menyatakan bahwa: Hak dari kas negara, kantor lelang dan lain-lain badan umum lain yang dibentuk oleh Pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu, dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai undang-undang khusus mengenai hal-hal itu; Hal-hal yang sama mengenai persatuan-persatuan atau perkumpulanperkumpulan yang berhak atau kemudian akan mendapat hak untuk Halaman 15

memungut bea, diatur dalam peraturan- peraturan yang sudah ada atau akan diadakan tentang itu ; 2. Bahwa Pasal 21 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 3A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP) menyatakan bahwa: 1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barangbarang milik Penanggung Pajak; 2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak; 3) Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan; (3a) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut; 3. Bahwa Pasal 32 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang KUP secara berturut-turut menyatakan bahwa: Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal: a. badan oleh pengurus; b. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator; c. ; Halaman 16

Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut ; 4. Bahwa Pasal 19 ayat 5 dan ayat 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Undang- Undang PPSP) menyatakan bahwa: (5) Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahulu Negara untuk tagihan pajak; 6) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: a. biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak; b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; c. biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan ; 5. Bahwa Pasal 41A ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP) mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Jurusita Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); 6. Bahwa kedudukan utang pajak mempunyai hak mendahulu juga dinyatakan dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, sebagai berikut: a. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 015 K/N/1999 tanggal 14 Juli 1999 yang memutus: Halaman 17

Bahwa Kantor Pelayanan Pajak maupun Kantor Pelayanan Bumi dan Bangunan, tidak termasuk dalam kreditur dalam ruang lingkup pailit. Bentuk utang pajak adalah tagihan yang lahir dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 (sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, Ketentuan Umum Perpajakan = KUP). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, memberi kewenangan khusus Pejabat pajak untuk melakukan eksekusi langsung terhadap utang pajak di luar campur tangan kewenangan pengadilan. Dengan demikian terhadap tagihan utang pajak harus ditetapkan ketentuan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, yakni menempatkan penyelesaian penagihan utang pajak berada diluar jalur proses pailit, karena mempunyai kedudukan hak istimewa penyelesaiannya ; b. Putusan Mahkamah Agung Nomor 017 K/N/2005 tanggal 15 Agustus 2005 yang memutus: Bahwa hutang pajak adalah hutang berdasarkan hukum publik dan harus dibayar lebih dahulu daripada hutang-hutang lainnya, tidak mungkin diselesaikan dalam proses PKPU ; Demikian pula, piutang pajak bukanlah termasuk piutang yang dapat ditagih di muka Pengadilan karena piutang pajak ditagih dengan Surat Paksa yang memiliki kekuatan eksekutorial vide Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2000 ; c. Putusan Mahkamah Agung Nomor 070 PK/Pdt.Sus/2009 Perkara Peninjauan Kembali Perdata Khusus antara KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua melawan Kurator PT Artika Optima Inti (dalam pailit) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., pada halaman 28 s.d. halaman 29, yang menyatakan: Bahwa terhadap pelunasan utang pajak harus didahulukan setelah itu baru pelunasan terhadap gaji karyawan dan piutang Bank Mandiri; Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Halaman 18

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP) dalam Pasal 21 UU KUP ayat (1): Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak; Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali adalah Instansi Pemerintah, yang merupakan representasi negara yang tidak dapat didudukkan sebagai kreditor berdasarkan Pasal 1 angka 2, 3, 6, dan 11 UU Kepailitan dan PKPU (Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004); Bahwa utang pajak PT Artika Optima Inti (dalam pailit) sebesar Rp25.264.802.240,- (dua puluh lima miliar dua ratus enam puluh empat juta delapan ratus dua ribu dua ratus empat puluh rupiah) harus dilunasi lebih dahulu, setelah itu baru kreditur-kreditur yang lain ; 7. Bahwa penagihan utang pajak memiliki hak mendahulu, sesuai pula dengan pendapat dari: a. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. dalam buku berjudul Hukum Kepailitan, Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, terbitan Pustaka Utama Grafiti, Cetakan III, Edisi Baru, Januari 2009, pada Bab I, halaman 6 dan halaman 7 yang menyatakan: Menurut Pasal 1134 KUH Perdata, jika tidak dengan tegas ditentukan lain oleh undang-undang, maka kreditur pemegang hak jaminan harus didahulukan daripada kreditur pemegang hak istimewa untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang menurut Pasal 1131 KUH Perdata menjadi agunan atau jaminan bagi utang-utangnya. Hak istimewa (piutang yang diistimewakan) yang oleh undang-undang harus didahulukan daripada piutang atas tagihan yang dijaminkan dengan hak jaminan antara lain adalah: 1. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1137 ayat (1) KUH Perdata; 2. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam ayat (3) Pasal 21 UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 1994; 3. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1139 ayat (1) KUH Perdata, yaitu biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena suatu penghukuman untuk melelang suatu benda bergerak atau benda tidak bergerak; Halaman 19

4. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1149 angka (1) KUH Perdata, yaitu biaya-biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena pelelangan dan penyelesaian suatu warisan; 5. Imbalan Kurator sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004; Sehubungan dengan hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1137 KUH Perdata, untuk jelasnya dikutip di bawah ini: Hak (tagihan) dari kas negara, kantor lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk oleh pemerintah untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu, dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu; Hak-hak yang sama dari persatuan-persatuan (gemeenscappen) atau perkumpulan-perkumpulan (zedelijke lichamen) yang berhak atau baru kemudian akan mendapat hak untuk memungut bea, diatur dalam peraturan-peraturan yang sudah ada akan diadakan tentang hal itu. Dengan demikian, tagihan pajak, bea, dan biaya kantor lelang merupakan hak istimewa yang harus didahulukan pelunasannya dari tagihan yang dijamin dengan hak jaminan dalam hal harta kekayaan debitor pailit dilikuidasi ; b. Eliana Tansah, S.H., didalam Seminar Nasional Kepailitan USAID In ACCE Project & AKPI Materi III berjudul Kedudukan Tagihan Buruh, Tagihan Pajak versus Kedudukan Kreditur Separatis dalam Kepailitan Perusahaan menyatakan bahwa: Dari lima golongan Kreditur yang telah disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 1134 ayat 2 juncto Pasal 1137 KUHPerdata dan Pasal 21 UU KUP, piutang pajak mempunyai kedudukan di atas Kreditur Separatis mengeksekusi objek jaminan kebendaannya berdasarkan Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan. ; 8. Bahwa sesuai dengan penjelasan sebagaimana tersebut di atas, sangat jelas dan tegas bahwa: a. Negara adalah Kreditur Preferen yang mempunyai hak mendahulu atas utang pajak diatas kreditur lainnya, termasuk Kreditur Separatis; b. Undang-undang telah memerintahkan secara tegas kepada Pengadilan Negeri atau instansi lainnya, termasuk dan tidak terbatas kepada kurator, untuk membayarkan hasil penjualan barang-barang Halaman 20

milik Penanggung Pajak terlebih dahulu untuk melunasi pajak dan pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi; dan c. Undang-undang telah melarang kurator membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, kepada Pemegang Saham atau Kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak; 9. Bahwa dengan demikian berdasarkan alasan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dalam proses kepailitan, Piutang Pajak merupakan hak Kas Negara yang pelunasannya harus didahulukan daripada pembayaran piutang kepada Kreditur-Kreditur lainnya (Pasal 1137 KUHPer juncto Pasal 21 UU KUP) dan Kurator bertanggung jawab dalam melaksanakan pelunasan utang pajak tersebut (Pasal 32 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU KUP juncto Pasal 1 angka 3 UU PPSP). Dengan kata lain Kurator seharusnya mendahulukan/mengutamakan pelunasan Utang Pajak sebesar Rp8.047.137.709,- (delapan miliar empat puluh tujuh juta seratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus sembilan rupiah) dari boedel pailit PT Jafa Indonesia (Dalam Pailit); 10. Bahwa dengan tidak tertagihnya piutang pajak sebesar Rp8.047.137.709,- (delapan miliar empat puluh tujuh juta seratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus sembilan rupiah) lewat proses kepailitan ini, maka keuangan negara akan dirugikan karena penerimaan negara akan berkurang sebesar Rp8.047.137.709,- (delapan miliar empat puluh tujuh juta seratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus sembilan rupiah); Menimbang, bahwa terlepas dari keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi, Mahkamah Agung berpendapat: Bahwa Judex Facti/Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya telah salah dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut: - Bahwa pada tanggal 12 Juli Termohon dinyatakan pailit, pada waktu Pemohon dinyatakan pailit tagihan pajak atas nama Termohon sebesar Rp8.047.137.709,- (delapan miliar empat puluh tujuh juta seratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus sembilan rupiah) belum dibayar lunas oleh Termohon; - Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, bahwa setelah Termohon dinyatakan pailit maka Termohon (Debitur Pailit) kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaan perseroan, sehingga perbuatan Termohon sebagai Debitur Pailit Halaman 21

melakukan sanggahan, negosiasi, serta kesepakatan mengenai tagihan pajak dengan Pemohon pasca dinyatakan pailit adalah perbuatan melanggar Undang-undang sehingga tidak sah; - Bahwa karena itu jumlah tagihan pajak yang terbit setelah ada sanggahan yang dilakukan oleh Termohon pasca Termohon dinyatakan pailit haruslah dikesampingkan; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP JAWA TIMUR I KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA WONOCOLO tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 08/PKPU//PN Niaga Sby., tanggal 24 Januari 2017, selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan amar sebagaimana akan disebutkan di bawah ini; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dikabulkan dan Termohon Kasasi berada di pihak yang kalah, maka harus dihukum untuk membayar semua biaya perkara dalam semua tingkat peradilan; Memperhatikan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan; M E N G A D I L I Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP JAWA TIMUR I KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA WONOCOLO tersebut; Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 08/PKPU//PN Niaga Sby., tanggal 24 Januari 2017; MENGADILI SENDIRI 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan nilai tagihan pajak atau pajak yang belum dibayar Termohon Halaman 22

sebesar Rp8.047.137.709,- (delapan miliar empat puluh tujuh juta seratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus sembilan rupiah); 3. Menghukum Termohon Kasasi/Termohon untuk membayar biaya perkara, dalam tingkat kasasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada hari Senin, tanggal 18 September 2017 oleh Syamsul Ma arif, S.H., LL.M., Ph.D., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., dan Sudrajad Dimyati, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri oleh Para Hakim Anggota tersebut dan Endang Wahyu Utami, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh Para Pihak. Hakim-Hakim Anggota: ttd./ I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H. ttd./ Sudrajad Dimyati, S.H., M.H. Ketua Majelis, ttd./ Syamsul Ma arif, S.H., LL.M., Ph.D. Panitera Pengganti, ttd./ Endang Wahyu Utami, S.H., M.H. Biaya-biaya Kasasi: 1. M e t e r a i.. Rp 6.000,00 2. R e d a k s i.. Rp 5.000,00 3. Administrasi Kasasi.. Rp4.989.000,00 Jumlah Rp5.000.000,00 Untuk Salinan Mahkamah Agung RI. a.n. Panitera Panitera Muda Perdata Khusus RAHMI MULYATI, SH., MH. NIP: 19591207.1985.12.2.002 Halaman 23