HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tepung Sorghum. Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan

5.1 Total Bakteri Probiotik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

METODE. Bahan dan Alat

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE. Waktu dan Tempat

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

FORTIFIKASI Fe ORGANIK DARI BAYAM (Amaranthus tricolor L) DALAM PEMBUATAN COOKIES UNTUK WANITA MENSTRUASI

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

METODE. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI MUTU KUKIS BERBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomea batatas L.), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Sebagai Sumber Pangan Alternatif dalam Pembuatan Cookies. Edi Djunaedi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

Lampiran 1 Formulir organoleptik

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Pengawetan pangan dengan pengeringan

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003).

Pisang merupakan tanaman yang banyak terdapat di Indonesia, umumnya. tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Di antara buah-buah tropika yang

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari tepung jerami nangka. Pembuatan Tepung Jerami Nangka Proses pembuatan tepung jerami nangka meliputi pembersihan dan pemilahan jerami nangka, blanching, perendaman dengan natrium metabisulfit, penggilingan jerami nangka, pengeringan dengan drum drier, dan penggilingan tepung. Bahan dasar tepung adalah jerami nangka matang yang diperoleh dari penjual nangka di daerah Dreded, Bogor. Bahan ini mudah didapat karena tanaman nangka sendiri berbuah sepanjang tahun dan hanya daging buahnya yang banyak dimanfaatkan, yakni untuk dijual atau dikonsumsi, sementara bagian jerami dibuang begitu saja. Tahap awal dalam pembuatan tepung jerami nangka adalah dengan membersihkan jerami, yakni dipisahkan dari daging buah dan kulitnya, serta kotoran lainnya. Proses selanjutnya adalah blanching dengan suhu 80 0 C selama lima menit. Blanching atau blansir merupakan pemanasan pendahuluan dalam waktu singkat untuk menginaktivasi enzim yang dapat menyebabkan penurunan kualitas selama penyimpanan. Fungsi lainnya adalah untuk melembutkan tekstur, mengurangi jumlah mikroba pada bahan, dan dapat menghilangkan getah yang ada pada jerami nangka. Proses ini perlu dilakukan sebelum proses lainnya, karena suhu maksimal dalam pembekuan dan pengeringan tidak cukup untuk menginaktivasi enzim. Apabila makanan tidak diblansir, perubahan yang tidak diinginkan pada karakteristik sensorik dan zat gizi akan terjadi selama penyimpanan (Fellows 2000). Jerami nangka yang telah diblansir kemudian direndam dalam larutan natrium metabisulfit 1000 ppm selama 60 menit. Perendaman ini bertujuan untuk memperbaiki mutu produk yang dihasilkan karena natrium metabisulfit bersifat sebagai pemucat dan bahan pengawet (Satuhu 2004). Seperti halnya blanching, perendaman ini berperan pula dalam menghilangkan getah yang terdapat pada jerami nangka. Sebelum proses pengeringan dengan drum drier, jerami nangka digiling dengan blender agar lembut dan membentuk puree. Puree jerami nangka dikeringkan dengan drum drier pada suhu 80 0 C secara kontinyu. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar air

dalam bahan melalui penguapan. Hal ini dapat memperpanjang waktu simpan makanan dengan mengurangi aktivitas air serta mencegah pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim. Menurut Satuhu (2004), pengeringan dengan alat (pengering buatan) memiliki keunggulan dibanding pengeringan alami dengan sinar matahari, yakni hasil lebih bersih, suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan menjadi lebih cepat, serta tidak tergantung cuaca. Jerami nangka yang telah kering kemudian digiling untuk memperkecil ukurannya sehingga dihasilkan tepung jerami nangka seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4 Tepung jerami nangka Sifat Fisik Tepung Jerami Nangka Sifat fisik yang diuji adalah densitas kamba dan rendemen tepung. Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat tepung dengan volumenya. Hasil perhitungan densitas kamba tepung jerami nangka adalah 0,17 g/ml. Rendemen merupakan perbandingan berat akhir tepung dengan berat awal bahan baku yang digunakan. Perbandingan ini dapat dinyatakan dalam persen atau desimal. Nilai rendemen ini digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk. Semakin tinggi nilai rendemen maka semakin ekonomis produk tersebut, begitupun sebaliknya (Meliani 2002). Rendemen tepung jerami nangka adalah 11,78%. Sifat Kimia Tepung Jerami Nangka Sifat kimia yang diuji antara lain kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat makanan. Kandungan zat gizi tepung jerami nangka dapat dilihat pada Tabel 5.

No Tabel 5 Kandungan zat gizi tepung jerami nangka Komponen Tepung jerami nangka (%bb) Tepung jerami nangka (%bk) Jerami nangka (%bk)* 1 Air (%bb) 6,68-87,36 2 Abu 4,09 4,38 8,69 3 Protein 7,34 7,86 15,48 4 Lemak 5,72 6,13 4,29 5 Karbohidrat 76,17 81,6 71,53 6 Serat larut 15,60 16,72 69,71 7 Serat tidak larut 31,33 33,57 6,87 8 Serat pangan total 46,93 50,29 76,58 *Novandrini (2003) Kadar air tepung jerami nangka yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan dengan jerami nangka. Hal ini disebabkan banyaknya air yang menguap selama proses pengeringan dengan drum drier. Hasil analisis kadar air tepung jerami nangka berada dalam kisaran aman untuk bahan pangan yand disimpan, yakni di bawah 14% sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang dan memiliki keawetan lebih lama (Winarno, Fardiaz, & Fardiaz 1980). Kadar abu tepung jerami nangka juga mengalami penurunan dibandingkan dengan bahan asalnya. Penurunan ini dapat disebabkan beberapa hal, yakni saat proses blanching dan perendaman dengan natrium metabisulfit yang menggunakan air sehingga banyak mineral jerami yang terlarut ke dalam air. Penurunan lainnya terjadi pada kandungan protein. Panas tinggi selama pengeringan dengan drum drier menyebabkan protein jerami mengalami degradasi sehingga tepung yang dihasilkan memiliki kandungan protein lebih rendah. Berbeda dengan kadar air, abu, dan protein yang mengalami penurunan, kadar lemak tepung mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu jauh. Hal ini diduga disebabkan oleh terikatnya partikel lemak pada serat sehingga pada proses pengolahan lemak tidak hilang. Karbohidrat dihitung dengan by difference, yakni sisa dari penjumlahan kadar air, abu, protein, dan lemak. Peningkatan yang terjadi dipengaruhi banyaknya penurunan kandungan zat gizi lainnya pada tepung jerami nangka. Kadar serat makanan larut air tepung jerami nangka mengalami penurunan dibandingkan dengan bahan asalnya, namun kadar serat tidak larut air mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh pengolahan dengan panas dapat mempengaruhi kandungan serat makanan. Kehilangan serat larut air akan

meningkatkan kadar serat tidak larut air, begitupun sebaliknya (Muchtadi 2000 dalam Johantika 2003). Formulasi Cookies Formulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah tepung jerami nangka ke dalam adonan cookies (Tabel 6). Batas minimal penambahan agar memenuhi klaim tinggi serat dengan syarat cookies mengandung serat lebih dari atau sama dengan 6 gram per 100 gram bahan (Departement of Nutrition, Ministry of Health, and Institute of Health 1999 diacu dalam Johantika 2003). Tabel 6 Formula cookies Bahan (gram) Jumlah (gram) F0 (0%) F1 (8%) F2 (9,5%) F3 (11%) Tepung terigu 70 70 70 70 Tepung jerami nangka 0 19 23 27 Margarin Mentega putih 30 30 30 30 30 30 30 30 Gula halus 40 40 40 40 Garam 0,3 0,3 0,3 0,3 Soda kue 0,3 0,3 0,3 0,3 Susu skim 30 30 30 30 Kuning telur 18 18 18 18 Total 218,6 237,6 241,6 245,6 Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan meliputi uji organoleptik, yang terdiri dari hedonik dan mutu hedonik cookies dengan parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur. Selanjutnya dilakukan analisis sifat kimia cookies yang terdiri dari kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat by difference, serta serat makanan. Karakteristik Organoleptik Cookies Bagi konsumen, atribut makanan terpenting adalah karakteristik sensori, yang terdiri dari tekstur, citarasa, aroma, dan warna. Hal ini dapat menunjukkan kesukaan individu terhadap produk tertentu dan dapat mempengaruhi penerimaan (Fellows 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu uji sensorik produk, yakni dengan uji organoleptik. Uji organoleptik cookies dilakukan oleh 15 orang panelis yang seluruhnya berprofesi sebagai mahasiswa. Panelis tergolong ke dalam panelis semi terlatih yang didasarkan pada seringnya menjadi panelis kegiatan uji organoleptik. Panelis juga pernah mendapat pelatihan mengenai organoleptik sebelumnya. Cookies yang dijadikan contoh untuk uji organoleptik seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Warna Gambar 5 Cookies jerami nangka yang dihasilkan Warna merupakan variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk. Warna juga merupakan salah satu indikator kematangan atau kerusakan suatu produk, serta titik akhir dari proses pemasakan ditentukan oleh warna (Parker 2003). Secara alamiah, pigmen atau warna dirusak oleh adanya pemanasan. Secara kimia, perubahan warna dapat disebabkan oleh perubahan ph atau oksidari selama penyimpanan. Hasilnya, makanan olahan kehilangan warna dan dapat menurunkan nilai sensorik. Reaksi Maillard juga menyebabkan perubahan warna (pada pemanggangan dan penggorengan) dan dapat menyebabkan off-colours (Fellows 2000). Berdasarkan mutu warna, cookies kontrol memperoleh skor 4 sampai 6 (agak terang sampai sangat terang) dengan skor terbanyak adalah terang (5). Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka memperoleh skor mutu warna 1 sampai 5 (sangat gelap sampai terang) dengan skor terbanyak ketiga formula adalah agak gelap (3). Distribusi frekuensi penilaian mutu warna cookies yang dihasilkan dtunjukkan oleh Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Distribusi frekuensi penilaian mutu warna cookies Skala F0 F1 F2 F3 n % n % n % n % 1 (sangat gelap) - - - - 1 3,33 1 3,33 2 (gelap) - - 3 10 2 6,67 8 26,67 3 (agak gelap) - - 16 53,33 16 53,33 14 46,67 4 (agak terang) 2 6,67 10 33,33 10 33,33 7 23,33 5 (terang) 18 60 1 3,33 1 3,33 - - 6 (sangat terang) 10 33,33 - - - - - - Total 30 100 30 100 30 100 30 100

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh sangat nyata ( <0,05) terhadap mutu warna cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka mempengaruhi mutu warna cookies. Tabel 8 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan ( =0,05). Tabel 8 Hasil uji lanjut Duncan terhadap mutu warna cookies N N Subset for alpha =.05 1 2 3 F3 30 1,70000 F2 30 2,16667 F1 30 2,23333 F0 30 3,90000 Sig. 1,000 0,971 1,000 Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor mutu warna tertinggi diperoleh cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F3. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki skor tertinggi untuk mutu warna adalah cookies F1. Hasil ini juga menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung jerami nangka, semakin rendah mutu warna cookies, yakni warna cookies semakin gelap. Warna gelap pada cookies disebabkan oleh warna tepung jerami nangka yang memang berwarna kecoklatan, seperti yang ditampilkan pada Gambar 5. Warna coklat pada tepung dapat terjadi karena adanya reaksi pencoklatan, terutama karamelisasi. Ketika gula dipanaskan melebihi titik leburnya, timbul pigmen kecoklatan yang disebut karamel. Reaksi ini dapat terjadi di bawah kondisi asam dan basa (Hawthorn 1981). Karamelisasi merupakan salah satu reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi akibat kandungan gula yang cukup tinggi pada bahan asal, yakni jerami nangka. Jika dipanaskan, gula akan mengalami karamelisasi yang terjadi dengan mudah dalam keadaan tanpa air (Gamman & Sherington 1992). Pemanasan tanpa air ini seperti yang dilakukan saat pembuatan tepung jerami nangka menggunakan drum drier. Hasil uji hedonik terhadap warna cookies menunjukkan bahwa cookies kontrol memperoleh skor 2 sampai 6 (tidak suka sampai sangat suka) dengan skor terbanyak pada skala 6 (sangat suka). Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka memperoleh penilaian 2 sampai 5 (tidak suka sampai suka). Skor terbanyak cookies F1 dan F2 adalah 4 (agak suka), sementara cookies F3 memperoleh skor terbanyak pada skala 3 (agak tidak suka). Distribusi frekuensi

penerimaan panelis terhadap warna cookies yang dihasilkan dtunjukkan oleh Tabel 9. Persentase penerimaan panelis terhadap warna cookies jerami nangka berkisar antara 46,67%-93,33% (Tabel 9). Cookies F0 memiliki persentase penerimaan terhadap warna sebesar 93,33%. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki persentase penerimaan terbesar adalah cookies F2. Tabel 9 Distribusi frekuensi penerimaan panelis terhadap warna cookies Skala F0 F1 F2 F3 n % n % n % n % 1 (sangat tidak suka) - - - - - - - - 2 (tidak suka) 2 6,67 3 10 2 6,67 6 20 3 (agak tidak suka) - - 6 20 6 20 10 33,33 Total 2 6,67 9 30 8 26,67 16 53,33 4 (agak suka) 6 20 13 43,33 13 43,33 7 23,33 5 (suka) 10 33,33 8 26,67 9 30 7 23,33 6 (sangat suka) 12 40 - - - - - - Total (% penerimaan) 28 93,33 21 70 22 73,33 14 46,66 Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh sangat nyata ( <0,05) terhadap penerimaan panelis terhadap warna cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka mempengaruhi penerimaan panelis terhadap warna cookies. Tabel 10 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan ( =0,05). Tabel 10 Hasil uji lanjut Duncan terhadap penerimaan panelis pada warna N N cookies Subset for alpha =.05 1 2 F3 30 2,00000 F2 30 2,31667 F1 30 2,41667 F0 30 3,26667 Sig. 0,207 1,000 Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor tertinggi diperoleh cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F3. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki skor tertinggi untuk penerimaan warna adalah cookies F1. Hasil ini juga menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung jerami nangka, semakin rendah penerimaan panelis terhadap warna cookies karena cookies yang dengan penambahan tepung jerami nangka memiliki warna yang gelap dan kecoklatan.

Aroma Makanan segar mengandung campuran komplek volatil yang memberikan karakteristik flavor dan aroma. Komponen ini dapat hilang selama pengolahan dan mengurangi intesitas flavor dan aroma (Fellows 2000). Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma nangka pada cookies menunjukkan bahwa cookies F0 memperoleh skor 2 sampai 6 (tidak beraroma sampai sangat harum) dengan jumlah terbanyak adalah 2 (tidak beraroma nangka). Jumlah terbanyak cookies F1 pada skala 4 (agak harum), sementara cookies F2 dan F3 memiliki jumlah terbanyak 5 (harum). Distribusi frekuensi penilaian mutu aroma cookies yang dihasilkan dtunjukkan oleh Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11 Distribusi frekuensi penilaian mutu aroma cookies Skala F0 F1 F2 F3 n % n % n % n % 1 (sangat tidak beraroma) - - - - - - - - 2 (tidak beraroma) 9 30 - - 2 6,67 3 10 3 (agak tidak beraroma) 6 20 3 10 2 6,67 5 16,67 4 (agak harum) 8 26,67 14 46,67 8 26,67 7 23,33 5 (harum) 5 16,67 13 43,33 17, 56,67 15 50 6 (sangat harum) 2 6,67 - - 1 3,33 - - Total 30 100 30 100 30 100 30 100 Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh sangat nyata ( <0,05) terhadap mutu aroma cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka mempengaruhi mutu aroma cookies. Tabel 12 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan ( =0,05). Tabel 12 Hasil uji lanjut Duncan terhadap mutu aroma cookies N N Subset for alpha =.05 1 2 F0 30 1,73333 F1 30 2,60000 F3 30 2,73333 F2 30 2,93333 Sig. 1,000 0,408 Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor tertinggi diperoleh cookies F2 dan skor terendah diperoleh cookies F0. Tingkat penambahan tepung jerami nangka pada cookies tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma nangka pada cookies. Hasil uji hedonik terhadap aroma cookies menunjukkan bahwa hanya cookies F0 yang memperoleh skor terbanyak pada skala 4 (agak suka). Cookies

lainnya, yakni F1, F2, dan F3 memperoleh skor terbanyak pada skala 5 (suka) terhadap penilaian aroma cookies. Distribusi frekuensi penerimaan panelis aroma cookies yang dihasilkan dtunjukkan oleh Tabel 13. Persentase penerimaan panelis terhadap aroma cookies jerami nangka berkisar antara 83,33%-96,67% (Tabel 13). Cookies F0 memiliki persentase penerimaan terhadap aroma sebesar 96,67%. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki persentase penerimaan terbesar adalah cookies F1. Tabel 13 Distribusi frekuensi penerimaan panelis terhadap aroma cookies Skala F0 F1 F2 F3 n % n % n % n % 1 (sangat tidak suka) - - - - - - - - 2 (tidak suka) - - 1 3,33 2 6,67 3 10 3 (agak tidak suka) 1 3,33 1 3,33 1 3,33 1 3,33 Total 1 3,33 2 6,66 3 10 4 13,33 4 (agak suka) 12 40 10 33,33 7 23,33 4 13,33 5 (suka) 9 30 15 50 16 53,33 21 70 6 (sangat suka) 8 26,67 3 10 4 13,33 - - Total (% penerimaan) 29 96,67 28 93,33 27 90 25 83,33 Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka tidak berpengaruh nyata ( >0,05) terhadap penerimaan panelis terhadap aroma cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka tidak mempengaruhi penerimaan panelis terhadap aroma cookies. Rasa Atribut rasa terdiri dari rasa asin, manis, pahit, dan asam. Atribut ini disebabkan oleh formulasi yang digunakan dan tidak dipengaruhi oleh proses pengolahan (Fellows 2000). Cookies yang dihaslkan memiliki rasa dominan manis, terutama cookies dengan penambahan tepung jerami nangka karena adanya kandungan gula pada jerami nangka itu sendiri. Berdasarkan mutu rasa, cookies kontrol memperoleh skor 4 sampai 6 (agak enak sampai sangat enak). Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka memperoleh skor 2 sampai 6 (tidak enak sampai sangat enak). Skor terbanyak semua formula adalah 5 (enak). Distribusi frekuensi penilaian mutu rasa cookies yang dihasilkan dtunjukkan oleh Tabel 14. Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh sangat nyata ( <0,05) terhadap mutu rasa cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka berpengaruh terhadap mutu rasa cookies. Tabel 15 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan ( =0,05).

Tabel 14 Distribusi frekuensi penilaian mutu rasa cookies Skala F0 F1 F2 F3 n % n % n % n % 1 (sangat tidak enak) - - - - - - - - 2 (tidak enak) - - - - 1 3,33 - - 3 (agak tidak enak) - - 3 10 3 10 8 26,67 4 (agak enak) 2 6,67 8 26,67 6 20 11 36,67 5 (enak) 20 66,67 19 63,33 19 63,33 11 36,67 6 (sangat enak) 8 26,67 - - 1 3,33 - - Total 30 100 30 100 30 100 30 100 Tabel 15 Hasil uji lanjut Duncan terhadap mutu rasa cookies N N Subset for alpha =.05 1 2 3 F3 30 1,86667 F2 30 2,38333 2,38333 F1 30 2,48333 F0 30 3,26667 Sig. 0,055 0,960 1,000 Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor tertinggi diperoleh cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F3. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki skor mutu rasa tertinggi adalah cookies F1. Hasil ini juga menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung jerami nangka, mutu rasa cookies semakin rendah, yakni rasa cookies semakin tidak enak karena adanya after taste. After taste ini dapat disebabkan oleh perendaman jerami nangka dengan natrium metabisulfit yang cukup lama atau karena getah nangka yang tidak hilang sepenuhnya pada tepung meskipun telah melalui proses pengolahan. Menurut Lindsay (1985) penggunaan natrium metabisulfit lebih dari 500 ppm dapat menyebabkan penurunan citarasa. Getah mengandung senyawaan dammar, yaitu berupa polimer yang memiliki rasa pahit (Anonim 2005). Hasil uji hedonik terhadap rasa biskuit menunjukkan bahwa cookies kontrol memperoleh skor 3 sampai 6 (agak tidak suka sampai sangat suka). Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka memperoleh skor 2 sampai 6 (tidak suka sampai sangat suka). Seluruh formula cookies memperoleh skor terbanyak pada skala 5 (suka). Distribusi frekuensi penerimaan panelis terhadap rasa cookies yang dihasilkan dtunjukkan oleh Tabel 16. Persentase penerimaan panelis terhadap rasa cookies jerami nangka berkisar antara 70%-96,67%. Persentase penerimaan tertinggi terhadap rasa adalah cookies F1 (Tabel 16).

Tabel 16 Distribusi frekuensi penerimaan panelis terhadap rasa cookies Skala F0 F1 F2 F3 n % n % n % n % 1 (sangat tidak suka) - - - - - - - - 2 (tidak suka) - - - - 1 3,33 2 6,67 3 (agak tidak suka) 2 6,67 1 3,33 2 6,67 7 23,33 Total 2 6,67 1 3,33 3 10 9 30 4 (agak suka) 3 10 9 30 11 36,67 10 33,33 5 (suka) 18 60 20 66,67 15 50 11 36,67 6 (sangat suka) 7 23,33 - - 1 3,33 - - Total (% penerimaan) 28 93,33 29 96,67 27 90 21 70 Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh sangat nyata ( <0,05) terhadap penerimaan panelis terhadap rasa cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka mempengaruhi penerimaan panelis terhadap rasa cookies. Tabel 17 di bawah ini menunjukkan hasil uji lanjut Duncan ( =0,05). Tabel 17 Hasil uji lanjut Duncan terhadap penerimaan panelis terhadap rasa N N cookies Subset for alpha =.05 1 2 3 F3 30 1,88333 F2 30 2,45000 F1 30 2,66667 2,66667 F0 30 3,00000 Sig. 1,000 0,729 0,387 Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor tertinggi diperoleh cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F3. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki skor tertinggi pada penerimaan rasa adalah cookies F1. Hasil uji ini menunjukkan pula bahwa semakin banyak tepung jerami nangka yang ditambahkan, semakin rendah pula penerimaan terhadap rasa cookies. Tekstur Tekstur makanan ditentukan oleh kadar air, kadar lemak, jenis dan jumlah karbohidrat strutur (selulosa, pati, dan zat pektin), serta protein. Perubahan tekstur disebabkan oleh hilangnya air atau lemak, pembentukan atau pemecahan emulsi, hidrolisis karbohidrat polimer, dan koagulasi atau hidrolisis protein (Fellows 2000). Hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur cookies menunjukkan bahwa cookies F0 memperoleh skor terbanyak pada skala 6 (sangat renyah). Formula lainnya (F1, F2, dan F3) memperoleh skor terbanyak pada skala 4 (agak renyah).

Distribusi frekuensi penilaian mutu tekstur cookies yang dihasilkan dtunjukkan oleh Tabel 18 berikut. Tabel 18 Distribusi frekuensi penilaian mutu tekstur cookies Skala F0 F1 F2 F3 n % n % n % n % 1 (sangat keras) - - - - - - - - 2 (keras) - - - - 1 3,33 - - 3 (agak keras) 1 3,33 - - 2 6,67 7 23,33 4 (agak renyah) 7 23,33 15 50 21 70 20 66,67 5 (renyah) 10 33,33 14 46,67 6 20 3 10 6 (sangat renyah) 12 40 1 3,33 - - - - Total 30 100 30 100 30 100 30 100 Hasil sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh sangat nyata ( <0,05) terhadap mutu tekstur cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka berpengaruh terhadap mutu tekstur cookies.tabel 19 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan ( =0,05). Tabel 19 Hasil uji lanjut Duncan terhadap mutu tekstur cookies N N Subset for alpha =.05 1 2 3 F3 30 1,81667 F2 30 2,06667 F1 30 2,70000 F0 30 3,41667 Sig. 0,446 1,000 1,000 Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor tertinggi diperoleh cookies F0 skor terendah diperoleh cookies F3. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki skor tertinggi pada mutu tekstur adalah cookies F1. Hasil ini juga menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung jerami nangka, mutu tekstur cookies semakin rendah, yakni tekstur cookies semakin keras. Sifat keras ini disebabkan oleh kandungan serat yang tinggi pada cookies dengan penambahan tepung jerami nangka, terutama serat tidak larut air. Selain itu persentase penggunaan mentega putih dan margarin terhadap total bahan juga semakin berkurang dengan bertambahnya penambahan tepung jerami nangka. Padahal kedua bahan tersebut berfungsi sebagai pelembut tekstur. Hasil uji hedonik terhadap tekstur cookies menunjukkan bahwa cookies F0 memperoleh skor 4 sampai 6 (agak suka sampai sangat suka) dengan nilai terbanyak adalah 5 (suka). Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka memperoleh skor 2 sampai 5 (tidak suka sampai suka) dengan nilai terbanyak adalah 5 (suka) untuk cookies F1 dan F2. Nilai terbanyak cookies F3 adalah 4

(agak suka). Distribusi frekuensi penerimaan panelis terhadap tekstur cookies yang dihasilkan dtunjukkan oleh Tabel 20. Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur cookies jerami nangka berkisar antara 53,33%-100% (Tabel 20). Cookies kontrol (F0) memiliki persentase penerimaan terhadap tekstur sebesar 100%. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki persentase penerimaan terbesar adalah cookies F1. Tabel 20 Distribusi frekuensi penerimaan panelis terhadap tekstur cookies Skala F0 F1 F2 F3 n % n % n % n % 1 (sangat tidak suka) - - - - - - - - 2 (tidak suka) - - - - 1 3,33 2 6,67 3 (agak tidak suka) - - 4 13,33 5 16,67 12 40 Total 0 0 4 13,33 6 20 14 46,67 4 (agak suka) 5 16,67 10 33,33 10 33,33 12 40 5 (suka) 15 50 16 53,33 14 46,67 4 13,33 6 (sangat suka) 10 33,33 - - - - - - Total (% penerimaan) 30 100 26 86,66 24 80 16 53,33 Hasil sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh sangat nyata ( <0,05) terhadap penerimaan panelis terhadap tekstur cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka mempengaruhi penerimaan panelis terhadap tekstur cookies. Tabel 21 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan ( =0,05). Tabel 21 Hasil uji lanjut Duncan terhadap penerimaan panelis terhadap tekstur N N cookies Subset for alpha =.05 1 2 3 F3 30 1,56667 F2 30 2,35000 F1 30 2,68333 F0 30 3,40000 Sig. 1,000 0,298 1,000 Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor tertinggi diperoleh cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F3. Cookies dengan penambahan tepung jerami nangka yang memiliki skor tertinggi pada penerimaan tekstur adalah cookies F1. Hasil ini juga menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung jerami nangka, semakin rendah pula penerimaan panelis terhadap tekstur cookies.

Sifat Kimia Cookies Jerami Nangka Sifat kimia cookies yang dianalisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat by difference, dan serat makanan. Lebih lanjut dijelaskan berikut. Kadar air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 1992). Hasil analisis kimia keempat formula cookies menunjukkan bahwa kadar air cookies berkisar antara 2,30%-3,51% (bb), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 22. Kadar air ini telah memenuhi syarat SNI No 01-2973-92, yaitu batas maksimal kadar air cookies adalah 5%. Tabel 22 Kadar air cookies Perlakuan Kadar Air (% b/k) F0 3,51 F1 2,30 F2 2,43 F3 2,24 Hasil sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka tidak berpengaruh nyata ( >0,05) terhadap kadar air cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka tidak mempengaruhi kadar air cookies. Kadar abu Abu merupakan residu dari proses pembakaran bahan-bahan organik, umumnya merupakan pertikel halus dan berwarna putih. Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut (Winarno 1992). Hasil analisis kimia keempat formula cookies menunjukkan bahwa kadar abu cookies berkisar antara 2,31%-2,43% (bk), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 23. kadar abu cookies ini telah melebihi kadar abu yang ditetapkan oleh SNI No 01-2973-92, yaitu batas maksimal kadar abu adalah 1,6% (bk). Tabel 23 Kadar abu cookies Perlakuan Kadar Abu (% b/k) F0 2,31 F1 2,33 F2 2,41 F3 2,43 Hasil sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka tidak berpengaruh nyata ( >0,05) terhadap kadar abu

cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka tidak mempengaruhi kadar abu cookies. Menurut Sujono (2003), kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang merupakan zat anorganik sehingga tidak terbakar selama proses pembakaran. Kadar protein Pemasakan membuat protein lebih mudah dicerna karena berubahnya susunan asam-asam amino, seperti pada putih telur yang sukar dicerna saat mentah. Suhu terlalu tinggi saat pengolahan dapat menurunkan nilai protein (Nicholls 1987). Hasil analisis kimia keempat formula cookies menunjukkan bahwa kadar protein cookies berkisar antara 6,82%-7,84% (bk), seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 24. Kadar protein belum memenuhi standar minimum yang ditetapkan oleh SNI, yaitu 9,5% (bk). Tabel 24 Kadar protein cookies Perlakuan Kadar Protein (%b/k) F0 6,82 F1 7,25 F2 7,46 F3 7,84 Hasil sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata ( <0,05) terhadap kadar protein cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka berpengaruh terhadap kadar protein cookies sehingga dilanjutkan dengan uji regresi. Menurut Santoso (2008), uji regresi dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel, yakni hubungan penambahan tepung jerami nangka terhadap kadar zat gizi (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat larut air, serat tidak larut air, serta serat makanan total). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata ( <0,05) terhadap kadar protein cookies. Secara rinci hasil regresi dapat dilihat pada Lampiran 15. Hubungan penambahan tepung jerami nangka dengan kadar protein cookies memiliki persamaan: Y = 6,794 + 0,001x 2, dengan R 2 = 0,910 Berdasarkan persamaan tersebut, dapat digambarkan kurva hubungan lebih jelas seperti terlihat pada Gambar 6. Dapat dilihat bahwa terdapat hubungan positif, yakni penambahan tepung jerami nangka cenderung meningkatkan kadar protein cookies.

Gambar 6 Kurva regresi kadar protein Nilai R 2 atau R square atau koefisien determinasi dapat digunakan untuk menghitung besarnya peranan atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Nilai R 2 berkisar antara 0-1, semakin kecil nilai R 2 maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Sebaliknya, jika nilai R 2 mendekati 1, hubungan kedua variabel semakin kuat (Sarwono 2008). Nilai R 2 = 0,910 berarti sebanyak 91% peningkatan kadar protein dapat dijelaskan oleh penambahan tepung jerami nangka. Kadar lemak Lemak berguna dalam pengolahan bahan pangan, yakni berfungsi sebagai media penghantar panas. Lemak juga dapat memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Winarno 1992). Kadar lemak yang dihasilkan oleh keempat formula cookies berkisar antara 28,83%-30,62% (bk), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 25. Kadar lemak ini telah memenuhi batas minimal yang ditetapkan oleh SNI, yakni 10%. Tabel 25 Kadar lemak cookies Perlakuan Kadar Lemak (%b/k) F0 30,62 F1 29,46 F2 28,83 F3 29,22 Hasil sidik ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka tidak berpengaruh nyata ( >0,05) terhadap kadar lemak cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka tidak mempengaruhi kadar lemak cookies.

Kadar karbohidrat Karbohidrat dihitung by difference, yaitu selisih dari penjumlahan kandungan gizi lainnya (kadar air, abu, protein, dan lemak). Kadar karbohidrat yang dimiliki oleh keempat cookies berkisar antara 59,33%-65,24% (bk), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 26. Kadar ini masih belum memenuhi standar minimal SNI untuk kadar karbohidrat cookies, yakni 70%. Kadar karbohidrat merupakan sisa dari penjumlahan sehingga dipengaruhi oleh kandungan gizi lainnya. Tabel 26 Kadar karbohidrat cookies Perlakuan Kadar Karbohidrat (%b/k) F0 65,24 F1 60,94 F2 61,30 F3 59,33 Hasil sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka tidak berpengaruh nyata ( >0,05) terhadap kadar karbohidrat cookies. Hal ini berarti penambahan tepung jerami nangka tidak mempengaruhi kadar karbohidrat cookies. Kadar serat larut air Kadar serat larut air keempat formula cookies berkisar antara 1,83%- 5,38% (bk), sepeti yang terlihat pada Tabel 27. Terjadi peningkatan kadar serat larut air cookies dengan penambahan tepung jerami nangka dibandingkan dengan cookies kontrol. Tabel 27 Kadar serat larut air cookies Perlakuan Kadar Serat Larut Air (%b/k) F0 1,83 F1 4,40 F2 4,58 F3 5,38 Hasil sidik ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata ( <0,05) terhadap kadar serat larut air cookies sehingga dilanjutkan dengan uji regresi. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata ( <0,05) terhadap kadar serat larut air cookies. Secara rinci hasil regresi dapat dilihat pada Lampiran 19. Hubungan penambahan tepung jerami nangka dengan kadar serat larut air cookies memiliki persamaan: Y = 2,102 + 0,005x 2, dengan R 2 = 0,933

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat digambarkan kurva hubungan lebih jelas seperti terlihat pada Gambar 7. Dapat dilihat bahwa terdapat hubungan positif, yakni penambahan tepung jerami nangka meningkatkan kadar serat larut air cookies. Nilai R 2 = 0,933 berarti sebanyak 93,3% peningkatan kadar serat larut air dapat dijelaskan oleh penambahan tepung jerami nangka. x Gambar 7 Kurva regresi kadar serat larut air cookies Kadar serat tidak larut air Kadar serat tidak larut air keempat formula cookies berkisar antara 0,99%-7,34% (bk), seperti yang terlihat pada Tabel 28. Terjadi peningkatan kadar serat tidak larut air cookies dengan penambahan tepung jerami nangka dibandingkan dengan cookies kontrol. Peningkatan juga terjadi diantara cookies dengan tingkat penambahan tepung jerami nangka yang berbeda. Tabel 28 Kadar serat tidak larut air cookies Perlakuan Kadar Serat Tidak Larut Air (%b/k) F0 0,99 F1 5,07 F2 6,62 F3 7,34 Hasil sidik ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata ( <0,05) terhadap kadar serat tidak larut air cookies sehingga dilanjutkan dengan uji regresi. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata <0,05) terhadap kadar serat tidak larut air cookies. Secara rinci hasil regresi dapat dilihat pada Lampiran 21. Hubungan penambahan tepung jerami nangka dengan kadar serat tidak larut air cookies memiliki persamaan: Y = 0,930 + 0,236x, dengan R 2 = 0,990

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat digambarkan kurva hubungan lebih jelas seperti terlihat pada Gambar 8. Dapat dilihat bahwa terdapat hubungan positif dan linier, yakni semakin banyak penambahan tepung jerami nangka maka semakin tinggi kadar serat tidak larut air cookies. Nilai R 2 = 0,990 berarti sebanyak 99% peningkatan kadar serat tidak larut air dapat dijelaskan oleh penambahan tepung jerami nangka. Y x Gambar 8 Kurva regresi kadar serat tidak larut air cookies Kadar serat makanan total Kadar serat makanan total keempat formula berkisar antara 2,83%- 12,72% (bk), seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 29. Terjadi peningkatan kadar serat makanan total cookies dengan penambahan tepung jerami nangka dibandingkan dengan cookies kontrol. Peningkatan juga terjadi diantara cookies dengan tingkat penambahan tepung jerami nangka yang berbeda. Tabel 29 Kadar serat makanan total cookies Perlakuan Kadar Serat Makanan Total (%b/k) F0 2,83 F1 9,48 F2 11,20 F3 12,72 Hasil sidik ragam (Lampiran 22) menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata ( <0,05) terhadap kadar serat makanan total cookies sehingga dilanjutkan dengan uji regresi. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata <0,05) terhadap kadar serat makanan total cookies. Secara rinci hasil regresi dapat dilihat pada Lampiran 23. Hubungan penambahan tepung jerami nangka dengan kadar serat makanan total cookies memiliki persamaan: Y = 2,773 + 0,264x, dengan R 2 = 0,998

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat digambarkan kurva hubungan lebih jelas seperti terlihat pada Gambar 9. Dapat dilihat bahwa terdapat hubungan positif dan linier, yakni semakin banyak penambahan tepung jerami nangka maka semakin tinggi kadar serat makanan total cookies. Nilai R 2 = 0,998 berarti sebanyak 99,8% peningkatan kadar serat makanan total dapat dijelaskan oleh penambahan tepung jerami nangka. Berdasarkan persamaan di atas juga dapat diperoleh jumlah minimal penambahan tepung jerami nangka agar memenuhi persyaratan cookies tinggi serat (6 gram serat per 100 gram bahan atau setara dengan 6% serat), yakni 12,22 gram. Gambar 9 Kurva regresi kadar serat makanan total cookies Takaran Saji Cookies Berdasarkan uji hedonik diperoleh formula cookies terpilih, yakni cookies F1. Berdasarkan AKG dewasa kebutuhan energi per hari adalah 2000 kkal. Proporsi makanan selingan adalah 10% dari total kebutuhan energi harian. Hal ini berarti dibutuhkan energi sebesar 200 kkal, yang dapat diperoleh dari 37,18 gram cookies. Berat satu keping cookies adalah 3 gram sehingga dibutuhkan 13 buah cookies dengan total kandungan energi 210 kkal, protein 2,83 gram, lemak 11, 49 gram, karbohidrat 23,77 gram, serta serat makanan 3,7 gram.