ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PROSES PENGELASAN (WELDING) DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA PADA PROYEK PT. XYZ

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Persiapan Penelitian

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK Kata Kunci: Six Sigma, Sigma Level, Kualitas Produk, DMAIC, Quality Control.

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO. Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. research) yaitu penelitian yang melakukan pemecahan

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarajana Strata Satu (S1)

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2773

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh

METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD.

Damper DB2B24SSC, diantaranya adalah:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS REJECT PART TYPE KYL PADA PROSES ASSEMBLY UNIT SEPEDA MOTOR DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DAN SIX SIGMA (Study Kasus Pada PT.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB CACAT PENGELASAN PIPA API 5L Gr.B PADA PROYEK KONSTRUKSI PIPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di

PENGUKURAN KEMAMPUAN PROSES MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIX SIGMA PADA PROSES PENCETAKAN PRODUK PAPERBAG (STUDI KASUS PT. X) Abstrak.

Oleh Didik Samanhudi Teknik Industri FTI-UPV Veteran Jatim ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

Bab 2 Landasan Teori

ANALISIS KINERJA PELAYANAN PERBAIKAN GANGGUAN LISTRIK BERDASARKAN METODE SIX SIGMA DI PT. PLN (PERSERO) UNIT PELAYANAN DAN JARINGAN NGAGEL

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN MOTTO.. v. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL xiv. DAFTAR GAMBAR...xv. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma...

MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK MELALUI KONSEP DMAIC PADA SIX SIGMA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. dan juga produk jadi Crude Palm Oil (CPO) PT Kalimantan Sanggar Pusaka

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Pengendalian..., Dina, Fakultas Teknik 2016

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN:

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA USULAN PENINGKATAN KUALITAS PRODUK BUSHING FUTURA PADA PT. NUSA INDOMETAL MANDIRI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA

Tabel 4.29 Cara Memperkirakan DPMO dan Kapabilitas Sigma Variabel L. Pergelangan.. 90 Tabel 5.1 Kapabilitas Proses produksi Sarung Tangan Golf...

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN METODE SIX SIGMA DALAM UPAYA MENCAPAI ZERO DEFECT

BAB IV METODE PENELITIAN. kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yaitu

BAB V HASIL DAN ANALISA

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN HASIL KARYA PRIBADI... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI...

Perbaikan Produktivitas Perusahaan Rokok Melalui Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab 3 Metodologi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

KAJIAN SIX SIGMA DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PADA BAGIAN PENGECEKAN PRODUK DVD PLAYERS PT X

Seminar Nasional Waluyo Jatmiko II FTI UPN Veteran Jawa Timur

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java Semarang

BAB I PENDAHULUAN I.1

Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma

BAB III METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

ANALISA KECACATAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN DMAIC DI PT. UNISON SURABAYA. Oleh

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK TEH HIJAU MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIX SIGMA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknik SKRIPSI Semester Ganjil 2005/2006

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

Transkripsi:

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PROSES PENGELASAN (WELDING) DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA PADA PROYEK PT. XYZ Alfian Huda 1 ; Sri Widiyanesti 2 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Telkom alfianhuda79@gmail.com Abstrak PT. XYZ merupakan perusahaan industri rancang bangun (konstruksi) fasilitas lepas pantai (offshore) yang menunjang kegiatan- kegiatan industri minyak dan gas bumi. Berdasarkan data project schedule, salah satu proses atau pekerjaan yang paling kritis (critical task) dalam pelaksanaan proyek konstruksi adalah proses pengelasan. Menurut data cacat proses pengelasan dari Januari Maret 2017, ditemukan jumlah cacat sebanyak 601 titik pengelasan yang dimana setiap minggunya terjadi fluktuasi jumlah kecacatan. Untuk mengurangi jumlah cacat pada proses pengelasan yang terjadi dalam pelaksanaan proyek di PT. XYZ diperlukan penelitian lebih lanjut guna mengidentifikasi dan menganalisis kecacatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan six sigma yang terdiri dari tahapan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Pada tahap Define merupakan tahap identifikasi dengan ditetapkannya jenis kecacatan yang mempengaruhi kualitas proses pengelasan (critical to quality), yaitu slag inclusion, lack of fusion dan porosity. Kemudian dilanjutkan pada tahap Measure yaitu mengukur stabilitas proses dan kapabilitas proses, dan didapatkan level sigma yang berada pada posisi 3,21 sigma dengan nilai DPMO sebesar 43.958,93, selain itu ditemukan juga adanya 3 titik hasil pengelasan yang berada diluar batas kendali (out of control), maka terindikasi bahwa PT. XYZ belum sepenuhnya mampu mengendalikan kualitas proses pengelasan. Pada tahap Analyze digunakan beberapa tools yaitu diagram sebab-akibat dan FMEA analysis. Berdasarkan hasil dari diagram sebab-akibat, faktor yang mempengaruhi kecacatan proses pengelasan berasal dari faktor manusia, mesin, metode, material dan lingkungan. Melalui hasil analisis FMEA dari kelima faktor yang mempengaruhi kecacatan proses pengelasan di PT. XYZ ditemukan bahwa, faktor yang paling kritis sebagai penyebab munculnya jenis cacat slag inclusion dan lack of fusion adalah faktor metode, sedangkan cacat porosity adalah faktor material. Kata kunci: six sigma, DMAIC, cacat 1. Pendahuluan Pada tahun 2017 hingga 2020 industri proyek konstruksi fasilitas minyak dan gas dunia diperkirakan akan semakin kompetitif, menurut hasil analisis industri yang dilakukan oleh International Trade Administration (2016) mengenai ramalan pada pasar dunia untuk industri Oil & Gas Equipment dalam lima tahun ke depan, tingkat pertumbuhan tahunan pasar global untuk industri ini diproyeksikan akan mengalami peningkatan. Grafik pertumbuhan industri Oil & Gas Equipment ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 : World Market for Oil and Gas Equipment 2020 Berdasarkan grafik yang terlihat pada gambar 1 bahwa peningkatan yang terjadi pada tingkat pertumbuhan tahunan industri Oil & Gas Equipment akan diperkirakan menjadi sebesar $ 205 miliar pada tahun 2020 dari $ 166 pada tahun 2016. Selama 10 tahun terakhir, pasar global untuk industri ini telah mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 6,5 persen, dari $ 85 miliar di tahun 2004 menjadi $ 171 miliar pada tahun 2014 (United States Department of Commerce, International Trade Administration : 2016). Menghadapi peluang pada industri yang diramalkan mengalami pertumbuhan di masa depan ini membuat persaingan didalamnya semakin kompetitif. sehingga perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam industri tersebut berusaha untuk memenangkan persaingan dengan cara meningkatkan kualitas produk guna mencapai kepuasan pelanggan. Selain itu, untuk mendapatkan market share yang besar di industri nya, perusahaan harus mulai memperbaiki dan meningkatkan kualitas jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan yang bergerak didalam industri rancang bangun (konstruksi) fasilitas lepas pantai (offshore) yang menunjang kegiatan- kegiatan industri minyak dan gas bumi. Dalam rangka memenuhi permintaan pelanggan, perusahaan melakukan kegiatan operasional dengan sistem perjanjian atau kontrak proyek konstruksi bersama pelanggan. Berdasarkan data project schedule, salah satu proses atau pekerjaan yang paling kritis (critical task) dalam pelaksanaan proyek konstruksi adalah proses pengelasan. Berdasarkan laporan Quality Control (QC) di PT. XYZ, masalah kualitas yang terjadi pada perusahaan dipengaruhi oleh performa para welder yang tidak konsisten (inkonsistensi). Hal ini dapat dilihat dari data Project Repair Rate pada salah satu pelaksanaan proyek yang dimulai dari bulan Agustus 2016 hingga Maret 2017 yang akan ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2 : Project Repair Rate Diperoleh informasi pada Gambar 2, bahwa dapat dilihat bahwa terjadinya fluktuasi tingkat perbaikan pengelasan (welding repair rate) dalam pelaksanaan proyek di setiap bulannya. www.jurnal.uniga.ac.id 2

Fenomena ini akan mempengaruhi pelaksanaan proyek dalam beberapa hal, seperti meningkatnya aktivitas pada training school untuk meningkatkan kemampuan welder, bertambahnya biaya kualitas (Cost of Poor Quality) yang harus dikeluarkan perusahaan dan berkurangnya kepercayaan atau kepuasan pelanggan (client) terhadap perusahaan. Berkaitan dengan masalah yang terjadi pada perusahaan dalam hal pengelolaan kualitas, dibutuhkannya suatu upaya dari perusahaan untuk menangani permasalahan kecacatan yang akan mempengaruhi kualitas pelaksanaan proyek yang dilaksanakan oleh perusahaan. Six sigma merupakan program yang direncanakan untuk mengurangi cacat untuk mengurangi biaya, menghemat waktu, dan meningkatkan kepuasan pelanggan (Heizer dan Render 2015:249). Penggunaan pendekatan Six Sigma pada penelitian ini bertujuan untuk menekan tingkat kegagalan atau kecacatan pada proses pengelasan (welding) pada proyek yang dikerjakan oleh PT. XYZ, sehingga dapat mencegah hal-hal yang dapat merugikan perusahaan di masa depan.tujuan penelitian yang dilakukan yaitu : 1. Mengidentifikasi jenis cacat yang sering muncul dalam proses pengelasan pada pelaksanaan proyek di PT. Profab Indonesia. 2. Mengetahui tingkat kapabilitas dan stabilitas proses pengelasan pada pelaksanaan proyek di PT. Profab Indonesia. 3. Mengetahui faktor penyebab timbulnya cacat pada kualitas proses pengelasan pada pelaksanaan proyek di PT. Profab Indonesia. 4. Mengetahui upaya pengendalian kualitas yang dapat diterapkan oleh PT. Profab Indonesia berdasarkan hasil analisis menggunakan pendekatan six sigma. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Kualitas Definisi kualitas yang digunakan oleh American Society for Quality (ASQ) adalah keseluruhan fitur dan karakteristik sebuah produk atau jasa yang mengandalkan pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dijanjikan dan tersirat (Heizer dan Render, 2015:244). 2.2 Pengendalian Kualitas Menurut Gaspersz (2011:10) pengendalian kualitas adalah penggabungan teknik serta aktivitas operasional yang bertujuan untuk memenuhi syarat standar sebuah kualitas. Terdapat tujuh konsep yang dapat digunakan dalam program pengelolaan kualitas yang efektif (Heizer dan Render, 2015:248), yaitu : a. Perbaikan berkesinambungan (Plan-Do-Check-Act) b. Six Sigma c. Pemberdayaan karyawan (employee empowerment). d. Tolak Ukur (Benchmarking). e. Just In Time (JIT) f. Konsep Taguchi g. Alat Total Quality Management 2.3 Metode Six Sigma Pendekatan six sigma merupakan sekumpulan konsep dan praktik yang berfokus pada penurunan variasi proses dan penurunan kegagalan atau kecacatan produk. Elemen yang penting dalam six sigma, adalah memproduksi hanya 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi www.jurnal.uniga.ac.id 3

(Defect Per Million Opportunities) dan inisiatif-inisiatif peningkatan proses untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma (Gasperz, 2011:37). Menurut Gaspersz (2011:50), berbagai upaya peningkatan menuju target six sigma dapat dilakukan menggunakan metodologi, yaitu DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Metodologi DMAIC tersebut dibagi menjadi lima tahapan (Heizer dan Render, 2015:249). Lima langkah model tersebut terdiri dari : a. Menentukan (Define) tujuan rencana, cakupan, dan hasil lalu menentukan informasi proses yang dibutuhkan, mengingat definisi kualitas dari pelanggan b. Mengukur (Measure) proses dan pengumpulan data; c. Menganalisis (Analyze) data, memastikan berulang kali (hasilnya terdapat duplikasi) dan reprodusibiltas (yang lain mendapatkan hasil yang sama); d. Perbaikan (Improves) dengan memodifikasi atau merancang ulang, prosedur dan proses yang ada; e. Mengendalikan (Control) proses yang baru untuk memastikan tingkat kinerja dipertahankan. 3. Pembahasan 3.1 Define 3.1.1 Identifikasi Critical to Quality (CTQ) Dalam proses pengelasan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pengelasan proses (CTQ) dan salah satunya adalah cacat. Berdasarkan data proyek dan data cacat yang diperoleh dari perusahaan, maka diperoleh informasi mengenai jenis cacat yang mempengaruhi hasil pengelasan yang akan dijelaskan pada tabel 1. Tabel 1: Critical to Quality Critical to CTQ Potensial Quality (Jenis cacat) Bebas Slag Inclusion Cacat (Zero Porosity Defect) Lack of Fusion Root Concavity Undercut Deskripsi Munculnya rongga memanjang pada hasil pengelasan (weldment) yang mengandung slag (benda asing) Cacat yang timbul akibat terperangkapnya gas di area pengelasan yang melebihi syarat batas. Cacat yang timbul akibat adanya bagian yang tidak menyatu antara logam induk dengan logam pengisi. Cacat yang timbul akibat adanya bagian yang mengalami cekungan yang melewati batas toleransi pada material pengelasan Cacat yang timbul akibat geometri sambungan las yang tidak baik (tidak sempurna) Berikut data cacat proses pengelasan (welding defect) yang telah dikumpulkan oleh pihak Quality Control Department di PT. XYZ dalam kurun waktu dari bulan Januari 2017 hingga Maret 2017 yang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2: Data Cacat Proses Pengelasan Januari 2017 Maret 2017 Minggu Output Defect Type of Defect Qty Slag Lack of Porosity Root Undercut Inclusion Fusion Concavity 1 173 33 8 14 6 2 3 www.jurnal.uniga.ac.id 4 Bersambung

2 373 98 26 21 24 15 12 Sambungan 3 396 81 31 17 12 7 14 4 405 89 41 25 16 3 4 Minggu Output Defect Type of Defect Qty Slag Lack of Porosity Root Undercut Inclusion Fusion Concavity 5 644 73 25 30 15 1 2 6 1075 158 56 32 38 22 10 7 423 27 12 10 4 1 0 8 414 46 15 6 17 6 2 Total 3.903 605 214 155 132 57 47 Persentase 35,37 % 25,62 % 21,82 % 9,42 % 7,77 % Berdasarkan data cacat selama periode Januari 2017 hingga Maret 2017, proses pengelasan di PT.XYZ yang mengalami kecacatan sebanyak 605 titik pengelasan yang terdiri dari beberapa jenis kecacatan, yaitu slag inclusion sebesar 214, lack of fusion sebesar 155, porosity sebesar 132, root concavity sebesar 57 dan undercut sebesar 47. Langkah selanjutnya untuk dapat mengetahui jenis kecacatan yang paling memiliki presentase terbesar, maka dilakukan perhitungan persentase masing-masing jenis kecacatan. Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 2, dilakukan perancangan pareto chart untuk mengetahui tipe kecacatan yang memiliki frekuensi terbesar pada proses pengelasan di dalam pelaksanaan proyek PT. XYZ. Visualisasi pareto Chart dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut : Gambar 3: Pareto Chart Berdasarkan Gambar 3 diperoleh informasi bahwa jenis kecacatan tertinggi yang terjadi pada proses pengelasan yaitu Slag Inclusion sebesar 35,4%, Lack of Fusion sebesar 25,6 % dan Porosity sebesar 21,8% dari total keseluruhan defect yang terjadi. Sedangkan untuk jenis undercut memiliki persentase terkecil yaitu 7,8 %. Berdasarkan prinsip analisis menggunakan diagram pareto yaitu dengan aturan 80%-20%, dimana total presentase munculnya jenis kecacatan Slag Inclusion, Lack of Fusion dan Porosity sebesar 82,8 %, maka ditetapkan bahwa jenis cacat yang ditetapkan sebagai Critical to Quality (CTQ Kunci) adalah cacat Slag Inclusion, Porosity dan Lack of Fusion. 3.1.2 Diagram SIPOC Perancangan diagram SIPOC bertujuan untuk lebih memahami proses, dimulai dari supplier hingga customer. Diagram SIPOC proses pengelasan dalam pelaksanaan proyek di PT. XYZ akan ditampilkan pada Tabel 3 www.jurnal.uniga.ac.id 5

Tabel 3: Diagram SIPOC Supplier Input Process Output Customer Store Welding Consumable Transportation Material report Pre-Cut Supervisor Pre-Cut Base Metal Pre-cut Traceability Fitter Supervisor cutting report Fitter Metal and-cover fitup Fit-Up / Fit-up inspection Welder Assembly Welder Metal (joint fit-up) Welding Weldment NDT Agency and weld machine. process NDT Agency Weldment NDT Testing Radiography films QC Inspector QC Defective weld joint Repair Welding repair Production Inspector Production Department Defective-free joint 3.2 Measure 3.2.1 Pengukuran Stabilitas Proses Final Fabrication (clean-up) rate Weldment with smooth surface Department Project Engineer Pengukuran stabilitas proses pengelasan di PT. XYZ dilakukan melalui alat (tools) Statistical Process Control (SPC) dengan peta kendali jenis C-Chart. Penggunaan peta kendali C (C-Chart) karena berdasarkan jenis data yang digunakan adalah data jumlah cacat suatu unit yang ditemukan pada barang yang diperiksa dengan jumlah sampel yang berbeda di setiap minggu. Namun yang diperhatikan adalah banyaknya cacat, bukan jumlah produk yang cacat, karena pada satu berkas radiography film yang dihasilkan dapat memiliki beberapa kecacatan. Penggunaan peta kendali C (C-Chart) dilakukan terhadap data cacat proses pengelasan di PT. XYZ periode Januari 2017 hingga Maret 2017. Data cacat proses pengelasan yang digunakan untuk menentukan batas kendali atas dan batas kendali bawah, ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4: Pengukuran Stabilitas Proses Pengelasan di PT. XYZ Minggu Jenis Kecacatan Jumlah Cacat Output Slag Lack of Porosity (Titik Lasan) (Radiography Inclusion Fusion Films) 1 8 14 6 28 168 2 26 21 24 71 346 3 31 17 12 60 375 4 41 25 16 82 398 5 25 30 15 70 641 6 56 32 38 126 1043 7 12 10 4 26 422 8 15 6 17 38 406 Total 214 155 132 501 3799 Langkah selanjutnya yang diperlukan dalam pembuatan peta kendali C (C-Chart) adalah sebagai berikut : a. Menentukan nilai Central Line (CL) Nilai Central Line dapat diketahui melalui perhitungan dengan membagi jumlah banyak nya cacat per jumlah sampel keseluruhan. www.jurnal.uniga.ac.id 6

CL = C = m D i i=1...(1) m n i i=1 Central Line = 51 8 Central Line = 62,625 b. Menentukan batas kendali atas (UCL) Penentuan nilai batas kendali atas (Upper Control Limit) dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus berikut : UCL = C + 3 C...(2) UCL = 62,625 + 3 62,625 UCL = 62,625 + 23,7408 UCL = 86,3658 c. Menentukan batas kendali bawah (LCL) LCL = C 3 C...(3) LCL = 62,625 3 62,625 LCL = 62,625 23,7408 LCL = 38,8842 Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 4 terlihat bahwa selama periode Januari 2017 hingga Maret 2017, PT. XYZ memiliki nilai tengah (Central Line) sebesar 62,625 dengan nilai batas kendali atas (Upper Control Limit) sebesar 86,3658 dan batas kendali bawah (Lower Control Limit) sebesar 38,8842. Langkah selanjutnya dalam pengukuran stabilitas proses adalah membuat peta kendali C (C- Chart) terhadap data cacat proses pengelasan selama periode Januari 2017 hingga Maret 2017 di PT. XYZ. Berikut visualisasi grafik peta kendali C yang ditampilkan pada Gambar 4. 150 Peta Kendali C Proses Pengelasan 100 50 0 0 2 4 6 8 10 Defect Qty UCL CL LCL Gambar 4: Hasil Pengukuran Stabilitas Proses Pengelasan Berdasarkan Gambar 4 hasil pengukuran stabilitas proses pengelasan di PT. XYZ, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa data cacat yang berada di luar batas toleransi peta kendali C. Sampel cacat pada minggu pertama dan ke tujuh berada di batas bawah yang berarti dalam minggu minggu pertama dan ke tujuh tersebut, terdapat banyak perbaikan atau pengerjaan ulang (repair / rework) pada hasil pengelasan. Sedangkan sampel cacat pada minggu ke enam berada di batas atas yang menandakan dalam minggu ke enam tersebut terdapat banyak hasil pengelasan yang mengalami kegagalan atau terbuang.sehingga dapat dinilai bahwa proses pengelasan di PT. XYZ masih dalam kondisi yang tidak stabil, karena terdapat tiga titik yang berada diluar batas kendali (out of control) dalam delapan minggu terakhir. www.jurnal.uniga.ac.id 7

3.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses Pengukuran kapabilitas proses dilakukan melalui perhitungan DPMO (Defect Per Million Opportunities). Kemudian apabila telah diperoleh nilai DPMO dilakukan konversi ke perhitungan nilai sigma level. berikut ditampilkan Tabel 5 untuk mengukur kapabilitas proses pengelasan periode Januari 2017 hingga Maret 2017. Tabel 5: Pengukuran Kapabilitas Proses Pengelasan Minggu Jumlah Cacat (Titik Lasan) Berdasarkan hasil pengukuran kapabilitas proses pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa selama periode Januari 2017 Maret 2017 hasil proses pengelasan yang mengalami kecacatan sebesar 501 titik pengelasan dari total 3799 radiography films yang dihasilkan proses Non Destructive Testing (NDT). Untuk mengetahui jumlah kecacatan yang muncul dalam satu juta kali proses, maka dilakukan perhitungan DPMO dengan rumus 3.4 sebagai berikut. DPMO = Output (Radiography Films) Jumlah Cacat Unit yang diproduksi CTQ DPMO = 0,04395893 1.000.000 = 43.958,93 X 1.000.000...(3) Hasil perhitungan DPMO menunjukan bahwa jumlah kecacatan yang muncul setiap satu juta kesempatan pada proses pengelasan di PT. XYZ adalah 43958,93. Selanjutnya untuk dapat mengetahui level sigma, maka dapat digunakan tabel konversi six sigma dan kalkulator six sigma. Hasil konversi sigma level menunjukan bahwa berdasarkan tabel konversi six sigma, kualitas proses pengelasan di PT. XYZ berada pada sigma 3,21 dengan nilai DPMO sebesar 43.958,93. PT. XYZ berada diatas sigma level 3 dengan nilai DPMO 66.807 dan dibawah sigma level 4 dengan nilai DPMO 6.210. 3.3 Analyze 3.3.1 Mengidentifikasi Cacat dengan Diagram Sebab-Akibat DPO DPMO Sigma Level 1 28 168 0,0556 55555,56 3,11 2 71 346 0,0684 68400,77 2,99 3 60 375 0,0533 53333,33 3,11 4 82 398 0,0687 68676,72 2,99 5 70 641 0,0364 36401,46 3,29 6 126 1043 0,0403 40268,46 3,25 7 26 422 0,0205 20537,12 3,54 8 38 406 0,0312 31198,69 3,36 Total 501 3799 Rata-Rata 45.222,53 3,21 Pada Gambar 5, 6 dan 7 akan ditampilkan akar penyebab masalah yang menyebabkan terjadinya cacat slag inclusion, lack of fusion dan porosity pada proses pengelasan dengan menggunakan diagram sebab-akibat. www.jurnal.uniga.ac.id 8

Gambar 5: Diagram Sebab-Akibat Cacat Slag Inclusion Berdasarkan hasil analisis akar penyebab masalah dengan menggunakan diagram sebab-akibat pada Gambar 5 diketahui terdapat beberapa faktor munculnya sebab terjadinya cacat slag inclusion pada proses pengelasan. Selanjutnya diagram sebab-akibat untuk jenis kecacatan lack of fusion akan ditampilkan pada Gambar 6. Gambar 6: Diagram Sebab-Akibat Cacat Lack of Fusion Berdasarkan hasil analisis akar penyebab masalah dengan menggunakan diagram sebab-akibat pada Gambar 6 diketahui terdapat beberapa faktor munculnya sebab terjadinya cacat lack of fusion pada proses pengelasan. Selanjutnya diagram sebab-akibat untuk jenis kecacatan porosity akan ditampilkan pada Gambar 7. Gambar 7: Diagram Sebab-Akibat Cacat Porosity www.jurnal.uniga.ac.id 9

Berdasarkan hasil analisis akar penyebab masalah dengan menggunakan diagram sebab-akibat pada Gambar 7 diketahui terdapat beberapa faktor munculnya sebab terjadinya cacat porosity pada proses pengelasan. 3.3.2 Analisis FMEA FMEA merupakan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko yang berhubungan dengan potensi kegagalan. Untuk menyelesaikan masalah yang ada berkaitan dengan jenis cacat Slag Inclusion, Lack of Fusion dan porosity, pada tabel FMEA terdapat perhitungan nilai risiko prioritas (RPN) yang merupakan hasil perhitungan antara nilai keparahan (S), kejadian (O) dan deteksi (D). Melalui hasil analisis FMEA dari kelima faktor yang mempengaruhi kecacatan proses pengelasan di PT. XYZ ditemukan bahwa, faktor yang paling kritis sebagai penyebab munculnya jenis cacat slag inclusion dan lack of fusion adalah faktor metode, sedangkan cacat porosity adalah faktor material. 3.4 Keuntungan Penerapan Six Sigma 3.4.1 Penurunan Tingkat Kecacatan Saat ini nilai DPMO yang dimiliki PT. XYZ adalah sebesar 43.958,93, dengan program peningkatan kualitas six sigma, pada tahap awal PT. XYZ diharapkan mampu mencapi tingkat six sigma 4 dengan tingkat DPMO 233. Jika PT. XYZ menargetkan tingkat 4 dengan DPMO sebesar 6.210, maka jumlah cacat yang harus dimiliki 71 Titik pengelasan dengan perhitungan sebagai berikut. DPMO = Jumlah Cacat Unit yang diproduksi CTQ Jumlah Cacat DPMO = X 1.000.000 3.799 x 3 Jumlah Cacat 6.210 = X 1.000.000 11.397 70.775.370 = Jumlah Cacat 1.000.000 Jumlah Cacat = 70,77537 ~ 71 titik pengelasan X 1.000.000..(4) Jika hal ini tercapai, maka kebutuhan pelangaan akan terpenuhi (Voice of Customer) bahkan melebihi harapan pelanggan, sehingga kepercayaan pelanggan terhadap PT. XYZ pun semakin meningkat. Di samping itu, citra perusahaan akan semakin baik di dunia industri konstruksi fasilitas offshore dalam usaha memperoleh pelanggan baru. Tabel 6: Perbandingan peningkatan level sigma Sebelum (level sigma 3,21) Sesudah (level sigma 4) 501 titik las 71 titik las Defect Rate = x 100 % Defect Rate = 3. 799 titik las 3.799 titik las x100% Defect Rate = 13, 18 % Defect Rate = 1, 86 % Berdasarkan Tabel 4.20 dapat diketahui tingkat kecacatan (defect rate) proses pengelasan di PT. XYZ saat ini adalah 13,18 % dibandingkan dengan tingkat kecacatan apabila PT. XYZ mampu meningkatkan level sigma menjadi 4 sigma, maka terjadi penurunan tingkat kecacatan menjadi 1,86 %. www.jurnal.uniga.ac.id 10

3.4.2 Penurunan biaya perbaikan (Repair Cost) pada proses pengelasan Terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh peningkatan kualitas six sigma, salah satunya yaitu keuntungan dari segi biaya yang bisa dihemat, berkaitan seberapa besar PT. XYZ telah mengeluarkan biaya untuk melakukan perbaikan terhadap hasil pengelasan yang cacat. Untuk mengestimasi biaya dari faktor-faktor yang mempengaruhi biaya perbaikan (repair) pada proses pengelasan. Tabel 7: Perhitungan Biaya Perbaikan Proses Pengelasan Minggu Defect Qty Price (USD) Biaya (Rupiah) Total (Rupiah) 1 28 25 338.903,75 9.489.305 2 71 25 338.903,75 24.062.166,25 3 60 25 338.903,75 20.334.225 4 82 25 338.903,75 27.790.107,5 5 70 25 338.903,75 23.723.262,5 6 126 25 338.903,75 42.701.872,5 7 26 25 338.903,75 8.811.497,5 8 38 25 338.903,75 12.878.342,5 Total 501 25 5.639.358,40 169.790.778,8 Dari tabel 7 diperoleh data bahwa, estimasi biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan berkaitan dengan perbaikan terhadap hasil pengelasan yang mengalami kecacatan sebesar Rp. Rp. 169.790.778,8. Jika perusahaan melaksanakan program peningkatan kualitas six sigma ke tingkat 4 sigma dengan jumlah cacat 71 titik pengelasan, yang dimana saat ini PT. XYZ pada tingkat 3 sigma akan terjadi penurunan biaya perbaikan terhadap hasil pengelasan yang cacat dengan perbandingan yang diuraikan pada Tabel 8. Tabel 8: Perbandingan Biaya Perbaikan Sebelum (level sigma 3,21) Sesudah (level sigma 4) Jumlah cacat Biaya Perbaikan Jumlah cacat Biaya Perbaikan 501 Titik Pengelasan Rp.338.903,75/cacat 71 Titik Pengelasan Rp.338.903,75/cacat Rp. 169.790.778,8 Rp. 24.062.166,25 Berdasarkan perbandingan biaya yang diuraikan pada tabel 8, maka PT. XYZ akan mampu menghemat biaya perbaikan hingga sekitar 85,82 % dari total biaya perbaikan dengan jumlah cacat 501 titik pengelasan. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Jenis kecacatan yang sering muncul dalam proses pengelasan di PT. XYZ adalah slag inclusion sebesar 35,37 %, lack of fusion sebesar 25,62 % dan porosity sebesar 21,82 % dari total keseluruhan defect yang terjadi. Sedangkan untuk jenis cacat root concavity memilik persentase 9,42 % dan jenis cacat undercut memiliki persentase terkecil yaitu 7,8 %. Berdasarkan prinsip analisis menggunakan diagram pareto yaitu dengan aturan 80%- 20%, dimana total presentase munculnya jenis kecacatan Slag Inclusion, Lack of Fusion dan Porosity sebesar 82,8 %, maka ditetapkan bahwa jenis cacat yang ditetapkan sebagai www.jurnal.uniga.ac.id 11

Critical to Quality (CTQ) pada proses pengelasan di PT. XYZ adalah cacat Slag Inclusion, Porosity dan Lack of Fusion. 2. Hasil dari pengukuran kapabilitas proses, diketahui bahwa nilai DPMO proses pengelasan di PT. Profab Indonesia adalah 43.958,93 dengan level sigma berada di 3,21 sigma. Hasil perhitungan DPMO ini menunjukan bahwa dalam setiap satu juta kesempatan akan muncul 43.958,93 kecacatan pada proses pengelasan di PT. Profab Indonesia. Selain itu, berdasarkan hasil pengukuran stabilitas proses, bahwa terdapat 3 titik hasil pengelasan yang berada diluar batas kendali (out of control), sehingga dapat dinilai bahwa PT. Profab Indonesia belum sepenuhnya mampu mengendalikan kualitas proses pengelasan. 3. Berdasarkan diagram sebab-akibat, faktor yang mempengaruhi kecacatan proses pengelasan berasal dari faktor manusia, mesin, metode, material dan lingkungan. Selain itu, melalui hasil analisis FMEA dari kelima faktor yang mempengaruhi kecacatan proses pengelasan di PT. XYZ ditemukan bahwa, faktor yang paling kritis sebagai penyebab munculnya jenis cacat slag inclusion dan lack of fusion adalah faktor metode, sedangkan cacat porosity adalah faktor material. 4. Berdasarkan hasil analisis penyebab cacat menggunakan diagram sebab akibat dan analisis FMEA, maka dilakukan perancangan tabel action plan yang bertujuan untuk penanganan masalah penyebab kecacatan pengelasan untuk jenis kecacatan slag inclusion, porosity dan lack of fusion. Melalui perancangan tabel action plan tersebut diharapkan dapat mengurangi peluang munculnya penyebab cacat pengelasan di masa yang akan datang. 5. Daftar Pustaka Gaspersz, Vincent, & Avanti Fontana. (2011) Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries (Jilid Pertama). Bogor: Vinchristo Publication. Gaspersz, Vincent. (2011). Total Quality Management untuk Praktisi Bisnis dan Industri. Bogor: Vinchristo Publication. Gaspersz, Vincent. (2002).Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MNBQA DAN HACCP. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Heizer, Jay &, Render, Barry. 2015. Manajemen Operasi: Manajemen Keberlangsungan dan Rantai Pasokan. Jakarta: Salemba Empat. International Trade Administration. (2016, Mei). 2017 Top Markets Report Upstream Oil and Gas Equipment. Industry & Analysis, 11-12. Tersedia: www.trade.gov /topmarkets /pdf/oil_and_gas_executive_summary.pdf. Project Repair Rate. (2017). Data proyek Perusahaan XYZ. Batam: Perusahaan XYZ www.jurnal.uniga.ac.id 12