BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. sektor perekonomian yang sangat berkembang di propinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, isi kebun di Indonesia adalah berupa tanaman buah-buahan,

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

TINJAUAN PUSTAKA. konsumen akan barang tersebut turun, apabila semua faktor-faktor lain yang

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk yang menguntungkan kan adalah jamur konsumsi. konsumsi atau sering dikenal dengan istilah mushroom merupakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

PENDAHULUAN. dan banyak penduduk masih bergantung pada sektor ini, sehingga di masa

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Lampiran 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010.

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

,85 8,44 - Sumatera Utara ,01 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pangan yang memiliki protein hewani antara lain daging, telur, susu, ikan dan

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya memegang peranan penting dari

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Daging Sapi Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia adalah sapi asli Indonesia dan Sapi Impor. Jenis-jenis sapi potong tersebut mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun genetiknya (laju pertumbuhan) (Tim Karya Mandiri, 2009). Ternak sapi mampu menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama daging sapi. Menurut Sudarmono (2008), daging sapi sangat besar manfaatnya dalam memenuhi kebutuhan gizi berupa protein hewani. Karena sapi merupakan hewan pemakan rumput yang berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang kemudian diubah menjadi bahan bergizi tinggi dan diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Protein dari daging sapi sangat penting karena mengandung semua asam amino esensial termasuk yang mengandung mineral S yang tidak dimiliki oleh protein nabati dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan mudah dicerna. Selain itu daging sapi juga merupakan sumber utama mineral Ca, P, Zinc, Fe serta vitamin B2, B6 dan B12 yang penting bagi tubuh manusia (Talib, 2008). Daging sapi yang dijual umumnya dalam kondisi tua atau muda. Tekstur daging sapi yang diperoleh dari kedua jenis sapi pun berbeda. Daging sapi muda berwarna merah terang dengan serat-serat yang halus, konsistensinya lembek, serta bau dan rasanya berbeda dengan daging sapi dewasa. Sementara itu, daging

sapi tua berwarna merah pucat, berserabut halus dengan sedikit pucat, konsistensi liat, serta bau dan rasa sangat beraroma (Fikar, 2010). Daging sapi yang mutunya baik biasanya hanya diperoleh sekitar 40% dari berat hewan secara keseluruhan dan sekitar 70% dari berat karkas. Karkas merupakan bagian tulang dan daging yang telah terpisah dari kepala, kulit, kaki dan jeroan (Darmono, 1998). 2.1.2 Produksi Daging Sapi Lokal Sapi pedaging secara umum terdiri dari dua jenis sapi utama yaitu Bos taurus dan Bos indicus. Jenis sapi lainnya di luar dari jenis sapi utama berasal dari hasil perkawinan silang antara sapi dengan spesies lain seperti banteng, bison dan kerbau yang disebut dengan Bos bibos. Sedangkan untuk Indonesia jenis sapi yang dijadikan sebagai sumber daging adalah Sapi Bali, Sapi Ongole, Sapi PO (Peranakan Ongole) dan Sapi Madura (Tim Karya Mandiri, 2009). Ternak sapi potong sebagai salah sumber makanan berupa daging. Produktivitas daging sapi saat ini masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih jauh dari target yang dibutuhkan konsumen. Hal ini dikarenakan produksi daging sapi yang masih rendah dan dipengaruhi oleh tingkat populasi ternak sapi yang masih jauh dari jangkauan. Sebagian besar ternak sapi potong masih diusahakan dalam skala kecil, dengan penggunaan lahan dan modal yang masih terbatas (Sugeng, 2000). Menurut Dwiyanto (2006), masalah produksi dan reproduksi sapi pedaging belum optimal. Waktu rata-rata umur sapi Indonesia untuk pertama melahirkan masih lambat yaitu lebih dari 4,5 tahun dan jarak kelahiran yang panjang hingga 18 bulan. Hal ini perlu adanya manajemen perawatan ternak

sehingga dapat mempercepat umur sapi melahirkan menjadi 3,5 tahun. Perawatan yang baik, seekor sapi mampu menghasilkan 1 ekor anak dalam setahun. Sapi betina yang produktif jika dipelihara dengan baik, mampu menghasilkan anak 2-3 ekor sepanjang hidupnya. Produksi daging sapi disetiap daerah umumnya berbeda-beda tergantung dari ketersediaan sapi lokal dan tingkat kebutuhan. Adapun jumlah produksi daging sapi di beberapa daerah di Sumatera Utara. Tabel 4. Produksi Daging Sapi di Sumatera Utara 2011 Kabupaten/Kota Produksi (Ton) Nias 69,10 Mandailing Natal 370,33 Tapanuli Selatan 217,22 Tapanuli Tengah 103,63 Tapanuli Utara 49,17 Toba Samosir 51,14 Labuhan Batu 341,35 Asahan 988,65 Simalungun 1.644,03 Dairi 60,46 Karo 2.064,15 Deli Serdang 2.678,79 Langkat 663,33 Nias Selatan 15,22 Humbang Hasundutan 6,73 Pakpak Bharat 15,90 Samosir 63,02 Serdang Bedagai 75,57 Batu Bara 1.722,01 Padang Lawas 187,60 Padang Lawas Utara 1.677,93 Labuhan Batu Utara 203,64 Labuhan Batu Selatan 23,45 Sibolga 19,08 Tanjung Balai 147,34 Pematang Siantar 112,49 Tebing Tinggi 151,20 Medan 3.233,36 Binjai 930,31 Padang Sidempuan 392,97 Nias Utara 11,06 Nias Barat 4,99 Gunung Sitoli 4,11 Jumlah 18.299,35 Sumber: Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2013

Berdasarkan tabel 4, Produksi daging sapi di Provinsi Sumatera Utara mencapai 18.299,35 ton, dengan produksi terbanyak di Kota Medan mencapai 3.233,36 ton, sedangkan untuk produksi terendah berada pada daerah Gunung Sitoli sebesar 4,11 ton pada tahun 2011. 2.1.3 Impor Sapi Dalam penyediaan daging sapi terdapat tiga pelaku utama yang perlu diperhatikan karena peranan ketiganya yang cukup signifikan dalam pencapaian ketahanan pangan daging sapi. Ketiga pelaku tersebut adalah peternakan sapi rakyat yang mengusahakan sapi lokal, industri penggemukan sapi yang mengandalkan sapi bakalan impor dan industri daging dan jeroan yang menggunakan produk daging sapi asal impor (Talib, 2008). Rendahnya produksi sapi domestik menyebabkan rendahnya pula memenuhi kebutuhan akan daging sapi. Usaha yang telah dilakukan untuk menangani kekurangan sapi potong diantaranya adalah mengimpor sapi bakalan yang dilakukan sejak awal tahun 1990 dan terus meningkat hingga puncaknya tahun 1997, yaitu sebanyak 428 ribu ekor (Dwiyanto, 2006). Awalnya pemenuhan permintaan daging dapat disediakan oleh peternakan rakyat. Akan tetapi karena semakin tinggi populasi masyarakat Indonesia maka kemampuan peternakan rakyat dalam memenuhi permintaan daging makin rendah. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan impor sapi bakalan yang akan digemukkan di dalam negeri selama beberapa bulan (Anonimus 1, 2010). Ada 7 negara yang menguasai hampir 70% sebagai produsen sapi tetapi tidak semua negara produsen termasuk sebagai negara eksportir utama. Amerika Serikat, Brasil dan Cina adalah 3 negara produsen yang memiliki lebih dari 50%

sapi potong dunia. Sedangkan Brasil, Australia, New Zealand, India dan Kanada menguasai 75% ekspor sapi potong dunia (Talib, 2008). Indonesia mengimpor sapi hidup dari Australia. Jenis sapi yang diimpor yaitu Sapi Bos indicus seperti jenis sapi Brahman atau jenis campuran silang seperti sapi jenis Braford dan Droughtmaster. Sapi-sapi jenis ini sangat berhasil diternakkan di daerah tropis. Karena mempunyai ciri-ciri tahan panas, tahan terhadap kekeringan, dan serangan kutu. Sapi tersebut juga mempunyai ciriciri sapi jenis Bos taurus, misalnya laju pertumbuhannya tinggi, produksi susunya banyak, dan tingkat kesuburannya tinggi (Anonimus 3, 2010). Sapi bakalan impor diperoleh dari Australia, walaupun harga ketika tiba di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti musim, cuaca, jarak tetapi tetap diminati oleh pihak industri penggemukan sebagai prioritas utama, karena harga beli oleh industri lebih menguntungkan daripada menggunakan sapi lokal (Talib, 2008). Indonesia memilih mengimpor sapi dari Australia dan Selandia Baru selain lebih dekat juga berkaitan dengan kebijakan country based atau mengimpor sapi berbasis keamanan dan kesehatan disatu negara. Sapi yang berasal dari negara lain seperti India dan Brazil belum bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Tujuan dari penolakan masuknya sapi dari negara tersebut karena dikhawatirkan penyakit dapat menular pada ternak yang ada di Indonesia (Anonimus 4, 2012). Terdapat berbagai jenis kebutuhan pangan bangsa Indonesia yang masih disediakan melalui kegiatan impor. Ini dikarenakan ketersediaan kebutuhan

pangan bagi masyarakat masih jauh dari yang dibutuhkan. Adapun total impor bahan pangan yang dilakukan pada tahun 2009. Tabel 5. Total Nilai Impor Bahan Pangan Indonesia Periode Januari- Juli 2009 No Impor Bahan Pangan Indonesia Januari-Juli 2009 1 Susu 31,04% 2 Sapi Bakalan 25,53% 3 Daging Sapi 9,86% 4 Mentega 3,83% 5 Wol dan Limbah Wol 3,44% 6 Keju 3,08% 7 Hati/Jeroan Sapi 2,55% 8 Obat Hewan 2,20% 9 Hati/Jeroan Non Sapi 2,14% 10 Telur Konsumsi 0,48% 11 Daging Kambing/Domba 0,23% Sumber: Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol1 No.2, 2013 Berdasarkan tabel 5, impor sapi bakalan merupakan impor terbanyak kedua setelah susu yaitu sebesar 25,53% sedangkan untuk impor daging sapi terbanyak ketiga dari seluruh total impor bahan pangan di Indonesia pada Januari- Juli 2009 yaitu sebesar 9,86%. 2.1.4 Konsumsi Daging Sapi Pangan yang dikonsumsi oleh penduduk terdiri dari pangan pokok dan pangan hewani. Pangan pokok sebagai sumber karbohidrat sebagian besar dipenuhi dari konsumsi beras, sedangkan pangan hewani (protein) banyak diperoleh dari konsumsi daging, ikan, telur dan susu. Protein hewani ini berperan dan berfungsi sebagai zat pembangun struktur tumbuh, zat pengatur (biokatalisator), sumber energi dan sebagai hormon (Nugroho, 2008). Penduduk mengacu pada sejumlah manusia yang berdiam dalam suatu wilayah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dalam suatu wilayah akan menambah pula jumlah kebutuhan hidup. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka

kebutuhan daging sapi juga akan meningkat. Sebaliknya, semakin rendah jumlah penduduk maka kebutuhan daging sapi juga akan berkurang (Supranto, 2007). Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Setiap bahan pangan mempunyai kandungan gizi yang berbeda-beda baik jumlah maupun jenisnya. Bahkan sesama bahan pangan pun ada yang berbeda jumlahnya, untuk daging sapi mempunyai kandungan protein paling tinggi dibanding dengan daging hewan lainnya (Anonimus5, 2009). 2.1.5 Harga Daging Sapi Laju permintaan daging sapi yang lebih tinggi dari laju pasokan domestik menyebabkan harga daging sapi domestik selalu meningkat, hingga pasokan impor semakin membesar. Harga impor yang lebih murah justru menyesuaikan dengan harga domestik yang cenderung naik (Ilham, 2009). Dari aspek konsumsi berdasarkan budaya dan rasa, posisi daging sapi tidak tergantikan dengan daging lain. Ketersediaan daging sapi selalu dibutuhkan baik pada kelompok kelas pendapatan tinggi, sedang maupun rendah. Perilaku konsumen yang demikian menyebabkan harga daging sapi terus meningkat. Pemicu kenaikkan harga terutama pada saat menjelang hari besar keagamaan seperti menjelang bulan puasa dan hari raya (Ilham, 2009). Pada usaha sapi potong harga relatif stabil, namun cenderung terus meningkat. Jika terjadi peningkatan harga tidak akan turun kembali. Walaupun harga daging sapi akan turun namun tidak akan kembali pada kondisi semula. Apalagi pada kondisi yang lebih rendah. Selain itu, konsumen daging sapi

umumnya kelas menengah ke atas. Pada konsumen ini, kenaikkan harga tidak berpengaruh nyata terhadap permintaannya (Ilham, 2009). Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), rata-rata kenaikan harga komoditas daging sapi per tahun mencapai 9,0%. Dengan kenaikan harga tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai angka 14,4% dibandingkan pada tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 50.036/kg menjadi Rp 57.259/kg. Harga daging sapi pada periode tahun 2003-2012 mengalami gejolak kenaikan harga sebesar 27,3%. Secara nasional, perkembangan harga daging sapi pada tahun 2012 (sampai dengan bulan September 2012) berangsurangsur mengalami kenaikan dari awal Januari dan mulai mengalami lonjakan harga pada bulan Juli (menjelang puasa), yaitu mencapai angka 3,36% dari Rp 74.393/kg menjadi Rp 76.895/kg. Sedangkan tingkat harga pada bulan Agustus 2012 terus bergerak naik mencapai 3,78% dari Rp 76.895/kg menjadi Rp 79.800/kg (Anonimus 7, 2012). 2.1.6 Penelitian Sebelumnya Penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara oleh Ronald Siahaan (2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa usaha peternakan sapi potong di Sumatera Utara periode tahun 2001-2010 masih didominasi oleh peternakan rakyat, dengan sistem pemeliharaan yang masih sederhana dan tradisional. Permintaan daging sapi dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga daging, pendapatan per kapita, harga telur dan harga ayam. Penawaran daging sapi dipengaruhi oleh jumlah sapi impor, harga daging, jumlah sapi yang diinseminasi, harga sapi, daging impor dan jumlah populasi sapi. Jumlah sapi impor merupakan

faktor paling besar mempengaruhi jumlah penawaran, sementara harga sapi hidup mempengaruhi jumlah penawaran daging sapi. Elastisitas harga terhadap permintaan daging sapi adalah inelastis. Elastistas pendapatan terhadap permintaan daging sapi adalah inelastis. Elastisitas silang terhadap daging ayam dan daging sapi adalah subsitusi. Elastistas harga terhadap penawaran daging sapi adalah inelastis. Penelitian yang berjudul Pengaruh impor daging sapi terhadap tingkat harga daging sapi domestik Indonesia tahun 1993-2009 oleh Kurniawan (2011). Penelitian ini menguji pengaruh produksi daging sapi domestik, konsumsi daging sapi domestik, harga daging sapi dunia, nilai kurs dan volume impor daging sapi terhadap tingkat harga daging sapi domestik dunia tahun 1993-2009. Untuk mengujinya peneliti menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Squared (OLS). Hasil penelitiannya adalah bahwa produksi daging sapi domestik, konsumsi daging sapi domestik, haga daging sapi dunia, nilai kurs dan volume impor daging sapi secara signifikan mempengaruhi tingkat harga daging sapi domestik Indonesia. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Permintaan Permintaan suatu barang berkaitan dengan jumlah permintaan atas suatu barang pada tingkat harga tertentu. Konsumen dapat menentukan jumlah barang yang dikonsumsi tergantung pada harga tersebut. Pada umunya semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit permintaan akan barang tersebut. Sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang, maka semakin banyak jumlah permintaan akan barang tersebut ( Bangun, 2007)

Menurut Bangun (2007), Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu komoditi ditentukan oleh banyak faktor, seperti: 1. Harga komoditi itu sendiri Jika harga semakin murah, permintaan terhadap suatu produk akan bertambah. Hal ini berkaitan dengan hukum permintaan, jika harga suatu barang meningkat cateris paribus, jumlah suatu barang yang diminta akan berkurang, dan begitu sebaliknya. 2. Harga komoditi lain yang berkaitan erat dengan komoditi tersebut Pengaruh harga komoditas lain terhadap jumlah permintaan suatu barang tergantung pada jenis barangnya. Jenis barang yang ditentukan yaitu barang subsitusi dan barang komplementer. 3. Pendapata rumah tangga dan pendapata masyarakat Tingkat pendapatan mencerminkan daya beli. Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka daya beli akan suatu barang juga akan meningkat. 4. Selera Semakin tinggi minat dan keinginan konsumen terhadap suatu barang, maka akan semakin tinggi pula tingkat permintaannya. Sebaliknya semakin berkurang keinginan konsumen akan suatu barang maka permintaanta juga akan berkurang. 5. Jumlah penduduk Jumlah penduduk merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar pula kecendrungan masyarakat untuk meningkatkan jumlah permintaan.

6. Perkiraan harga di masa mendatang Perkiraan harga suatu barang di masa yang akan datang akan mempengaruhi jumlah permintaan suatu barang. Apabila diramalkan terjadi kenaikkan harga suatu barang tertentu dimasa yang akan datang, maka permintaan barang tersebut akan bertambah. Sebaliknya, apabila diramalkan harga suatu barang akan turun dimasa yang akan datang maka permintaan suatu barang akan berkurang. Perubahan permintaan dapat dibedakan menjadi: 1. Pergerakan sepanjang kurva permintaan Perubahan permintaan sepanjang kurva permintaan terjadi bila harga komoditi yang diminta berubah (naik atau turun). Penurunan harga komoditi tersebut akan menaikkan jumlah yang diminta dan kenaikkan harga komoditi mengurangi jumlah yang diminta. 2. Pergeseran kurva permintaan Pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri disebabkan oleh perubahan permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain harga komoditi tersebut. 2.2.2 Teori Penawaran Penawaran menggambarkan hubungan antara harga dengan jumlah penawaran atas suatu barang. Apabila harga naik, maka jumlah penawaran akan suatu barang bertambah, dan sebaliknya jika harga barang turun, maka jumlah barang yang ditawarkan akan berkurang (Bangun, 2007).

Menurut Bangun (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran: 1. Harga komoditi itu sendiri Jika harga suatu barang menurun maka jumlah barang yang akan ditawarkan juga akan menurun. Hal ini berkaitan dengan hukum penawaran, jika harga suatu barang meningkat cateris paribus, maka jumlah komoditi yang ditawarkan juga akan meningkat dan juga sebaliknya. 2. Harga komoditi lain Adanya perubahan harga produk alternatif lain yang menyebabkan terjadinya jumlah peningkatan produksi atau semakin menurun. 3. Biaya produksi Besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan maka akan mempengaruhi jumlah input yang di pakai. Jika harga dari input produksi menurun maka produsen akan cenderung membeli input dalam jumlah yang relatif besar. 4. Tingkat teknologi Penggunaan teknologi baru sebagai pengganti teknologi lama akan mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. 5. Jumlah lembaga pemasaran Apabila jumlah lembaga pemasaran suatu produk semakin banyak, maka penawaran produk tersebut akan bertambah. 2.2.3 Teori Harga Harga pasar suatu komoditi dan jumlah yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut. Dengan harga pasar dimaksudkan harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Analisis permintaan dan penawaran digunakan untuk menggambarkan mekanisme pasar.

Tanpa campur tangan pemerintah, permintaan dan penawaran dengan sendirinya akan mencapai keseimbangan harga dan jumlah komoditi yang diperjualbelikan (Sugiarto, 2000). Kurva penawaran menunjukkan jumlah barang yang bersedia dijual oleh para produsen pada harga yang akan diterimanya di pasar, sambil mempertahankan agar setiap faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran tetap. Sedangkan kurva permintaan menyatakan berapa banyak konsumen bersedia membeli karena harga per unit berubah (Pyndick, 2003). Harga suatu barang ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar. Keseimbangan pasar tersebut terjadi jika jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta. Hukum harga menyatakan, bahwa perubahan penawaran akan menyebabkan berubahnya harga dalam arah yang berlawanan dengan asumsi permintaan tetap. Apabila permintaan tetap, kenaikkan penawaran akan menyebabkan penurunan harga dan sebaliknya penurunan penawaran akan menyebabkan naiknya harga (Sukirno, 2002). Menurut Lipsey (1995), bahwa permintaan dan penawaran berinteraksi dalam menentukan harga dalam suatu pasar. Kondisi keseimbangan akan tercapai jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik produsen maupun konsumen sama-sama diuntungkan. Gambar 1, pada kondisi harga di titik Pd, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibandingkan jumlah yang diminta konsumen, terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran (excess demand). Dalam hal ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani membayar dengan

harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Pada kondisi ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga. Selanjutnya, jika harga berada pada Pu, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih besar dibandingkan jumlah yang diminta konsumen, dalam hal ini terjadi kelebihan penawaran atas permintaan (excess supply). Kondisi ini dimana produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran tersebut bisa terjual. Jadi pada excess supply akan ada suatu tekanan ke bawah terhadap harga. Akhirnya kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada Pe, dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kedua pihak, baik konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Kondisi inilah yang disebut sebagai kondisi keseimbangan, dimana jumlah dan harga yang terjadi sama-sama disetujui oleh kedua pihak. Penawaran Pu Pe Pd Permintaan Jumlah Gambar 1. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran

2.3 Kerangka Pemikiran Sapi merupakan salah satu jenis ternak sebagai penyedia kebutuhan pangan hewani. Penyediaan kebutuhan daging sapi di Sumatera Utara diperoleh dari peternakan sapi rakyat dan industri penggemukan sapi potong. Dimana peternakan rakyat baru mampu memenuhi kebutuhan daging sapi sekitar 70% sedangkan sisanya 30% disediakan oleh industri penggemukan sapi potong. Peternakan rakyat masih menggunakan sistem pemeliharaan yang tradisional. Dimana para peternak hanya memiliki lahan dan modal yang masih terbatas. Sehingga kemampuan peternak rakyat belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi domestik. Industri penggemukan sapi potong memperoleh sapi bakalan dari Australia. Indonesia memilih Australia karenakan sapi potong yang ada di negara tersebut sudah terbebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK). Sapi yang diimpor berumur 1-2 tahun. Hal ini dikarenakan pada umur tersebut sapi sedang mengalami masa pembentukan rangka dan pembentukan jaringan daging. Sistem penggemukan dilakukan yaitu dengan pemberian pakan yang cukup seperti mineral, vitamin dan protein dalam waktu beberapa bulan hingga sapi mencapai bobot ideal untuk menghasilkan daging yang berkualitas. Tingkat konsumsi masyarakat untuk daging sapi terus meningkat setiap tahunnya. Menurut Aziz (2003), Sejumlah barang yang diminta konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti selera, musim, pendapatan dan harga barang lainnya yang berkaitan. Begitu juga dengan tingkat konsumsi daging sapi di Sumatera Utara

umumnya dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan, taraf hidup seseorang, hari besar keagamaan serta kesadaran akan pentingnya kebutuhan gizi protein hewani. Ketersediaan daging sapi belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Jumlah penawaran daging sapi masih rendah, sedangkan permintaannya terus meningkat yang akhirnya menyebabkan harga daging sapi juga ikut meningkat. Berdasarkan penjelasan tersebut adapun beberapa faktor yang mempengaruhi harga daging sapi lokal di Sumatera Utara yaitu produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya. Adapun kerangka pemikiran berkaitan dengan faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Produksi Daging Sapi 2. Impor Sapi 3. Konsumsi Daging Sapi 4. Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya Harga Daging Sapi : Faktor-Faktor : Mempengaruhi Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi di Sumatera Utara 2.4 Hipotesis Berdasarkan identifikasi masalah, hipotesis penelitian adalah ada pengaruh dari produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara.