BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut di mulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuaidengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah daratan. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Wilayah pesisir sangat rentan terhadap tekanan baik yang berasal dari darat maupun dari laut.salah satu tekanan yang mengancam keberlangsungan wilayah pesisir adalah adanya kenaikan muka air laut.kontribusi relativ dari pemuaian suhu dan pencairan es terhadap kenaikan muka laut adalah tidak pasti dan perkiraan ini dapat bervariasi.kedua faktor 1
tersebut dapat meningkatkan volume air laut di bumi dan meningkatkan tinggi muka laut. Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya gaya tarik benda-benda langit, terutama matahari dan bulan.meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya dari bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari.kenaikan muka air laut yang terus bertambah dikhawatirkan akan mengancam daerah-daerah pesisir sehingga menimbulkan kerugian baik dalam finansial maupun ekonomi. Hal ini akan merugikan bagi masyarakat yang melakukan aktivitas perekonomian yang berada di wilayah pesisir. Sehingga dampak kenaikan muka air laut tidak menggenangi daerah-daerah yang lebih rendah dari muka laut yang mengalami pasang tertinggi. Semarang merupakan kota yang memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garis pantai sepanjang kurang lebih 13 km. Hal ini pasti akan mengalami dampak dari kenaikan permukaan laut. Terjadinya penurunan muka tanah di Semarang juga akan memperburuk kenaikan muka air laut tersebut. Penurunan tanah tersebut terjadi akibat peristiwa konsolidasi (pemampatan) dan pengambilan air bawah tanah yang berlebihan (Sarbidi, 2002).Peristiwa tersebut mengakibatkan kawasan Semarang sering terjadi banjir saat air laut pasang. Banjir tersebut sering disebut banjir rob. Banjir tersebut menggenangi daerah-daerah yang permukaanya berada lebih rendah dari muka air laut saat pasang tertinggi. Kedalaman air akibat banjir rob bisa mencapai 20-60 cm dengan luas genangan diperkirakan mencapai 32,6 km 2 (Sarbidi, 2002). 2
Banjir rob yang terjadi di Semarang merupakan salah satu dampak dari kenaikan muka air laut. Permasalahan banjir rob di Semarang termasuk masalah yang hingga ini masih belum dipecahkan. Hal ini dikarenakan angka pasti kenaikan muka air laut di Semarang masih belum jelas. Menurut Tim Penelitian ITB (1990) dalam Abdurachim (2002) kenaikan muka air laut di Semarang mencapai 9,27 mm/tahun, menurut Manurung et al (2002) kenaikan muka laut di Semarang mencapai 6 mm/tahun, menurut Suripin (2002) dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa kenaikan muka laut di Semarang mencapai 5,01 cm/tahun. Sedangkan berdasarkan penelitian Adhitya (2003) dari mulai 1991 hingga tahun 1997 muka air laut rata-rata tahunan di Semarang mengalami kenaikan berkisar 1,5 6,7 cm. Akan tetapi pada tahun berikutnya sampai tahun 2000 permukaan laut justru mengalami penurunan sebesar 1,31 39,9 cm. Penelitian kerentanan wilayah pesisir sangat diperlukan dalam rangka mengurangi dampak serta kemungkinan-kemungkinan respon terkait terhadap perubahan fenomena yang berlangsung. Hal ini mengakibatkan perlu adanya prediksi untuk mengetahui seberapa tinggi muka air laut. Dari hasil prediksi tersebut diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan agar tidak mengalami kerugian yang cukup besar. Metode statisika sangat berperan penting dalam memprediksi maupun menduga estimasi tinggi muka air laut.salah satu metode yang digunakan adalah dengan pendekatan regresi nonparametrik.pendekatan regresi nonparametrik merupakan metode pendugaan model yang dilakukan berdasarkan pendekatan yang tidak terikat asumsi bentuk kurva regresi tertentu dimana kurva regresi 3
hanya diasumsikan smooth, sehingga regresi nonparametrik memiliki fleksibilitas yang tinggi karena data diharapkan mencari sendiri bentuk estimasi kurva regresinya tanpa dipengaruhi oleh faktor subyektifitas peneliti (Eubank, 1988).Pendekatan nonparametriksangat cocok digunakan dalam kehidupan nyata yang tidak diketahui pola hubungannya secara jelas. Salah satu model regresi dengan pendekatan nonparametrik adalah Spline.Spline merupakan model regresi yang mempunyai interpretasi statistik visual sangat khusus dan sangat baik.disamping itu, kelebihan Spline adalah cenderung mencari sendiri estimasi data kemana pun data tersebut bergerak.spline dapat mengatasi pola data yang menunjukkan naik atau turun yang tajam dengan bantuan titik-titik knots, serta kurva yang dihasilkan relatif mulus. Titik knots merupakan perpaduan bersama yang menunjukkan pola perilaku fungsi Spline pada selang yang berbeda (Hardle, 1990). Model regresi Spline berdasarkan ordenya yaitu linier, kuadratik, kubik, dan polinom. Bentuk estimator Spline sangat dipengaruhi oleh nilai parameter penghalus λ. Bentuk estimator Spline juga dipengaruhi oleh lokasi dan banyak titik knots (Budiantara, 2005). Oleh karena itu, pemilihan λ optimal mutlak diperlukan untuk memperoleh estimator Spline yang sesuai dengan data.pemilihan λ optimal dalam regresi Spline pada hakekatnya merupakan pemilihan lokasi titik knots (Eubank, 1988). Untuk nilai λ yang sangat besar akan menghasilkan kurva regresi yang sangat halus. Sebaliknya untuk nilai λ yang kecil akan memberikan bentuk kurva regresi yang sangat kasar (Wahba, 1990; Eubank, 1988; Budiantara, 1988). Model Spline terbaik dapat dilihat dari beberapa kriteria tertentu yaitu mempunyai nilai 4
Means Squared Error (MSE) dan nilaigeneralized Cross Validation (GCV) yang minimum. Regresi Spline sangat sesuai untuk kasus kehidupan nyata karena sifatnya yang fleksibilitas (dalam Wahyu Wibowo,2013) Dikarenakan data tinggi gelombang pasang surutmengalami fluktuasi, maka regresi Spline sesuai untuk memodelkan data tinggi gelombang pasang surut di Semarang.Dari hasil analisa tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat dan instansi yang terkait dalam menangani maupun dalam pengambilan kebijakan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang peneliti bahas dalam skripsi ini yaitu: 1. Bagaimana memodelkan tinggi gelombang pasang surut di Semarang menggunakan pendekatan regresi Spline. 2. Bagaimana nilai estimasi dari hasil permodelan regresi Spline pada data tinggi gelombang pasang surut di Semarang. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui model tinggi gelombang pasang surut di Semarang menggunakan metode regresi Spline 2. Mengetahui estimasi model regresi Spline untuk data tinggi gelombang pasang surut di Semarang. 5
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi masyarakat Dapat membantu masyarakatmenambah pengetahuan dan sebagai referensi mengenai regresi Spline. Dari regresi Spline tersebut dapat mengetahui gambaran data tinggi gelombang pasang surut di Semarang. b. Bagi pemerintah Dapat membantu pemerintah Semarangdalam pengambilan kebijakan tentang tata letak kota sehingga dapat terhindar dari dampak tinggi gelombang pasang surut. 1.5 Batasan Masalah Masalah yang diangkat dalam skripsi ini terlalu luas jika diteliti secara menyeluruh. Masalah yang menjadi obyek penelitian adalah: 1. Data yang diambil adalah data sekunder dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Maritim Semarang yaitu data tinggi gelombang pasang surut di Semarang tahun 2011-2012. 2. Permodelan tinggi gelombang pasang surut di Semarang menggunakan regresi Spline. 6