SKRIPSI INI MILIK ROIF HARDANI C

dokumen-dokumen yang mirip
2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

HUBUNGAN BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN TERHADAP SANITASI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT ARHI EKA PRIATNA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

7 KAPASITAS FASILITAS

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PETA LOKASI PENELITIAN 105

6 KEMAMPUAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 KEMAMPUAN PELELANGAN PENGELOLA TPI PPN PALABUHANRATU

6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

STUD1 HUBUNGAN HASIL TANGKAPAN DENGAN UKURAN BASKETNCTADAH HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI JAWA BARAT ROIF HARDANI SKRIPSI

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI. Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

5 KONDISI AKTUAL PENANGANAN DAN MUTU HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

PETA LOKASI PENELITIAN 105

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

5 PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Potensi hasil laut di Kabupaten Malang di pesisir laut jawa sangatlah

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

6 EFISIENSI DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT.

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

BAB III DESKRIPSI AREA

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5 PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

6 AKTIVITAS PERIKANAN TANGKAP BERBASIS DI PPI JAYANTI

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI NGNGREYENG DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) MINA UTAMA KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK

3 METODOLOGI. 3.1 Lama waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2010 di PPI Muara Angke, Jakarta.

Transkripsi:

SKRIPSI INI MILIK ROIF HARDANI C54103076

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tangkapan, terutama ikan, merupakan sumber bahan pangan berprotein yang dibutuhkan oleh masyarakat; selain itu juga sebagai bahan baku bagi industri pengolahan hasil perikanan. Hasil tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan berperan sebagai salah satu sumber pemasukan pendapatan bagi pelabuhan perikanan itu sendiri dan pemerintah daerah setempat. Semakin tinggi jumlah produksi hasil tangkapan, maka secara tidak langsung kesejahteraan nelayan dan pendapatan pelabuhan perikanan serta pemerintah daerah akan turut meningkat. Jumlah produksi hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan merupakan salah satu indikator ketersediaan fasilitas di pelabuhan perikanan tersebut (Lubis, 2005), karena dengan meningkatnya jumlah produksi hasil tangkapan didaratkan akan semakin meningkatkan aktivitas-aktivitas yang memanfaatkan hasil tangkapan seperti aktivitas penanganan, pemasaran, pendistribusian dan aktivitasaktivitas lainnya, sehingga diperlukan pengadaan dan atau pengembangan fasilitas untuk mendukung aktivitas-aktivitas yang memanfaatkan hasil tangkapan, misalnya cool room, cool storage, pabrik es, dan gedung tempat pelelangan ikan (TPI), serta fasilitas lainnya. Keberadaan pelabuhan perikanan sebagai prasarana perikanan tangkap selain berperan mendukung kegiatan perikanan tangkap juga dalam upaya mempertahankan mutu hasil tangkapan dan meningkatkan harga jual. Salah satu kegiatan mempertahankan mutu hasil tangkapan yang penting di pelabuhan perikanan adalah pemindahan hasil tangkapan yang tidak menyebabkan rusaknya mutu hasil tangkapan mulai dari palkah kapal ke dermaga, dermaga ke gedung TPI hingga sampai sebelum hasil tangkapan didistribusikan; tidak kalah pentingnya juga adalah selama ikan berada di dalam proses pelelangan/pemasaran. Di dalam proses kegiatan-kegiatan di atas, selain pentingnya penggunaan bahan es untuk mempertahankan mutu ikan, penggunaan wadah tempat ikan

2 (basket) adalah juga penting. Basket tidak hanya penting sebagai wadah yang merupakan bagian dari proses pemindahan/pengangkutan ikan, tetapi juga penting dalam mempertahankan mutu ikan. Dengan demikian, secara umum, basket hasil tangkapan digunakan sebagai alat untuk tempat menampung dan mengangkut ikan, mulai dari proses pendaratan, tempat pelelangan ikan sampai sebelum ikan didistribusikan, namun secara khusus basket juga digunakan untuk tujuan mempertahankan mutu ikan. Akan tetapi, peran penting basket hasil tangkapan dalam penanganan ikan, kadang kurang disadari, baik oleh para nelayan, pedagang ataupun oleh pihak pelabuhan perikanan, sehingga masih banyak nelayan dan pedagang menggunakan wadah ala kadarnya untuk mengangkut dan menanampung ikan selama di pelabuhan. Hal tersebut akan semakin memperburuk mutu ikan yang akan didistribusikan, sehingga akan mempengaruhi harga jual ikan tersebut. Selain itu, wadah hasil tangkapan yang digunakan saat ini tidak mampu menampung ikan yang berukuran besar. Basket hasil tangkapan, selain berpengaruh terhadap aspek mutu, juga terhadap aspek volume, dan aspek teknis. Ditinjau dari aspek mutu, kebersihan basket hasil tangkapan mempengaruhi mutu ikan karena sifat ikan yang cepat berlendir sehingga mudah busuk. Ditinjau dari aspek volume, ikan dengan berbagai macam ukuran dan jenis seharusnya bisa masuk dalam basket, atau basket yang ada seharusnya dapat menampung ikan dalam berbagai ukuran, sekurang-kurangnya volume ukuran dari jenis-jenis ikan dominan yang ada. Ditinjau dari aspek teknis, ikan diangkut dari kapal pada saat pembongkaran menuju dermaga dan tempat pelelangan ikan, digunakan basket hasil tangkapan agar lebih memudahkan kerja dan mempertahankan mutu. Dilihat dari pengaruh basket hasil tangkapan tersebut, maka ketersediaan basket hasil tangkapan sangat penting bagi kelancaran aktifitas perikanan di TPI. Namun, masih banyak pihak pelabuhan yang kurang memperhatikan konstruksi wadah hasil tangkapan yang digunakan, sehingga peran penting wadah hasil tangkapan terhadap aspek mutu dan aspek volume tidak tercapai.

3 Kondisi tersebut yang mendasari perlunya diadakan penelitian mengenai hubungan antara hasil tangkapan dengan konstruksi basket hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Terpilihnya lokasi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu karena pelabuhan ini merupakan salah satu PPN di Pulau Jawa, dimana produksi perikanannya cukup besar. Tahun 2004 volume produksi hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu sebesar 6.404 ton dengan nilai produksinya Rp.31.566.769.254 dan pada tahun 2005, yaitu sebesar 12.473 ton dengan nilai Rp.66.185.976.723 (Anonymous, 2006). Dengan kondisi tersebut diperlukan suatu penanganan khusus agar dapat mempertahankan mutu ikan, sehingga walaupun ikan yang didaratkan banyak tetapi mutu ikan dan kebersihan pelabuhan tetap terjaga. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengadaan basket yang tepat akan pentung untuk membantu mempertahankan mutu hasil tangkapan di pelabuhan perikanan. Hasil pengamatan awal memperlihatkan bahwa di PPN Palabuhanratu, basket/wadah yang digunakan beragam bentuknya, seperti: trays yang berbentuk seperti limas terpotong, berlubang-lubang dan terbuat dari plastik; wadah berbentuk balok panjang terbuat dari bahan styrofoam, khusus untuk ikan layur tujuan ekspor, tertutup (tidak berlubang-lubang); berbentuk silinder mengembung di bagian tengah yang disebut blong dan lain-lain. Sebagian besar bentuk atau model basket/wadah hasil tangkapan yang ada di PPN ini, belum adaptable terhadap kebutuhan basket hasil tangkapan yang sesungguhnya, kecuali wadah khusus untuk ikan layur tujuan ekspor yang telah sesuai bentuknya. Dengan demikian, ceceran lendir, darah ikan dan potonganpotongan ikan mudah kita temui di PPN ini pada saat proses pendaratan dan pemasaran ikan berlangsung. Gambaran-gambaran dan kondisi-kondisi yang telah dikemukakan di atas kiranya mendasari perlunya diadakan penelitian mengenai basket hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu yang berhubungan dengan dihasilkannya ukuran basket yang sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya.

4 1.2 Permasalahan Penelitian 1) Belum dilakukannya identifikasi hasil tangkapan dan basket/wadah hasil tangkapan mengakibatkan belum diketahuinya karakteristik keduanya, yang diperlukan tidak hanya untuk tujuan kebutuhan basket yang sebenarnya yang terkait dengan mempertahankan mutu ikan didaratkan, namun juga diperlukan antara lain bagi pihak pembeli ikan (pedagang ikan eceran, pengolah ikan) di PPN Palabuhanratu; 2) Belum diketahuinya hubungan antara hasil tangkapan dengan konstruksi basket hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu, mengakibatkan nelayan dan pedagang ikan di PPN Palabuhanratu menggunakan wadah hasil tangkapan alakadarnya dan kotornya lantai dermaga pendaratan dan lantai TPI; 3) Belum diketahuinya ukuran basket yang diperlukan hasil tangkapan sesuai jenis ikan dominan didaratkan di PPN Palabuhanratu, mengakibatkan nelayan dan pedagang ikan menggunakan bermacam-macam jenis dan ukuran wadah yang belum sesuai dengan ukuran ikan yang didaratkan. 1.3 Tujuan Penelitian 1) Mendapatkan karakteristik hasil tangkapan dan basket hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu 2) Mengetahui hubungan antara ukuran dan jenis hasil tangkapan yang didaratkan dengan ukuran basket hasil tangkapan yang diperlukan untuk PPN Palabuhanratu; 3) Mendapatkan ukuran basket yang diperlukan sesuai jenis ikan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu

5 1.4 Manfaat Penelitian 1) Diharapkan dapat memberikan masukan tentang pengaruh penggunaan konstruksi basket yang digunakan, terhadap hasil tangkapan baik bagi pihak pelabuhan, nelayan atau pengusaha penangkapan (pengguna basket), maupun pihak-pihak lain yang terkait dalam penggunaan basket hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu; 2) Diharapkan pula dapat memberikan informasi tentang syarat basket yang baik bagi pihak pelabuhan, nelayan atau pengusaha penangkapan (pengguna basket) maupun pihak-pihak lain yang terkait dalam penggunaan basket hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Hasil tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan, merupakan sumber utama adanya aktivitas-aktivitas atau yang merupakan daya tarik utama dan awal untuk kegiatan-kegiatan di PP/PPI. Ketiadaan hasil tangkapan yang didaratkan di PP/PPI, membuat mati - nya suatu PP/PPI, sekurang-kurangnya menjadikan PP/PPI hanya berfungsi minimalis yaitu hanya sebagai penjual atau pelayanan jasa kebutuhan melaut saja (Pane, 2005). 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan Produksi hasil tangkapan merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan fasilitas pelabuhan kerena produksi sebagai salah satu indikasi tingkat fungsionalisasi suatu pelabuhan perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan (PPI) (Lubis, 2007). Selain itu, hasil tangkapan juga berperan sebagai salah satu sumber pemasukan bagi pendapatan pelabuhan perikanan. Pendapatan tersebut diperoleh dari retribusi yang dikenakan terhadap hasil tangkapan yang didaratkan dan biaya jasa tambat labuh kapal perikanan yang masuk ke pelabuhan. Pendaratan Hasil Tangkapan: Pendaratan ikan merupakan suatu proses yang dilakukan setelah kapal bertambat di dermaga pelabuhan dan setelah menyelesaikan perizinan bongkar (Nurjannah, 2000). Salah satu kegiatan dalam pendaratan hasil tangkapan adalah pembongkaran ikan dari palkah ke dek kapal. Kegiatan pembongkaran ini harus segera dilakukan tanpa penundaan waktu. Muatan hasil tangkapan harus segera dibongkar dengan cara hati-hati, cermat, beraturan, higienik dan tetap memperhatikan suhu ikan serendah mungkin (Ilyas, 1983). Dalam pembongkaran ikan digunakan wadah hasil tangkapan untuk menampung ikan.

7 Setelah ikan dibongkar dari palkah ke dek kapal, kemudian ikan diturunkan ke dermaga pendaratan dan selanjutnya diangkut ke ruang pelelangan (TPI) untuk mengikuti proses pelelangan. Setiap melakukan pendaratan hasil tangkapan sebaiknya menggunakan wadah standar, kuat dan bersih. Setelah didaratkan, ikan sebaiknya dibersihkan dengan cara menyiramnya dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang ada, termasuk darah dan lendir. Ikan yang fisiknya rusak sebaiknya dipisahkan. Perlakuan-perlakuan yang mengakibatkan kerusakan fisik seperti terinjak, tergencet dan perlakuan kasar serta terpaan panas matahari harus dihindari (Wibowo dan Yunizah, 1998 vide Kutipah, 2002). Ikan yang berukuran kecil ataupun besar tidak boleh bersentuhan dengan air kolam pelabuhan, lantai atau benda lainnya, kecuali hanya dengan wadah pengangkut (basket) dan es. Menurut Moeljanto (1982), langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pembongkaran pada pendaratan ikan adalah sebagai berikut: 1) Bongkar dengan hati-hati dan sedapat mungkin jangan memakai sekop atau garpu, untuk menghindari luka/memar pada ikan; 2) Pisahkan es dari ikan, sehingga memudahkan penimbangannya. Setelah ditimbang, ikan harus segera diberi es kembali; 3) Wadah (container), sebaiknya dibuat dari bahan-bahan yang mudah dibersihkan seperti alumunium; plastik keras tetapi tidak mudah pecah; atau peti kayu yang ringan, kuat dan mudah dibersihkan; 4) Hindari ikan-ikan tersebut dari sinar matahari langsung dan selalu menambahkan es pada saat pelelangan, pengangkutan atau pengolahan. Pelelangan Hasil Tangkapan: Setelah hasil tangkapan mengalami proses pembongkaran dan penyortiran berdasarkan jenis, ukuran dan kualitas ikan. Hasil tangkapan tersebut kemudian dibawa menuju gedung TPI untuk dilelang. Mekanisme pelelangan ikan diatur dalam Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2000 diacu oleh Silalahi (2006). Mekanisme pelelangan ikan di TPI diikuti oleh beberapa pihak, yaitu nelayan pemilik ikan atau yang mewakilinya (pengurus), bakul, pengusaha selain bakul. Dalam pelaksanaan pelelangan diatur atau dipandu oleh petugas TPI. Seluruh hasil tangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI.

8 Dalam proses pelelangan, terdapat beberapa tata tertib yang harus dipatuhi. Tata tertib ini mengatur keberlangsungan pelelangan. Adapun tata tertib yang harus ditaati adalah sebagai berikut: 1) Kapal perikanan yang mendarat atau membongkar hasil tangkapannya diwajibkan: a. melaporkan kedatangannya ke Tim Terpadu b. meminta nomor urut pelelangan 2) Pembongkaran dan pemuatan ikan dilakukan oleh awak kapal; 3) Tempat ikan yang akan dilelang adalah trays milik pelabuhan perikanan; 4) Pengangkutan ikan dari bibir dermaga ke lantai pelelangan dilaksanakan oleh TKBM (Tenaga kerja Bongkar Muat); 5) Pelaksanaan pelelangan hanya untuk: a. petugas b. nelayan c. peserta lelang 6) Peserta lelang yang berhak mengikuti adalah peserta lelang yang menyimpan uang jaminan; 7) Jumlah hasil lelang tidak diperkenankan melebihi jumlah uang yang dijaminkan; 8) Peserta lelang yang akan mengangkut ikan hasil lelang keluar lokasi TPI harus memperlihatkan tanda bukti pembayaran kepada petugas. Selain tata tertib yang harus dipatuhi, dalam suatu kegiatan pelelangan ikan harus terdapat pula elemen-elemen sebagai berikut: 1) Juru lelang yang bertugas melelangkan ikan hasil tangkapan nelayan; 2) Juru catat yang bertugas mendampingi juru lelang dan mencatat setiap transaksi yang dihasilkan; 3) Juru timbang yang bertugas menimbang ikan yang akan dilelang; 4) Nelayan selaku penjual ikan; dan 5) Pembeli ikan. Adapun beberapa tahapan yang harus dijalani dalam proses pelelangan ikan. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Ikan ditimbang oleh juru timbang dan diberi label yang berisi data tentang nama kapal, berat ikan dan jenis ikan;

9 2) Pembeli ikan/bakul yang ingin ikut dalam lelang harus menyimpan uang jaminan kepada juru karcis. Uang yang disimpan paling sedikit Rp. 500.000,00; 3) Juru karcis memberikan identitas kepada penyimpan uang kepada juru lelang; 4) Ikan dilelang sesuai jenis ikan dan pelelangan dilakukan secara terbuka dengan kebebasan dalam persaingan harga. Siapa pembeli/bakul yang berani membeli dengan harga tertinggi, maka dialah yang memenangkan lelang; 5) Setelah ikan terjual, juru lelang memberikan laporan kepada juru karcis; 6) Bakul membayar tagihan kepada juru karcis dengan nilai: Nilai Lelang + (3% x Nilai Lelang) Uang Jaminan; 7) Nelayan mengambil uang hasil penjualan ikan ke juru karcis dengan jumlah: Nilai Lelang (2% x Nilai Lelang) Satu kali pelelangan hanya dilakukan terhadap hasil tangkapan satu kapal saja dan proses pelelangan harus disaksikan oleh wakil dari nelayan/penjual. Bila nelayan menetapkan harga yang tinggi dan tidak ada pembelinya, maka ikan akan dikembalikan kepada nelayan (opow) dan nelayan dikenakan biaya retribusi sebesar 5% dari nilai lelang yang diinginkan oleh nelayan tersebut dan nelayan dapat menjual hasil tangkapannya kepada siapapun. Kegiatan pelelangan di pelabuhan perikanan biasanya dilakukan pada pagi hari, akan tetapi kini kegiatan pelelangan di PPN Palabuhanratu sudah tidak berjalan lagi. Hal tersebut sudah lama berlangsung sejak KUD Mina Mandiri Sinar Laut mengambil alih operasional kegiatan pelelangan dari Dinas Perikanan Palabuhanratu pada tahun 2005. Berdasarkan informasi yang diperoleh, setelah operasional kegiatan pelelangan dipegang oleh KUD, kegiatan pelelangan hanya dilakukan beberapa kali saja, selanjutnya tidak berjalan lagi sampai sekarang. Ikan yang dilelang didominasi oleh ikan cakalang, cucut, layaran, tongkol, layur, peperek, tembang maupun bawal. Ikan-ikan tersebut dibongkar dari kapal penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap jaring rampus, pancing, payang, gill net, bagan, rawai dan purse seine (Anonymous, 2006).

10 2.1.2 Penyortiran dan Pengangkutan Hasil Tangkapan Proses penyortiran dilakukan pada saat pembongkaran, yaitu ketika ikan dikeluarkan dari dalam palkah, langsung dipindahkan menurut jenis, ukuran dan kualitas ikan. Selama berlangsung proses penyortiran, ikan juga dilakukkan pencucian dan pengesan ulang, kemudian ikan diletakkan dalam wadah. Proses penyortiran ikan harus dilakukan secara cepat (Nilawati, 1995 vide Rahayu, 2000). Ikan disortir menurut jenis, ukuran dan mutu (kesegarannya). Fasilitas yang umumnya digunakan untuk penyortiran adalah keranjang, baik yang terbuat dari plastik maupun kayu sebagai tempat atau wadah ikan yang telah dikeluarkan dari palka (Ilyas, 1983). Hasil tangkapan yang telah disortir kemudian diangkut menuju gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pengangkutan berarti memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan media atau sarana angkut yang dapat mempermudah pemindahan ke tempat lain. Wadah angkut ikan ke TPI bermacam-macam, ada yang menggunakan alat bantu berupa peti, kantong-kantong yang terbuat dari jaring, sekop atau ganco (Zaitsev et al, 1969 vide Ilyas, 1983). Pengadaan alat bantu untuk pengangkutan hasil tangkapan, sangat penting dalam aktifitas pendaratan. Menurut Djulaeti (1994), alat bantu yang digunakan dalam pengangkutan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut: 1) Sarana angkut: Gerobak dorong Digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke daerah sekitar Palabuhanratu 2) Wadah angkut Tong-tong plastik Alat ini dilengkapi dengan es dan diangkut dengan kendaraan pick up untuk daerah luar Palabuhanratu Keranjang Digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang akan diolah Trays (keranjang plastik atau blong)

11 Alat ini digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan ke daerah di sekitar Palabuhanratu. Pengangkutan hasil tangkapan dari dek kapal dan atau dermaga ke TPI dilakukan oleh anak buah kapal (ABK) atau tenaga kerja bongkar muat (TKBM) yang disewa dengan menggunakan wadah angkut keranjang dan atau blong. 2.1.3 Penanganan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Menurut Moeljanto (1982), penanganan ikan adalah suatu perlakuan yang dikenakan terhadap hasil tangkapan perikanan dengan tujuan untuk mempertahankan tingkat kesegaran ikan atau memperlambat perkembangan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kebusukan ikan. Dalam penanganan ikan, harus diusahakan suhu selalu rendah, mendekati 0 o C. Sebab, semakin tinggi suhu, maka kecepatan membusuk juga semakin besar. Sebaliknya, bila suhu ikan selalu dipertahankan serendah-rendahnya, maka proses pembusukan bisa diperlambat. Proses penurunan mutu ikan tidak dapat dihentikan secara total, yang dapat diusahakan hanyalah memperlambat proses tersebut. Untuk memperlambat proses penurunan mutu ikan, diperlukan suatu penanganan yang baik, sehingga kerusakan dan kebusukan ikan dapat diperlambat. Penanganan ikan di suatu pelabuhan perikanan hendaknya dilakukan mulai saat pembongkaran hingga ikan didistribusikan (Rahayu, 2000) Permasalahan penanganan ikan di Indonesia menurut Nasran (1979) diacu oleh Desniarti (1989) antara lain: 1. Suhu udara dan sifat perikanan tropis Daerah tropis dengan jenis ikan yang banyak tetapi populasinya kecil mempunyai suhu udara rata-rata tinggi tiap tahunnya. Keadaan tersebut menuntut penanganan ikan yang selektif. Ikan yang berbeda jenisnya akan berbeda pula kecepatan pembusukannya, sehingga ikan tidak dapat disimpan dengan cara ditimbun dalam kedaaan bercampur satu sama lain. Tetapi pada umumnya hal ini sering dilakukan karena sulitnya sortasi, penyiangan dan pemakaian wadah standar, mengingat terbatasnya perlengkapan penanganan.

12 2. Bentuk usaha dan sistem penanganan. Bentuk usaha perikanan di Indonesia umumnya masih perikanan rakyat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Tahap penanganan dan pemasaran yang dilalui terlalu panjang dan terputus-putus, sehingga hal ini akan menyebabkan turunnya mutu ikan akibat pembusukan, kerusakan fisik dan kontaminasi oleh kotoran. 3. Sanitasi dan sarana penunjang Dalam menangani produk makanan, khususnya ikan, membutuhkan tingkat sanitasi yang tinggi. Di setiap pusat perikanan sulit didapatkan air dan es yang bersih, ditambah lagi dengan harga es yang cukup tinggi dan sulit diperoleh pada saat awal dibutuhkan. Sarana penunjang lainnya juga masih sangat terbatas, baik jumlah maupun mutunya, sehingga tidak menjamin kelancaran, kecepatan dan ketepatan proses penanganan ikan yang lebih baik dan saniter. 2.2 Basket Hasil Tangkapan dan Peranannya Bagi Pelabuhan Perikanan 2.2.1 Basket Hasil Tangkapan dan Konstruksinya Basket hasil tangkapan adalah wadah atau alat untuk mengangkut ikan dari dermaga atau tempat pembongkaran ikan ke TPI. Pihak-pihak yang menggunakan basket hasil tangkapan yang tersedia di pelabuhan perikanan ialah para nelayan atau pengusaha perikanan dan para pedagang ikan di pelabuhan tersebut. Penyediaan basket hasil tangkapan di pelabuhan perikanan, biasanya disediakan oleh pihak koperasi. Basket-basket yang ada disewakan kepada para nelayan atau pedagang ikan dengan harga dan lama waktu yang telah ditentukan oleh pihak koperasi. Berdasarkan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa konstruksi merupakan susunan, tata letak dan model sebuah bangunan. Konstruksi wadah hasil tangkapan yang umumnya berada di pelabuhan perikanan terdiri dari tiga jenis, diantaranya adalah: a) tong plastik; b) keranjang, terbuat dari anyaman bambu dengan kapasitas 60 kg; dan c) trays, keranjang yang terbuat dari bahan palastik keras berbentuk persegi dan berkapasitas 30 kg dan 20 kg, memiliki lima

13 sisi yang tertutup dan satu sisi yang terbuka, dimana disetiap sisi yang tertutup memiliki lubang-lubang ventilasi sebagai tempat keluarnya lendir-lendir dan air sisa pencucian ikan. 2.2.2 Peranan Basket Hasil Tangkapan Wadah atau hasil tangkapan mempunyai peranan yang cukup penting dalam menunjang kelancaran penangkapan ikan yang akan berpengaruh terhadap mutu ikan,oleh sebab itu wadah dibuat dari bahan-bahan yang tahan karat dan dikonstruksikan dengan baik agar wadah mudah dibersihkan. Wadah tersebut juga harus kuat menahan penanganan kasar dan dapat disusun vertikal pada saat pengangkutan tanpa merusak ikan yang ada dalam wadah di bawahnya (Ilyas, 1983). Selain berperan sebagai wadah untuk mengangkut ikan, basket juga dapat mempengaruhi mutu ikan pada saat pengangkutan, karena basket melindungi ikan dari sentuhan langsung dengan pencemar seperti air kotor ataupun kotoran lainnya yang ada di pelabuhan. Pada pembongkaran, pelelanngan dan pengengkutan ikan basah harus selalu berpedoman pada prinsip penanganan ikan basah, yaitu ikan harus selalu dalam keadaan dingin, bekerja cepat dan bersih (higienis), sehingga selama penanganan ikan di pelabuhan suhu ikan tetap terjaga, ikan tidak mendapat pencemaran dari kotoran dan bakteri penyakit serta mutu fisik, organoleptik dan nilai komersial ikan tidak cepat menurun (Ilyas, 1983). Hal yang harus diperhatikan dalam mengangkut ikan adalah ikan harus tetap berada pada suhu sekitar 0 o C selama pengangkutan sampai tiba di tempat tujuan, ikan tidak dicemari bakteri, kotoran dan bau yang berasal dari luar maupun dari dalam wadah pengangkut yang digunakan, ikan tidak mengalami perubahan organoleptik (rupa, bau, cita rasa dan tekstur) yang menyolok setiba di tempat yang dituju (Ilyas, 1983). Idealnya, pengangkutan ikan segar harus dilakukan dengan sarana yang higienis dan dapat mempertahankan suhu rendah ikan (Murniati dan Sunarman, 2000 vide Kutipah, 2002). Di tempat pelelangan, ikan tidak boleh diletakkan begitu saja diatas lantai, dilangkahi atau diinjak-injak, tetapi ikan harus diletakkan dalam sebuah tempat

14 atau wadah agar kebersihan ikan tetap terjaga, ikan tidak terkena kotoran atau mendapat pencemaran dari kotoran yang terdapat di TPI. Tidak ada seekor ikan pun baik yang berukuran kecil maupun besar boleh bersentuhan dengan air kolam pelabuhan, bakteri atau yang lainnya, kecuali hanya dengan wadah pengangkut ikan (Ilyas, 1983). 2.3 Hasil Tangkapan dan Basket Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu 2.3.1 Hasil Tangkapan dan Penggunaan Basket/Wadah Hasil Tangkapan Ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu berasal dari hasil tangkapan kapal ikan yang berdomisili di Palabuhanratu dan kapal ikan pendatang yang diantaranya berasal dari Cilacap, Jakarta dan Binuangen. Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing basenya antara lain Teluk Palabuhanratu, Cisolok, Ujung Genteng, perairan sebelah Selatan Pulau Jawa dan perairan sebelah Barat Pulau Sumatera. Secara spesifik, jenis ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu didominasi oleh ikan cakalang, cucut, layaran tongkol, tuna, layur, peperek maupun tembang. Produksi ikan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tersebut sejak tahun 2001 hingga 2005 selalu mengalami fluktuasi. Produksi ikan dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN Palbuhanratu disajikan pada Tabel 1 Tabel 1. Produksi dan Nilai Produksi Ikan yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu Tahun 2001 2005 PENDARATAN IKAN TAHUN PRODUKSI (kg) NILAI (Rp) 2001 1.766.963 4793207839 2002 2.890.127 9885365315 2003 4.105.260 15273292568 2004 6.404.179 31566769254 2005 12.473.099 66.185.976.723 Sumber Anonymous 2006 Hasil tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan tidak diletakkan begitu saja di atas lantai, dilangkahi atau diinjak-injak, tetapi ikan

15 harus diletakkan dalam sebuah tempat atau wadah agar kebersihan ikan tetap terjaga, ikan tidak terkena kotoran atau mendapat pencemaran dari kotoran yang terdapat di TPI. Penggunaan wadah hasil tangkapan yang tersedia di PPN Palabuhanratu, umumnya digunakan oleh para nelayan dan pedagang sebagai wadah untuk menampung hasil tangkapan, mulai dari proses pembongkaran, pelelangan hingga pemasaran. Bahkan, para nelayan payang di Palabuhanratu membawa tong plastik (blong) dalam kegiatan penangkapan ikan, dengan tujuan sebagai wadah untuk menampung hasil tangkapan yang diperoleh. Sebab, kapal yang mereka gunakan tidak memiliki palkah untuk menampung hasil tangkapan. 2.3.2 Proses Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan Pendaratan atau pembongkaran hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu dilakukan setiap hari. Dalam satu hari, jumlah hasil tangkapan yang didaratkan tidak tetap, tergantung dari jumlah kapal yang melakukan pendaratan hasil tangkapan. Kegiatan pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan nelayan Pelabuhanratu, biasanya dilakukan pada pagi hari bagi yang melakukan kegiatan penangkapan ikan pada malam harinya. Sedangkan bagi nelayan yang melakukan penangkapan ikan pada siang hari, hasil tangkapan yang diperoleh didaratkan pada sore hari hingga petang. Untuk memenuhi kebutuhan fasilitas pendaratan atau pembongkaran hasil tangkapan, kini di PPN Plabuhanratu telah tersedia dua dermaga pembongkaran. Dermaga bongkar yang pertama, yaitu dermaga pembongkaran yang berada di depan gedung TPI Palabuhanratu dan dermaga bongkar yang kedua terletak di dekat kolam pelabuhan 2. Dermaga bongkar kedua dikhususkan bagi kapal-kapal yang berukuran lebih dari 20 GT, sedangkan dermaga bongkar pertama dikhususkan bagi kapal-kapal yang berukuran lebih kecil. Kapal-kapal perikanan yang akan melakukan proses pembongkaran hasil tangkapan, harus menjalani mekanisme/tahapan sebagai berikut (Djulaeti, 1994): a) Sebelum kapal melakukan pembongkaran, nakhoda kapal melapor untuk melakukan pembongkaran dengan membawa surat-surat kapal, yaitu pas biru, surat izin berlayar dan buku lapor kedatangan kapal;

16 b) Petugas tambat labuh mencatat jam dan kedatanngan kapal di buku lapor kapal, serta memberi izin untuk melakukan pembongkaran; c) Pembongkaran diawali dengan pengeluaran hasil tangkapan dengan cara diangkat satu persatu untuk ikan-ikan yang berukuran besar seperti cakalang, tuna dan tongkol, serta dengan menggunakan keranjang untuk ikan yang berukuran kecil. Untuk jenis ikan yang besar dan berat seperti cucut, pengeluaran ikan dibantu dengan menggunakan tali yang berdiameter 2 4 cm ke geladak kapal oleh dua sampai tiga orang Anak Buah Kapal (ABK); d) Setelah ikan didaratkan, TKBM melakukan pengangkutan ke tempat penimbangan. Pengangkutan ini biasanya menggunakan trays, yaitu keranjang plastik berbentuk kotak plastik dengan kapasitas 60 70 kg atau tong plastik yang biasa disebut blong, serta yang mempunyai kulit yang kuat seperti cucut, pengangkutan ke tempat penimbangan cukup dilakukan dengan mengait bagian kepala ikan dengan ganco untuk diseret. Sebelum penimbangan terhadap jenis ikan cucut, terlebih dahulu dilakukan pemotongan sirip, ekor dan pengeluaran isi perut. Pemotongan sirip dan ekor ikan cucut dilakukan karena sirip dan ekor cucut mempunyai harga yang tinggi. Pengeluaran isi perut dilakukan untuk mencegah kecepatan proses penurunan mutu. Hal di atas akan mempengaruhi berat cucut pada saat penimbangan dan harga jual pada saat pelelangan; e) Setelah penimbangan dari satu kapal selesai, dilanjutkan dengan kegiatan pelelangan. Kegiatan pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu dapat dikatakan belum berjalan lancar. Hal ini dapat dilihat dari fungsi TPI yang seharusnya sebagai wahana penjualan ikan yang dapat membantu nelayan tidak terwujud. Pada dasarnya TPI Palabuhanratu memiliki bangunan yang cukup memadai untuk dilakukannya pelelangan ikan. TPI Palabuhanratu hanya merupakan suatu tempat bertemunya para nelayan dengan pembeli atau bakul. Tidak berfungsinya TPI palabuhanratu secara optimal pada dasarnya diakibatkan oleh tidak berjalannya KUD Mina Sinar Laut. Banyak faktor yang

17 menjadi alasan ketidakberfungsinya KUD Mina Sinar Laut, salah satunya adalah keterbatasan dana yang tersedia. Dana ini seharusnya diperoleh melalui simpanansimpanan yang harus dibayar oleh anggota koperasi dan biaya retribusi yang dikenakan pada nelayan. Dana hasil retribusi inilah yang digunakan untuk pembayaran gaji bagi pengurus TPI dan biaya operasional TPI Palabuhanratu. Permasalahan ini terjadi karena tidak masuknya biaya retribusi akibat dari lemahnya pengawasan terhadap nelayan dalam penjualan ikan dan kurangnya penegakkan peraturan tentang Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2000 (Silalahi, 2006).

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan September s/d Desember 2007, dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Bahan dan Alat Bahan 1) Hasil tangkapan yang didaratkan 2) Basket atau wadah hasil tangkapan 3) Kuesioner untuk nelayan, pedagang pembeli ikan dan pengelola TPI dan PP Peralatan yang digunakan 1) Alat pengukur panjang 2) Alat timbang 3) Kamera 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode studi kasus. Aspek-aspek yang diteliti adalah aspek hasil tangkapan yang meliputi ukuran, berat, mutu dan jenis hasil tangkapan, dan aspek konstruksi basket/wadah hasil tangkapan meliputi ukuran dan bentuk basket/wadah hasil tangkapan. Penelitian dibatasi pada penggunaan basket oleh nelayan dan pedagang ikan di Tempat Pelelangan Ikan PPN Palabuhanratu. Tahapan penelitian meliputi: (1). Identifikasi hasil tangkapan meliputi: Identifikasi jenis, ukuran dan mutu hasil tangkapan Identifikasi di atas dilakukan melalui: - Pengamatan dan pencatatan langsung terhadap bentuk basket/wadah hasil tangkapan, jenis hasil

19 tangkapan yang menggunakan dan tidak menggunakan basket, dan organoleptik mutu hasil tangkapannya; - Pengamatan organoleptik yang dilakukan meliputi mata, insang, daging, perut dan konsistensi (Lampiran-1); Dimensi hasil tangkapan yang diukur meliputi ukuran panjang, lebar dan ketebalan ikan; berat ditimbang meliputi berat total individu ikan. (2). Identifikasi basket/wadah hasil tangkapan, meliputi: Identifikasi bentuk dan ukuran basket hasil tangkapan yang ada - Pengukuran terhadap dimensi basket hasil tangkapan dan dimensi hasil tangkapan yang didaratkan. Dimensi basket yang diukur antara lain panjang, lebar, tinggi, diameter (jika wadah berbentuk bulat) dan volume. Penentuan sampel hasil tangkapan dan basket dilakukan sebagai berikut: Pengambilan sampel basket dan hasil tangkapan dilakukan secara purposive. Banyaknya sampel basket/wadah yang diambil untuk diukur total sekitar 20 unit basket/wadah ikan. Total sampel ikan diukur dan diamati adalah 1.350 ekor; terdiri sampel ikan untuk diukur dan ditimbang sekitar 810 ekor, meliputi 540 ekor ikan di dalam basket/wadah dan 270 ekor ikan di luar basket/wadah, serta banyak ikan diamati mutu organoleptiknya berjumlah 540 ekor. Pengamatan dan pengukuran sampel-sampel di atas dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan pengamatan. Untuk itu secara acak ditetapkan tiga hari pengamatan dan pengukuran per bulan; Pada setiap hari pengamatan dan pengukuran dilakukan: 1) Pengukuran dimensi ikan: a. Dilakukan terhadap 60 ekor ikan yang mewakili penggunaan jenis-jenis basket yang ada; diambil secara acak dari jenis-jenis hasil tangkapan dominan yang didaratkan pada hari pengamatan; b. Terhadap 30 ekor ikan yang tidak menggunakan basket; diambil secara acak dari jenis-jenis hasil tangkapan dominan yang didaratkan pada hari pengamatan

20 2) Pengamatan organoleptik terhadap 60 ekor ikan yang mewakili jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan pada hari pengamatan. Pengukuran dimensi basket dilakukan terhadap 5 unit basket per jenis basket/wadah hasil tangkapan dari 4 jenis wadah yang tersedia di PPN Palabuhanratu. (3). Penentuan hubungan ukuran hasil tangkapan menurut jenis ikan dengan ukuran basket/wadah menurut bentuk yang ada (dari hasil pengukuran di atas) (4) Penentuan hubungan ukuran ikan per jenis dengan kebutuhan basket hasil tangkapan (dari hasil pengukuran dan dampak penggunaan basket) (5) Penentuan gambaran dampak penggunaan basket terhadap hasil tangkapan di pelabuhan perikanan; dilakukan melalui pengamatan dampak penggunaan basket terhadap hasil tangkapan, kebersihan dermaga dan TPI serta lingkungan sekitarnya dari lender, darah dan potongan-potongan ikan a. Data yang dikumpulkan a 1. Data Utama 1) Data Primer (1) Kondisi aktifitas dan proses pendaratan serta pemasaran/pelelangan hasil tangkapan di PPN Pelabuhanratu (2) Ukuran/dimensi basket yang ada di PPN Pelabuhanratu (3) Kondisi mutu ikan secara organoleptik (4) Ukuran ikan hasil tangkapan per jenis (panjang, lebar dan berat) (5) Gambar sampel basket/wadah dan hasil tangkapan yang didaratkan (per jenis) (6) Amatan genangan lendir/darah ikan dan potongan ikan di dermaga pendaratan, lantai TPI dan lingkungannya. 2) Data Sekunder (1) Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan perhari/bulan/tahun

21 (2) Jenis dan jumlah fasilitas terkait pendaratan dan pemasaran/ pelelangan HT (3) Jumlah, bentuk dan ukuran basket yang tersedia di pelabuhan (4) Data statistik perikanan terkait lainnya a 2. Data Tambahan 1) Data Primer (1) Gambar/foto-foto proses pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan (2) Pengelolaan basket hasil tangkapan (3) Harga per jenis hasil tangkapan 2) Data Sekunder (1) Kondisi umum Palabuhanratu (2) Kondisi umum perikanan tangkap di Palabuhanratu (3) Kondisi umum dan fasilitas PPN Palabuhanratu (4) Letak geografis dan luas wilayah (5) Peta daerah penelitian (6) Layout PPN Palabuhanratu 3.4 Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis sebagai berikut: 1) Penghitungan rata-rata, simpangan, analisis grafik dan deskriptif terhadap data hasil identifikasi untuk mendapatkan karakteristik hasil tangkapan didaratkan dan basket/wadah hasil tangkapan 2) Untuk mengetahui hubungan ukuran hasil tangkapan menurut jenis ikan dengan ukuran basket/wadah menurut bentuk yang ada di PPN Palabuhanratu, dilakukan dengan analisis regresi; dengan bentuk hubungan eksponensial: P = a 1 L b1 ; P = a 2 l b2 ; P = a 3 E b3 ; dan V = ε (L.l.t) { P = Berat ikan(g); L = Panjang ikan (mm); l = lebar ikan (mm); E = tebal (mm); V = Volume ikan (ml) dan konstanta a 1, a 2, a 3, b 1, b 2, b 3 merupakan koefisien hubungan berat dan dimensi ikan terkait serta konstanta ε = koefisien volume ikan} (Pane, 2008 dan Pane et al, 2008).

22 3) Gambaran hubungan ukuran ikan per jenis dengan kebutuhan ukuran basket hasil tangkapan; di PPN Palabuhanratu dilakukan secara analisis deskriptif.

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Daerah Palabuhanratu Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi dan berjarak 123 km dari ibukota Provinsi Jawa Barat, Bandung dan 180 km dari ibukota negara, Jakarta. Wilayah Palabuhanratu terletak di Pantai Selatan Jawa yang berhadapan dengan Samudera Hindia, yang secara tidak langsung terlindung dari gelombang laut, karena wilayah Palabuhanratu berbentuk teluk (Lampiran-2). Teluk Palabuhanratu secara geografis berada pada posisi 6 o 54 12 7 o 5 57,48 LS dan 106 o 20 57,48 106 o 36 0,36 BT. Luas wilayah Palabuhanratu sekitar 27.210,130 ha atau 6,59 % dari total luas wilayah Kabupaten Sukabumi yaitu 412.779,54 ha (Astrini vide Yundari, 2005). Batas wilayah Palabuhanratu meliputi: sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cisolok dan Cikidang; sebelah Barat berhadapan dengan Samudera Hindia; sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciemas dan Ciracap; sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Warung Kiara dan Lengkong. Palabuhanratu juga merupakan salah satu daerah wisata pantai terkenal di Pantai Selatan Jawa. Sebagai daerah tujuan wisata pantai, secara tidak langsung sebagian hasil tangkapan diserap oleh aktivitas wisata pantai, baik dikonsumsi oleh wisatawan langsung maupun didistribusikan terlebih dahulu ke hotel-hotel dan restoran yang ada di sekitar pantai Palabuhanratu. (1). Transportasi Untuk mencapai ke Palabuhanratu dari kota Bogor, akses jalan yang dapat ditempuh yaitu melalui jalan Provinsi Cibadak - Palabuhanratu atau melalui jalan alternatif Cikidang - Palabuhanratu. Kondisi kedua jalan menuju ke Palabuhanratu tersebut juga dalam kondisi baik.

24 (2). Listrik Sarana listrik yang tersedia di Palabuhanratu dikelola oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dibawah Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Palabuhanratu (www. pln-jabar.co.id). Fasilitas listrik tersebut telah banyak dimanfaatkan masyarakat Palabuhanratu sebagai sumber penerangan. (3). Air bersih Sumber air bersih yang biasa digunakan masyarakat Palabuhanratu seharihari berasal dari air tanah (sumur). Air dari sumur selain untuk minum, oleh masyarakat sekitar dipakai juga untuk mencuci, mandi, dan sebagainya. Bahkan oleh nelayan sekitar untuk memenuhi kebutuhan air tawar ketika pergi melaut, mereka mengambilnya dari sumur. (4). Komunikasi Fungsi telekomunikasi dewasa ini sangat penting dalam era globalisasi yang menuntut akses yang relatif mudah dan cepat sehingga efisiensi dan efektivitas kerja dapat dicapai. Penyediaan telekomunikasi di Palabuhanratu cukup baik dengan terdistribusinya sistem jaringan kabel telekomunikasi maupun selular yang lebih memudahkan berbagai aktifitas seperti halnya dengan adanya telepon rumah dan telepon selular. Para pelaku bisnis di subsektor perikanan tangkap sangat terbantu sekali dengan adanya sarana komunikasi seperti dengan adanya telepon rumah maupun telepon selular. Karena hal tersebut mempermudah mereka untuk bertransaksi lewat telepon. 4.1.2 Prasarana Perikanan Prasarana perikanan tangkap yang tersedia di Palabuhanratu adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. PPN ini mulai resmi beroperasi pada tanggal 18 Februari 1993 (Anonymous, 2006). Dibangunnya PPN Palabuhanratu didasari pada kebutuhan tempat membongkar, mendaratkan, memasarkan ikan yang layak serta keamanan perahu yang terjamin saat istirahat terhadap hantaman gelombang terutama pada musim barat dan dengan pemikiran adanya potensi perikanan di sekitar Palabuhanratu.

25 Pelabuhan ini dibangun dengan menggunakan dana pembangunan pada tahap awal yang bersumber dari Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (ISDB). Pembangunan pelabuhan perikanan pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha perikanan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan melalui pemberian kemudahan beraktivitas yang diharapkan pula akan memberikan dampak positif dan sekaligus pusat pelaksanaan pengawasan sumberdaya ikan (SDI) untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya. Seiring dengan perkembangan usaha perikanan yang terjadi di lapangan telah tumbuh permasalahan sebagai akibat dari usaha yang berkembang tersebut, maka untuk meningkatkan kinerjanya PPN Palabuhanratu telah menggandakan perluasan kolam pelabuhan dan dermaganya untuk mengakomodir dan membantu masyarakat perikanan sesuai fungsi dan peranannya (Anonymous, 2006). 4.2 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu 4.2.1Unit Penangkapan Ikan dan Nelayan Keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh unit penangkapan yang ada. Unit penangkapan merupakan kesatuan teknis yang terdiri atas alat tangkap dan armada penangkapan (perahu/kapal perikanan), selain itu nelayan juga berperan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. (1) Alat Tangkap Penggunaan alat tangkap oleh nelayan biasanya telah disesuaikan dengan perairan dan karakteristik sasaran tangkapan. Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di PPN Palabuhanratu pada saat ini adalah pancing ulur, payang, bagan, rampus, trammel net, gill net, tuna longline, pancing layur, rawai, purse seine dan pancing tonda.

26 Tabel 2. Jenis dan Jumlah Alat Tangkap serta Komposisinya di PPN Palabuhanratu Tahun 2006 No. Jenis Alat Tangkap Jumlah (Unit) Komposisi (%) 1 Pancing Ulur 2.613 30,9 2 Payang 1.812 21,4 3 Bagan 2.333 27,6 4 Rampus 476 5,6 5 Trammel Net 185 2,2 6 Gill Net 581 6,9 7 Tuna Longline 204 2,4 8 Pancing Layur 44 0,5 9 Rawai 61 0,7 10 Purse Seine 6 0,1 11 Pancing Tonda 150 1,8 Jumlah 8.465 100,0 Sumber: Anonimous, 2007 a (data diolah kembali) Jumlah Alat Tangkap (unit) 900 800 700 600 500 400 300 200 100-1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Gambar 1. Perkembangan Jumlah Alat tangkap di PPN Palabuhanratu Periode 1997 2006 Alat tangkap dominan adalah pancing ulur, bagan dan payang (Tabel 2); masing-masing berjumlah 2.613 unit (30,9 %); 2.333 unit (27,6 %) dan 1.812 unit (21,4 %). Tuna longline dan purse seine walaupun masing-masing hanya mewakili 2,6 % (204 unit) dan 0,1 % (6 unit) dari jumlah alat tangkap yang ada, namun merupakan jenis alat tangkap penting ditinjau dari ukuran unit penangkapannya yang besar. Pada tahun 2006 jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu berjumlah 8.465 unit (Anonymous, 2007 a )

27 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997 2006 dapat dilihat pada Gambar 1. Jumlah alat tangkap yang beroperasi selama periode 1997-2006, mengalami fluktuasi setiap tahunnya namun memiliki kecenderungan yang meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,4 % setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap yang memiliki tingkat operasional paling tinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 846 unit, sedangkan jumlah terendah terjadi pada tahun 1998, yaitu sebanyak 497 unit atau turun sebesar 5,9 % dari tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan banyak alat tangkap yang tidak beroperasi akibat kondisi ekonomi yang tidak menentu pada saat itu (krisis moneter) Alat tangkap dominan berdasarkan jenis alat tangkap yang memiliki jumlah unit lebih besar 5 % dari total alat tangkap di PPN ini adalah pancing ulur (30,9 %), bagan (27,6 %), payang (21,4 %), gill net (6,9 %) dan rampus (5,6 %). Payang 21% Bagan 28% Rampus 6% Trammel Net 2% Gill Net 7% Tuna Longline 2% Pancing Ulur 30% Pancing Tonda 2% Raw ai 1% Purse Seine 0% Pancing Layur 1% Gambar 2. Diagram Komposisi Jenis Alat Tangkap di PPN Palabuhanratu Tahun 2006 Alat tangkap pancing ulur merupakan alat tangkap yang paling banyak di PPN Palabuhanratu, karena alat tangkap ini merupakan alat tangkap skala kecil, dimana nelayan pada umumnya merupakan nelayan skala kecil yang menggunakan kapal penangkap ikan dengan ukuran 0-5 GT dan motor tempel. Alat tangkap kedua yang paling banyak di Palabuhanratu yaitu bagan. Jenis bagan yang terdapat di Palabuhanratu yaitu bagan apung, sedangkan alat tangkap ketiga yang jumlahya cukup banyak adalah payang.

28 (2) Armada Penangkapan Ikan Armada penangkapan ikan yang dioperasionalkan di PPN Palabuhanratu terdiri dari jenis kapal motor berukuran kurang dari 10 GT sampai dengan lebih dari 30 GT dan perahu motor tempel. Kapal motor di atas menggunakan mesin dalam (inboard) mengoperasikan alat tangkap gill net, tuna longline, rawai atau purse seine. Perahu motor tempel dengan menggunakan mesin luar (outboard), melakukan pengoperasian alat tangkap jaring rampus, payang, pancing, dan gill net. Pada tahun 2006, armada atau kapal penangkap ikan di PPN Palabuhanratu berjumlah 798 unit terdiri dari kapal motor berjumlah 287 unit (35,96 %) dan perahu motor tempel (PMT) berjumlah 511 unit (64,04 %) (Anonimous, 2007 a ). Jumlah kapal motor di PPN Palabuhanratu pada tahun 2006 mengalami kenaikan 15,73 % dibanding tahun sebelumnya. Tabel 3. Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan di PPN Palabuhanratu Periode 1997 2006 Tahun Perahu Motor Tempel Kapal Motor Jumlah (PMT) (KM) (unit) 1997 290 116 406 1998 278 146 421 1999 278 181 459 2000 235 181 416 2001 343 186 529 2002 317 135 452 2003 253 128 381 2004 266 264 530 2005 428 248 676 2006 511 287 798 Sumber: Anonimous (2007 a ) Jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasional di PPN Palabuhanratu selama periode 1997-2006 berfluktuasi dalam siklus 4-5 tahunan, namun secara umum memiliki kecenderungan menaik selama periode tersebut. Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu Periode Periode 1997 2006 disajikan secara lengkap pada Tabel 3 dan Gambar- 3.

29 Jumlah Perahu/Kapal Perikanan (unit) 900 800 700 600 500 400 300 200 100-1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Perahu Motor Tempel Kapal Motor Jumlah Armada Gambar 3. Grafik Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan di PPN Palabuhanratu Periode 1997 2006 Sejak tahun 2004, kapal motor dan perahu motor tempel mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan pendapatan para nelayan di Palabuhanratu sehingga terjadi peningkatan kemampuan pembelian perahu motor tempel/kapal motor. Peningkatan yang drastis terjadi pada jumlah perahu motor tempel pada tahun 2004, selain karena peningkatan kemampuan pembelian, hal tersebut juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah alat tangkap yang menggunakan perahu motor tempel seperti pancing ulur dan payang {subbab 4.2.1 butir (1)}. Pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2003, jumlah perahu motor tempel dan kapal motor mengalami penurunan. Berdasarkan wawancara dengan pihak PPN, penurunan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor tersebut disebabkan oleh kenaikan harga BBM dan pengurangan subsidi BBM terhadap kapal-kapal penangkapan ikan kategori industri (> 30 GT). (3) Nelayan Mayoritas nelayan di PPN Palabuhanratu merupakan penduduk asli daerah tersebut. Namun ada pula nelayan pendatang yang berasal dari Cirebon, Cilacap, Binuangen, Indramayu dan beberapa nelayan dari luar Pulau Jawa, seperti Sumatera dan Sulawesi. Nelayan yang berada di PPN Palabuhanratu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan buruh adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan

30 pemilik adalah orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan pemilik biasa disebut juragan. Adapun perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode 1997 2006 disajikan dalam Tabel 4. Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan dengan menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base-nya selama periode tahun 1997 2006 mengalami rata-rata kenaikan sebesar 6,7 % per tahun. Perkembangan jumlah nelayan yang ada di PPN Palabuhanratu selama tahun 1997 2006 cenderung meningkat dan mengalami fluktuasi yang tidak terlalu besar, tidak seperti yang terjadi pada jumlah alat tangkapnya. Penurunan jumlah nelayan yang relatif besar terjadi pada tahun 2000 atau turun sebesar 8,2 % dari tahun sebelumnya. Tetapi pada tahun berikutnya jumlah nelayan kembali meningkat sampai tahun 2006 yang mencapai jumlah 4.363 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak masyarakat Palabuhanratu yang mengandalkan sektor perikanan tangkap sebagai mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tabel 4. Perkembangan Jumlah Nelayan di PPN Palabuhanratu Periode 1997-2006 Tahun Jumlah Nelayan Pertumbuhan (orang) (%) 1997 2.589-1998 2.694 4,1 1999 2.565-4,8 2000 2.354-8,2 2001 2.377 1,0 2002 2.519 6,0 2003 3.340 32,6 2004 3.439 3,0 2005 3.498 1,7 2006 4.363 24,7 Rata-rata 2.974 6,7 Sumber: Anonimous, 2007 a (diolah kembali)

31 5.000 4.500 4.000 Jumlah Nelayan 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500-1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Gambar 4. Grafik Perkembangan Jumlah Nelayan di PPN Palabuhanratu Periode 1997 2006 4.2.2 Produksi dan Nilai Produksi di PPN Palabuhanratu Pada tahun 2006 volume produksi ikan dari usaha penangkapan ikan dilaut tercatat didaratkan sebesar 9.934 ton (Anonymous, 2007 a ). Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997-2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Jumlah produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu selama periode 1997-2005 cenderung mengalami kenaikan di kisaran pertumbuhan negatif 22,9 - positif 94,8 % pada tahun kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2005 yang diduga disebabkan oleh penurunan terbesar dari persentase pertumbuhan produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu terjadi pada pada periode 1997 1998, yaitu sebesar negatif 22,9 %. Berdasarkan informasi yang diperoleh, hal ini diduga karena pada saat itu terjadi krisis ekonomi dan kondisi keamanan yang kurang stabil akibat kerusuhan di bulan Mei 1998, sehingga banyak kapal penangkap yang tidak beroperasi kerena bahan perbekalan melaut semakin melonjak harganya dan jumlahnya berkurang. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Penurunan yang tinggi juga terjadi pada periode 2005-2006 yaitu sebesar 20,4 %. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak nelayan dan pihak PPN, menyatakan bahwa pada tahun 2006 terdapat isu yang menyatakan bahwa ikanikan hasil tangkapan nelayan banyak yang dicampur dengan formalin yang berfungsi sebagai bahan pengawet, sehingga harga ikan menjadi turun. Selain itu,

32 banyak nelayan yang takut melaut karena pernah terjadi bencana tsunami di perairan Selatan Jawa, seperti yang terjadi di Pangandaran. Jumlah nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu selama periode 1997 2006 cenderung mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah produksi perikanan laut. Dapat dilihat pada Tabel 5, rata-rata pertumbuhan produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu selama periode 1997 2006 adalah sebesar 14,6 % per tahun atau dengan kisaran -22,9-94,8 % per tahun dan rata-rata pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapannya sebesar 51 % per tahun atau kisaran -35,4-109,7 % per tahun. Tabel 5. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Periode 1997-2006 Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan (%) Nilai Produksi (Rp. 1.000) Pertumbuhan (%) 1997 4.135-3.784.959-1998 3.188-22,9 3.892.124 2,8 1999 3.802 19,2 5.971.420 53,4 2000 3.515-7,5 3.857.800-35,4 2001 3.504-0,3 4.793.208 24,2 2002 3.875 10,6 15.335.105 219,9 2003 4.626 19,4 18.154.561 18,4 2004 6.404 38,4 31.566.769 73,9 2005 12.473 94,8 66.185.977 109,7 2006 9.934-20,4 61.648.110-6,9 Kisaran 3.188 - (-22,9) - 3.784.959 - (-35,4) - 12.473 94,8 66.185.977 109,7 Sumber : Anonymous, 2007 a (data diolah kembali)

33 Produksi (ton) 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 70000000 60000000 50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 Nilai Produksi (Rp.1000) 0 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun 0 Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp.1000) Gambar 5. Grafik Perkembangan Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Periode Tahun 1997 2006 Penurunan terbesar dari persentase pertumbuhan produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu terjadi pada periode 1997 1998, yaitu sebesar negatif 22,9 %. Berdasarkan informasi yang diperoleh, hal ini diduga karena pada saat itu terjadi krisis ekonomi dan kondisi keamanan yang kurang stabil akibat kerusuhan di bulan Mei 1998, sehingga banyak kapal penangkap yang tidak beroperasi kerena bahan perbekalan melaut semakin melonjak harganya dan jumlahnya berkurang. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Penurunan terbesar kedua dari persentase pertumbuhan produksi hasil tangkapan yang cukup drastis terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 20,4 %. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak pengelola PPN Palabuhanratu dan nelayan, hal ini diduga karena pada tahun tersebut banyak armada penangkapan ikan yang tidak pergi melaut. Banyaknya armada penangkapan ikan yang tidak pergi melaut disebabkan karena isu gelombang tsunami yang sering terjadi di perairan Selatan Jawa. Selain itu, terdapat isu yang berkembang di masyarakat yang mengatakan bahwa hasil tangkapan nelayan telah dicampur dengan formalin, sehingga banyak nelayan di PPN Palabuhanratu yang enggan melaut akibat berkurangnya permintaan dari konsumen Banyaknya nelayan di PPN Palabuhanratu yang tidak melaut, sehingga mempengaruhi produktifitas nelayan. Berdasarkan Tabel 2, terjadinya penurunan jumlah produksi perikanan laut dari tahun 2005 sebesar 12.473 ton menjadi 9.934 ton pada tahun 2006, hal ini disebabkan banyaknya armada perikanan yang tidak pergi melaut.

34 Jumlah produksi perikanan laut ini juga mempengaruhi jumlah nilai produksi perikanan laut, sehingga mempengaruhi nilai jual ikan hasil tangkapan nelayan di PPN Palabuhanratu. Maksudnya adalah ketika jumlah produksi ikan sedikit sedangkan permintaan konsumen tinggi maka harga ikan akan semakin tinggi, tetapi sebaliknya ketika jumlah produksi ikan banyak tetapi permintaan konsumen sedikit maka harga ikan rendah. 4.2.3 Aktivitas-aktivitas di PPN Palabuhanratu Aktivitas-aktivitas penting yang biasa terjadi di pelabuhan perikanan antara lain adalah pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan. Proses pendaratan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari. Hal tersebut dikarenakan banyak nelayan Palabuhanratu yang melakukan kegiatan penangkapan ikan secara one day fishing (berangkat sore kembali pagi atau berangkat pagi kembali sore). Nelayan yang biasa melakukan proses pembongkaran hasil tangkapan pada pagi hari adalah nelayan yang mengoperasikan alat tangkap bagan, gill net, pancing ulur, pancing tonda, rampus dan pancing layur, sedangkan nelayan yang melakukan proses pembongkaran hasil tangkapan pada sore hari adalah nelayan yang biasa mengoperasikan alat tangkap payang. Namun ada pula yang melakukan proses pembongkaran hasil tangkapan pada malam hari, yaitu nelayan yang menggunakan alat tangkap tuna longline. Untuk memenuhi kebutuhan fasilitas pendaratan atau pembongkaran hasil tangkapan, kini di PPN Palabuhanratu telah tersedia dua dermaga pembongkaran. Dermaga bongkar yang pertama, yaitu dermaga pembongkaran yang berada di depan gedung TPI Palabuhanratu dan dermaga bongkar yang kedua terletak di dekat kolam pelabuhan 2. Dermaga bongkar kedua dikhususkan bagi kapal-kapal yang berukuran lebih dari 20 GT, sedangkan dermaga bongkar pertama dikhususkan bagi kapal-kapal yang berukuran lebih kecil. Kapal-kapal perikanan yang akan melakukan proses pembongkaran hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu, harus menjalani mekanisme/tahapan sebagai berikut (Djulaeti, 1994):

35 a) Sebelum kapal melakukan pembongkaran, nakhoda kapal melapor untuk melakukan pembongkaran dengan membawa surat-surat kapal, yaitu pas biru, surat izin berlayar dan buku lapor kedatangan kapal; b) Petugas tambat labuh mencatat jam dan kedatanngan kapal di buku lapor kapal, serta memberi izin untuk melakukan pembongkaran; c) Pembongkaran diawali dengan pengeluaran hasil tangkapan dengan cara diangkat satu persatu untuk ikan-ikan yang berukuran besar seperti cakalang, tuna dan tongkol, serta dengan menggunakan keranjang untuk ikan yang berukuran kecil. Untuk jenis ikan yang besar dan berat seperti cucut, pengeluaran ikan dibantu dengan menggunakan tali yang berdiameter 2 4 cm ke geladak kapal oleh dua sampai tiga orang Anak Buah Kapal (ABK); d) Setelah ikan didaratkan, tenaga kerja bongkar muat melakukan pengangkutan ke tempat penimbangan. Pengangkutan ini biasanya menggunakan trays, yaitu keranjang plastik berbentuk kotak plastik dengan kapasitas 60 70 kg atau tong plastik yang biasa disebut blong, serta yang mempunyai kulit yang kuat seperti cucut, pengangkutan ke tempat penimbangan cukup dilakukan dengan mengait bagian kepala ikan dengan ganco untuk diseret. Sebelum penimbangan terhadap jenis ikan cucut, terlebih dahulu dilakukan pemotongan sirip, ekor dan pengeluaran isi perut. Pemotongan sirip dan ekor ikan cucut dilakukan karena sirip dan ekor cucut mempunyai harga yang tinggi. Pengeluaran isi perut dilakukan untuk mencegah kecepatan proses penurunan mutu. Hal di atas akan mempengaruhi berat cucut pada saat penimbangan dan harga jual pada saat pelelangan; e) Setelah penimbangan dari satu kapal selesai, dilanjutkan dengan kegiatan pelelangan. Kegiatan pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu dapat dikatakan belum berjalan lancar. Hal ini dapat dilihat dari fungsi TPI yang seharusnya sebagai wahana penjualan ikan melalui pelelangan yang dapat membantu nelayan, tidak terwujud. Pada dasarnya TPI Palabuhanratu memiliki bangunan yang cukup memadai untuk dilakukannya pelelangan ikan. TPI Palabuhanratu hanya merupakan suatu tempat bertemunya para nelayan dengan pembeli atau bakul.

36 Tidak berfungsinya TPI Palabuhanratu secara optimal pada dasarnya diakibatkan oleh tidak berjalannya KUD Mina Mandiri Sinar Laut. Banyak faktor yang menjadi alasan ketidakberfungsinya KUD Mina Mandiri Sinar Laut, salah satunya adalah keterbatasan dana yang tersedia. Dana ini seharusnya diperoleh melalui simpanan-simpanan yang harus dibayar oleh anggota koperasi dan biaya retribusi yang dikenakan pada nelayan. Dana hasil retribusi inilah yang digunakan untuk pembayaran gaji bagi pengurus TPI dan biaya operasional TPI Palabuhanratu. Permasalahan ini terjadi karena tidak masuknya biaya retribusi akibat dari lemahnya pengawasan terhadap nelayan dalam penjualan ikan dan kurangnya penegakkan peraturan tentang Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2000 (Silalahi, 2006). Faktor lain adalah lemahnya kemampuan SDM KUD tersebut, sehingga tidak mampu melakukan pengelolaan pelelangan sejak TPI beralih ke bawah pengelolaan KUD dari Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi sejak tahun 2005 (Pane, 2007) 4.2.4 Fasilitas Terkait dengan Pendaratan dan Pelelangan di PPN Palabuhanratu Fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan meliputi sarana dan prasarana pelayanan umum dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional pelabuhan memeperlancar aktifitas usaha perikanan (Lubis, 2002). Fasilitas yang terkait dengan pendaratan dan pelelangan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada lampiran 3. Adapun dibawah ini beberapa fasilitas pelabuhan perikanan yang terkait dengan kegiatan pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan: a) Fasilitas Pendaratan Proses pendartan hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan pengadaan peralatan serta fasilitas terkait dengan pendaratan yang memadai, terutama untuk produksi hasil tangkapan yang besar dan memerlukan proses yang cepat dan efisien. Fasilitas pendaratan ini diantaranya:

37 (1) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga (Lubis, 2002). Kolam pelabuhan menurut fungsinya dibagi menjadi dua, yaitu sebagai tempat untuk alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga dan sebagai kolam putar, artinya daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin). Di PPN Palabuhanratu kini telah tersedia dua kolam pelabuhan. Kolam yang pertama dikhususkan bagi kapal-kapal yang berukuran dibawah 20 GT, sedangkan kolam yang kedua dikhususkan bagi kapal yang berukuran diatas 20 GT; (2) Dermaga Bongkar Sedangkan dermaga adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut (Lubis, 2002). Dermaga dapat terdiri dari berbagai macam sesuai dengan fungsinya, untuk dermaga bongkar berfungsi: membongkar (unloading) muatan, dermaga untuk mengisi perbekalan (out fitting), dermaga labuh untuk berlabuh (idle berthing). Ditinjau dari bentuk dan dimensinya dermaga dibedakan menjadi: a. Wharf/quay adalah suatu konstruksi dermaga paralel atau sejajar dengan garis pantai dan umumnya dekat dengan pantai; b. Bulkhead/quaywall adalah konstruksi dermaga yang menyerupai wharf dan biasanya juga sebagai penahan permukaan tanah, terutama untuk mendapatkan perbedaan tinggi permukaan tanah yang diinginkan; c. Pier/jetty adalah tipe dermaga yang letaknya lebih menonjol atau menjorok ke leut, biasanya untuk mendapatkan kedalaman yang diinginkan. (3) Alat bantu Peranan alat bantu dalam proses pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan sangat penting, terutama dalam membantu proses

38 pendaratan, pengangkutan dan pendistribusian hasil tangkapan. Menurut Pane (2005) mngemukakan bahwa alat bantu yang biasa digunakan dalam pendaratan hasil tangkapan yaitu alat bantu yang dapat mempercepat dan membantu proses pendaratan hasil tangkapan. Alat bantu terdiri dari sarana angkut, wadah angkut dan alat bantu lainnya, alat bantu ini haruslah bersifat tidak merusak, bersih, tahan lama serta mudah dalam pemeliharaannya. b) Fasilitas Penanganan Fasilitas penanganan hasil tangkapan akan sangat mempengaruhi upaya meminimalisasi penurunan mutu oleh bakteri di dalam tubuh ikan. Kebersihan serta pemeliharaan fasilitas tersebut harus dilakukan secara rutin. Fasilitas-fasilitas yang terkait dengan penanganan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan meliputi: (1) Instalasi Air Bersih Air yang dipergunakan untuk kebutuhan melaut dan penanganan ikan harus memenuhi syarat sanitasi dan higienis. Sumber air bersih di suatu pelabuhan dapat berasal dari bergai sumber seperti sungai, setu, waduk, sumur artesis, PAM, air laut olahan, dan waduk buatan (Pane, 2006). Air yang berasal dari sumber air tersebut tidak dapat langsung dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih karena masih memerlukan pengolahan lebih lanjut agar air yang dihasilkan memenuhi syarat kebersihan. Instalasi pengolahan air bersih di suatu pelabuhan perikanan harus mampu memenuhi kebutuhan air bersih seluruh fasiitas yang ada di pelabuhan perikanan tersebut. Penyaluran kebutuhan air bersih untuk kapal perikanan di PPN Palabuhanratu dipenuhi oleh PT. EKO MULYO. Air yang disalurkan berasal dari air PDAM dan dialirkan ke kapal perikanan melalui jaringan pipa dan slang plastik dengan ukuran penjualan dalam bentuk blong (drum plastik) yang berkapasitas 250 liter dan 120 liter serta dalam bentuk jerigen plastik (30 liter) untuk kolam I, sedangkan untuk kolam II menggunakan jaringan pipa dan slang langsung sampai ke dalam kapal.

39 Kemampuan mensuplai air bersih di PPN Palabuhanratu masih cukup besar dengan tersedianya tangki air yang berkapasitas 400 m 3. disamping itu telah terpasang instalasi baru khusus untuk kegiatan masyarakat perikanan, baik untuk nelayan maupun pihak investor untuk meningkatkan pelayanan air bersih kepada masyarakat perikanan; (2) Pabrik Es atau Unit Pelayanan Es Es digunakan untuk menjaga mutu ikan agar tetap segar, baik ketika operasi penangkapan hingga ikan didistribusikan ke konsumen. Ciri-ciri es balok yang berkualitas baik adalah bening dan padat. Es balok yang berwarna putih juga baik, namun cepat mencair dan rapuh. Ciri-ciri es balok yang rusak adalah yang berwarna agak kehijauan, asin dan mudah rapuh. PPN Palabuhanratu tidak memiliki pabrik es sendiri, tetapi bekerjasama dengan KUD Mina Mandiri Sinar Laut yang melaksanakan kemitraan dengan perusahaan swasta, yaitu pabrik es Ratu Tirta, Sari Petojo dan Tirta Jaya. Dengan begitu, harga es yang diperoleh oleh nelayan dan pedagang ikan menjadi lebih murah, yaitu Rp. 3000,00 per balok (@ balok = 50 kg), dengan ongkos kirim Rp. 300,00 per balok dan Rp. 200,00 per balok. Tetapi, jika nelayan dan pedagang ikan tersebut membeli langsung dari pabrik, biayanya bisa mencapai Rp. 15.000,00 per balok; (3) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Sesuai dengan namanya, fungsi Tempat Pelelangan Ikan adalah untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Letak dan pembagian ruang di gedumg pelelangan harus direncanakan agar aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat. Hal ini dengan pertimbangan bahwa produk perikanan merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu sehingga aliran produk ini terganggu akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan (Lubis, 2005).

40 Ruangan yang ada pada gedung pelelangan adalah: 1) Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan ikan ke dalam peti atau keranjang; 2) Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang ikan; 3) Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain dan diberi es, garam dan lain-lain selanjutnya siap untuk dikirim; 4) Ruang administrasi pelelangan, terdiri dari loket-loket untuk menawar dari pembeli, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum. Dengan demikian, aktivitas pelelangan dan gedung pelelangan tetap tidak terlepas dari penggunaan basket hasil tangkapan dan penanganan mutu ikan.

5 KARAKTERISTIK HASIL TANGKAPAN DAN BASKET HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU 5.1 Identifikasi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPN Palabuhanratu 5.1.1 Jenis Hasil Tangkapan Didaratkan di PPN Palabuhanratu Hasil Tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu sepanjang tahun 2006 mencapai 54 jenis hasil tangkapan. Produksi perikanan laut di PPN Palabuhanratu pada tahun 2006 paling dominan menurut jenis adalah ikan cakalang sebesar 1.001,3 ton (18,3 %), ikan tuna madidihang sebesar 677,8 ton (12,4 %), ikan tuna mata besar sebesar 562 ton (10,2 %), ikan tongkol abu-abu sebesar 506,5 ton (9,3 %), dan ikan semar/eteman sebesar 485,8 ton (8,9 %). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 6. Tabel 6. Produksi Ikan Laut Menurut Jenisnya di PPN Palabuhanratu pada Tahun 2006 No. Jenis Ikan Jumlah (kg) Komposisi (%) 1 Cakalang 1.001.301 18,3 2 Tuna Madidihang 677842 12,4 3 Tuna Mata Besar 562035 10,3 4 Tongkol abu-abu 506543 9,3 5 Semar/Eteman 485765 8,9 6 Tongkol Lisong 454285 8,3 7 Tembang 369578 6,8 8 Layur 222642 4,1 9 Udang Rebon 214544 3,9 10 Tongkol Banyar 152035 2,8 11 Ikan Lainnya 814991 14,9 Jumlah 5.461.561 100,0 Sumber : Anonimous, 2007 a (diolah kembali) Untuk melihat kapan jenis-jenis ikan dari Tabel 6 didaratkan dan kapan terjadi musim puncak pendaratan dari setiap jenis ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, terutama ikan-ikan dominan, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Histogram Volume Pendaratan Ikan Menurut Jenis dan Bulan di PPN Palabuhanratu Tahun 2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Produksi Jenis Hasil Tangkapan (kg) Cakalang Tuna Madidihang Tuna Mata Besar Tongkol Abu-abu Semar/Eteman 26.128 126.785 75.418 623 3.225 142.733 99.223 29.030 22 11.012 92.983 88.760 20.820 3.109-85.703 43.687 19.764 436-58.057 80.005 44.174 6.652 84 124.379 75.250 82.965 18.137 787 107.029 30.525 26.295 83.394 30.768 82.526 29.455 22.090 15.498 39.267 151.471 39.559 37.211 11.529 207.416 62.754 6.255 7.765 91.350 50.193 40.302 22.988 25.332 98.443 139.605 27.236 35.350 171.171 177.350 3.408

Tabel 7 (Lanjutan) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Produksi Jenis Hasil Tangkapan (kg) Tongkol Lisong Tembang Layur Udang Rebon Tongkol Banyar 680-1.914 6.720 9.901 11.729 300 1.193 17.013 51.189 42.807 7.892 8.201 7.732 22.212 560 6.216 6.542 1.763 15.186-43.237 9.867 1.049 15.386 24.371 16.305 6.339 10.904 444 137.98 9.702 11.425-1.406 4 61.361 80.869 58.556 25.440 9.131 29.624 20.411 52.130 81.230 3.505 31.596 924 13.695 33.829 2.197 233.21 28.310 11.940 20.363 4.278 20.373 1 18.796 22.317 30.741 10.088

44 Berdasarkan Tabel 7, selama tahun 2006, hampir seluruh hasil tangkapan didaratkan setiap bulannya, kecuali untuk ikan semar pada bulan Maret dan April, ikan tongkol lisong pada bulan Februari dan Mei serta udang rebon pada bulan Juli. Musim puncak pendaratan dari setiap hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu berbeda satu sama lainnya, seperti ikan cakalang dengan musim puncak pendaratannya terjadi pada bulan September dengan total berat ikan yang didaratkan sebesar 151.471 kg, tuna madidihang terjadi pada bulan Januari sebesar 126.785 kg, tuna mata besar terjadi pada bulan Desember sebesar 171.171 kg, tongkol abu-abu terjadi pada bulan Desember sebesar 177.350 kg, semar/eteman terjadi pada bulan September sebesar 207.416 kg, tongkol lisong terjadi pada bulan Nopember sebesar 233.211 kg, tembang terjadi pada bulan Juli sebesar 137.984 kg, layur terjadi pada bulan Agustus 58.556 kg, udang rebon terjadi pada bulan September sebesar 81.230 kg dan tongkol banyar dengan musim puncak terjadi pada bulan Februari dengan total berat ikan yang didaratkan sebesar 51.189 kg. Udang Rebon 4% Layur 4% Tongkol Banyar 3% Tembang 7% Tongkol Lisong 8% Ikan Lainnya 15% Semar/Eteman 9% Cakalang 19% Tongkol abuabu 9% Tuna Madidihang 12% Tuna Mata Besar 10% Gambar 6. Diagram Jenis dan Komposisi Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Tahun 2006

45 (a) (b) (c) Gambar 7. Hasil Tangkapan Dominan yang Didaratkan di PPN - Palabuhanratu, Periode September Nopember 2007: (a). Layur (Trichurus sp.); (b). Semar/Eteman (Mene maculata); (c). Tembang (Clupea fimbriata); (d). Tongkol (Auxis sp.) Tabel 8. Musim Pendaratan Sampel Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu September - Nopember 2007 (d) Bulan Jenis Ikan Sampel Layur Semar/Eteman Tembang Tongkol September 79.53 17.09 15.76 14.34 Oktober 76.29 18.35 15.43 27.78 Nopember 68.65 16.12 15.88 12.68 Selama periode penelitian September Nopember 2007, jenis hasil tangkapan yang paling dominan didaratkan di PPN Palabuhanratu dari sampel hasil tangakapan didaratkan yang diperoleh adalah layur, semar/eteman, tembang dan tongkol (Gambar 7). Berdasarkan Tabel-8, keempat sampel hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu selama periode September - Nopember 2007, memiliki total berat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pada ikan layur, total

46 berat terbesar terdapat pada bulan September, yaitu sebesar 79,53 kg, semar terdapat pada bulan Oktober dengan total berat sebesar 18,35 kg, tembang terdapat pada bulan Nopember dengan total berat sebesar 15,88 kg dan tongkol total berat terbesar terdapat pada bulan Oktober yaitu sebesar 27,78 kg. Bila dibandingkan dari bentuk sebaran berat antara total berat sampel hasil tangkapan dominan periode September - Nopember 2007 dengan total berat hasil tangkapan yang sama jenisnya periode September - Nopember 2006, terdapat persamaan dan perbedaan. Ikan layur yang didaratkan periode September - Nopember 2006, total berat terbesar terdapat pada bulan September yaitu sebesar 52.130 kg dengan bentuk sebaran berat sama dengan sampel ikan layur periode September - Nopember 2007. Hal yang sama juga terjadi pada ikan tembang, dimana total berat terbesar terdapat pada bulan Nopember, baik pada periode September - Nopember 2006 maupun pada periode September - Nopember 2007. Pada ikan semar periode September - Nopember 2006, total berat terbesar terdapat pada bulan September yaitu sebesar 207.416 kg, sehingga bentuk sebarannya berbeda dengan sampel ikan semar periode September - Nopember 2007, dimana total berat terbesar terdapat pada bulan Oktober. Hal yang sama juga terjadi pada ikan tongkol, dimana total berat terbesar periode September - Nopember 2007 terdapat pada bulan Oktober, sedangkan pada periode September - Nopember 2006, total berat terbesar terdapat pada bulan Desember untuk tongkol abu-abu, Nopember untuk tongkol lisong dan bulan Februari untuk tongkol banyar. Banyak tidaknya jenis hasil tangkapan, pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor musim ikan, sedangkan banyak tidaknya volume produksi hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan, selain faktor musim ikan, juga banyaknya kapal yang mendaratkan hasil tangkapan dan banyaknya daerah penangkapan ikan (DPI) yang menjadi lokasi penangkapan (Pane, 2008). Pada umumnya, kapal-kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu menangkap di lebih dari satu DPI. banyaknya DPI yang menjadi lokasi penangkapan, menyebabkan pula banyaknya jenis ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan ini.

47 5.1.2 Ukuran Hasil Tangkapan Didaratkan Ukuran/dimensi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu sangat beragam sesuai dengan jenisnya, misalnya ikan layur, dimensi panjang tubuhnya lebih panjang dibandingkan dengan dimensi lebar tubuhnya, sedangkan ikan semar, dimensi lebar tubuhnya hampir sama dengan dimensi panjangnya. Dari hasil pengukuran terhadap keempat sampel hasil tangkapan dominan di PPN Palabuhanratu, diperoleh kisaran dimensi panjang, berat, lebar dan tebal dari masing-masing sampel hasil tangkapan selama tiga bulan yaitu, September, Oktober dan Nopember 2007 sebagai berikut: Pada ikan layur, kisaran dimensi panjangnya mulai dari 600 mm 1.000 mm, dimensi beratnya 300 g 880 g, dimensi lebarnya 60 mm 94 mm dan dimensi tebalnya 12 mm 19 mm. Untuk sampel ikan tembang, kisaran dimensi panjangnya mulai dari 85 mm 200 mm, dimensi beratnya 15 g 120 g, dimensi lebarnya 30 mm 47 mm, dan dimensi tebalnya 10 mm 16 mm. Ikan tongkol, kisaran dimensi panjangnya 205 mm 500 mm, dimensi beratnya 130 g 1.190 g, dimensi lebarnya 40 mm 125 mm dan dimensi tebalnya 13 mm 39 mm. Ikan semar, kisaran dimensi panjangnya mulai dari 125 mm 255 mm, dimensi beratnya 50 g 270 g, dimensi lebarnya 50 mm 145 mm, dan dimensi tebalnya 11 mm 31 mm. Untuk kisaran dimensi panjang dan lebar dari sampel hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan kisaran dimensi tebal dan berat dari sampel dapat dilihat pada Tabel 10.

48 Tabel 9. Kisaran Dimensi Panjang dan Lebar Sampel Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Tahun 2007 Kisaran Panjang (mm) Kisaran Lebar (mm) Jenis Ikan September Oktober Nopember September Oktober Nopember Min - Max Min - Max Min - Max Min - Max Min - Max Min - Max I. Dalam Wadah 1 Layur 700-990 710-990 600-920 60-90 65-93 60-90 2 Tembang 145-200 150-200 150-200 33-43 35-45 30-50 3 Tongkol 270-370 280-500 205-370 67-110 70-125 45-115 4 Semar 145-240 125-240 140-180 65-145 90-125 50-85 II. Di Luar Wadah 1 Layur 830-1.000 750-970 635-860 60-75 66-94 60-90 2 Tembang 85-200 135-185 140-200 35-45 30-47 40-50 3 Tongkol 270-340 190-335 280-370 65-82 40-80 70-110 4 Semar 169-240 180-240 145-255 87-120 90-125 70-145 III. Dalam dan Luar Wadah 1 Layur 700-1.000 710-990 600-920 60-90 65-94 60-90 2 Tembang 85-200 135-200 140-200 33-45 30-47 30-50 3 Tongkol 270-370 190-500 205-370 65-110 40-125 45-115 4 Semar 145-240 125-240 140-255 65-145 90-125 50-145 IV. Ikan Lainnya 1 Cucut*) - 1.100-1.350 250-350 2 Pari*) - 850-1.800 650-950 3 Tuna*) - 1.150-1.250 300-350 Keteranga n: *) Pane (2007)

49 Tabel 10. Kisaran Dimensi Tebal dan Berat Sampel Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Tahun 2007 Jenis Ikan I. Dalam Wadah Kisaran Tebal (mm) Kisaran Berat (gram) September Oktober Nopember September Oktober Nopember Min - Max Min - Max Min - Max Min - Max Min - Max Min - Max 1 Layur 15-22 16-22 13-20 380-600 380-600 340-690 2 Tembang 14-19 15-19 15-19 15-71 20-120 20-120 3 Tongkol 38-52 39-70 29-52 350-790 250-1190 140-800 4 Semar 16-27 14-27 16-20 60-270 160-260 50-120 II. Di Luar Wadah 1 Layur 18-22 16-21 14-19 400-640 450-600 300-880 2 Tembang 8-19 13-18 14-19 30-70 40-85 30-110 3 Tongkol 38-48 27-47 39-52 340-640 130-560 250-785 4 Semar 19-27 20-27 16-28 90-250 160-250 60-270 III. Dalam dan Luar Wadah 1 Layur 15-22 16-22 13-20 380-640 380-600 300-880 2 Tembang 8-19 13-19 14-19 15-71 20-120 20-120 3 Tongkol 38-52 27-70 29-52 340-790 130-1190 140-800 4 Semar 16-27 14-27 16-28 60-270 160-260 50-270 IV. Ikan Lainnya 1 Cucut*) 9500-13000 2 Pari*) 6500-9500 3 Tuna*) 15000-20000 Keterangan: *) Pane (2007)

50 Selain keempat jenis sampel hasil tangkapan dominan yang diteliti, terdapat pula hasil tangkapan lain yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dengan ukuran yang jauh lebih besar (Tabel 9 dan Tabel 10). Hasil tangkapan tersebut diantaranya adalah ikan cucut, pari dan tuna. Berat, panjang dan lebar masingmasing dari ketiga ikan tersebut adalh sebagai berikut: Untuk ikan cucut dimensi maksimum berat tubuhnya mencapai 13 kg, panjang maksimumnya 1.350 mm dan lebar maksimumnya 350 mm; pari beratnya mencapai 9,5 kg, panjang maksimumnya 1.800 mm dan lebar maksimumnya 950 mm; tuna berat maksimumnya mencapai 20 kg, panjang maksimumnya 1.250 mm dan lebar maksimumnya 350 mm (Pane, 2007). Ikan cucut dan pari, jarang tertangkap dan didaratkan di PPN Palabuhanratu. Untuk cucut dan pari yang berukuran besar, tidak memerlukan basket/wadah pengangkut, biasanya kedua jenis ikan ini dipindahkan dari kapal ke dermaga pendaratan menggunakan tali dan atau pengait besi (ganco) dengan cara menariknya. Cucut dan pari kecil, memerlukan basket untuk pemindahan dari kapal ke dermaga pendaratan dan selanjutnya ke TPI. Di bawah ini adalah tabel sebaran kelas dimensi berat dari keempat sampel hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Tabel 11. Sebaran Kelas Dimensi Berat Sampel Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Tahun 2007 Jenis 1. Layur Selang Kelas Berat (g) 300-416 416-532 532-648 648-764 764-880 0 0 7 September 21 62 0 0 BULAN Oktober 31 1 4 Nopember 58 1 34 8 43 2. Tembang 15-36 36-57 57-78 78-99 99-120 0 0 14 14 62 2 3 23 22 40 7 7 21 24 31 3. Tongkol 130-342 342-554 554-766 766-978 978-1.190 0 1 2 4 38 2 8 12 24 44 0 4 8 24 24 4. Semar 50-94 94-138 138-182 182-226 226-270 4 15 15 26 30 0 0 13 29 48 1 10 20 27 32

51 Berdasarkan Tabel 11, untuk ikan layur pada bulan September hingga bulan Oktober dimensi beratnya berada pada selang 532 648 g dan 648 764 g dan memiliki frekuensi terbesar yang tidak jauh berbeda, akan tetapi pada bulan Nopember frekuensi ikan layur pada selang 300 416 g, 416 532 g dan 764 880 g bertambah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada bulan September dan Oktober hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu cenderung berasal dari dua populasi yang berbeda, sedangkan hasil tangkapan yang didaratkan pada bulan Oktober dan Nopember berasal dari satu populasi yang sama. Untuk sampel hasil tangkapan tembang berasal dari tiga populasi yang berbeda dan dapat dilihat dari bentuk sebaran frekuensi tiap selang dari ketiga bulan, ditandai dengan tidak adanya pertambahan frekuensi dari setiap selang kelas. Pada sampel ikan tongkol, selama tiga bulan tersebut terlihat jelas, bahwa sampel tersebut berasal dari satu populasi yang sama, hal ini ditandai dengan adanya pertambahan di setiap selang kelas per bulannya. Untuk ikan semar, berdasarkan bentuk sebaran kelas panjang, diketahui bahwa ikan tersebut berasal dari empat populasi yang berbeda. Pada bulan September saja terdapat dua populasi, ditandai dalam bentuk sebaran dengan dua puncak, puncak pertama terdapat pada selang 94-138 g dan yang ke dua berada pada selang 182-226 g. Populasi ke tiga berasal dari selang kelas 50-182 g pada bulan Oktober dan dari selang kelas 182-270 g pada bulan Nopember, sedangkan populasi ke empat terdapat pada selang kelas 50-182 g pada bulan Nopember. Untuk mengetahui apakah suatu hasil tangkapan berasal dari satu populasi yang sama atau berbeda, dapat dilihat dari bentuk sebaran atau frekuensi selang kelas berat dan atau selang kelas panjang dari hasil tangkapan tersebut. Berikut ini adalah tabel sebaran kelas dimensi panjang dari keempat sampel hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu:

52 Tabel 12. Sebaran Kelas Dimensi Panjang Sampel Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Tahun 2007 Jenis 1. Layur Selang Kelas Panjang (mm) 600-680 680-760 760-840 840-920 920-1.000 0 11 September 16 27 36 0 6 15 BULAN Oktober 27 42 0 3 10 Nopember 30 47 2. Tembang 85-108 108-131 131-154 154-177 177-200 0 1 3 30 56 0 0 7 25 58 0 0 4 37 49 3. Tongkol 190-252 252-314 314-376 376-438 438-500 0 0 0 10 35 1 5 15 23 46 0 0 19 19 22 4. Semar 125-151 151-177 177-203 203-229 229-255 8 10 16 21 35 0 2 12 30 46 12 11 11 21 35 Pada bulan September, frekuensi sampel ikan layur terbesar berada pada selang kelas panjang 920 1000 mm, dengan jumlah sampel 36 ekor ikan (Tabel 15). Sampel ikan layur pada bulan Oktober dan Nopember berasal dari satu populasi yang sama, hal ini ditandai dengan adanya pertumbuhan pada beberapa frekuensi selang kelas di bulan Nopember. Artinya, sampel ikan layur ini berasal dari dua populasi yang berbeda. Untuk sampel ikan tembang, berasal dari tiga populasi yang berbeda dan dapat dilihat dari bentuk sebaran frekuensi tiap selang dari ketiga bulan, ditandai dengan tidak adanya pertambahan frekuensi dari setiap selang kelas. Pada ikan tongkol, selama tiga bulan tersebut terlihat jelas, bahwa sampel tersebut berasal dari satu populasi yang sama, hal ini ditandai dengan adanya pertambahan di setiap selang kelas per bulannya. Pada sampel ikan semar, sebaran kelas dimensi panjang pada bulan September menandakan bahwa sampel ikan tersebut ditangkap dari dua populasi yang berbeda, hal itu ditandai dengan terdapatnya dua puncak pada sebaran frekuensi, yaitu pada selang kelas 151 177 mm dan pada selang kelas 203 229 mm. Pada bulan Oktober dan Nopember, sampel ikan semar masing-masing berasal dari satu populasi, terlihat dari selang kelas 125-203 mm pada bulan Oktober dan selang kelas 203-255 mm pada bulan Nopember, selain itu terdapat

53 satu populasi lagi pada bulan Nopember, yaitu pada selang kelas 125-203 mm. Artinya, sampel ikan semar tersebut berasal dari empat populasi yang berbeda. Berdasarkan pembahasan Tabel 11 dan 12, didapatkan persamaan dari setiap sampel hasil tangkapan dilihat dari bentuk sebaran kelas berat dan panjang dari masing-masing keempat ikan tersebut. Persamaan yang didapat, yaitu pada sampel ikan layur berasal dari dua populasi yang berbeda, ikan tembang berasal dari tiga populasi yang berbeda, ikan tongkol berasal dari satu populasiyang sama dan ikan semar berasal dari empat populasi yang berbeda 5.1.3 Mutu Hasil Tangkapan Didaratkan Mutu hasil tangkapan di suatu PP/PPI tak lepas dari pengaruh penanganan hasil tangkapan tersebut selama di kapal dan pelabuhan. Penanganan ikan adalah suatu perlakuan yang dikenakan terhadap hasil tangkapan perikanan dengan tujuan untuk mempertahankan tingkat kesegaran ikan atau memperlambat perkembangan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kebusukan ikan (Moeljanto, 1982). Dalam penanganan ikan, harus diusahakan suhu selalu rendah, mendekati 0 o C. Sebab, semakin tinggi suhu, maka kecepatan membusuk juga semakin besar. Sebaliknya, bila suhu ikan selalu dipertahankan serendahrendahnya, maka proses pembusukan bisa diperlambat. Proses penurunan mutu ikan tidak dapat dihentikan secara total, yang dapat diusahakan hanyalah memperlambat proses tersebut. Untuk memperlambat proses penurunan mutu ikan, diperlukan suatu penanganan yang baik, sehingga kerusakan dan kebusukan ikan dapat diperlambaat. Penanganan ikan di suatu pelabuhan perikanan hendaknya dilakukan mulai saat pembongkaran hingga ikan didistribusikan (Rahayu, 2000). Berdasarkan hasil pengamatan nilai mutu secara organoleptik terhadap sampel hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, kisaran rata-rata nilai mutu yang diperoleh adalah mulai dari 3,5 hingga 8,3 dari skala organoleptik 1 9. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel hasil tangkapan yang diamati mempunyai mutu yang bervariasi, mulai dari yang tidak segar sampai dengan yang segar. Kisaran nilai mutu dari sampel hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 13.

54 Tabel 13. Kisaran Nilai Mutu Sampel Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Tahun 2007 Jenis Ikan Kisaran Rata-rata Nilai Mutu Organoleptik September Oktober November Min - Max Min - Max Min - Max I. Dalam Wadah 1 Layur 4,8-7,5 4,5-6,3 5,3-7,3 2 Tembang 4,5-6,0 5,3-7,3 4,8-7,3 3 Tongkol 5,3-6,0 4,3-7,3 4,8-7,0 4 Semar 4,3-8,3 4,3-6,8 4,8-6,8 II. Di Luar Wadah 1 Layur 4,3-6,3 4,3-5,8 5,3-6,5 2 Tembang 3,8-5,5 3,5-5,8 4,0-6,5 3 Tongkol 4,8-7,8 4,3-5,75 6,0-7,0 4 Semar 4,8-6,0 4,0-6,0 4,3-6,5 III. Gabungan (Dalam dan Luar Wadah) 1 Layur 4,3-7,5 4,3-6,3 5,3-7,3 2 Tembang 3,8-6,0 3,5-7,3 4,0-7,3 3 Tongkol 4,8-7,8 4,3-7,3 4,8-7,0 4 Semar 4,3-8,3 4,0-6,8 4,3-6,8 Dari Tabel 13, dapat dilihat perbedaan yang cukup mencolok dari rata-rata nilai mutu sampel hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Ratarata nilai mutu keempat sampel hasil tangkapan selama tiga bulan pengamatan yang berada di dalam wadah lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang berada di luar wadah, baik rata-rata nilai mutu minimumnya maupun maksimumnya. Misalnya saja ikan tembang yang berada di dalam wadah, pada bulan September rata-rata nilai mutu minimumnya sebesar 4,5 dan nilai maksimumnya sebesar 6,0, sedangkan ikan tembang yang berada di luar wadah, pada bulan yang

55 sama rata-rata nilai mutu minimumnya sebesar 3,8 dan nilai maksimumnya sebesar 5,5. Rata-rata nilai mutu minimum dan maksimum dari sampel yang berada di dalam wadah lebih tinggi dibandingkan dengan yang di luar wadah juga terjadi pada sampel ikan tongkol, layur dan semar. Perbedaan tersebut mengindikasikan bahwa wadah hasil tangkapan memiliki peranan penting dalam menjaga mutu hasil tangkapan, karena basket melindungi ikan dari sentuhan langsung dengan pencemar, seperti air kotor ataupun kotoran lainnya yang ada di pelabuhan. Jika hasil tangkapan diletakkan begitu saja di atas lantai TPI, maka kotoran, bakteri dan pencemar lainnya akan menempel pada tubuh hasil tangkapan tersebut dan akan menurunkan nilai mutunya. Di tempat pelelangan, ikan tidak boleh diletakkan begitu saja diatas lantai, terlebih-lebih dilangkahi, tetapi ikan harus diletakkan dalam sebuah tempat atau wadah agar kebersihan ikan tetap terjaga, ikan tidak terkena kotoran atau mendapat pencemaran dari kotoran yang terdapat di TPI. Tidak ada seekor ikan pun baik yang berukuran kecil maupun besar boleh bersentuhan dengan air kolam pelabuhan, bakteri atau yang lainnya, kecuali hanya dengan wadah pengangkut ikan (Ilyas, 1983). Sebaran kelas rata-rata nilai mutu sampel hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 14. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebaran terbanyak dari rata-rata nilai mutu sampel hasil tangkapan berkisar mulai dari nilai mutu 4 hingga 6 dan itu berarti mutu dari sampel hasil tangkapan cukup segar, sedangkan jumlah sampel yang bermutu segar lebih sedikit. Banyaknya jumlah sampel hasil tangkapan yang bermutu cukup segar tersebut disebabkan oleh kurangnya perhatian nelayan dan pedagang ikan dalam proses penanganan, sehingga mutu ikan menjadi turun. Pada pembongkaran, pelelangan dan pengangkutan ikan basah harus selalu berpedoman pada prinsip penanganan ikan basah, yaitu ikan harus selalu dalam keadaan dingin, bekerja cepat dan bersih (higienis), sehingga selama penanganan ikan di pelabuhan suhu ikan tetap terjaga, ikan tidak mendapat pencemaran dari kotoran dan bakteri penyakit serta mutu fisik, organoleptik dan nilai komersial ikan tidak cepat menurun (Ilyas, 1983).

56 Tabel 14. Sebaran Kelas Rata-rata Nilai Mutu Sampel Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Menurut Jenis Jenis Selang Kelas Mutu September BULAN Oktober Nopember 1. Layur 4.3-5.1 5.1-5.9 5.9-6.7 6.7-7.5 17 20 15 38 0 15 36 39 0 5 29 56 2. Tembang 3.5-4.4 4.4-5.4 5.4-6.3 6.3-7.3 0 13 32 45 24 19 18 29 3 21 23 43 3. Tongkol 4.3-5.1 5.1-6.0 6.0-6.9 6.9-7.8 0 3 15 27 5 10 31 44 3 6 12 39 4. Semar 4.0-5.1 5.1-6.1 6.1-7.2 7.2-8.3 17 16 20 37 0 5 34 51 0 13 37 40 5.2 Identifikasi Basket/Wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Basket hasil tangkapan adalah wadah atau alat untuk mengangkut ikan dari dermaga atau tempat pembongkaran ikan ke TPI. Pihak-pihak yang menggunakan basket hasil tangkapan yang tersedia di pelabuhan perikanan ialah para nelayan atau pengusaha perikanan dan para pedagang ikan di pelabuhan tersebut. Penyediaan basket hasil tangkapan di pelabuhan perikanan, biasanya disediakan oleh pihak koperasi unit desa (KUD) Mina setempat. Basket-basket yang ada disewakan kepada para nelayan atau pedagang ikan dengan harga dan lama waktu yang telah ditentukan oleh pihak KUD. Di PPN Palabuhanratu, baket hasil tangkapan disediakan oleh KUD Mina Mandiri Sinar Laut.

57 5.2.1 Bentuk Basket/Wadah Hasil Tangkapan Model basket hasil tangkapan di PP/PPI Indonesia umumnya berupa basket, berbentuk seperti limas terpotong, terbuat dari bahan plastik, berlubang-lubang dengan kapasitas 30, 40 kg. Basket dengan kapasitas 60 dan 80 kg dapat ditemui di PPI Muara Angke Jakarta. Di banyak PP/PPI juga ditemui wadah/basket hasil tangkapan yang beragam modelnya, diantaranya adalahberbentuk silinder memanjang seperti tong, silinder memendek seperti keranjang ikan dari bambu. Bentuk basket berlubang-lubang ataupun keranjang yang terbuat dari bambu di atas, pada kenyataannya membuat mudahnya lendir, darah dan potongan-potongan ikan menetes atau tercecer di lantai dermaga dan atau lantai TPI. Basket/wadah hasil tangkapan yang tersedia di PPN Palabuhanratu jenis dan bentuknya beragam, mulai dari keranjang plastik (basket/trays), keranjang bambu, tong plastik (blong), kotak styrofoam dan bak fibreglass (jolang). Keranjang plastik (basket/trays) yang dimiliki oleh KUD Mina Mandiri Sinar Laut dan khusus digunakan pada pelelangan tidak pernah dipakai oleh pihak pengguna (nelayan, pengusaha perikanan dan pedagang ikan). Hal tersebut dikarenakan di TPI PPN Palabuhanratu tidak pernah diadakan lelang sejak tahun 2005. Para nelayan, pengusaha perikanan dan pedagang ikan biasanya menggunakan wadah lain, seperti kotak styrofoam, keranjang bambu, blong dan jolang. Pada Gambar 8 dibawah ini adalah bentuk basket/trays yang dimiliki KUD Mina Mandiri Sinar Laut yang penggunaannya dikhususkan sebagai wadah sementara dalam kegiatan pelelangan hasil tangkapan di TPI PPN Palabuhanratu:

58 Gambar 8. Basket (Trays) Hasil Tangkapan Ukuran 50 kg di PPN Palabuhanratu Tahun 2007 Basket atau disebut juga trays, yakni keranjang yang terbuat dari bahan plastik keras berbentuk seperti limas terpotong dan berkapasitas umumnya 30 dan 40 kg, memiliki lima sisi yang tertutup dan satu sisi atas yang terbuka, dimana disetiap sisi yang tertutup memiliki lubang-lubang ventilasi sebagai tempat keluarnya lendir-lendir dan air sisa pencucian ikan. Blong merupakan wadah hasil tangkapan berbentuk silinder memanjang dan menggembung di bagian tengahnya, bagian atas terbuka, berbahan plastik, memiliki kapasitas sampai 120 kg ikan. Box styrofoam merupakan wadah hasil tangkapan berbentuk balok yang terbuat dari bahan styrofoam. Wadah ini juga memiliki lima sisi yang tertutup, akan tetapi pada box styrofoam di setiap sisi yang tertutup tersebut tidak memiliki lubang-lubang sebagai tempat keluarnya lendir seperti pada basket/trays. Jolang merupakan wadah hasil tangkapan yang berbentuk seperti bak setengah bundar yang terbuat dari bahan fibreglass. Wadah ini biasanya digunakan pedagang Untuk memajang hasil tangkapan yang akan dijual. Keranjang bambu merupakan wadah hasil tangkapan berbentuk silinder memendek dan atau seperti balok dengan bagian atas yang terbuka, disebut keranjang. Keranjang terbuat dari bahan alami/anyaman bambu dengan kapasitas 25 kg. Gambar bentuk blong, box styrofoam, jolang dan keranjang bambu dapat dilihat pada Gambar-9.

59 a b c d Gambar 9. Berbagai Macam Bentuk Wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Tahun 2007: a) Blong; b) Box Styrofoam; c) Jolang; d) Keranjang Bambu 5.2.2 Ukuran/Dimensi Basket atau Wadah Hasil Tangkapan Ukuran basket/wadah hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu sangat beragam dan tergantung pada bentuknya. Berikut ini ditampilkan tabel dimensi basket/trays yang ada di PPN Palabuhanratu: Tabel 15. Dimensi Basket Hasil Tangkapan Milik TPI PPN Palabuhanratu Tahun 2007 Jenis Wadah Panjang atas Lebar atas Dimensi Panjang bawah Lebar bawah Tinggi Basket/Trays 68,5 48,5 59,5 40 37 Basket/trays yang digunakan di PPN Palabuhanratu ini memiliki dimensi p x l bagian atas = 68,5 x 48,5 cm; p x l bagian bawah = 59,5 x 40 cm dan tingginya 37 cm dengan kapasitas angkut sebesar 50 kg, tetapi saat ini tidak digunakan dan hanya disimpan di gudang TPI. Tong plastik (blong) mampu mengangkut hasil tangkapan seberat 120 kg dan biasanya digunakan oleh nelayan payang.

60 Keranjang bambu memiliki kapasitas angkut sebesar 25 kg dan digunakan sebagai wadah pengangkut dari kapal hngga ke TPI. Kotak styrofoam memiliki ukuran pxlxt = 69 x 36,6 x 26,64 cm dengan tebal masing-masing sisi 3 cm. Kotak styrofoam ini memiliki kapasitas 20 kg. Jenis wadah yang juga digunakan di PPN Palabuhanratu adalah jolang, bentuknya seperti bak setengah bundar dengan kapasitas angkut 40 kg. Tabel 16. Dimensi Wadah Hasil Tangkapan Digunakan di PPN Palabuhanratu Menurut Macam Wadah Tahun 2007 Dimensi (cm) Jenis Wadah D Lk p l t tbl D D Lk Lk Lk atas bawah atas bawah Tengah a) Blong 0 0 78,6 0,2 42,14 42,14 130,4 130,4 156,44 b) Kotak Styrofoam c) Jolang 69 36,6 26,64 3 0 0 0 0 0 0 22,88 0,5 74,24 40,1 0 0 0 0 d) Keranjang bambu Keterangan : p : panjang l : lebar t : tinggi 21,94 21,74 34,9 0 38,48 0 0 0 tbl : tebal D : diameter Lk : lingkar 0 5.2.3 Penggunaan Basket/Wadah Hasil Tangkapan Basket/wadah hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu biasanya digunakan para nelayan atau pengusaha penangkapan sebagai wadah pengangkut hasil tangkapan, sedangkan pedagang ikan umumnya menggunakan basket/wadah sebagai wadah ikan selama proses penjualan di TPI dan dermaga pendaratan. Penggunaan basket, tong/blong, keranjang bambu, kotak styrofoam dan jolang sebagai fungsi penganngkutan/pemindahan hasil tangkapan dapat dilihat pada Tebel 17 berikut:

61 Tabel17. Fungsi Pemindahan Hasil Tangkapan Oleh Basket dan Wadah Lainnya di PPN Palabuhanratu 2007 Jenis Wadah Fungsi Pemindahan/Pengangkutan 1. Basket (trays) *) 1. Wadah pengangkut ikan: 1). Dari kapal ke dermaga pendaratan 2). Dari dermaga pendaratan ke TPI 3). Dari TPI ke kenderaan pengangkut/pendistribusian 2. Wadah ikan selama proses pelelangan di TPI 2. Tong plastik (blong) 1. Wadah pengangkut ikan: **) 1). Dari kapal ke dermaga pendaratan 2). Dari dermaga pendaratan ke TPI 3). Dari dermaga pendaratan ke Tempat Pengolah Ikan 2. Wadah ikan selama proses penjualan di TPI 3. Keranjang Anyaman 1. Wadah pengangkut ikan: Bambu 1). Dari kapal ke dermaga pendaratan 2). Dari dermaga pendaratan ke TPI 3). Dari dermaga pendaratan ke tempat pengolahan ikan (dengan menggunakan gerobak dorong) 2.Wadah ikan selama proses penjualan di TPI dan dermaga pendaratan/sampingtpi 4. Kotak Styrofoam 1. Wadah pengangkut ikan: ***) 1). Dari kapal ke dermaga pendaratan 2). Dari dermaga pendaratan ke coolstorage PT AGB (untuk tujuan ekspor ke Korea Selatan) 3). Dari dermaga pendaratan ke TPI (untuk pasar lokal) 2. Wadah ikan selama proses penjualan di TPI dan dermaga pendaratan/sampingtpi 5. Jolang 1. Wadah ikan selama proses penjualan di TPI 6. Lainnya: Box plastik (kapasitas sampai 150 kg) Keterangan: *) Penggunaan sampai tahun 2005 **) Juga sebagai wadah hasil tangkapan di kapal ***) Juga sebagai wadah hasil tangkapan khusus layur di kapal 1. Dari dermaga pendaratan ke tempat pengolahan ikan (dengan menggunakan mobil bak terbuka) Penggunaan basket/wadah hasil tangkapan bahkan sudah dilakukan sejak di atas kapal, contohnya pada kapal payang. Wadah yang sering digunakan di kapal payang adalah blong. Penggunaan blong pada kapal payang berfungsi sebagai wadah pengganti palka, karena di kapal payang tidak terdapat ruang di bawah dek yang bisa digunakan sebagai palkah atau tempat menyimpan ikan selama operasi penangkapan. Selain itu, penggunaan blong pada kapal payang lebih baik dari sisi penggunaan ruang (spasial), kerena mampu menampung ikan dalam jumlah yang banyak dan tidak memakan ruang di atas kapal. Dalam pengoperasiannya, payang membutuhkan banyak tenaga manusia, sehingga ruang kosong di atas kapal sangat kurang. Namun penggunaan blong, merusak sebagian besar ikan

62 didalamnya akibat ikan tertindih ikan-ikan di atasnya di dalam blong. Blong yang digunakan berkapasitas 120 kg. Pada Tabel 17 di atas terdapat satu wadah berupa box plastik yang biasanya digunakan oleh pengusaha pengolahan ikan untuk mengangkut hasil tangkapan dari dermaga bongkar ke tempat pengolahan ikan. Wadah ini tidak digunakan oleh pedagang ikan di TPI karena bentuk dan ukurannya yang besar dan cukup berat sehingga agak sulit dipindahkan; dengan kapasitas mencapai 150 kg.

6 HUBUNGAN ANTAR DIMENSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DAN KEBUTUHAN DIMENSI BASKET HASIL TANGKAPAN Secara sederhana yang dimaksud dengan pertumbuhan ialah perubahan ukuran; dapat panjang atau berat dalam waktu tertentu (Effendie, 1997). Jadi, untuk menghitung pertumbuhan diperlukan data panjang/lebar/tebal atau berat dan umur atau kurun waktu tertentu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya ialah jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan, suhu, oksigen terlarut, faktor kondisi air, umur dan ukuran ikan serta kematangan gonad (Effendie, 1997). Untuk mengetahui pertumbuhan pada ikan, maka perlu diketahui mengenai dimensi hasil tangkapan. Secara umum, dimensi hasil tangkapan dapat dikelompokkan menjadi berat, panjang, tebal, lebar, dan volume. Terdapat hubungan antar dimensi hasil tangkapan tersebut, yang menunjukkan pengaruh antara kedua variabel, korelasi, dan nilai allometrik/kecenderungan tumbuh. Jika dikaji lebih jauh maka beberapa dimensi hasil tangkapan yang telah disebutkan tadi saling terkait dan mempengaruhi satu dengan lainnya. 6.1 Hubungan Berat dan Panjang Menurut Jenis Ikan Analisis hubungan antara panjang dan berat ikan diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = a x L b (P = Poids/berat; L = Longueur/panjang; a & b koefisien regresi). Berikut ini akan disajikan interpretasi dari grafik hubungan antara berat dan panjang; yang dapat dilihat pada Gambar 10 s/d Gambar 13.

64 (1). Hubungan Berat dan Panjang Ikan Layur 1000 Berat (P; g) 800 600 400 200 P = 24,733L 0,4454 R 2 = 0,999 0 200 400 600 800 1000 1200 Panjang (L; mm) Gambar 10. Hubungan Berat dan Panjang Sampel Ikan Layur Bulan September-November 2007 Analisis hubungan antara panjang dan berat ikan layur diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = 24,733L 0,4454. Koefisien korelasi (r) = 0,9995; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan panjang dan berat. Pola pertumbuhan ikan layur bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 0,4454; yang menandakan pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan berat. (2). Hubungan Berat dan Panjang Ikan Semar 350 300 250 Berat (P; g) 200 150 100 50 P = 0,0003L 2,4909 R 2 = 0,9839 0 0 50 100 150 200 250 300 Panjang (L; mm) Gambar 11. Hubungan Berat dan Panjang Sampel Ikan Semar Bulan September-November 2007 Analisis hubungan antara panjang dan berat ikan semar diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = 0,0003L 2,4909. Koefisien korelasi (r) = 0,9919; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan panjang dan berat. Pola pertumbuhan ikan semar bersifat allometrik negatif, hal

65 ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 2,4909; yang menandakan pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan berat. (3). Hubungan Berat dan Panjang Ikan Tongkol 2000 Berat (P; g) 1500 1000 500 0 P = 2E-05 L 3,0016 R 2 = 0,9574 0 100 200 300 400 500 600 Panjang (L; mm) Gambar 12. Hubungan Berat dan Panjang Sampel Ikan Tongkol Bulan September-November 2007 Analisis hubungan antara panjang dan berat ikan tongkol diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = 2E -05 L 3,0016. Koefisien korelasi (r) = 0,9785; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan panjang dan berat. Pola pertumbuhan ikan tongkol bersifat isometrik, hal ini terlihat dari nilai b=3, yaitu 3,0016; yang menandakan pertumbuhan panjang dan berat adalah relatif sama. (4). Hubungan Berat dan Panjang Ikan Tembang 140 Berat (P; g) 120 100 80 60 40 20 0 P = 0,0013 L 2,0651 R 2 = 0,9945 0 50 100 150 200 250 Panjang (L; mm) Gambar 13. Hubungan Berat dan Panjang Sampel Ikan Tembang Bulan September-November 2007 Analisis hubungan antara panjang dan berat ikan tembang diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = 0,0013L 2,0651. Koefisien korelasi (r) = 0,9972;

66 menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan panjang dan berat. Pola pertumbuhan ikan tembang bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 2,0651; yang menandakan pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan berat. Tabel 18. Rumus Persamaan Hubungan Berat dengan Panjang Ikan Jenis Ikan Persamaan Hubungan Berat dan Panjang 1. Layur P = 24,733L 0,4454 2. Semar/Eteman P = 0,0003L 2,4909 3. Tembang P = 0,0013L 2,0651 4. Tongkol P = 2E-05 L 3,0016 Hubungan korelasi (r) dari keempat ikan diatas menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antar pertumbuhan panjang dan berat. Namun, untuk kecenderungan tumbuh pada tiap ikan berbeda. Untuk layur, kecenderungan pertumbuhan panjang lebih dominan daripada berat dan bila dibandingkan ketiga jenis lainnya di atas, maka ikan layur memiliki kecepatan pertumbuhan panjang yang tertinggi. Selain itu, terjadi pola pertumbuhan yang berbeda untuk ikan tongkol; dimana kecenderungan pertumbuhan berat dan panjangnya adalah relatif sama. 6.2 Hubungan Berat dan Lebar Menurut Jenis Ikan Untuk hubungan berat dan lebar menurut jenis ikan dapat dilihat pada Gambar 18 s.d. Gambar 21. Analisis hubungan antara berat dan lebar ikan diperoleh lewat persamaan regresi yaitu P = a x I b (P = Poids/berat; l = largeur/lebar; a & b koefisien regresi). Dari grafik tersebut dapat diketahui koefisien korelasi dan pola kecenderungan pertumbuhan ikan dari sisi berat dan lebar ikan menurut jenis ikan.

67 (1). Hubungan Berat dan Lebar Ikan Layur Berat (P; g) 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 P = 37,419 l 0,6006 R 2 = 0,9995 0 20 40 60 80 100 Lebar (l; mm) Gambar 14. Hubungan Berat dan Lebar Ikan Layur Bulan September - November 2007 Analisis hubungan antara lebar dan berat ikan layur diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = 37,419L 0,6006. Koefisien korelasi (r) = 0,9997; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan lebar dan berat. Pola pertumbuhan ikan layur bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 0,6006; yang menandakan pertumbuhan dari ukuran lebar ikan lebih cepat daripada pertumbuhan berat. (2). Hubungan Berat dan Lebar Ikan Semar 400 350 300 P = 0,0133 l 2,0445 R 2 = 0,9729 Berat (P; g) 250 200 150 100 50 0 0 50 100 150 200 Lebar (l; mm) Gambar 15. Hubungan Berat dan Lebar Ikan Semar Bulan September - November 2007 Analisis hubungan antara lebar dan berat ikan semar diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = 0,0133L 2,0445. Koefisien korelasi (r) = 0,9863; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan lebar dan berat. Pola pertumbuhan ikan semar bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat

68 dari nilai b<3, yaitu 2,0445; yang menandakan pertumbuhan dari ukuran lebar ikan lebih cepat daripada pertumbuhan berat. (3). Hubungan Berat dan Lebar Ikan Tongkol 1400 Berat (P; g) 1200 1000 800 600 400 200 0 P = 0,3288 l 1,6585 R 2 = 0,9888 0 50 100 150 Lebar (l; mm) Gambar 16. Hubungan Berat dan Lebar Ikan Tongkol Bulan September- November 2007 Analisis hubungan antara lebar dan berat ikan tongkol diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = 0,3288L 1,6585. Koefisien korelasi (r) = 0,9944; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan lebar dan berat. Pola pertumbuhan ikan tongkol bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 1,6585; yang menandakan pertumbuhan dari ukuran lebar ikan lebih cepat daripada pertumbuhan berat. (4). Hubungan Berat dan Lebar Ikan Tembang 140 Berat (P; g) 120 100 80 60 40 20 0 P = 0,0199 l 2,1461 R 2 = 0,9905 0 10 20 30 40 50 60 Lebar (l; mm) Gambar 17. Hubungan Berat dan Lebar Ikan Tembang Bulan September- November 2007

69 Analisis hubungan antara lebar dan berat ikan tembang diperoleh melalui persamaan regresi yaitu P = 0,0199L 2,1461 (Tabel-24). Koefisien korelasi (r) = 0,9952; menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan lebar dan berat. Pola pertumbuhan ikan tembang bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 2,1461; yang menandakan pertumbuhan dari ukuran lebar ikan lebih cepat daripada pertumbuhan berat. Tabel 19. Rumus Persamaan Hubungan Berat dengan Lebar Ikan Jenis Ikan Persamaan Hubungan Berat dan Lebar 1. Layur P = 37,419 l 0,6006 2. Semar/Eteman P = 0,0133 l 2,0445 3. Tembang P = 0,0199 l 2,1461 4. Tongkol P = 0,3288 l 1,6585 Hubungan korelasi (r) dari keempat ikan diatas menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antar pertumbuhan lebar ikan dan berat. Namun, untuk kecenderungan tumbuh pada tiap ikan berbeda. Untuk layur, selain kecenderungan pertumbuhan lebar lebih dominan daripada berat, juga dibandingkan dengan jenis lainnya, layur memiliki pertumbuhan lebar tercepat mencapai maksimalnya. Terjadi pola pertumbuhan yang sedikit berbeda untuk ikan semar dan tembang. Walaupun masih tergolong allometrik negatif; namun kecenderungan pertumbuhan berat dan lebar kedua jenis ikan mendekati sama (karena nilai b yang berdekatan dan lebih mendekati 3). 6.3 Hubungan Berat dan Tebal Menurut Jenis Ikan Untuk hubungan berat dan tebal menurut jenis ikan dapat dilihat pada Gambar 22 s.d. Gambar 25. Analisis hubungan antara berat dan tebal ikan diperoleh lewat persamaan regresi yaitu P = a x E b (P = Poids/berat; E = épaisseur/ketebalan ikan; a & b koefisien regresi). Dari grafik tersebut dapat diketahui koefisien korelasi dan pola kecenderungan pertumbuhan ikan dari sisi berat dan tebal ikan menurut jenis ikan.

70 (1). Hubungan Berat dan Tebal Ikan Layur 1000 Berat (P; g) 800 600 400 200 0 P = 135,47E 0,4454 R 2 = 0,999 0 5 10 15 20 25 Tebal (E; mm) Gambar 18. Hubungan Berat dan Tebal Ikan Layur Bulan September - November 2007 Analisis hubungan antara tebal dan berat ikan layur diperoleh lewat persamaan regresi yaitu P = 135,47E 0,4454. Koefisien korelasi (r) = 0,9995; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan tebal dan berat. Pola pertumbuhan ikan layur bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 0,4454; yang menandakan pertumbuhan dari ukuran tebal ikan lebih cepat daripada pertumbuhan berat. (2). Hubungan Berat dan Tebal Ikan Semar 350 300 Berat (P; g) 250 200 150 100 50 0 P = 0,0802E 2,4909 R 2 = 0,9839 0 5 10 15 20 25 30 Tebal (E; mm) Gambar 19. Hubungan Berat dan Tebal Ikan Semar Bulan September - November 2007 Analisis hubungan antara tebal dan berat ikan semar diperoleh lewat persamaan regresi yaitu P = 0,0802E 2,4909. Koefisien korelasi (r) = 0,9919; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan tebal

71 dan berat. Pola pertumbuhan ikan semar bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 2,4909; yang menandakan pertumbuhan dari ukuran tebal ikan lebih cepat daripada pertumbuhan berat. (3). Hubungan Berat dan Tebal Ikan Tongkol Berat (P; g) 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 P = 0,0055E 3,0016 R 2 = 0,9574 0 20 40 60 80 Tebal (E; mm) Gambar 20. Hubungan Berat dan Tebal Ikan Tongkol Bulan September- November 2007 Analisis hubungan antara tebal dan berat ikan tongkol diperoleh lewat persamaan regresi yaitu P = 0,0055E 3,0016. Koefisien korelasi (r) = 0,9785; menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan tebal dan berat. Pola pertumbuhan ikan tongkol bersifat isometrik, hal ini terlihat dari nilai b=3, yaitu 3,0016; yang menandakan pertumbuhan tebal dan berat sama. (4). Hubungan Berat dan Tebal Ikan Tembang Berat (P; g) 140 120 100 80 60 40 20 0 P = 0,1647E 2,0651 R 2 = 0,9945 0 5 10 15 20 25 Tebal (E; mm) Gambar 21. Hubungan Berat dan Tebal Ikan Tembang Bulan September- November 2007 Analisis hubungan antara tebal dan berat ikan tembang diperoleh lewat persamaan regresi yaitu P = 0,1647E 2,0651. Koefisien korelasi (r) = 0,9972;

72 menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan tebal dan berat. Pola pertumbuhan ikan tembang bersifat allometrik negatif, hal ini terlihat dari nilai b<3, yaitu 2,0651; yang menandakan pertumbuhan dari ukuran tebal ikan lebih cepat daripada pertumbuhan berat. Tabel 20. Rumus Persamaan Hubungan Berat dengan Tebal Ikan Jenis Ikan Persamaan Hubungan Berat dan Tebal 1. Layur P = 135,47E 0,4454 2. Semar/Eteman P = 0,0802E 2,4909 3. Tembang P = 0,1647E 2,0651 4. Tongkol P =0,0055 E 3,0016 Hubungan korelasi (r) dari keempat ikan diatas menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan tebal ikan dengan berat. Namun, untuk kecenderungan tumbuh pada tiap ikan berbeda. Untuk layur, selain kecenderungan pertumbuhan tebal lebih dominan daripada berat, juga dibandingkan ketiga jenis lainnya, memiliki pertumbuhan tebal yang lebih cepat mencapai maksimal tebalnya. Terjadi pola pertumbuhan yang sedikit berbeda untuk ikan semar dan tembang. Walaupun masih tergolong allometrik negatif; namun kecenderungan pertumbuhan berat dan tebalnya mendekati sama (karena nilai b berdekatan dan lebih mendekati 3). Untuk ikan tongkol bersifat isometrik; dimana kecenderungan pertumbuhan berat dan tebal sama. 6.4 Hubungan Berat, Dimensi dan Volume Ikan Hasil penghitungan hubungan berat dan dimensi ikan (panjang, lebar dan tebal ikan) yang telah dilakukan pada subbab 6.1 s/d 6.3 di atas, telah menghasilkan persamaan-persamaan dengan nilai-nilai koefisien hubungan berat dan dimensi ikan a1, a2, a3; b1, b2, b3 sebagaimana diterakan pada Tabel 26 dibawah ini; untuk keempat jenis ikan: layur, tembang, tongkol dan eteman.

73 Tabel 21. Nilai Koefisien-koefisien a1, a2, a3; b1, b2, b3 dan ε dari Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu September s/d Nopember 2007 Jenis Ikan a1 a2 a3 b1 b2 b3 ε 1. Layur 24,733 37,419 135,47 0,4454 0,6006 0,4454 0,374715 2. Tembang 0,0013 0,0199 0,1647 2,0651 2,1461 2,0651 0,221493 3. Tongkol 2,0E-05 0,3288 0,0055 3,0016 1,6585 3,0016 0,253019 4. Semar 0,0003 0,0133 0,0802 2,4909 2,0445 2,4909 0,295200 Didalam penerapannya, persamaan-persamaan hubungan berat dengan dimensi ikan dan nilai-nilai koefisien tersebut digunakan untuk mendapatkan berat ikan (P), panjang ikan (L), lebar ikan (l) dan tebal ikan (E). Selanjutnya, dengan melakukan elaborasi terhadap persamaan V = ε x (L x l x E); {ε = Koefisien volume ikan}, maka volume individu ikan dapat dihitung. Berikut ditampilkan simulasi penghitungan volume individu ikan (Tabel 27) untuk per jenis ikan: Tabel 22. Simulasi Penghitungan Volume Ikan Setelah Perolehan Persamaan Hubungan P dengan L, l dan E serta Nilai Koefisien-koefisien a1, a2, a3, b1,b2,b3 dan ε diperoleh; dengan Nilai P Tertentu Jenis Ikan Nilai P (g) Dimensi (mm) Volume (ml) L l E V= (ε x (LxlxE)) /10^3 1. Layur 400 517,5 51,7 11,4 113,9 500 854,1 74,9 18,8 449,9 600 1.286,1 101,5 28,3 1.381,9 2. Tembang 60 181,4 41,8 17,4 29,2 75 202,1 46,4 19,4 40,2 90 220,7 50,5 21,2 52,3 105 237,8 54,3 22,8 65,2 120 253,7 57,7 24,3 78,9 3.Tongkol 500 291,5 82,9 44,9 274,4 600 309,8 92,5 47,7 345,9 700 326,1 101,6 50,2 420,6 800 340,9 110,1 52,5 498,3 900 354,6 118,2 54,6 578,7 1.000 367,2 125,9 56,5 661,5 3. Eteman 100 164,9 78,7 17,5 67,0 / Semar 125 180,4 87,8 19,1 89,4 150 194,1 95,9 20,6 113,1 175 206,4 103,5 21,9 138,1 200 217,8 110,4 23,1 164,1 225 228,4 117,0 24,2 191,0 250 238,2 123,2 25,3 218,9 275 247,5 129,1 26,3 247,6 Keterangan: Nilai L, l dan E diperoleh dari persamaan: L = antilog (Log P Log a 1 ); l = antilog (Log P Log a 2 ); E = antilog (Log P Log a 3 ) b 2 b 1 b 3

74 Dengan memasukkan nilai berat ikan tertentu (P) yang berada dalam batas kisaran diantara minimum-maksimumnya (subbab 5.1), maka akan dihasilkan volume individu ikan (V). Sebagai contoh, dengan nilai berat individu (tertentu) 500 g ikan layur, maka akan menghasilkan volume individu sebesar 449,9 ml; individu 90 g ikan tembang menghasilkan volume individu 52,3 ml; individu 1.000 g ikan tongkol menghasilkan volume individu 661,5 ml dan individu 200 g ikan eteman menghasilkan volume individu ikan 164,1 ml. Dengan menggunakan basis kapasitas basket 20 kg, untuk jenis-jenis ikan layur, tembang dan eteman, maka selanjutnya dilakukan simulasi penghitungan berapa banyak individu ikan di dalam basket dan berapa total volume ikan di dalamnya (Tabel 28). Untuk tongkol, yang ukuran tubuhnya relatif lebih besar dari ketiga jenis lainnya digunakan basis kapasitas basket 30 kg (Tabel 29). Tabel 23. Simulasi Basis Perhitungan Rancangan Model Basket Hasil Tangkapan untuk Layur, Tembang & Eteman (Basis Basket Bandingan 20 kg) Jenis Ikan Basis Kapasitas basket (kg) Banyak Individu (ekor) Volume Ikan dalam Basket V (ml) Volume Ikan V (liter) 1. Layur 20 2. Tembang 20 3. Eteman / Semar 20 50,0 5.695,7 5,7 40,0 17.995,1 18,0 33,3 46.063,9 46,1 333,3 9.736,4 9,7 266,7 10.727,6 10,7 222,2 11.611,8 11,6 190,5 12.416,1 12,4 166,7 13.157,7 13,2 200,0 13.400,3 13,4 160,0 14.302,6 14,3 133,3 15.084,8 15,1 114,3 15.779,4 15,8 100,0 16.406,9 16,4 88,9 16.981,1 17,0 80,0 17.511,7 17,5 72,7 18.005,9 18,0 Dengan basis kapasitas basket 20 kg, maka diperoleh hasil perhitungan sebanyak 40 ekor ikan layur per basket dengan berat ikan 500 g/ekor dan total volume ikan layur 17.995,1 ml; juga diperoleh 222 ekor ikan tembang per basket dengan berat ikan 90 g/ekor dan total volume ikan 11.611,8 ml; 100 ekor ikan

75 eteman/semar per basket dengan berat ikan 200 g/ekor dan total volume ikan 16.406,9 ml. Dengan basis kapasitas basket 30 kg, maka diperoleh sebanyak 30 ekor ikan tongkol per basket dengan berat ikan 1.000 g/ekor dan total volume ikan 19.844,5 ml. Tabel 24. Simulasi Basis Perhitungan Rancangan Model Basket Hasil Tangkapan untuk Tongkol (Basis Basket Bandingan 30 kg) Basis Kapasitas Banyak Individu Volume Ikan dalam Basket V (ml) Volume Ikan V (liter) Jenis Ikan basket (kg) (ekor) 1.Tongkol 30 60,0 16.465,8 16,5 50,0 17.294,3 17,3 42,9 18.027,3 18,0 37,5 18.687,2 18,7 33,3 19.289,4 19,3 30,0 19.844,5 19,8 Hubungan berat dan dimensi ikan di atas telah mampu menghitung volume individu ikan, volume total ikan dalam suatu basket dengan kapasitas tertentu dan banyak ikan di dalam suatu basket. Selanjutnya berdasarkan volume total ikan di dalam suatu basket akan dapat dihitung berapa ukuran kebutuhan suatu basket. 6.5 Hubungan Dimensi Ikan dan Kebutuhan Dimensi Basket serta Bentuk Basket Kisaran nilai minimum maksimum dari dimensi ikan (panjang, lebar, tebal dan berat) untuk ikan-ikan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu yaitu layur, tembang, tongkol dan eteman/semar telah dikemukakan di subbab 6.1 s/d 6.3. Kisaran-kisaran nilai yang ada telah memberikan gambaran bahwa dimensi ikan tersebut nilainya bergerak naik menurut bulan, selama bulan pengamatan September s/d Nopember, mengikuti pertumbuhan ikan; atau bergerak menurun karena adanya populasi lain dari jenis yang sama yang didaratkan dan diukur selama bulan-bulan penelitian.

76 Oleh karena itu, ukuran basket yang akan dirancang haruslah dapat mencakup pergerakan nilai dimensi ikan (nilai min max). Namun demikian, pada kenyataannya, nilai maksimum dimensi/ukuran ikanlah yang paling mempengaruhi rancangan dimensi basket hasil tangkapan yang akan dibuat, dibandingkan nilai minimumnya. Tabel 30 berikut menyajikan nilai-nilai maksimum dimensi ikan-ikan dominan di daratkan di PPN Palabuhanratu yaitu layur, tembang, tongkol dan eteman; yang akan menjadi patokan bagi rancangan dimensi basket yang akan dibuat. Sebagai contoh, untuk ikan layur, panjang basket yang dibuat/dirancang haruslah dapat menampung ukuran panjang maksimalnya 100 cm. Tabel 25. Dimensi Maksimum Panjang, Lebar, Tebal dan Berat Hasil Tangkapan Didaratkan di PPN Palabuhanratu September s/d Nopember 2007 Kisaran dimensi maksimum Jenis Ikan Panjang Lebar Tebal Berat (mm) (mm) (mm) (g) 1 Layur 1.000 94 22 880 2 Tembang 200 50 19 120 3 Tongkol (kecil) 500 125 70 1.190 4 Semar 255 145 28 270 Ikan Lainnya: 1 Cucut*) 1.350 350-13.000 2 Pari*) 1.800 950-9.500 3 Tuna*) 1.250 350-20.000 Keterangan: *) Pane (2007); didaratkan bulan Noember 2007 Di PPN Palabuhanratu, juga didaratkan hasil tangkapan pelagis besar seperti tuna, jangilus, cucut, dan ikan demersal seperti pari, namun dalam jumlah tidak dominan. Ikan-ikan ini berukuran jauh lebih besar dibandingkan keempat ikan dominan layur, tembang, tongkol (kecil) dan eteman/semar di atas; seperti tuna dengan berat 20 kg dan panjang 1,25 m, cucut dengan berat 13 kg dan panjang 1,35 m dan pari dengan berat 9,5 kg dan panjang 1,8 m, yang didaratkan pada bulan Nopember 2007 (Pane, 2007). Ikan-ikan berukuran besar di atas, tuna, jangilus, cucut dan pari, bukanlah menjadi sasaran pembuatan/penggunaan basket hasil tangkapan. Fungsi pemindahan/pengangkutan dari basket untuk jenis-jenis ikan ini, digantikan oleh tali, gancu, papan peluncur atau diangkut dengan tangan, dari palkah kapal ke dek,

77 dek ke dermaga pendaratan dan dermaga pendaratan ke TPI. Di PPN Palabuhanratu, ikan tuna didaratkan dari palkah ke dek dan ke dermaga pendaratan selanjutnya ke truk pengangkut menggunakan tangan dan papan peluncur; cucut dan pari didaratkan menggunakan gancu dan atau tali. Kebutuhan dimensi basket yang akan dirancang, dibuat berdasarkan dimensi hasil tangkapan layur, tembang, tongkol dan eteman/semar yang telah diukur/di-timbang selama penelitian, disajikan pada Tabel 31 s/d 33; yang memuat proses rancangan kebutuhan dimensi basket. Tabel 26. Banyak Individu dan Volume Ikan Layur, Tembang, Tongkol dan Eteman/Semar Tertampung dalam Basket Rancangan Awal Rancangan Banyak Individu Ikan Tertampung Awal Layur 500 g Tembang 90 g Tongkol 1000 g Semar 200 g Banyak individu ikan per basket 40 222 30 100 (ekor/basket) Volume Ikan per basket (ml atau cm 3 per basket) 17.995,1 11.611,8 19.844,5 16.406,9 Tabel 27. Dimensi Rancangan Awal Basket Dimensi Rancangan Awal Basket (cm) Volume bersih basket Volume Basket bersih sesudah dikurangi Vol. es (30%) (ml atau cm 3 ) (ml atau cm 3 ) (p) (l) (t) 60 40 10 24.000 16.800 60 40 20 48.000 33.600 60 40 30 72.000 50.400 100 40 10 40.000 28.000 Tabel 28. Kebutuhan Dimensi Basket Rancangan dan Kapasitasnya Jenis Ikan Volume Ikan (ml atau cm 3 ) Volume Basket Diinginkan (ml atau cm 3 ) Dimensi Basket Diinginkan (p, l, t; cm) Kapasitas Basket (kg) 1. Layur *) 17.995,10 28.000 100, 40, 10 30 2. Tembang 11.611,83 16.800 60, 40, 10 25 3. Tongkol (kecil) 19.844,48 33.600 60, 40, 20 30 4. Eteman/ 16.406,88 16.800 60, 40, 10 20 Semar Keterangan: *) Panjang layur maksimum100 cm.

78 Dengan basis kapasitas basket 20 kg sebagai awal perhitungan, maka banyak individu ikan dalam basket dan total volume ikan dapat diketahui. Untuk ikan tembang dihasilkan 222 ekor/basket dengan total volume ikan 11.611,8 ml/basket (Tabel 31). Dibandingkan dengan dimensi rancangan awal basket pada Tabel 32 dan kebutuhan dimensi basket di Tabel 33, maka volume basket yang diinginkan adalah 16.800 ml, atau ekuivalen dengan dimensi basket yang diinginkan/dibutuhkan p x l x t = 60 x 40 x 10 cm 3. Pada ikan eteman/semar, dengan basis kapasitas basket yang sama dengan tembang, menghasilkan 100 ekor/basket dengan total volume ikan 16.406,9 ml/basket. Dengan demikian volume basket yang diinginkan adalah 16.800 ml; sama seperti ikan tembang. Volume basket ini ekuivalen dengan dimensi basket yang diinginkan p x l x t = 60 x 40 x 10 cm 3. Pada ikan layur, walaupun basis kapasitas basket yang digunakan sama seperti pada ikan tembang dan semar, namun dimensi basket yang diinginkan adalah berbeda. Dihasilkan jumlah ikan 40 ekor/basket dengan total volume ikan 17.995,1 ml/basket. Khusus ikan layur, memiliki kekhasan bentuk yang panjang mencapai 100 cm, dengan demikian panjang basket harus mencapai 100 cm. Volume basket yang dibutuhkan adalah 28.000 ml, atau ekuivalen dengan dimensi basket diinginkan p x l x t = 100 x 40 x 10 cm 3. Untuk ikan tongkol, dengan basis kapasitas basket 30 kg, menghasilkan jumlah individu ikan 30 ekor/basket dan total volume ikan 19.844,5 ml/basket, maka volume basket yang diinginkan adalah 33.600 ml atau ekuivalen dengan dimensi basket diinginkan p x l x t = 60 x 40 x 20 cm 3. Berdasarkan dimensi basket yang diinginkan atau dibutuhkan, maka dibuat gambar basket sebagaimana tertera pada Gambar 22 s/d 24 Gambar basket yang dirancang berbentuk balok, dengan demikian, selain ruang dalam basket termanfaatkan optimal untuk diisi ikan bila dibandingkan dengan bentuk lainnya seperti bentuk silinder menggembung di bagian tengah (blong/tong) atau bentuk basket yang ada di PPN Palabuhanratu saat ini (bentuk balok dengan bagian bawah lebih mengecil daripada permukaan/bagian atas basket; atau bentuk keranjang), juga bila basket berbentuk balok disusun di atas

79 lantai dermaga atau TPI atau gedung penyimpanan akan dapat memanfaatkan ruang secara optimal.

7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan (1). Terdapat empat jenis hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu pada periode September - Nopember 2007, yaitu layur, semar, tembang dan tongkol. Masing-masing jenis memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari bentuk tubuh dan ukurannya. Ikan layur memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan tipis seperti pita dengan pola pertumbuhan allometrik negatif, memiliki kisaran panjang mulai dari 600 mm 1.000 mm dan dimensi berat mulai dari 300 g 880 g; ikan tembang memiliki bentuk tubuh pipih dengan pola pertumbuhan allometrik negatif dan kisaran panjangnya mulai dari 85 mm 200 mm dan dimensi berat mulai dari 15 g 120 g; Ikan tongkol berbentuk seperti cerutu dengan pola pertumbuhan isometrik dan kisaran panjangnya 205 mm 500 mm, dan berat 130 g 1.190 g; dan ikan eteman mempunyai bentuk pipih dengan pola pertumbuhan allometrik negatif dan kisaran panjangnya mulai dari 125 mm 255 mm dan dimensi berat 50 g 270 g. (2). Basket/wadah hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu memiliki berbagai jenis dan bentuk, yaitu blong/tong plastik yang berbentuk silinder memanjang dan menggembung di bagian tengahnya, berkapasitas 120 kg; keranjang bambu berbentuk silinder memendek dan berkapasitas 25 kg; jolang berbentuk seperti bak setengah bundar dan berkapasitas 40 kg; kotak styrofoam berbentuk balok; memiliki kapasitas sebesar 20 kg, serta trays berbentuk balok dengan bagian bawah lebih mengecil daripada bagian atas basket dengan kapasitas 50 kg. (3). Hubungan antar ukuran dari masing-masing jenis hasil tangkapan diperoleh nilai volume ikan per basket (ml atau cm 3 ) untuk ikan layur seberat 500 g/ekor dengan basis kapasitas basket 20 kg diperoleh nilai volume sebesar 17.995,1 ml, banyak individu di dalam basket sebanyak 40 ekor; ikan tembang seberat 90 g/ekor dengan basis kapasitas basket 20 kg diperoleh nilai volume sebesar 11.611,8 ml, banyak individu di dalam basket sebanyak 222 ekor; ikan semar seberat 200 g/ekor dengan basis kapasitas basket 20 kg

84 diperoleh nilai volume sebesar 16.406,9 ml, banyak individu di dalam basket sebanyak 100 ekor; ikan tongkol seberat 1000 g/ekor dengan basis kapasitas basket 30 kg diperoleh nilai volume sebesar 19.844,5 ml, banyak individu di dalam basket sebanyak 30 ekor. Volume yang diperoleh dari masing-masing jenis ikan dikelompokkan ke dalam ukuran rancangan awal basket dan disesuaikan dengan volume basket rancangan yang dibutuhkan untuk masing-masing jenis ikan tersebut. (4). Dimensi basket ikan layur yang diinginkan adalah 100x40x10 (pxlxt;cm 3 ) dengan volume sebesar 28.000 ml, untuk ikan tembang: 60x40x10 (pxlxt;cm 3 ) dengan volume sebesar 16.800, untuk ikan tongkol: 60x40x20 (pxlxt;cm 3 ) dengan volume sebesar 33.600 dan untuk ikan semar: 60x40x10 (pxlxt;cm 3 ) dengan volume sebesar 16.800. 7.2 Saran (1). Perlu adanya penelitian lanjutan yang dilakukan di seluruh wilayah P.Jawa bahkan di seluruh wilayah Indonesia untuk mendapatkan ukuran dari seluruh hasil tangkapan dominan yang didaratkan dan ukuran basket/wadah hasil tangkapan, sehingga ukuran basket baru yang diperoleh bisa digunakan di seluruh indonesia. (2). Perlu pengelola TPI yang kompeten dalam pengelolaan pemasaran termasuk pengelolaan basket hasil tangkapan dan pengelolaan kebersihan di lingkungan TPI.

STUDI HUBUNGAN HASIL TANGKAPAN DENGAN UKURAN BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI JAWA BARAT ROIF HARDANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

STUDI HUBUNGAN HASIL TANGKAPAN DENGAN UKURAN BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT ROIF HARDANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : STUDI HUBUNGAN HASIL TANGKAPAN DENGAN UKURAN BASKET/ WADAH HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT adalah benar merupakan hasil karya saya yang mana didalam proses penyusunannya sejak dimulai dari proposal sampai penulisan skripsi, diarahkan dan dibimbing secara penuh oleh komisi pembimbing. Skripsi ini belum pernah ada dalam bentuk apapun di Perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2008 Roif Hardani C54103076

ABSTRAK ROIF HARDANI. C54103076. Studi Hubungan Hasil Tangkapan dengan Ukuran Basket/Wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh Anwar Bey Pane Basket/wadah hasil tangkapan mempunyai peranan yang cukup penting dalam menunjang kelancaran pendaratan ikan di pelabuhan perikanan; selain peran pengangkutan, juga berperan dalam mempertahankan mutu ikan. Akan tetapi, peran penting basket hasil tangkapan dalam penanganan ikan, kadang kurang disadari, baik oleh para nelayan, pedagang ataupun oleh pihak pelabuhan perikanan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan karakteristik hasil tangkapan dan basket/wadah hasil tangkapan, mengetahui hubungan antara ukuran dan jenis hasil tangkapan yang didaratkan dengan ukuran basket hasil tangkapan, mendapatkan ukuran basket yang diperlukan sesuai jenis ikan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Penelitian dilakukan di PPN Palabuhanratu pada bulan September - Desember 2007, menggunakan metode studi kasus dan aspek yang diteliti adalah aspek hasil tangkapan (meliputi ukuran, berat, mutu dan jenis hasil tangkapan) dan aspek konstruksi basket/wadah hasil tangkapan (meliputi ukuran dan bentuk basket/wadah hasil tangkapan). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Terdapat empat jenis hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu pada periode September - Nopember 2007, yaitu layur, semar, tembang dan tongkol. Masing-masing jenis memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari ukurannya. Ikan layur memiliki kisaran panjang mulai dari 600 mm 1.000 mm dan beratnya mulai dari 300 g 880 g; ikan tembang memiliki dan kisaran panjang mulai dari 85 mm 200 mm dan beratnya mulai dari 15 g 120 g; Ikan tongkol dengan kisaran panjangnya 205 mm 500 mm, dan berat 130 g 1.190 g; dan ikan eteman mempunyai kisaran panjang mulai dari 125 mm 255 mm dan beratnya 50 g 270 g. Basket/wadah hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu memiliki berbagai jenis, yaitu blong/tong plastik berkapasitas 120 kg; keranjang bambu berkapasitas 25 kg; jolang berkapasitas 40 kg; kotak styrofoam memiliki kapasitas sebesar 20 kg, serta trays yang berkapasitas 50 kg. Hubungan antar ukuran dari masing-masing jenis hasil tangkapan diperoleh nilai volume ikan per basket (ml atau cm 3 ). Volume yang diperoleh dari masing-masing jenis ikan dikelompokkan ke dalam dimensi rancangan awal basket dan disesuaikan dengan volume basket rancangan yang dibutuhkan untuk masing-masing jenis ikan tersebut.berdasarkan hubungan tersebut telah diperoleh ukuran basket yang dibutuhkan untuk keempat jenis ikan dominan tersebut: p x l x t = 100x40x10 cm 3 (khusus ikan layur); 60x40x10 cm 3 (khusus ikan tembang) dan 60x40x10 cm 3 (khusus ikan semar). Kata kunci: Hasil tangkapan, basket/wadah, PPN Palabuhanratu

Judul : Studi Hubungan Hasil Tangkapan dengan Ukuran Basket/Wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat Nama : Roif Hardani NRP : C54103076 Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. H. Anwar Bey Pane, DEA NIP : 130 814 494 Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799 Tanggal Lulus : 1 April 2008

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 07 Mei 1985 yang merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sarmono dan Ibu Sudarti. Pendidkan formal ditempuh dari SDN Kampung Bambu 1 (1991-1997), kemudian melanjutkan ke SLTPN I Legok (1997-2000) dan SMU YUPPENTEK 1 Tangerang (2000-2003). Penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai oganisasi dan kegiatan yang ada di lingkungan IPB. Pada tahun 2005-2006 penulis menjadi Sekretaris Departemen Minat dan Bakat di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN). Pada tahun 2007-2008, penulis menjadi Redaktur Pelaksana Lembaga Pers dan Penerbitan Mahasiswa (LPPM) biru. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Analisis Hasil Tangkapan (Dasar) serta Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan pada periode tahun 2007-2008. Dalam menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Studi Hubungan Hasil Tangkapan dengan Ukuran Basket/Wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat di bawah bimbingan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA.

Gambar 22. Ukuran Basket 1 dengan Dimensi 100 x 40 x 10 cm3

Gambar 23. Ukuran Basket 2 dengan Dimensi 60 x 40 x 20 cm3