BAB IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Analisis Deskriptif Saham Sektor Pertanian Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indeks diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. 38
39 Karena pertanian industri selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan. Tabel 4.1 Index Harga Saham Sektor Agricultural Tahun 2012-2016: Tahun Bulan Agriculture 2012 2013 2014 Januari 2,137.331 Februari 2,297.490 Maret 2,428.191 April 2,326.770 Mei 2,148.905 Juni 2,189.452 Juli 2,340.420 Agustus 2,221.842 September 2,242.256 Oktober 2,122.969 November 1,915.327 Desember 2,062.937 Januari 1,994.746 Februari 2,006.198 Maret 1,991.103 April 1,805.835 Mei 1,975.599 Juni 2,042.039 Juli 1,702.922 Agustus 1,806.971 September 1,760.193 Oktober 1,765.666 November 1,947.176 Desember 2,139.960 Januari 1,959.124 Februari 2,177.891 Maret 2,282.279 April 2,422.812 Mei 2,365.010 Juni 2,378.224 Juli 2,239.342 Agustus 2,170.434 September 2,078.860 Oktober 2,156.793
40 2015 2016 Sumber: idx.id November 2,297.490 Desember 2,351.035 Januari 2,245.843 Februari 2,296.442 Maret 2,299.779 April 2,004.784 Mei 2,316.751 Juni 2,031.376 Juli 1,938.684 Agustus 1,606.189 September 1,633.767 Oktober 1,776.241 November 1,589.290 Desember 1,719.262 Januari 1,741.935 Februari 1,707.698 Maret 1,917.592 April 1,807.803 Mei 1,723.848 Juni 1,751.602 Juli 1,767.706 Agustus 1,869.256 September 1,793.358 Oktober 1,807.092 November 1,833.068 Desember 1,864.249 Dari tabel di atas, dapat dilihat harga agriculture tahun 2012-2016 yang mana dalam transaksi tersebut terdapat naik turunnya harga agricultur pada bulan Januari 2012 sebesar 2137.331, kemudian meningkat sampai bulan Maret tahun 2012 sebesar 2428.191. Setelah itu harga agricultur menurun kembali sampai bulan Maret tahun 2014 sebesar 2282.279, kemudian naik kembali pada bulan April 2014 sebesar 2422.812. Pada bulan-bulan selanjutnya sampai Desember tahun 2016 mengalami penurunan.
41 Gambar 4.1 Grafik Index Saham Sektor Pertanian Tahun 2012-2016 Sember: idx.id Gambar 4.1 di atas menggambarkan pada Index Saham Sektor Pertanian yang mana dapat di lihat pada gambar tersebut bahwasannya memperlihatkan naik turunnya harga Index Saham Sektor Pertanian dari bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2012 sampai tahun 2016. Pada bulan Januari tahun 2014 menunnjukkan harga Indes Saham Sektor Pertanian pada saat itu menurun di bawah -0.15. kemudian pada tahun 2012 harga yang naik ditunjukkan pada bulan Oktober 2015 sebesar 0.15.
42 2. Analisis Deskriptif Kurs Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat harga penukaran dari suatu mata uang ke mata uang yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun aliran uang jangka pendek antar negra, yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum. Perubahan suatu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap setiap jenis saham yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, kenaikan kurs US$ yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam dollar sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan kurs US$ tersebut. Ini berarti harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek, sementara emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya. Sebagian emiten yang tercatat di Bursa Efek akan terkena dampak negatif dan sebagian lagi terkena dampak positif dari perubahan kurs US$ yang tajam.
43 Gambar 4.2 Grafik Kurs Tahun 2012-2016 Sumber: www.bi.go.id Gambar 4.3 di atas menggambarkan perkembangan Kurs tahun 2012-2016 secara kuartal. Yang mana pergerakan Kurs pada gambar tersebut menunjukkan kenaikan Kurs dari bulan ke bulan berikutnnya terus meningkat, sedangkan pada bulan April 2015 itu mengalami penurunan yang sangat drastis, tetapi penurunan tersebut hanyalah bersifat sementara dalam jangka waktu sebulan Kurs mengalami kenaikan kembali sampai bulan Desember tahun 2016. 3. Analisis Deskriptif Inflasi Inflasi dianggap sebagai fenomena, karna terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. Inflasi adalah gejala yang menunjukkan kenaikkan tingkat harga umum yang berlangsun terus menerus. Kenaikan harga tersebut dimaksudkan bukan terjadi sesaat. Semakin cepat kenaikan inflasi, semakin sulit
44 untuk memprediksikan inflasi di masa yang akan datang. Kebanyakan ekonomi berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan efisien apabila rendah. Gambar 4.3 Grafik inflasi Tahun 2012-2016 Sumber: www.bi.go.id Dari gambar 4.4 Inflasi tahun 2012-2016 secara kuartal. Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwasannya inflasi di Indonesia setiap tahun selalu mengalami perubahan. Seperti pada tahun 2012 itu mengalami kenaikan setiap bulannya. Pada bulan Agustus 2013 Inflasi mengalami kenaikan yang tinggi yaitu sebesar 3.4%. kemudian mengalami penurunan pada bulan Oktober 2013. Setelah itu inflasi mengalami penurunan seterusnya sampai bulan Oktober 2014. Kemudian meningkat kembali pada bulan Desember 2014. Pada bulan Januari 2015 sampai bulan Desember 2016 inflasi masih tetap mengalami kenaikan dan penurunan.
45 B. Analisis Model Dan Pengujian Hipotesis Analisi model dan pengujian hipotesis termasuk salah satu langkahlangkah penelitian, karena dalam tujuan penelitian adalah menguji sebuah jawaban sementara atau dugaan sehingga perlu dibuktikan atau di uji kebenarannya. Berikut ini disajikan analisi model VAR dan pengujian dari hipotesis yang sudah dicantumkan pada bab sebelumnya. 1. Uji Stasioneritas Data Dalam melakukan analisis data time series terdapat kasus ditemukannya masalah dalam stasioneritas data. Penggunaan data yang tidak stasioner dapat menimbulkan masalah spurious regression dimana data menunjukkan hasil yang signifikan namun tidak memiliki makna kausal yang jelas. Sehingga uji stasioneritas dilakukan untuk memastikan bahwa tidak terdapat akar unit di variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Selain menggunakan t-statistic, kestasioneran data time series juga dapat dilihat dari nilai probabilitasnya (critical value) yang kurang dari 1%, 5% atau 10%. Suatu variabel dikatakan stasioner apabila p- value lebih kecil dari selang kepercayaan, dalam penelitian ini menggunakan selang kepercayaan 5%. Apabila nilai t-statistik ADF lebih besar dari nilai kritis pada tingkat keyakinan 5% jika nilai positif (sebaliknya jika nilai negatif) maka data stasioner. Apabila probabilitas kurang dari 0,05 maka data stasioner.
46 Variabel Tabel 4.2 Unit Root Test Augmented Dickey-Fuller Pada Tingkat Level Nilai t- Nilai Kritis Statistik statistik Prob Kesimpulan ADF ADF ISSP -9.892369-2.911730 0.0000 Stasioner KURS -4.587789-2.911730 0.0004 Stasioner INF -7.107050-2.912631 0.0000 Stasioner Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa: 1. Data Saham Sektor Perkebunan stasioner pada tingkat level. Hal ini terlihat dari nilai absolut t-statistik ADF (-9.892369) yang lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat keyakinan 5% (-2.911730), dapat pula dilihat dari probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yakni 0.0000. 2. Data Kurs stasioner pada tingkat level. Hal ini terlihat dari nilai absolut t-statistik ADF (-4.587789) yang lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat keyakinan 5% (-2.911730), dapat pula dilihat dari probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yakni 0.0004. 3. Data Inflasi stasioner pada tingkat level. Hal ini terlihat dari nilai absolut t-statistik ADF (-7.107050) yang lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat keyakinan 5% (-2.912631), dapat pula dilihat dari probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yakni 0.0000.
47 2. Uji Lag Optimal Penetapan lag optimal biasanya didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC), Hannan-Quinn (HQ), Final Prediction Error (FPE) dan Schwarz information criterion (SC) dalam penelitian ini dilihat yang paling banyak bintangnya lag tersebut yang digunakan. Tabel 4.3 Hasil Pengujian Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: ISSP KURS INFLASI Exogenous variables: C Date: 09/03/17 Time: 22:17 Sample: 1 61 Included observations: 58 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0-506.8330 NA 8663.085 17.58045 17.68702* 17.62196 1-491.6435 28.28381 7002.653 17.36702 17.79332 17.53307* 2-479.4640 21.41911* 6293.645* 17.25738* 18.00340 17.54797 * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion Berdasarkan hasil perhitungan di EVIEWS 9 dilihat bahwa pada lag yang paling banyak bintangnya. Hal ini menunjukkan bahwa lag optimal yang terpilih adalah lag 2.
48 3. Uji Stabilitas Var Tabel 4.4 Hasil Pengujian Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: ISSP KURS INFLASI Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 09/03/17 Time: 22:20 Root Modulus 0.715938 0.715938 0.227751-0.621496i 0.661913 0.227751 + 0.621496i 0.661913-0.211800-0.306645i 0.372680-0.211800 + 0.306645i 0.372680-0.214113 0.214113 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. Lag optimal yang telah ditentukan sebelumnya kemudian di uji stabilitasnya. Pengujian stabilitas VAR dilakukan pada hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk yang nantinya dapat dilihat apakah model VAR stabil atau tidak. Pengujian stabilitas VAR perlu dilakukan untuk melihat validitas dalam melakukan analisis Impuls Response Function (IRF) dan juga Variance Decompotion (VD). Estimasi VAR stabil jika seluruh rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari satu (<1) dan terletak pada unit circle nya. Pada tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa sistem VAR yang yang digunakan bersifat stabil. Hal ini dapat dilihat dari keseluruhan modulus yang di uji memiliki nilai dibawah satu pada kisaran 0.715938-0.214113 terlihat bahwa <1.
49 4. Uji Kausalitas Granger Tabel 4.5 Hasil Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 09/03/17 Time: 22:22 Sample: 1 61 Lags: 2 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. KURS does not Granger Cause ISSP 58 3.11735 0.0525 ISSP does not Granger Cause KURS 0.47980 0.6216 INFLASI does not Granger Cause ISSP 58 0.36308 0.6972 ISSP does not Granger Cause INFLASI 0.51411 0.6010 INFLASI does not Granger Cause KURS 58 0.48896 0.6160 KURS does not Granger Cause INFLASI 0.70751 0.4975 Uji kausalitas granger dilakukan untuk melihat apakah dua variabel memiliki hubungan timbal balik atau tidak. Dengan kata lain, apakah satu variabel memiliki hubungan sebab akibat dengan variabel lainnya secara signifikan, karena setiap variabel dalam penelitian mempunyai kesempatan untuk menjadi variabel endogen maupun eksogen. Dari hasil uji kausalitas granger, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan timbal balik maupun hubungan satu arah diantara variabel yang di uji dalam penelitian ini, karena tidak terdapat hasil yang signifikan. Karna angka signifikan itu 1,67203, sedangkan pada tabel di atas tidak mengarah pada angka tersebut
50 5. Estimasi VAR Tabel 4.6 Estimasi VAR Vector Autoregression Estimates Date: 09/03/17 Time: 22:23 Sample (adjusted): 4 61 Included observations: 58 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] ISSP KURS INFLASI ISSP(-1) -0.202467-863.9850 0.992854 (0.13872) (3793.17) (1.11872) [-1.45954] [-0.22777] [ 0.88749] ISSP(-2) -0.158914-2998.725 0.723309 (0.13278) (3630.86) (1.07085) [-1.19678] [-0.82590] [ 0.67545] KURS(-1) -1.01E-05 0.305228-2.46E-05 (5.0E-06) (0.13720) (4.0E-05) [-2.01051] [ 2.22466] [-0.60744] KURS(-2) 1.09E-05 0.330220-2.33E-05 (5.1E-06) (0.13972) (4.1E-05) [ 2.13652] [ 2.36352] [-0.56590] INFLASI(-1) -0.010166 49.29602 0.430966 (0.01537) (420.176) (0.12392) [-0.66155] [ 0.11732] [ 3.47771] INFLASI(-2) 0.003259 317.5278-0.433015 (0.01531) (418.537) (0.12344) [ 0.21293] [ 0.75866] [-3.50793] C -0.006831 4126.632 0.999294 (0.05954) (1627.93) (0.48013) [-0.11473] [ 2.53489] [ 2.08132] R-squared 0.190235 0.304373 0.309205 Adj. R-squared 0.094969 0.222535 0.227935 Sum sq. resids 0.234940 1.76E+08 15.27986 S.E. equation 0.067872 1855.909 0.547362 F-statistic 1.996876 3.719195 3.804665 Log likelihood 77.45878-515.0841-43.61512 Akaike AIC -2.429613 18.00290 1.745349 Schwarz SC -2.180939 18.25157 1.994023 Mean dependent -0.001051 11572.92 0.446897 S.D. dependent 0.071345 2104.825 0.622942 Determinant resid covariance (dof adj.) 4471.427 Determinant resid covariance 3039.994 Log likelihood -479.4640
51 Akaike information criterion 17.25738 Schwarz criterion 18.00340 Dalam menganalisis signifikansi variabel-variabel tersebut digunakan metode VAR. Sementara untuk melihat arah dari pengaruh variabel tersebut digunakan suatu metode yang bernama Impulse Response Function (IRF) dan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel terhadap utang luar negeri digunakan Variance Decomposition (VD). Signifikansi terlihat dari nilai t-statistik>t-tabel jika positif dan t- statistik<t-tabel jika negatif. T-tabel pada penelitian ini adalah (1,67203). Berdasarkan hasil estimasi VAR tidak terdapat variabel yang signifikan terhadap variabel Saham Sektor Perkebunan dilihat dari t-hitung setiap varibel yang lebih kecil dari t-tabel (1,67203) jika positif, dan lebih besar dari t-tabel (-1,67203) jika negatif. 6. Impulse Response Function (IRF) Pembahasan mengenai impuls response function pada model ini difokuskan pada respon variable utang luar negeri terhadap shock variabel defisit transaksi berjalan dan inflasi. Sumbu horizontal menunjukkan periode waktu sedangkan sumbuh vertikal menunjukkan saham sektor perkebunan akibat shock variabel tertentu, di mana perubahan ini dinyatakan dalam satuan standar deviasi (SD). Uji IRF ini ditunjukkan dengan grafik. Jika grafik IRF berada di atas titik keseimbangan maka respon variabel yang di analisis adalah positif. Sedangkan jika grafik IRF
52 berada di bawah grafik keseimbangan maka variabel yang di analisis memberikan respon negatif atau mengalami penurunan. Gambar 4.4 Respon SSP Terhadap Shock KURS dan INF Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of ISSP to ISSP Response of ISSP to KURS Response of ISSP to INFLASI.12.12.12.08.08.08.04.04.04.00.00.00 -.04 -.04 -.04 Response of KURS to ISSP Response of KURS to KURS Response of KURS to INFLASI 2,000 2,000 2,000 1,000 1,000 1,000 0 0 0-1,000-1,000-1,000 Response of INFLASI to ISSP Response of INFLASI to KURS Response of INFLASI to INFLASI.8.8.8.6.6.6.4.4.4.2.2.2.0.0.0 -.2 -.2 -.2 -.4 -.4 -.4 Tabel 4.7 Hasil IRF Response of ISSP Period ISSP KURS INFLASI 1 0.067872 0.000000 0.000000 2-0.017536-0.018632-0.005537 3-0.003907 0.018340 0.000239 4 0.004294-0.001752 0.001329 5-0.001224 0.001821 0.001589 6 0.000334 0.001499 0.000207 7 0.000299 0.000407-0.000453 8-0.000104 0.000593-0.000150 9-5.03E-06 0.000507 0.000208 10 4.22E-05 0.000313 0.000221
53 Berikut ini akan dijelaskan respon Index Saham Sektor Pertanian shock variabel Kurs dan Inflasi: 1. Gambar 4.4 dan Tabel 4.7 menjelaskan bahwa shock dari Kurs sebesar 1 standar deviasi pada periode pertama ternyata belum direspon Saham Sektor Perkebunan. Dari periode kedua sampai akhir periode, terlihat shock dari Kurs fluktuatif dan direspon positif oleh Saham Sektor Perkebunan hingga akhir periode baru mencapai titik kestabilan. Respon positif memiliki arti bahwa guncangan atau shock pada Kurs menyebabkan terjadinya peningkatan pada Saham Sektor Perkebunan. Shock dari Kurs sebesar 1 standar deviasi mulai periode 2 sampai 10 direspon Saham Sektor Perkebunan antara -0.018632% 0.000313%. 2. Gambar 4.5 dan Tabel 4.7 menjelaskan bahwa Index Saham Sektor Pertanian tampak belum merespon shock dari Inflasi sebesar 1 standar deviasi pada periode pertama. Shock dari Inflasi sebesar 1 standar deviasi direspon negatif pada periode kedua, ketujuh dan kedelepan, artinya guncangan pada Inflasi menyebabkan terjadinya penurunan Index Saham Sektor Pertanian. Shock dari Inflasi sebesar 1 standar deviasi mulai periode ketiga, keempat, kelima, keenam, kesembilan, dan sepuluh direspon positif oleh Index Saham Sektor Pertanian antara -0.000150% 0.000207%.
54 7. Variance Decomposition Analisis VD digunakan untuk memprediksi seberapa besar kontribusi varians setiap variabel berpengaruh terhadap variabel lainnya pada saat ini dan periode kedepannya. Pada Tabel 4.8 menjelaskan hasil uji VD di mana pada periode pertama Saham Sektor Perkebunan dipengaruhi oleh Sektor Perkebunan itu sendiri. Namun seiring bertambahnya periode, variabel Kurs dan Inflasi mulai mempengaruhi Saham Sektor Perkebunan. Tabel 4.8 Hasil Variance Decomposition Variance Decomposition of ISSP Period S.E. ISSP KURS INFLASI 1 0.067872 100.0000 0.000000 0.000000 2 0.072746 92.86072 6.559982 0.579298 3 0.075124 87.34472 12.11107 0.544213 4 0.075279 87.31134 12.11551 0.573145 5 0.075328 87.22478 12.15830 0.616922 6 0.075344 87.18983 12.19275 0.617416 7 0.075347 87.18433 12.19468 0.620986 8 0.075349 87.17862 12.20004 0.621339 9 0.075351 87.17401 12.20392 0.622066 10 0.075352 87.17176 12.20533 0.622911 Berikut hasil analisis Variance Decomposition untuk melihat pengaruh variabel Kurs dan Inflasi terhadap Saham Sektor Perkebunan: 1. Kurs pada awal periode belum memberikan pengaruh terhadap Saham Sektor Perkebunan. Mulai periode kedua Kurs memberikan pengaruh sebesar 6.559982% dan terus meningkat sampai akhir
55 periode pengaruhnya sebesar 12.20533% terhadap Saham Sektor Perkebunan. 2. Inflasi Pada periode awal belum memberikan pengaruh terhadap Saham Sektor Perkebunan. Pada periode kedua Inflasi mulai memberikan pengaruh sebesar 0.579298%. Namun seiring bertambahnya periode pengaruh Inflasi terhadap Saham Sektor Perkebunan semakin meningkat pengaruhnya, sehingga pada akhir periode Inflasi memberikan pengaruh sebesar 0.622911%. 8. Uji signifikansi Tabel 4.9 Hasil Uji t VAR Variabel Koefisien T-Statistik ISSP(-1) -0.202467 [-1.45954] ISSP(-2) -0.158914 [-1.19678] KURS(-1) -1.01E-05 [-2.01051] KURS(-2) 1.09E-05 [ 2.13652] INF(-1) -0.010166 [-0.66155] INF(-2) 0.003259 [ 0.21293] t-tabel(1.67203) Untuk menunjukkan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap Saham Sektor Perkebunan dengan melihat t-statistik < dari t-tabel pada taraf nyata 5% jika t-statistiknya negatif dan sebaliknya t-statistik > t- tabel jika t-statistiknya positif. Hipotesis yang digunakan adalah satu arah (t-tabel=1.67203). Tabel 4.9 menunjukkan hasil estimasi bahwa:
56 1. KURS(-1) tidak berpengaruh signifikan secara negative terhadap Index Saham Sektor Pertanian dimana t-statistik -2.01051 lebih kecil dari t-tabel 1.67203 dengan koefisien regeresi sebesar -1.01E- 05%. 2. KURS(-2) tidak berpengaruh signifikan secara positif terhadap Index Saham Sektor Pertanian dimana t-statistik 2.13652 lebih kecil dari t-tabel 1.67203 dengan koefisien regeresi sebesar 1.09E- 05% 3. INF(-1) tidak berpengaruh signifikan secara negatif terhadap Index Saham Sektor Pertanian dimana diperoleh t-statistik -0.66155 yang lebih besar dari -1.67203 (t-tabel) dengan koefisien regresi sebesar -0.010166%. 4. INF(-2) tidak berpengaruh signifikan secara positif terhadap Index Saham Sektor Pertanian dimana diperoleh t-statistik 0.21293 yang lebih besar dari -1.67203 (t-tabel) dengan koefisien regresi sebesar 0.003259%. 9. Pembuktian Hipotesis Berdasarkan analisis model yang telah dilakukan sebelumnya, maka pembuktian hipotesis dalam penelitian ini mendapatkan jawaban yaitu: 1. Kurs tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap Index Saham Sektor Pertanian.
57 2. Inflasi tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap Index Saham Sektor Pertanian. C. Pembahasan 1. Pengaruh Kurs Terhadap Index Saham Sektor Pertanian Ada dua pengaruh Kurs terhadap Index Saham Sektor Pertanian yaitu: Dampak Appresiasi dan dampak Depresiasi yang mana dampak appresiasi terhadap saham JII adalah berdampak positif terhadap perusahaan yang kegiatannya berorientasi impor, karna hasil produksi yang dibeli dari luar negeri akan lebih murah seiring dengan peningkatan mata uang Nasional terhadap US$. Sedangkan bagi perusahaan yang berorientasi Ekspor akan memberikan dampak negatif, karna harga jual hasil produksi akan menurun. Jadi hubungan Appresiasi Rupiah memberikan dampak negatif bagi Saham Sektor Perkebunan pada JII yang berorintasi Ekspor. Sedangkan dampak depresiasi terhadap saham JII berorientasi Ekspor adalah berdampak positif. Hal ini disebabkan tingginya mata uang US$ terhadap mata uang Nasional (Rupiah). Barang-barang hasil produksi yang dijual keluar negeri akan mendapatkan untung yang besar. Emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya di BEI. Kurs menjadi variabel yang mempengaruhi Saham Sektor Perkebunan dalam penelitian ini. Kurs dan Saham Sektor Perkebunan memiliki hubungan yang tidak signifikan tetapi positif. Kurs(-1) tidak
58 berpengaruh signifikan secara positif terhadap Saham Sektor Perkebunan dimana t-statistik 0.83669 lebih kecil dari t-tabel 1.67203 dengan koefisien regeresi sebesar 1.71E-05%. Kurs(-2) tidak berpengaruh signifikan secara positif terhadap Saham Sektor Perkebunan dimana t-statistik 1.16157 lebih kecil dari t-tabel 1.67203 dengan koefisien regeresi sebesar 2.42E-05%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dilakukan oleh Harya Buntala Koostanto (2013) dan Neni Mulyani (2012) yang mana disebutkan oleh Harya Buntala Koostanto (2013) secara parsial suku bunga berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan tingkat pengembalian saham, sedangkan inflasi, nilai tukar, dan produk domestic bruto tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan tingkat pengembalian saham. Sedangkan Neni Mulyani (2012) mengatakan inflasi berpengaruh positif terhadap JII, suku bunga berpengaruh negatif terhadap JII, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika berpengaruh negatif terhadap JII. Maka berdasarkan hasil di atas Ho ditolak dan H 1 diterima dimana Kurs tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap Saham Sektor Perkebunan.
59 A. Respon Index Saham Sektor Pertanian Shock Dari Kurs Gambar 4.5 Respon Index Saham Sektor Pertanian Terhadap Shock Kurs Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of ISSP to ISSP Response of ISSP to KURS Response of ISSP to INFLASI.08.08.08.06.06.06.04.04.04.02.02.02.00.00.00 -.02 -.02 -.02 Response of KURS to ISSP Response of KURS to KURS Response of KURS to INFLASI 2,000 2,000 2,000 1,500 1,500 1,500 1,000 1,000 1,000 500 500 500 0 0 0-500 -500-500 Response of INFLASI to ISSP Response of INFLASI to KURS Response of INFLASI to INFLASI.6.6.6.4.4.4.2.2.2.0.0.0 -.2 -.2 -.2 Dapat di lihat pada gambar di atas bahwa shock dari Kurs sebesar 1 standar deviasi pada periode pertama ternyata belum direspon Index Saham Sektor Pertanian. Dari periode kedua sampai akhir periode, terlihat shock dari Kurs fluktuatif dan direspon positif oleh Index Saham Sektor Pertanian hingga akhir periode baru mencapai titik kestabilan. Respon positif memiliki arti bahwa guncangan atau shock pada Kurs menyebabkan terjadinya peningkatan pada Index Saham Sektor Pertanian. Shock dari Kurs sebesar 1 standar deviasi mulai periode 2 sampai 10 direspon Index Saham Sektor Pertanian -0.018632% 0.000313%.
60 B. Besar Pengaruh Kurs Terhadap Index Saham Sektor Pertanian Variance Decomposition of ISSP Kurs pada awal periode belum memberikan pengaruh Index Saham Sektor Pertanian. Mulai periode kedua Kurs memberikan pengaruh sebesar 6.559982% dan terus meningkat sampai akhir periode pengaruhnya sebesar 12.20533% terhadap Index Saham Sektor Pertanian. 2. Pengaruh Inflasi Terhadap Index Saham Sektor Pertanian Tingkat Inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung pola derajat inflasi itu sendiri, inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban. Period S.E. ISSP KURS INFLASI 1 0.067872 100.0000 0.000000 0.000000 2 0.072746 92.86072 6.559982 0.579298 3 0.075124 87.34472 12.11107 0.544213 4 0.075279 87.31134 12.11551 0.573145 5 0.075328 87.22478 12.15830 0.616922 6 0.075344 87.18983 12.19275 0.617416 7 0.075347 87.18433 12.19468 0.620986 8 0.075349 87.17862 12.20004 0.621339 9 0.075351 87.17401 12.20392 0.622066 10 0.075352 87.17176 12.20533 0.622911
61 Variabel Inflasi mempunyai koefisien regresi sebesar Inflasi(-1) tidak berpengaruh signifikan secara negatif terhadap Index Saham Sektor pertanian dimana diperoleh t-statistik -0.66155 yang lebih besar dari - 1.67203 (t-tabel) dengan koefisien regresi sebesar -0.010166%. Inflasi(-2) tidak berpengaruh signifikan secara negatif terhadap Index Saham Sektor Pertanian dimana diperoleh t-statistik 0.21293yang lebih besar dari - 1.67203 (t-tabel) dengan koefisien regresi sebesar 0.003259%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dilakukan oleh Harya Buntala Koostanto (2013) dan Neni Mulyani (2012) yang mana disebutkan oleh Harya Buntala Koostanto (2013) secara parsial suku bunga berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan tingkat pengembalian saham, sedangkan inflasi, nilai tukar, dan produk domestic bruto tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan tingkat pengembalian saham. Sedangkan Neni Mulyani (2012) mengatakan inflasi berpengaruh positif terhadap JII, suku bunga berpengaruh negatif terhadap JII, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika berpengaruh negatif terhadap JII.
62 A. Respon Index Saham Sektor Pertanian Shock Dari Inflasi Gambar 4.6 Respon Index Saham Sektor Pertanian Terhadap Shock Inflasi Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of ISSP to ISSP Response of ISSP to KURS Response of ISSP to INFLASI.08.08.08.06.06.06.04.04.04.02.02.02.00.00.00 -.02 -.02 -.02 Response of KURS to ISSP Response of KURS to KURS Response of KURS to INFLASI 2,000 2,000 2,000 1,500 1,500 1,500 1,000 1,000 1,000 500 500 500 0 0 0-500 -500-500 Response of INFLASI to ISSP Response of INFLASI to KURS Response of INFLASI to INFLASI.6.6.6.4.4.4.2.2.2.0.0.0 -.2 -.2 -.2 Index Saham Sektor Pertanian tampak belum merespon shock dari Inflasi sebesar 1 standar deviasi pada periode pertama. Shock dari Inflasi sebesar 1 standar deviasi direspon negatif pada periode kedua, ketujuh dan kedelepan, artinya guncangan pada Inflasi menyebabkan terjadinya penurunan Index Saham Sektor Pertanian. Shock dari Inflasi sebesar 1 standar deviasi mulai periode ketiga, keempat, kelima, keenam, kesembilan, dan sepuluh direspon positif oleh Index Saham Sektor Pertanian antara -0.000150% 0.000207%.
63 B. Besar Pengaruh Inflasi Terhadap Saham Sektor Perkebunan Period S.E. ISSP KURS INFLASI 1 0.067872 100.0000 0.000000 0.000000 2 0.072746 92.86072 6.559982 0.579298 3 0.075124 87.34472 12.11107 0.544213 4 0.075279 87.31134 12.11551 0.573145 5 0.075328 87.22478 12.15830 0.616922 6 0.075344 87.18983 12.19275 0.617416 7 0.075347 87.18433 12.19468 0.620986 8 0.075349 87.17862 12.20004 0.621339 9 0.075351 87.17401 12.20392 0.622066 10 0.075352 87.17176 12.20533 0.622911 Inflasi Pada periode awal belum memberikan pengaruh terhadap Saham Sektor Perkebunan. Pada periode kedua Inflasi mulai memberikan pengaruh sebesar 0.579298%. Namun seiring bertambahnya periode pengaruh Inflasi terhadap Saham Sektor Perkebunan semakin meningkat pengaruhnya, sehingga pada akhir periode Inflasi memberikan pengaruh sebesar 0.622911%.