BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan satu atau lebih Kreditornya. 1 Berkaitan dengan ketentuan Pasal tersebut, Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberikan definisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan utang, utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor, bila tidak 1 Adrian Sutedi, op.cit, hal. 33.
dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapatkan pemenuhan dari harta kekayaan Debitor. 2 Menurut Setiawan, S.H. dalam tulisannya yang berjudul Ordonansi Kepailitan Serta Plikasi Kini Utang seyogyanya diberi arti luas, baik dalam arti kewajiban membayar sejumlah uang tertentu yang timbul karena adanya perjanjian utangpiutang (dimana Debitor telah menerima sejumlah uang tertentu dari kreditornya), maupun kewajiban pembayaran sejumlah uang tertentu yang timbul dari perjanjian atau kontrak lain yang menyebabkan Debitor harus membayar sejumlah uang tertentu yang disebabkan karena Debitor telah menerima sejumlah uang tertentu karena perjanjian kredit, tetapi juga kewajiban membayar Debitor yang timbul dari perjanjian-perjanjian lain. 3 Kartini Muljadi, S.H. dalam tulisannya yang berjudul Pengertian dan Prinsip- Prinsip Umum Hukum Kepailitan mengaitkan pengertian utang dengan Pasal 1233 dan 1234 KUH Perdata. Kartini Muljadi menguraikan bahwa ia mengartikan utang sama dengan pengertian kewajiban. Dari uraiannya pula dapat disimpulkan bahwa kewajiban itu timbul karena setiap perikatan, Pasal 1233 KUH Perdata dilahirkan baik karena persetujuan maupun karena undang-undang. Selanjutnya Kartini Muljadi menghubungkan perikatan yang dimaksud dalam Pasal 1233 itu dengan ketentuan 2 Adrian Sutedi, op.cit, hal. 34 3 Sutan Remy Sjahdeini, 2009, Hukum Kepailtan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, Hal. 87.
Pasal 1234 KUH Perdata yang menentukan, tiap-tiap perikatan (menimbulkan kewajiban) untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuati. Dengan kata lain bahwa pengertian utang adalah setiap kewajiban debitor kepada setiap kreditornya baik untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kartini Muljadi menganut pengertian utang dalam arti yang luas. 4 Prof. DR. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. mengemukakan bahwa pengertian utang di dalam undang-undang tidak seyogyaya diberi arti yang sempit, yaitu tidak seharusnya hanya diberi arti berupa kewajiban membayar utang yang timbul karena perjanjian utang-piutang saja, tetapi merupakan setiap kewajiban Debitor yang berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada Kreditor, baik kewajiban itu timbul karena perjanjian apa pun juga (tidak terbatas hanya kepada perjanjian utang-piutang saja), maupun timbul karena ketentuan undang-undang, dan timbul karena putusan Hakim yang telah berkakuatan hukum tetap. 5 Dengan demikian, berdasarkan penjelasan diatas dengan dirumuskannya pengertian utang menimbulkan dua aliran, yaitu: 4 Ibid, hal. 88 5 Ibid, hal. 89
- Aliran sempit Penganut aliran ini mengatakan bahwa utang adalah kewajiban Debitur untuk membayar sejumlah uang yang timbul dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit, yang terdiri atas utang pokok dan atau bunga. - Aliran luas Penganut aliran ini yang dimaksud dengan utang adalah bukan saja hanya kewajiban Debitor untuk membayar sejumlah uang yang timbul dari perjanjian utang-piutang saja, tetapi juga kewajiban Debitor untuk membayar sejumlah uang yang timbul dari perjanjian atau undang-undang. 6 2.2. Pengertian Debitor dan Kreditor Dalam KUH Perdata tidak dipakai istilah Debitor dan Kreditor, tetapi dipakai istilah si berutang (schuldenaar) dan si berpiutang (schuldeischer). Pasal, 1235 KUH Perdata dihubungkan dengan Pasal 1234 KUH Perdata, dan Pasal 1239 KUH Perdata, si berutang (schuldenaar) adalah pihak yang wajib memberikan 6 Syamsudin M. Sinaga, 2012, Hukum Kepailitan Indonesia, Tata Nusa, Jakarta, hal. 11.
sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu berkenaan dengan perikatannya, baik perikatan itu timbul karena perjanjian maupun karena undang-undang. 7 Pengertian Debitor dan Kreditor berdasarkan UUK dan PKPU, Debitor adalah oranng yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan dan Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan. 2.3. Pengertian dan Dasar Hukum Pengaturan PKPU Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Suspension of Payment atau Surseance van Betaling) adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan Hakim Niaga dimana dalam masa tersebut kepada pihak Kreditur dan Debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut. Jadi, penundaan kewajiban pembayaran utang sebenarnya merupakan sejenis moratorium, dalam hal ini legal moratorium. 8 Dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 pada Pasal 222 ayat (2), bahwa Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan 7 Ibid, hal. 116 8 Munir Fuady, op. cit, hal.171.
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih., dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditor. 9 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam Pasal 222 sampai Pasal 294 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, adalah prosedur hukum atau (upaya hukum) yang memberikan hak kepada setiap Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak dapat melanjutkan pembayaran utang yang sudah jatuh tempo, untuk memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pemayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditor. 10 2.4. Syarat dan Tata Cara Pengajuan Permohonan PKPU Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat diajukan oleh debitur sendiri maupun oleh Kreditornya.Ketentuan Kreditor dapat mengajukan PKPU merupakan ketentuan baru dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang. 11 9 Anton Suyatno, op.cit, hal. 49. 10 Adrian Sutedi, op.cit., hal.34. 11 M.Hadi Shubhan, op.cit, hal 147.
Secara prinsip ada dua pola PKPU, yakni pertama, PKPU yang merupakan tangkisan bagi Debitor terhadap permohonan kepailitan yang diajukan oleh Kreditornya.Kedua, PKPU atas inisiatif sendiri Debitor yang memperkirakan tidak mampu membayar utang-utang kepada kreditor. 12 Mengacu pada Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban pembayaran Utang, Debitor dapat memohon ke Pengadilan Niaga untuk diterima penundaan kewajiban pembayaran utang, apabila Debitor berada dalam keadaan tidak dapat atau diperkirakan tidak dapat melanjutkan pembayaran utang-utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditor. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diajukan oleh debitor baik sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan maupun setelah permohonan pernyataan pailit diajukan. Hal ini dapat disimpulkan dari bunyi ketentuan Pasal 222 jo. Pasal 229 ayat (4) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepeilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 13 Pengajuan PKPU ditujukan kepada Pengadilan Niaga dengan melengkapi persyaratan : 12 M. Hadi Shubhan, loc. Cit. 13 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit. hal 338.
- Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Niaga setempat, yang ditandatangani oleh debitur dan penasihat hukumnya; - Surat kuasa khusus asli untuk mengajukan permohonan (penunjukkan kuasa pada orangnya bukan pada law-firm-nya); - Izin advokat yang dilegalisir; - Alamat dan identitas lengkap para kreditur konkuren disertai jumlah tagihannya masing-masing pada debitor; - Financial report; dan - Dapat dilampirkan rencana perdamaian (accord) yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada para kreditor konkuren. 14 Dalam hal permohoan diajukan oleh Debitor, pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dan Hakim Pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor. Sedangkan dalam hal permohonan diajukan oleh kreditor, Pengadilan dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara 14 M. Hadi Shubhan, op.cit, hal 148.
danharus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim Pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor. 15 2.5. Pihak yang Berhak Mengajukan Permohonan PKPU PKPU diatur dalam Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailtan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. PKPU berkaitan erat dengan ketidakmampuan membayar (insolvensi) dari Debitor terhadap utang-utagnya kepada Kreditur, PKPU dapat diajukan oleh: - Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak dapat melanjutkan membayar utangutangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon PKPU, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruhnya kepada Kreditor. - Kreditor, Kreditor yang dimaksud dalam hal ini adalah kreditor konkuren atau kreditor preferen (kreditor yang didahulukan). Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon agar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi PKPU, untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian 15 M. Hadi Shubhan, loc. Cit.
yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya. - Pengecualian: Debitor Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. a. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka permohonan PKP hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. b. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Permohonan PKPU hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. c. Dalam hal Debitornya adalah perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan public, permohonan PKPU hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. 16 2.6. Jenis-Jenis PKPU berdasarkan sifatnya, PKPU dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: PKPU yang bersifat sementara dan PKPU yang bersifat tetap. 16 Jono, op.cit, hal. 169.
Dalam Pasal 228 ayat (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, diberikan batasan waktu yang cukup ketat mengenai jangka waktu PKPU dimana total jangka waktu PKPU sementara dan PKPU tetap serta berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah PKPU sementara diucapkan. Apabila jangka waktu PKPU sementara berakhir karena Kreditor tidak menyetujui pemberian PKPU tetap atau perpanjangannya tidak diberikan, tetapi sampai dengan batas waktu 270 hari terhitung sejak PKPU sementara diucapkan, belum tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian, maka pengurus pada hari berakhirnya waktu tersebut wajib memberitahukan hal itu melalui Hakim Pengawas kepada pengadilan dan Pengadilan demi hukum harus menyatakan Debitor pailit paling lambat pada hari berikutnya. Pengurus wajib mengumumkan hal tersebut dalam surat kabar harian dimana permohonan PKPU sementara sebelumnya diucapkan. 17 Mengacu pada Pasal 229 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 pemberian PKPU tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan : - Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Kreditor konkuren yang haknnya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara 17 Jono, op.cit.hal. 173.
diakui dari Kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan - Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotk, atau hak jaminan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang dalam sidang tersebut. 2.7. Akibat Hukum Atas Penetapan PKPU Selama PKPU berlangsung, Debitor tanpa persetujuan Pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.apabila Debitor melanggar ketentuan tersebut, Pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta Debitor tidak dirugikan karena tindakan Debitor tersebut. Kewajiban Debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari Pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU, hanya dapat dibebankan kepada harta Debitor sejauh hal itu menguntungkan harta Debitor. 18 Pasal 242 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ditentukan bahwa selama berlangsungnya PKPU, Debitor tidak 18 Jono, op.cit, hal. 176.
dapat dipaksa membayar utang-utangnya, termasuk melakukan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang, harus ditangguhkan. Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh Pengadilan berdasarkan permintaan Pengurus, semua sitaan yang telah diletakkan gugur, dan dalam hal Debitor disandera, Debitor harus dilepaskan segera setelah diucapkan putusan PKPU tetap atau setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap dan atas pemintaan Pengurus atau Hakim pengawas, jika masih diperlukan, Pengadilan wajib mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta Debitor. Ketentuan ini berlaku pula terhadap eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas benda yang tidak dibebani, sekalipun eksekusi dan sitaan tersebut berkenaan dengan tagihan Kreditor yang dijamin dengan Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotek, Hak Jaminan atas Kebandaan Lainnya atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan undangundang. 19 2.8. Perdamaian dalam PKPU Perdamaian menjadi elemen yang paling esensial sekaligus merupakan tujuan dalam suatu penundaan kewajiban pembayaran utang, tidak ada gunanya dilakukan penundaan kewajiban pembayaran utang jika para pihak tidak sungguhsungguh untuk 19 Jono, loc.cit.
melaksanakan perdamaian, yang dimulai oleh Debitor dengan mengajukan rencana perdamaian (composition plan). 20 Hanya saja berbeda dengan perdamaian dalam proses kepailitan yang jengkauannya lebih sempit (sebatas untuk pembagian dan pemberesan harta pailit), maka perdamaian dalam proses PKPU mempunyai cakupan yang lebih luas. Sebab, pengertian tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang dalam Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut sudah mencakup pula pengertian restrukturisasi utang dari Debitor tersebut. 21 Pasal 224 ayat (4), pasal 265 dan Pasal 266 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban Pembayaran Utang dapat diketahui bahwa rencana perdamaian dalam rangka PKPU dapat diajukan pada saat-saat sebagai berikut : a. Bersamaan dengan diajukannya permohonan PKPU; b. Sesudah permohonan PKPU diajukan, namun rencana itu harus diajukan sebelum tanggal hari sidang; 20 Munir Fuady, op.cit, hal 194. 21 Munir Fuady, loc.cit.
c. Setelah hari sidang dimana selama berlangsungnya PKPU sementara itu, yang tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak PKPU Sementara ditetapkan termasuk masa perpanjangannya. 22 Rencana perdamaian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga yang memeriksa dan mengadili permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dan rencana perdamaian pula disampaikan kepada Hakim pengawas dan pengurus serta ahli apabila ada segera setelah rencana perdamaian. Segera setelah Penitera menerima rencana perdamaian Pengadilan Niaga atau Hakim Pengawas harus menentukan: a. Hari terkahir tagihan-tagihan yang terkena penundaan kewajiban pembayaran utang atau tagihan-tagihan konkuren harus disampaikan kepada pengurus. b. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan tersebut akan dibacakan dan diputuskan dalam rapat pemusyawaratan hakim. 23 c. Setelah daftar yang memuat piutang yang diakui, diakui sementara, dibantah selesai dan hakim pengawas telah menentukan apakah dan sampai jumlah berapakah para kreditur yang tagihannya dibantah dapat ikut serta dalam pemungutan suara terhadap rencana perdamaian. Yang 22 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit, hal.375. 23 Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang, dan Benny Ponto, 2001, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 272.
dapat ikut pemungutan suara adalah Kreditur Konkuren yang haknya diakui atau dikui sementara termasuk Kreditor konkuren, yang haknya ditentukan hakim pengawas yang hadir dalam rapat pemusyawaratan. 24 Jika perdamaian disetujui oleh para kreditor, sebagaimana dalam Pasal 281 perdamaian hanya dapat diterima apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut: - Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah kreditor Konkuren yang haknya dikui atau sementara dikaui yang hadir pada rapat kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 Undang-Undang Kepelailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang termasuk kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 Undang-Undang kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan - Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan Gadai, Jaminan Fidusia, hak Tanggungan, Hipotik, atau Hak Jaminan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh taguhan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. 25 24 Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang, dan Benny Ponto, op.cit, hal. 274.
Setelah rencana perdamaian diterima oleh para Kreditor dan disahkan oleh Pengadilan Niaga. Berdasarkan pada Pasal 228 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dimana PKPU dinyatakan berakhir pada saat putusan tentang pengesahan perdamaian dan memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dalam Pengurus wajib mengumumkan mengenai berakhirnya PKPU tetap tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam paling sedikit dua surat kabar harian. 2.9. Pencabutan dan pengakhiran PKPU Pencabutan PKPU Debitor setiap waktu dapat memohon kepada Pengadilan agar PKPU dicabut, dengan alasan harta Debitor memungkinkan dimulainya pembayaran kembali, dengan ketentuan bahwa Pengurus dan Kreditor harus dipanggil dan didengar sepatutnya sebelum putusan diucapkan. Pemanggilan tersebut wajib dilakukan oleh juru sita dengan surat dinas tercatat, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pengadilan. 26 Pengakhiran PKPU Setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, PKPU dapat diakhiri. Adapun yang dapat mengajukan pengakhiran PKPU adalah atas permintaan 25 M. Hadi Shubhan, loc.cit. 26 Jono, op.cit.hal. 182.
hakim pengawas, atas permohonan pengurus, atas permintaan kreditor, atau atas prakarsa Pengadilan Niaga. Sedangkan beberapa alasan untuk mengajukan pengakhiran PKPU adalah : - Debitor bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang. - Debitor telah merugikan atau mencoba merugikan kreditornya. - Debitor melanggar Pasal 240 ayat (1) Undang-Undang kepelitian dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang yang mengharuskan Debitor bertindak menganai hartanya berdasarkan kewenangan yang diberi oleh pengurus; - Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta Debitor; - Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang; atau
- Keadaan Debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap para Kreditor pada waktunya. 27 PKPU yang diakhiri berdasarkan alasan-alasan diatas, maka demi hukum Debitor harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama. Dengan demikian Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berlaku mutatis mutandis terhadap putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan pengakhiran PKPU. Putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan pengakhiran PKPU harus diumumkan dengan ketentuan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 28 Selain dengan alasan yang dimaksud diatas, mengacu pada Pasal 288 Undang- Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa PKPU dapat berakhir pada saat putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap dan pengurus wajib mengumumkan pengakhiran tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam pasal 227 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang. 27 M. Hadi Shubhan, op.cit, hal. 152 28 Jono, op,cit. hal. 181.