BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam"

Transkripsi

1 BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA A. Pengertian Keadaan Diam (Standstill) Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam Undang-Undang Kepaillitan Indonesia. Menurut Hoff, standstill is a temporary freeze of enforcement rights and is a very important instrument of the receiver. 57 Sedangkan menurut Munir Fuady, standstill adalah cool-down periode atau legal moratorium. Penangguhan eksekusi ini terjadi karena hukum tanpa perlu dimintakan sebelumnya oleh kurator. 58 Standstill diberlakukan kepada semua kreditor kecuali terhadap kreditor yang haknya timbul dari perjumpaan utang (set-off), serta terhadap kreditor pemegang piutang yang dijamin dengan uang tunai. Menurut Pasal 57 ayat (2) KUH Perdata, kreditor dapat bermohon agar standstill diangkat dimana permohonan itu disampaikan kepada kurator. Undang-Undang Kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor yaitu menjunjung keadilan dan memperhatikan kepentingan Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Tata Nusa, Jakarta, 1999, hlm Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori, Op. Cit., hlm. 97.

2 keduanya meliputi segi-segi penting yang dinilai perlu untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang-piutang secara cepat, adil, terbuka dan efektif. 59 Perlindungan kepentingan yang seimbang itu adalah sejalan dengan dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila bukan saja mengakui kepentingan seseorang tetapi juga mengakui kepentingan orang banyak atau masyarakat. Pancasila bukan saja harus memperhatikan hak asasi tetapi juga harus memperhatikan kewajiban asasi seseorang. Berdasarkan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab harus dikembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang banyak. 60 Dalam peristiwa kepailitan terdapat banyak kepentingan yang terlibat, yaitu selain kepentingan para kreditornya juga kepentingan stakeholders yang lain dari debitor yang dinyatakan pailit. Dalam hal ini yang dimaksud dengan stakeholders adalah pemangku kepentingan atau setiap yang memiliki kepentingan terhadap debitor misalnya karyawan, bank, dan lain-lain. Apabila debitor itu adalah suatu perusahaan yang memiliki banyak tenaga kerja sehingga apabila perusahaan tersebut dinyatakan pailit, tentu akan menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja yang berada dalam perusahaan tersebut karena dengan diputuskannya perusahaan tersebut pailit, maka perusahaan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya terhadap tenaga kerjanya sebagaimana seharusnya yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 59 Hasil Wawancara dengan Sunarmi, Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara pada tanggal 8 Juli Hasil Wawancara dengan Tan Kamello, Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara pada tanggal 6 Juli Vide : Tap MPR Nomor II/MPR/1978, hal ini terdapat juga pada buku Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan..., Op. Cit., hlm 35.

3 Akibat yuridis kepailitan tersebut berlaku kepada debitor dengan 2 (dua) metode pemberlakuan, yaitu 61 : 1. Berlaku Demi Hukum Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal seperti ini, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas, Kurator, Kreditor, dan siapa pun yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut. Misalnya, larangan bagi debitor pailit untuk meninggalkan tempat tinggalnya. 2. Berlaku Rule of Reason Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku Rule of Reason. Maksudnya adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut misalnya Kurator, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas, dan lain-lain. Perlu juga diperhatikan bahwa berlakunya akibat hukum di atas tersebut tidaklah semuanya sama. Ada yang perlu dimintakan oleh pihak pihak tertentu dan ada pula 61 Herna, Akibat Keadaan Diam, diakses pada tanggal 11 Mai 2010, Pukul W.I.B.

4 persetujuan institusi tertentu, tetapi ada juga yang berlaku karena hukum (by operation of law) begitu putusan pailit dikabulkan oleh pengadilan. Selama belum terdapat putusan hakim terhadap permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitor, baik permohonan itu diajukan oleh debitor sendiri maupun diajukan oleh kreditor atau oleh Kejaksaan (demi kepentingan umum), debitor masih leluasa untuk melakukan pengelolaan dan memindahtangankan harta kekayaannya. 62 Keleluasaan itu baru hilang setelah Pengadilan Niaga dalam putusannya menyatakan debitor pailit. Sejak putusan pengadilan itu dijatuhkan, maka harta kekayaan debitor berubah statusnya menjadi harta pailit, yang pengelolaannya tidak lagi dilakukan oleh debitor tetapi dilakukan oleh kurator. Dengan kata lain, sejak putusan pernyataan pailit itu dijatuhkan oleh pengadilan, maka debitor tidak lagi dapat melakukan tindakan hukum apa pun terhadap harta kekayaannya. Selama proses pemeriksaan kepailitan sedang berlangsung di pengadilan, debitor tidak mustahil melakukan hal-hal yang menyangkut harta kekayaannya yang dapat merugikan para kreditornya. Sebaliknya pula, sekalipun proses pemeriksaan permohonan kepailitan sedang langsung di pengadilan dan para kreditor telah mengetahui tentang dan berlangsungnya pemeriksaan kepailitan itu, para kreditor dapat, karena tidak dilarang oleh undang-undang, menagih piutangnya sendiri-sendiri 62 Keadaan Diam, diakses pada tanggal 25 Mei 2010, pukul W.I.B.

5 kepada debitor yang bersangkutan. Terhadap penagihan para kreditor tersebut, debitor tidak dilarang pula oleh undang-undang untuk memenuhinya. Perbuatan satu atau lebih kreditor yang berupaya menagih piutangnya selama proses pemeriksaan kepailitan sedang berlangsung, dan tindakan debitor untuk membayar tagihan tersebut tanpa memperdulikan kreditor-kreditor lain, termasuk kreditor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit yang sedang diproses oleh pengadilan itu, sudah barang tentu dapat merugikan para kreditor yang lain, tidak mustahil debitor akan menguntungkan kreditor-kreditor tertentu yang disukainya dan menolak penagihan kreditor-kreditor yang lain. Undang-undang juga tidak melarang kreditor yang tidak mengajukan permohonan pernyataan pailit untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan umum. UUKPKPU hanya memberikan perlindungan kepada setiap kreditor dalam bentuk pengajuan permohonan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor dan menunjuk kurator sementara oleh Hakim yang memeriksa permohonan pailit yang akan berfungsi untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan mengawasi pembayaran kepada kreditor atau mengawasi penggunaan kekayaan debitor yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan kurator (Pasal 7 ayat (1) UUKPKPU), namun permohonan tersebut tidak pasti akan dikabulkan oleh pengadilan.

6 Untuk melindungi kepentingan kreditor selama pernyataan pailit belum ditetapkan, seorang pengurus idealnya wajib diangkat sebagai kurator sementara 63 yaitu guna mencegah kemungkinan bagi debitor melakukan tindakan terhadap kekayaan debitor sehingga dapat merugikan kepentingan kreditor dalam rangka pelunasan utangnya, seorang kurator dapat ditunjuk sebagai kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan mengawasi pembayaran kepada kreditor, pengalihan atau penjualan kekayaan debitor yang dalam rangka untuk memenuhi biaya kepailitan yang dilakukan oleh kurator. Fungsi penunjukan kurator sementara juga untuk melindungi kreditor apabila kepailitan dimohon oleh debitor itu sendiri. Dalam fase pra kepailitan kurator sementara dapat meminta kepada Pengadilan Niaga agar melakukan penyegelan terhadap asset debitor dan berita acara penyegelan tersebut kemudian diserahkan kepada kurator yang ditunjuk dalam pernyataan pailit/kurator defenitif. Dalam penugasannya sebagai kurator sementara, kurator harus memperhatikan bahwa penugasan ini adalah penugasan sementara yang memiliki ruang lingkup berbeda dengan penugasan sebagai kurator defenitif. Dalam melaksanakan tugasnya, kurator sementara segera berhubungan dengan debitor atau pengurusnya untuk meminta data atau informasi yang diperlukan, antara lain: 1. Informasi umum sehubungan dengan tempat, jenis dan skala kegiatan usaha debitor; 63 Hasil Wawancara dengan Syahril Sofyan, Mantan Ketua Balai Harta Peninggalan Makasar, pada tanggal 14 Juli 2010.

7 2. Informasi umum keadaan keuangan debitor; 3. Informasi tentang harta debitor, yang setidaknya mencakup identifikasi seluruh rekening bank dan harta kekayaan penting atau material lain yang dimiliki atau dikuasai oleh debitor; 4. Informasi tentang kewajiban atau utang debitor, yang setidaknya mencakup identitifikasi kreditor yang diketahui dan tagihan-tagihan mereka, dasar tagihan mereka serta jadwal atau rencana pembayarannya; dan 5. Informasi lain yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya sebagai kurator sementara. 64 Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan. Tugas utama kurator sementara adalah untuk : 1. Pengelolaan usaha debitor; dan 2. Pembayaran kepada kreditor, pengalihan atau pengunaan kekayaan debitor yang dalam rangka kepailitan merupakan wewenang kurator. 65 Secara umum tugas kurator sementara tidak banyak berbeda dengan kurator pengurus, namun karena pertimbangan keterbatasan kewenangan dan efektivitas yang ada pada kurator sementara, maka sampai saat ini sedikit sekali terjadi penunjukan kurator sementara. Jika perlu, untuk mempermudah penugasannya kurator sementara dapat bekerja dari atau menempatkan asistennya di kantor atau lokasi usaha debitor. Jika debitor menolak memberikan informasi tersebut di atas, atau melakukan tindakan yang dapat merugikan hak-hak kreditor, maka kurator sementara memohon Pengadilan untuk memerintahkan debitor untuk memberikan informasi atau menghentikan tindakannya. Jika Pengadilan Niaga menolak permohonan pailit, tugas 64 Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia, Diakses pada tanggal 12 Juli 2010, pukul W.I.B. 65 Pasal 10 ayat (1) b Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

8 kurator sementara berakhir dan kurator sementara mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugasnya kepada debitor. Apabila Pengadilan Niaga menerima permohonan pailit, maka tugas kurator sementara berakhir dan kurator sementara menyerahkan pekerjaannya untuk dilanjutkan oleh kurator defenitif. Setelah permohonan kepailitan diajukan, seorang debitor seketika memerlukan perlindungan terhadap upaya-upaya kreditor untuk melakukan penagihan terhadap debitor yang bersangkutan. Dalam semua kasus kepailitan, upaya-upaya para kreditor untuk menagih utang harus dapat dihentikan secepatnya agar dapat dilakukan pembagian harta kekayaan debitor dengan tertib yang justru merupakan tujuan utama dari kepailitan. Inilah yang merupakan latar belakang mengapa menerapkan standstill secara otomatis (berlaku demi hukum) atau keadaan diam secara otomatis yang berlaku sejak permohonan kepailitan diajukan. 66 Standstill tidak memerlukan pengajuan permohonan yang khusus kepada pengadilan, dan tidak pula memerlukan putusan khusus dari pengadilan, cukup hanya berupa pengajuan permohonan pernyataan pailit (filing of a bankruptcy petition) terhadap debitor. 66 Hasil Wawancara dengan Syuhada, Peninggalan Medan, pada tanggal 12 Juli Anggota Teknis Hukum pada Balai Harta

9 B. Fungsi Keadaan Diam (Standstill) Keadaan standstill tersebut, mencegah debitor melakukan perbuatanperbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor, karena dengan dinyatakannya seorang debitor pailit, maka debitor menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindahtangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari harta kekayaan debitor menjadi pailit. 67 Selama berlangsungnya standstill, debitor tidak pula diperbolehkan untuk melakukan negosiasi dengan kreditor tertentu, tidak boleh melunasi sebagian atau seluruh utangnya terhadap kreditor tertentu saja, selama berlangsungnya keadaan diam, debitor juga tidak diperbolehkan untuk membayarkan seluruh utangnya terhadap kreditor tertentu saja. Dalam keadaan diam tersebut, debitor juga tidak diperbolehkan mendapat pinjaman baru dari kreditor lain. Selama berlangsungnya proses pemeriksaan oleh Pengadilan Niaga terhadap permohonan pernyataan pailit, secara langsung tidak ada perlindungan yang berlaku demi hukum bagi para kreditor terhadap kemungkinan debitor memindahkan harta kekayaannya. Untuk keperluan perlindungan tersebut diatas, pasal 10 ayat (1) UUKPKPU memberikan ketentuan setiap Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk : 67 Hasil Wawancara dengan Syuhada, Anggota Teknis Hukum pada Balai Harta Peninggalan Medan, pada tanggal 1 Juni 2010.

10 1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian tagihan atau seluruh kekayaan debitor, 2. Menunjukan kurator sementara untuk diawasi : a. Pengelolaan usaha debitor; dan b. Pembayaran kepada kreditor, pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator. Menurut penjelasan pasal 10 UUKPKPU, upaya pengamanan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini bersifat preventif dan sementara, dan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan bagi debitor melakukan tindakan terhadap kekayaannya sehingga dapat merugikan kepentingan kreditor dalam rangka pelunasan utangnya. Selain untuk melindungi para kreditor, berlakunya standstill juga untuk melindungi debitor dari upaya para kreditor secara sendiri-sendiri menagih tagihannya kepada debitor karena sekalipun proses pemeriksaan permohonan pernyataan pailit sedang berlangsung di pengadilan dan para kreditor mengetahui tentang sedang berlangsungnya pemeriksaan kepailitan itu, para kreditor dapat karena tidak dilarang oleh undang-undang menagih piutangnya secara sendiri-sendiri kepada debitor. Terhadap penagihan-penagihan para kreditor tersebut, debitor tidak dilarang pula oleh Undang-Undang untuk memenuhinya. UUKPKPU tidak menganut keadaan diam (standstill) sejak terdaftarnya permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga, tetapi sejak putusan pernyataan pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga. UUKPKPU mengatur pula mengenai

11 kewajiban debitor dan pihak ketiga untuk menyerahkan kembali bagian dari harta kekayaan debitor yang telah dialihkan oleh debitor kepada pihak lain, baik melalui hibah, jual beli, yang dilakukan 1 (satu) tahun sebelum debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan. Sebaliknya, para kreditor, melalui kurator berhak untuk meminta diserahkannya kembali semua bagian dari harta kekayaan debitor yang telah dipindah tangankan dengan cara apapun dan dengan alas hak apapun kedalam harta debitor. Hak ini disebut dengan actio pauliana. Untuk mencegah perbuatan debitor yang merugikan kreditor yang dilakukan sebelum putusan pailit diberikan kepada hakim, peraturan kepailitan baik Failliessement Verordening maupun menurut Undang-Undang Kepailitan, sebagaimana disinggung diatas telah dikenal lembaga actio pauliana. Melalui actio pauliana tersebut kurator membatalkan perbuatan debitor yang merugikan kreditor yang dilakukan sebelum putusan pailit. Actio Pauliana maksudnya untuk menunjukkan kepada semua upaya hukum yang digunakan untuk menyatakan batal tindakan debitor yang meniadakan arti Pasal 1131 KUH Perdata, yaitu debitor yang merasa ia akan dinyatakan pailit melakukan tindakan hukum untuk memindahkan hak atas sebahagian kekayaannya atau secara lain merugikan para kreditornya. 68 Pada dasarnya actio pauliana adalah suatu legal recourse yang diberikan kepada kurator untuk membatalkan tindakan-tindakan 68 Kartini Muljani, Actio Pauliana dan Pokok-Pokok Tentang Pengadilan Niaga, dalam Rudi A. Lontoh, hlm. 302

12 hukum yang dilakukan oleh debitor pailit sebelum penetapan pernyataan pailit yang merugikan kepentingan-kepentingan kreditornya. 69 Untuk dapat dilakukan actio pauliana terdapat beberapa syarat antara lain : 1. Perbuatan dilakukan sebelum putusan pailit. 2. Perbuatan tersebut merugikan kreditor. 3. Perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan yang diwajibkan. 4. Debitor dan pihak ketiga yang menerima hasil dari perbuatan tersebut, mengetahui bahwa perbuatan tersebut merugikan kreditor. 70 Dengan demikian tampak Undang-Undang Kepailitan secara ketat bermaksud memberikan perlindungan kepada kreditor dan secara keras pula mencegah perbuatan debitor yang dilakukan dengan itikad buruk. Actio pauliana merupakan suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditor untuk mengajukan permohonan kepada Pengadilan dibatalkannya segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap kekayaannya yang diketehui oleh debitor bahwa dengan perbuatannya itu kreditor dirugikan. Ketentuan actio pauliana dalam hukum kepailitan dalam Pasal UUKPKPU substansinya sama dengan actio pauliana yang diatur dalam KUH Perdata Pasal Hak tersebut merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum bagi kreditor atas perbuatan debitor yang dapat merugikan kreditor. Setiap kreditor dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang tidak wajib dilakukan oleh debitor dengan nama apapun juga yang merugikan kreditor sepanjang dapat dibuktikan bahwa ketika perbuatan itu dilakukan 69 Sunarmi, Hukum Kepailitan, Op. Cit., hlm pdf, diakses pada tanggal 10 Mai 2010, Pukul W.I.B.

13 baik debitor atau untuk siapa debitor itu berbuat mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan kreditor. Fungsi dari pemberlakuan keadaan diam adalah untuk menjaga agar jangan sampai terjadi gangguan yang dimaksud, karena apabila gangguan tersebut terjadi maka upaya untuk memperoleh pelunasan bagi tagihan-tagihan kreditor melalui proses bankruptcy atau plan of rehabilitation itu akan sia-sia. Berlakunya keadaan diam secara otomatis akan mencegah para kreditor untuk dapat melakukan tindakan terhadap debitor, terhadap harta kekayaan debitor, atau terhadap harta pailit dalam rangka upaya para kreditor memperoleh tagihan-tagihannya atau untuk mengeksekusi jaminannya. Menurut sejarah pembuatan Bankruptcy Code, manfaat standstill bagi debitor adalah memberikan kepada debitor kelegaan dari upaya-upaya para kreditor, baik sendiri-sendiri maupun beberapa orang bersama-sama, untuk menagih piutang mereka. Standstill juga menghentikan gangguan-gangguan atau upaya-upaya eksekusi jaminan dari para kreditor pemegang hak jaminan. Standstill juga memungkinkan bagi para debitor untuk menyusun rencana perlunasan atau rencana retrukturisasi utang, atau untuk lepas dari tekanan-tekanan keuangan yang telah mengakibatkan debitor mengalami keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya dan karena itu harus menghadapi kepailitan Keadaandiam, Fjournal%2Fitem, diakses pada tanggal 12 Juli 2010.

14 Ada manfaat lain yang juga penting dari berlakuknya standstill yaitu bahwa standstill menciptakan status quo diantara para kreditornya. Dengan berlakunya standstill tidak satupun dari para kreditor yang dapat mengajukan tuntutan. Dengan demikian maka tagihan-tagihan dan harta kekayaan debitor dapat ditangani secara tertib sesuai dengan prinsip-prinsip dan kebijakan kepailitan. 72 Ruang lingkup standstill dalam Bankrupcty Code sangat luas dan komprehensif. Tidak hanya kreditor yang tercegah untuk dapat melakukan tindakan hukum dan tindakan administratif terhadap debitor, tetapi juga kreditor tercegah untuk dapat melakukan tindakan apapun juga untuk mendapatkan pembayaran atau untuk mengeksekusi hak jaminannya. 73 Keadaan ini sudah mengkebiri hak-hak kreditor separatis yang dijamin dengan Hak Tanggungan. Pada saat keadaan diam (standstill) diberlakukan kreditor separatis dapat memohon kepada Hakim Pengawas untuk mengeksekusi/menjual benda jaminan utangnya, apabila permohonan diterima Hakim Pengawas maka kreditor separatis dapat mengeksekusi atau melakukan penjualan benda jaminan tersebut walaupun belum berakhirnya masa standstill tersebut. C. Penangguhan Eksekusi Jaminan Utang Penangguhan eksekusi jaminan utang dalam hukum pailit merupakan masamasa tertentu dimana hak untuk mengeksekusi jaminan utang ada ditangan kreditor 72 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan..., Op.Cit., hlm Keadaandiam, Fjournal%2Fitem, diakses pada tanggal 12 Juli 2010.

15 separatis, tetapi kreditor separatis tersebut tidak dapat mengeksekusinya. Jadi kreditor separatis berada dalam masa tunggu untuk masa tertentu, setelah masa tunggu itu lewat, maka kreditor separatis baru dibenarkan untuk mengeksekusi jaminan utangnya. Penangguhan eksekusi jaminan utang terjadi karena hukum (by the operation of law) yang diatur dalam UUKPKPU, tanpa perlu dimintakan sebelumnya oleh kurator. Adapun penangguhan eksekusi ini bertujuan untuk : 1. Penangguhan eksekusi dimaksudkan untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian. 2. Penangguhan eksekusi dimaksudkan untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit. 3. Penangguhan eksekusi dimaksudkan untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal. 74 Jika asset yang menjadi jaminan utang tersebut berupa barang yang tentu sangat berguna bagi kelancaran bisnis dari perusahaan yang pailit, maka apabila dari pabrik tersebut dapat dijual kapan saja oleh pihak kreditor separatis, hal tersebut cenderung untuk menggagalkan suatu perdamaian, karena bisnis debitor akan segera di stop atau misalnya jika kurator beranggapan bahwa lebih menguntungkan jika asset debitor dijual secara keseluruhan (termasuk asset jaminan) dari pada dijual sepotongsepotong, maka kurator dalam masa tunggu berwenang untuk menjual asset jaminan utang tersebut asal telah disetujui oleh Hakim Pengawas. 74 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori, Op. Cit., hlm. 97.

16 Hanya saja tidak untuk semua kreditor separatis berlaku penangguhan kewajiban pembayaran utang tersebut. Hukum tentang penangguhan kewajiban pembayaran utang tersebut mengenal pula perkecualian, yang terdapat dalam Pasal 56 ayat (2) UUKPKPU yaitu : 1. Penangguhan eksekusi tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai. Misalnya gadai deposito. 2. Penangguhan eksekusi tidak berlaku bagi hak kreditor untuk memperjumpakan utang. Adapun pihak-pihak yang terkena dalam penangguhan kewajiban pembayaran utang (standstill) tersebut, yaitu: 1. Pemegang Hak Tanggungan; 2. Pemegang Hak Gadai; 3. Pemegang Hipotik; 4. Pemegang Fidusia; 5. Pemegang Jaminan Kebendaan lainnya, seperti : a. pemilik barang leasing; b. pemilik hak retensi kepemilikan (retention of title); c. pemberi sewa beli; d. pemegang hak reklame (Pasal 1145 KUH Perdata). 75 Pemohon pailit sebagai kreditor separatis yang mempunyai kedudukan yang diutamakan dari kreditor konkuren, baik sebelum debitor dinyatakan pailit (Pasal 6 UUKPKPU) maupun terhadap harta pailit (Pasal 56 ayat (1) juncto Pasal 128 UUKPKPU), karena itu seandainya pemohon pailit sebagai kreditor separatis tidak akan menggunakan haknya dan akan menjadi kreditor konkuren dengan cara 75 Ibid, hlm

17 mengajukan permohonan pailit terhadap debitor, maka ia harus secara tegas melepaskan dahulu kedudukannya sebagai kreditor separatis Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 55 ayat (1) UUKPKPU, dengan dikeluarkannya putusan pernyataan pailit oleh pengadilan, setiap kreditor yang memegang hak jaminan (kreditor separatis) dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Akan tetapi menurut Pasal 56 UUKPKPU, hak eksekusi kreditor pemegang hak jaminan tersebut ditangguhkan untuk jangka waktu paling 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pailit ditentukan. D. Akibat keadaan diam (Standstill) diberlakukan Setelah keadaan diam diberlakukan (standstill) maka hak eksekutorialnya baru dapat dilaksanakan setelah penundaan berakhir, yaitu pada hari ke 91 (sembilan puluh satu) sejak putusan pernyataan pailit. Di sinilah, jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari menemukan konteksnya. Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU dihubungkan dengan Pasal 59 ayat (1) UUKPKPU, diketahui bahwa jangka waktu kreditor separatis untuk melaksanakan hak eksekutorialnya sendiri adalah dimulai pada hari ke 91 (sembilan puluh satu) sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, atau lebih cepat sepanjang ada penetapan Hakim Pengawas yang mengangkat penangguhan tersebut berdasar Pasal 58 ayat (1) UUKPKPU dan berakhir 2 (dua) bulan sesudah insolvensi. Apabila terdapat penetapan Hakim Pengawas yang

18 mengangkat penangguhan sebagaimana dimaksud Pasal 58 ayat (1) UUKPKPU, jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas dapat diakhiri lebih cepat, dalam hal : 1. Terdapat penetapan Hakim Pengawas yang menetapkan mengangkat penangguhan tersebut. 2. Berakhir demi hukum dalam hal kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya keadaan insolven. Pada Pasal 55 ayat (1) UUKPKPU memberi wewenang kepada kreditor separatis untuk melaksanakan hak eksekutorialnya sendiri berdasarkan titel eksekutorial yang melekat pada setiap benda yang dibebani jaminan kebendaan tertentu. Kewenangan tersebut dimulai pada hari ke 91 (sembilan puluh satu) sejak putusan pernyataan pailit diucapkan hingga 2 (dua) bulan setelah debitor pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi. Mengingat jangka waktu yang diberikan oleh UUKPKPU kepada kreditor separatis untuk melaksanakan hak eksekutorialnya terhitung sempit, ada baiknya kreditor separatis segera mempersiapkan kelengkapan administratif yang menjadi syarat eksekusi purna debitor pailit dinyatakan pailit, seperti : 1. Permohonan bantuan penjualan barang jaminan melalui lelang pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang atau balai lelang swasta; 2. Mengajukan permohonan Surat keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) pada Kantor Pertanahan setempat. Dengan demikian, pada waktu yang diberikan oleh UUKPKPU untuk melaksanakan eksekusi dimulai, kreditor

19 separatis tidak lagi membuang waktu untuk mempersiapkan syarat-syarat tersebut dan siap untuk melakukan pelelangan barang agunan. 76 E. Kea daan Diam (Standstill) Dalam Hukum Kepailitan Indonesia Menurut Peraturan Kepailitan yang lama, yaitu Faillissementsverordening, kreditor preferen dapat melaksanakan haknya sekalipun ada kepailitan. Artinya ketentuan mengenai penundaan 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana yang ditentukan dalam UUKPKPU tidak ada. Selama belum terdapat putusan hakim terhadap permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitor, baik permohonan itu diajukan oleh debitor sendiri maupun diajukan oleh kreditor atau kejaksaan (demi kepentingan umum), debitor masih leluasa untuk melakukan pengelolaan dan memindah tangankan harta kekayaannya. Keleluasaan itu baru hilang setelah Pengadilan Niaga dalam putusannya menyatakan debitor pailit. Sejak putusan pengadilan itu dijatuhkan, maka harta kekayaan debitor berubah statusnya menjadi harta pailit, yang pengelolaannya tidak lagi dilakukan oleh debitor tetapi dilakukan oleh kurator. Dengan kata lain, sejak putusan pernyataan paillit itu dijatuhkan oleh pengadilan, maka debitor tidak dapat lagi melakukan tindakan hukum apapun terhadap harta kekayaannya Herna, Akibat Keadaan Diam, diakses pada tanggal 11 Mai 2010, Pukul W.I.B. 77 Hasil Wawancara dengan Sunarmi, Guru Besar Ilmu Hukum pada tanggal 8 Juli 2010.

20 Tujuan pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang Kepailitan terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UUKPKPU yang menyatakan bahwa, Kepailitan adalah sita umum atas semua harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Jadi Undang-Undang Kepailitan adalah untuk melindungi kepentingan kreditor dan debitor yang mempunyai masalah dalam menyelesaikan utang-piutangnya, sehingga baik kreditor maupun debitor tidak mengalami kerugian yang besar. Dilakukannya penyitaan massal dimaksudkan untuk menghindari para kreditor bertindak sendiri-sendiri, agar semua kreditor memperoleh manfaat dari harta kekayaan debitor yang mengalami pailit, dengan cara dibagi menurut perimbangan hak tagihan atau tuntutan mereka masing-masing. Dari segi kepentingan kreditor itu sendiri hukum kepailitan bertujuan untuk memperoleh hak kreditor sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa semua harta kekayaan debitor baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi perikatan debitor, yaitu dengan cara memberikan fasilitas dan prosedur untuk kreditor dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap debitor. 78 Keberadaan Undang-Undang Kepailitan memberikan harapan besar kepada para kreditor ataupun debitor untuk dapat menyelamatkan harta kekayaannya, namun 78 Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

21 pada kenyataan yang terjadi dalam perkara kepailitan baik kreditor maupun debitor sering mengalami kerugian yang diderita oleh kreditor selalu lebih besar dari pada kerugian yang diderita oleh debitor. Pranata hukum yang disebut dengan penangguhan eksekusi jaminan utang (standstill) atau untuk standstill ini disebut juga cool-down periode. Penangguhan eksekusi ini terjadi karena hukum (by the operation of law) tanpa perlu dimintakan sebelumnya oleh kurator. Yang dimaksud dengan penangguhan eksekusi jaminan utang dalam hukum pailit adalah dalam masa-masa tertentu, sungguhpun hak untuk mengeksekusi jaminan utang ada di tangan kreditor separatis (kreditor pemegang hak jaminan), tetapi kreditor separatis tersebut tidak dapat mengeksekusinya karena adanya masa penangguhan (standstill) selama 90 (sembilan puluh) hari.

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT Pernyataan pailit mengakibatkan debitor yang dinyatakan pailit kehilangan segala hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT 34 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Hak Tanggungan Menurut UUHT No. 4 Tahun

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit Karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4443 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 131) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT 3.1. Klasifikasi Pemegang Jaminan Fidusia Atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Bilamana Debitor Pailit 3.1.1. Prosedur Pengajuan

Lebih terperinci

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2 120 PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan

Lebih terperinci

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR 1 Menyimpan: Surat,dokumen, uang, perhiasan, efek, surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Ps.98 UUK) MENGAMANKAN HARTA PAILIT

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU A. Prosedur Permohonan PKPU Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA 20 BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU Istilah PKPU (suspension of payment) sangat akrab dalam hukum kepailitan. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) Copyright (C) 2000 BPHN UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN Danik Gatot Kuswardani 1, Achmad Busro 2 Abstrak Pokok permasalahan yaitu: (1) Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN IMBALAN BAGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT

BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT A. Pembatasan Tugas dan Wewenang Kurator dalam Mengurus dan Membereskan Harta Pailit 1. Tugas dan Wewenang

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Syarat Permohonan Pernyataan Pailit Dalam UUK dan PKPU disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis pada tahun Krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. krisis pada tahun Krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia belum sepenuhnya berjalan normal sejak dilanda krisis pada tahun 1998. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang kemudian diperburuk lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HAK KREDITUR PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN TERHADAP KREDIT MACET AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN.

KEDUDUKAN HAK KREDITUR PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN TERHADAP KREDIT MACET AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN. KEDUDUKAN HAK KREDITUR PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN TERHADAP KREDIT MACET AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oleh : Butje Tampi,

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. A. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. A. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ketentuan PKPU yang berlaku di Indonesia masih menjadi satu dengan Undang-Undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU 21 BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU Debitor yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya berada dalam kesulitan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan

Lebih terperinci

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK A. Syarat Kepailitan PT. Telkomsel. Tbk Seorang debitor dapat dinyatakan pailit atau dalam keadaan pailit apabila telah dinyatakan oleh hakim atau pengadilan

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang perkembangan dan perekonomian, dalam perekonomian banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR A. Akibat Kepailitan Secara Umum 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1514, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya

BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya Lahirnya Undang-Undang Kepailitan yang mengubah ketentuan peraturan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepailitan 1. Pengertian Pailit dan Kepailitan Kepailitan secara etimologi berasal dari kata pailit. Istilah pailit berasal dari kata Belanda yaitu failliet yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar utangnya kepada kreditor, maka telah disiapkan suatu pintu darurat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 A. Syarat Peraturan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam ilmu hukum dagang, penundaan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN Dhevi Nayasari Sastradinata *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Berlatar belakang

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun suatu badan hukum (legal entity) adakalanya tidak memiliki uang yang cukup untuk membiayai keperluan atau

Lebih terperinci

separatis dapat memintakan agar kekurangan tersebut diperhitungkan sebagai kreditor konkuren (kreditor pesaing). Kata kunci: Hak Eksekutorial, Pailit

separatis dapat memintakan agar kekurangan tersebut diperhitungkan sebagai kreditor konkuren (kreditor pesaing). Kata kunci: Hak Eksekutorial, Pailit PRAKTEK HAK EKSEKUTORIAL SEPARATIS KREDITOR TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT PADA PERBANKAN DI INDONESIA 1 Oleh : Putri Ayu Lestari Kosasih 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penyusunan skripsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Terhadap kasus yang dihadapi oleh PT Metro Batavia dan International Lease

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Terhadap kasus yang dihadapi oleh PT Metro Batavia dan International Lease BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah hal-hal yang telah dijelaskan dalam bab I, II, III, dan Bab IV, disini penulis berkesimpulan bahwa: 1. Berdasarkan pada data dan fakta yang telah dianalisis,

Lebih terperinci

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR A. Syarat dan Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang Diajukan Oleh Debitur Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Oleh Arkisman ABSTRAK Setelah dijatuhkannya

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Kepailitan di Indonesia pada saat ini menggunakan Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kepailitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, persaingan ekonomi di dunia sangatlah ketat. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembang pesatnya makro dan mikro seiring dengan pertumbuhan unit-unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu motif utama badan usaha meminjam atau memakai modal adalah keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi jumlah maupun

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014 AKIBAT HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NIAGA TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 1 Oleh : Evie Sompie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN INDEPENDENSI KEWENANGAN PENGURUS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

BAB II PENGATURAN INDEPENDENSI KEWENANGAN PENGURUS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) BAB II PENGATURAN INDEPENDENSI KEWENANGAN PENGURUS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) A. Dasar Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam ilmu hukum dagang, Penundaan Kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk pula kebutuhan keuangan, sehingga untuk

Lebih terperinci

BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN

BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN A. Pengertian dan Syarat Kurator Tidak semua orang dapat menjadi kurator.menurut Undang-Undang Kepailitan yang lama, kewajiban ini secara khusus dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Utang-piutang 1. Pengertian utang Pengertian utang pada dasarnya dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Pengertian utang dalam arti sempit adalah suatu kewajiban yang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga Putusan pernyataan pailit adalah putusan yang diberikan oleh pengadilan niaga atas permohonan

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 I. TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN Putusan perkara kepailitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup financial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Orang (orang perseorangan dan badan hukum) yang hendak memenuhi kebutuhan hidupnya dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN 1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah LBHK semester I Angkatan V Oleh: Prasaja Pricillia

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB II. A. Akibat Hukum Dikabulkannya Permohonan Kepailitan Terhadap Debitor Maupun Kreditor Serta Harta Pailit

BAB II. A. Akibat Hukum Dikabulkannya Permohonan Kepailitan Terhadap Debitor Maupun Kreditor Serta Harta Pailit BAB II HAK SUARA KREDITOR SEPARATIS DALAM PERSETUJUAN PENGAJUAN UPAYA PERDAMAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Akibat Hukum Dikabulkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam penyelesaian permasalahan utang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR (Studi Putusan Pailit Pengadilan Niaga No. 14/Pailit/2008, Mahkamah Agung No. 917/K/Pdt.Sus/2008 dan Peninjauan Kembali

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN

BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN A. Kepailitan 1. Pengertian dan Syarat Kepailitan Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala yang berhubungan dengan pailit. Istilah pailit dijumpai

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 NOVALDI / D

ANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 NOVALDI / D ANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 NOVALDI / D 101 09 050 ABSTRAK Penulisan ini membahas dan menganalisis faktor-faktor penyebab tidak Sempurnanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan (badan pribadi) maupun badan hukum.

Lebih terperinci