BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN
|
|
- Glenna Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN A. Kepailitan 1. Pengertian dan Syarat Kepailitan Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala yang berhubungan dengan pailit. Istilah pailit dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le failli. Didalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris digunakan istilah to fail, dan didalam bahasa latin dipergunakan istilah failire. Dalam Black s Law Dictionary pailit atau Bankrupt adalah the state or condition of the person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Op. Cit., hal. 11
2 Dari pengertian yang diberikan dalam Black s Law Dictionary dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan itu harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan orang ketiga (diluar debitur), suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan, maksud pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor. Tanpa adanya permohonan tersebut ke pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitor. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh Hakim Pengadilan, baik itu merupakan putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan. 50 Defenisi kepailitan itu sendiri tidak ditemukan dalam Faillisements Verordening maupun dalam Undang-Undang No. 4 Tahun Kepailitan adalah pembeslahan massal dan pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya diantara para kreditur dengan dibawah pengawasan pemerintah. Selanjutnya dijelaskan : 1. Pembeslahan massal, mempunyai pengertian bahwa dengan adanya vonis kepailitan, maka semua harta pailit kecuali yang tercantum dalam Pasal 20 Faillissement Verordening, dibeslag untuk menjamin semua hak-hak kreditur. 50 Ibid
3 2. Pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya menurut posisi piutang dari para kreditur yaitu: a. Golongan kreditur separatis (hypotik, gadai). b. Golongan kreditur preferen (Pasal 1139 dan 1149 KUHPerdata). c. Golongan kreditur konkuren. 3. Dengan di bawah pengawasan pemerintah. Artinya, bahwa pemerintah ikut campur dalam pengertian mengawasi dan mengatur penyelenggaraan penyelesaian boedel si pailit, dengan mengerahkan alat-alat perlengkapannya yaitu: a. Hakim pengadilan niaga b. Hakim komisaris c. Kurator (weeskamer / BHP) Setelah keluarnya UU No. 37 Tahun 2004, pengertian pailit dijumpai dalam Pasal 1 angka (1) yang menyebutkan: Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undangundang ini. Dilakukan penyitaan secara umum dimaksudkan untuk menghindari para kreditur bertindak sendiri-sendiri, agar semua kreditur memperoleh manfaat dari harta kekayaan debitor pailit, dengan cara dibagi menurut perimbangan hak tagihan atau tuntutan mereka masing-masing.
4 Permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan jika persyaratan kepailitan telah terpenuhi. Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan bahwa syarat kepailitan adalah debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa untuk dapat mempailitkan debitor harus: 1. Mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur, dan 2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Rasio kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor untuk kemudian setelah dilakukan rapat verifikasi tidak tercapai accord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda debitor untuk kemudian dibagi-bagikan hasil perolehan kepada semua krediturnya sesuai tata urutan kreditur tersebut menurut undang-undang. Dengan demikian jika seorang debitor hanya memiliki satu kreditur saja, maka kepailitan akan kehilangan rasionya, itulah sebabnya diisyaratkan adanya consursus creditorium. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1), dapat diketahui bahwa pernyataan pailit merupakan suatu putusan pengadilan. Sehingga itu berarti bahwa sebelum adanya suatu putusan pengadilan, seorang debitor tidak dapat dinyatakan dalam keadaan pailit. Dengan adanya pengumuman putusan pernyataan, maka berlakulah ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata atas seluruh harta kekayaan debitor
5 pailit, yang berlaku umum bagi semua kreditur konkuren dalam kepailitan tanpa terkecuali, untuk memperoleh pelunasan atas seluruh piutang-piutang konkuren mereka. Sebelumnya rumusan ini diberikan oleh Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Syarat debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang" 51 yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Hukum kepailitan bukan mengatur kepailitan debitor yang tidak membayar kewajibannya hanya kepada salah satu krediturnya saja, tetapi debitor itu harus berada dalam keadaan insolven (insolvent). Seorang debitor dalam keadaan insolven hanyalah apabila debitor itu tidak mampu secara financial untuk membayar utang-utangnya kepada sebagian besar krediturnya. Seorang debitor tidak dapat dikatakan telah dalam keadaan insolvensi apabila hanya kepada seorang kreditur saja debitor tersebut tidak membayar utangnya, sedangkan kepada kreditur lainnya debitor tetap dapat melaksanakan kewajiban pelunasan utang-utangnya dengan baik. 52 Keadaan berhenti membayar haruslah merupakan keadaan yang objektif, yaitu karena keuangan debitor telah mengalami ketidakmampuan membayar utang-utangnya. Dengan kata lain, debitor tidak boleh hanya sekedar tidak mau membayar utang-utangnya tetapi keadaan objektif keuangannya memang telah dalam 51 Menurut Pasal 1 ayat (6) UUK dan PKPU, bahwa yang dimaksud dengan Utang adalah Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbuk dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. 52 Sunarmi.,Loc. Cit., hal 28
6 keadaan tidak mampu membayar, sehingga yang menjadi pertimbangan pengadilan niaga untuk menyatakan seorang debitor pailit, tidak saja dikarenakan ketidakmampuannya untuk melunasi utang-utang tersebut seperti yang sudah diperjanjikan. Hukum kepailitan di Indonesia baik dalam Faillissement Verordening, UU No. 4 Tahun 1998 maupun UU No. 37 Tahun 2004 tidak memberikan batasan yang jelas tentang berhenti membayar dan tidak membayar. Dengan tidak adanya tes insolvensi dalam hukum kepailitan Indonesia merupakan kelemahan. Debitor yang masih memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar utang-utangnya dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan karena tidak membayar utang. Istilah solvent berasal dari bahasa latin solvere yang artinya membayar dan lawan katanya insolvent yang artinya tidak membayar. Utang yang telah jatuh tempo dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih, namun utang yang dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh tempo. Utang hanyalah jatuh tempo apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang-piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitor sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu. Tentu saja apabila utang tersebut telah jatuh tempo, maka kreditur mempunyai hak untuk menagih seluruh jumlah yang terutang dan jatuh tempo pada debitor.
7 2. Subjek Hukum Kepailitan a. Debitor Pailit 1. Orang perorangan, yaitu Siapa saja/ setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan perusahaan, orang perorangan yang dimaksud bisa laki-laki ataupun perempuan. 2. Badan hukum Di samping manusia, badan hukum juga dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan. Pernyataan pailit tersebut mengakibatkan pengurusan harta kekayaan badan hukum serta merta beralih kepada kurator. 3. Perkumpulan bukan badan hukum Perkumpulan yang tidak berbadan hukum adalah seperti persekutuan perdata, persekutuan firma dan persekutuan komanditer. perkumpulan ini mempunyai ciri-ciri seperti: Tidak dapat melakukan perbuatan perdata dalam kedudukannya sebagai perkumpulan; Yang bertanggungjawab adalah orang-orang yang mengadakan persetujuan-persetujuan atau si penerima barang dari perkumpulan itu; dan Di samping harta kekayaan perkumpulan, maka harta privennya juga dapat dipertanggung-jawabkan bagi pemenuhan piutang-piutangnya. 4. Harta peninggalan (Warisan) Harta warisan dari seseorang yang telah meninggal dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat
8 meninggal, si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya atau semasa hidupnya tidak dibayar lunas. Pernyataan pailit harta peninggalan berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli waris Penjamin (Quarantor) 54 adalah Seorang yang berkewajiban untuk membayar utang debitor kepada kreditur manakala si debitor lalai atau cidera janji. b. Pemohon Pailit Permohonan kepailitan dapat diajukan oleh: 1. Debitor Debitor adalah Orang atau pihak lain yang dalam suatu perikatan berkewajiban untuk memberikan prestasi kepada kreditur. Pasal 1 ayat (3) UUK dan PKPU mendefinisikan debitor sebagai orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan. 2. Kreditur Kreditur adalah Orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan Pasal 1107 KUHPerdata 54 Pasal 1820 KUHPerdata 55 Pasal 1 ayat (2) UUK dan PKPU
9 3. Kejaksaan Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh kejaksaan yang mengandung unsur alasan kepentingan umum, selain itu juga harus memenuhi unsur: a. Debitor memiliki dua atau lebik kreditur yang mempunyai utang dan telah jatuh tempo dan dapat ditagih; b. Tidak ada pihak lain yang mengajukan permohonan pailit. 4. Bank Indonesia Dalam hal debitor adalah bank, maka permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Bank Indonesia. 56 Bank sebagai kreditur dalam menghadapi debitor non bank adalah mandiri dalam menjalankan haknya untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, tetapi apabila bank sebgai kreditur menghadapai debitor yang merupakan bank juga, maka hak untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit itu hilang karena ketentuan UUK dan PKPU tersebut. 5. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Bapepam adalah satu-satunya yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit jika debitornya adalah perusahaan efek. Dalam hal debitor adalah perusahaan efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga 56 Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPU
10 penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bapepam Menteri Keuangan Selain kejaksaan, pengajuan permohonan pernyataan pailit berdasarkan kepentingan umum juga dapat diajukan oleh Menteri Keuangan apabila perusahaan asuransi tersebut telah dicabut izin usahanya. Dalam hak debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan public, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. 58 B. Kedudukan Kreditur Preferen Dalam Kepailitan Pada dasarnya kedudukan para kreditur adalah sama (paritas creditorium) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu prorate parte). Filosofi dari prinsip paritas creditorium adalah bahwa merupakan suatu ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda, sementara utang debitor terhadap krediturnya tidak terbayarkan. Ketidakadilan prinsip paritas creditorium adalah menyamaratakan kedudukan para kreditur. Betapa sangat tidak adil seorang kreditur yang memiliki 57 Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU 58 Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU
11 piutang sebesar satu miliar rupiah diperlakukan dalam posisi yang sama dengan kreditur yang memiliki piutang satu juta rupiah. Demikian pula betapa tidak adilnya seorang kreditur yang memegang jaminan kebendaan diperlakukan sama dengan seorang kreditur yang sama sekali tidak memegang jaminan kebendaan.namun demikian, asas tersebut mengenal pengecualian yaitu golongan kreditur yang memegang hak agunan atas kebendaan 59 dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan UUK dan peraturan perundang-undangan lainnya. 60 Kedudukan preferen berkaitan dengan hasil eksekusi, hal ini nampak jelas bila dihubungkan dengan Pasal 1132 BW yang pada asasnya para kreditor berbagi pond spond s atas hasil eksekusi harta benda milik debitor. Dengan adanya pembebanan Hak Tanggungan maka kreditor menjadi preferen atas hasil penjualan benda tertentu milik debitor, dan ia berhak mengambil lebih dahulu uang hasil eksekusi Hak Tanggungan. Kreditur berasal dari kata latin credence atau credere yang artinya dapat dipercaya. Kemudian kata credence menjadi kata kredit dalam bahasa inggris yang memiliki arti yang sama dengan faith, trust (favorable) repute, power based on confidence, acknowledgement of merit, confidence in a buyers ability to pay atau reputation of solvency. Kata benda dari credence adalah creditum atau kredit (inggris) yang artinya sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang (thing entrusted to one). 59 Pasal 56 UUK dan PKPU 60 Pasal 1139 dan 1149 KUHPerdata
12 Berdasarkan jenis pelunasan piutangnya dari debitur maka tingkatan kreditur dapat dikategorikan, sebagai berikut: 1. Kreditur Preferen (istimewa atau privilege) yang terdiri atas: a. Kreditur Preferen karena undang-undang; Yaitu Kreditur yang karena undang-undang diberi tingkatan yang lebih tinggi daripada kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutang yang diatur dalam Pasal 1139 KUHPerdata dan Pasal 1149 KUHPerdata. b. Kreditur Separatis (secured creditor); Yaitu Kreditur yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan, artinya para kreditur separatis tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitornya dinyatakan pailit. Kreditur pemegang hak jaminan adalah kreditur preferen. Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan sebagai kreditur pemegang hak jaminan yang memiliki hak preferen dan kedudukannya sebagai kreditur separatis. 61 Perbedaan antara hak dan kedudukan kreditur yang piutangnya dijamin dengan hak atas kebendaan, yaitu haknya disebut preferen karena ia digolongkan oleh UU sebagai kreditur yang di istimewakan pembayarannya, sedangkan kedudukannya adalah sebagai kreditur separatis karena ia memiliki hak yang terpisah dari kreditur preferen 61 Mariam Darus Badrulzaman. Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fidusia. (Bandung: PT. Citra Aditia Bakti, 1991). Hal 17
13 lainnya yaitu piutangnya dijamin dengan hak kebendaan. 62 Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena kedudukan kreditur tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti ia dapat menjual benda sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah denganharta pailit pada umumnya. 63 Kreditur pemegang hak jaminan ini karena sifat pemilik suatu hak yang dilindungi secara super preferen dapat mengeksekusi seolah-olah tidak terjadi kepailitan karena dianggap separatis (berdiri sendiri). 2. Kreditur Konkuren (unsecured creditor) Yaitu Kreditur yang tidak temasuk dalam kreditur separatis atau golongan preferen. Pelunasan piutang-piutang mereka dicukupkan dari sisa penjualan/ pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan separatis dan preferen. Sisa hasil penjualan harta pailit dibagi menurut imbangan besar kecilnya piutang para kreditur konkuren. 64 Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU tidak membedakan jenis-jenis kreditur yang dapat mengajukan permohonan pailit tanpa terkecuali termasuk kreditur separatis. Akan tetapi Sutan Remi Syahjeini berpendapat bahwa kreditur separatis atau kreditur pemegang hak jaminan tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat kreditur separatis telah 62 Ibid 63 Munir Fuady. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998). Hal Pasal 1132 KUHPerdata
14 terjamin sumber pelunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan yang dibebani dengan hak jaminan. Apabila seorang kreditur separatis merasa kurang terjamin sumber pelunasan piutangnya karena nilai hak jaminan yang dipegangnya lebih rendah daripada nilai piutangnya, dan apabila kreditur separatis itu menghendaki untuk memperoleh sumber pelunasan dari harta pailit, maka kreditur separatis itu harus terlebih dahulu melepaskan hak separatisnya, sehingga dengan demikian berubah statusnya menjadi kreditur konkuren. 65 Dalam hukum perdata umum pembedaan kreditur hanya dibedakan dari kreditur preferen dengan kreditur konkuren. Kreditur preferen dalam hukum perdata umum dapat mencakup kreditur yang memiliki hak jaminan kebendaan dan kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya. Akan tetapi di dalam kepailitan yang dimaksud dengan kreditur preferen hanya kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya, seperti pemegang hak privillage, pemegang hak retensi, dll. Sedangkan kreditur yang memiliki jaminan kebendaan dalam hukum kepailitan diklasifikasikan dalam kreditur separatis. Dalam hubungannya dengan aset-aset yang digunakan, kedudukan kreditur preferen sangat tinggi, lebih tinggi dari kreditur yang diistimewakan lainnya, kecuali undang-undang menentukan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata yang berbunyi: "Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi dari pada hak istimewa kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya". Sehingga berdasarkan semua penjelasan diatas maka kreditur preferen memiliki 65 Ibid
15 kedudukan yang diistimewakan dimana kreditur preferen memiliki hak untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan harta pailit berdasarkan sifat piutangnya. C. Kedudukan Hak Jaminan Dalam Kepailitan Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata yang menentukan bahwa segala harta kekayaan debitor, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap (benda tidak bergerak), baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitor dengan para krediturnya. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa apabila debitor cidera janji tidak melunasi utang yang diperolehnya dari para krediturnya, maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan debitor tanpa kecuali merupakan sumber pelunasan bagi utangnya itu. Prinsip yang berlaku dalam hukum jaminan adalah kreditur tidak dapat meminta suatu janji agar memiliki benda yang dijaminkan bagi pelunasan utang debitor kepada kreditur. Ratio dari ketentuan ini adalah untuk mencegah ketidakadilan yang akan terjadi jika kreditur memiliki benda jaminan yang nilainya lebih besar dari jumlah utang debitor kepada kreditur. Karena itu benda jaminan tersebut harus dijual dan kreditur berhak mengambil uang hasil penjualan tersebut sebagai pelunasan piutangnya dan apabila masih ada kelebihan dari sisa hasil
16 penjualan tersebut maka harus dikembalikan kepada debitor. 66 Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan ketentuan yang memberikan perlindungan bagi seorang kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata, harta kekayaan debitor menjadi jaminan atau agunan secara bersama-sama bagi semua pihak yang memberi utang kepada debitor, artinya apabila debitor cidera janji tidak melunasi utangnya, maka hasil penjualan atas harta kekayaan debitor tersebut dibagikan secara proposional (secara pari passu) menurut besarnya tagihan masing-masing kreditur, kecuali apabila diantara kreditur terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari kreditur-kreditur yang lain. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ditemui adanya dua hak preferens, yang memberikan hak mendahulu kepada pemegang hak preferen tersebut, untuk memperoleh pelunasan utang-utang debitor, dengan cara menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepada kreditur tersebut secara preferen. Hak-hak tersebut adalah: 1. Hak gadai atas kebendaan yang bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud; 2. Hipotik atas kebendaan tidak bergerak bukan tanah, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. 66 Suharnoko. Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus. (Jakarta : Kencana, 2008). Hal 23
17 Di dalam hak jaminan juga terdapat beberapa asas yang berlaku, yaitu: Hak jaminan memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditur pemegang hak jaminan terhadap para kreditur lainnya; 2. Hak jaminan merupakan hak accesoir terhadap perjanjian pokok yang dijamin dengan jaminan tersebut. Perjanjian pokok yang dijamin adalah perjanjian utang-piutang antara kreditur dan debitor. Artinya, apabila perjanjian pokoknya berakhir maka perjanjian hak jaminan demi hukum juga berakhir; 3. Hak jaminan memberikan hak separatis bagi kreditur pemegang hak jaminan tersebut. Artinya, benda yang dibebani dengan hak jaminan bukan merupakan harta pailit dalam hal debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan; 4. Hak jaminan merupakan hak kebendaan. Artinya, hak jaminan akan selalu melekat diatas benda tersebut (selalu mengikuti benda tersebut) kepada siapa pun juga benda beralih kepemilikannya. 5. Kreditur pemegang hak jaminan mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya. Artinya, kreditur pemegang hak jaminan itu berwenang untuk menjual sendiri, baik berdasarkan penetapan pengadilan maupun berdasarkan kekuasaan yang diberikan undang-undang, benda yang dibebani dengan hak jaminan tersebut dan mengambil hasil penjualan tersebut untuk melunasi tagihannya kepada debitor; 67 Sutan Remy Sjahdeini., Op.Cit., Hal
18 6. Karena hak jaminan merupakan hak kebendaan, maka hak jaminan berlaku bagi orang ketiga. Oleh karena hak jaminan berlaku bagi orang ketiga maka terhadap hak jaminan berlaku asas publisitas. Artinya, hak jaminan tersebut harus di daftarkan di kantor pendaftaran hak jaminan yang bersangkutan. Sebelum di daftarkan hak jaminan itu bukan berlaku bagi pihak ketiga. Asas publisitas tersebut dikecualikan bagi hak jaminan gadai. Hal tersebut dapat dimengarti oleh karena alasan-alasan sbb: a. Bagi sahnya hak jaminan gadai, benda yang dibebani dengan hak jaminan gadai itu harus diserahkan kepada kreditur pemegang hak jaminan gadai tersebut, dan hak jaminan gadai menjadi batal apabila benda yang dibebani dengan hak jaminan gadai terlepas dari penguasaan kreditur pemegang hak jaminan gadai tersebut. b. Benda yang dapat dibebani dengan hak jaminan gadai hanya terbatas pada benda bergerak. c. Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata menentukan bahwa terhadap benda bergerak yang tidak berupa bungan maupun tagihan yang tidak harus dibayar kepada di pembawa, maka barang siapa yang menguasai benda bergerak tersebut dianggap sebagai pemiliknya.
19 Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Jaminan Fidusia, maka hak preferen tersebut, secara formal bertambah dua dengan Hak Tanggungan, yang merupakan hak jaminan preferen atas tanah dan kebendaan yang melekat diatasnya, yang merupakan pengganti ketentuan mengenai hipotik dan creditverband yang telah dihapuskan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tersebut, dan Fidusia yang berlaku untuk kebendaan lainnya yang tidak dapat dimainkan menurut peraturan perundang-undangan yang disebut terdahulu. Menurut Pasal 1134 KUHPerdata, hak istimewa adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang kreditur sehingga tingkatan kreditur tersebut lebih tinggi daripada kreditur lainnya, semata-mata berdasarkan sifat tagihan kreditur tersebut. Gadai dan Hipotek disebut Hak Jaminan. Hak gadai diatur dalam Pasal 1150 s/d 1160 KUHPerdata, sedangkan Hipotek diatur dalam Pasal 1162 s/d 1232 KUHPerdata. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka selain Gadai dan Hipotek, juga Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan Hak Fidusia merupakan Hak Jaminan. Setelah berlakunya Undang- Undang Hak Tanggungan, 68 Hipotek atas tanah dan benda-benda yang berada di atas tanah tidak berlaku lagi. Hipotek hanya berlaku bagi kapal laut yang berukuran paling sedikit 20m³ isi kotor dan bagi pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai 68 Selanjutnya dalam penelitian ini di singkat dengan UUHT
20 tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia. Hipotek kapal laut diatur dalam Pasal 314 KUHD dan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Sedangkan Hipotek bagi pesawat terbang dan helicopter diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Kedudukan hak jaminan terhadap hak istimewa, menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya. Hak istimewa yang lebih tinggi daripada hak jaminan misalnya: biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena suatu penghukuman untuk melelang baik suatu benda bergerak maupun benda tak bergerak; Biaya ini dibayar dari hasil penjualan benda tersebut sebelum dibayarkan kepada para kreditur lainnya, termasuk kepada para kreditur pemegang hak jaminan. D. Kedudukan Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Harta Kepailitan Menurut Pasal 21 UUHT, memberikan jaminan terhadap pemegang Hak Tanggungan dimana apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit. Dalam Pasal 21 UUHT menyatakan "apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan undang-undang ini", sehingga obyek Hak Tanggungan tidak akan disatukan dengan harta kepailitan untuk dibagi kepada kreditur-kreditur lain dari pemberi Hak Tanggungan. Ketentuan Pasal 21 UUHT ini memberikan penegasan mengenai kedudukan yang preferen dari pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditur-kreditur lain.
KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN
KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN. Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta
25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN 1.1 Hak Tanggungan 1.1.1 Pengertian Hak Tanggungan Undang-Undang Pokok Agraria menamakan lembaga hak jaminan atas tanah dengan sebutan Hak
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciPenundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI
Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI Pada kasus hukum kepailitan, setiap debitor yang dinyatakan pailit akan dapat
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang perkembangan dan perekonomian, dalam perekonomian banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciBAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK
BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK A. Syarat Kepailitan PT. Telkomsel. Tbk Seorang debitor dapat dinyatakan pailit atau dalam keadaan pailit apabila telah dinyatakan oleh hakim atau pengadilan
Lebih terperinciPENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)
PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR 1 Menyimpan: Surat,dokumen, uang, perhiasan, efek, surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Ps.98 UUK) MENGAMANKAN HARTA PAILIT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT
BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT 3.1. Klasifikasi Pemegang Jaminan Fidusia Atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Bilamana Debitor Pailit 3.1.1. Prosedur Pengajuan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Utang-piutang 1. Pengertian utang Pengertian utang pada dasarnya dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Pengertian utang dalam arti sempit adalah suatu kewajiban yang
Lebih terperinciBAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN
15 BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN 1. Guarantor dengan Personal Guarantee : 1.1 Definisi Guarantor is a person or entity that agrees to be responsible for another s debt or a
Lebih terperinciBAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya
BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya Lahirnya Undang-Undang Kepailitan yang mengubah ketentuan peraturan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan
BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit Karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam
Lebih terperincidisatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37
51 BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 3.1 Kepailitan
Lebih terperinciBAB II HAK KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN PERTAMA ATAS BARANG JAMINAN DALAM UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN
26 BAB II HAK KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN PERTAMA ATAS BARANG JAMINAN DALAM UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN A. Hak Tanggungan 1. Pengertian Hak Tanggungan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 1 ayat (1)
Lebih terperinciBAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Syarat Permohonan Pernyataan Pailit Dalam UUK dan PKPU disebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciPENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS
PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Menurut Rochmat
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu sumber utama Angaran Pendapatan dan Belanja Negara yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya yang
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepailitan 1. Pengertian Pailit dan Kepailitan Kepailitan secara etimologi berasal dari kata pailit. Istilah pailit berasal dari kata Belanda yaitu failliet yang mempunyai
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM kreditur SEPARATIS DALAM KEPAILITAN
PERLINDUNGAN HUKUM kreditur SEPARATIS DALAM KEPAILITAN Sularto * Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Jalan Sosio Justicia Nomor 1 Bulaksumur, Sleman, D.I. Yogyakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar utangnya kepada kreditor, maka telah disiapkan suatu pintu darurat untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN A. Pengertian dan Prosedur Permohonan Kepailitan
BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 A. Pengertian dan Prosedur Permohonan Kepailitan 1. Pengertian Kepailitan Secara tata bahasa, kepailitan berarti
Lebih terperinciEKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian
Lebih terperinciBAB II. A. Akibat Hukum Dikabulkannya Permohonan Kepailitan Terhadap Debitor Maupun Kreditor Serta Harta Pailit
BAB II HAK SUARA KREDITOR SEPARATIS DALAM PERSETUJUAN PENGAJUAN UPAYA PERDAMAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Akibat Hukum Dikabulkannya
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN
AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN Danik Gatot Kuswardani 1, Achmad Busro 2 Abstrak Pokok permasalahan yaitu: (1) Bagaimana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bentuk Hukum Perusahaan Perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian secara terus menerus, bersifat tetap dan terang-terangan dengan tujuan
Lebih terperinciBAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur
BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU A. Prosedur Permohonan PKPU Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu motif utama badan usaha meminjam atau memakai modal adalah keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi jumlah maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di
Lebih terperinciBAB II EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH BANK SEBAGAI KREDITOR SEPARATIS DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR
42 BAB II EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH BANK SEBAGAI KREDITOR SEPARATIS DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR A. Pengertian Eksekusi Istilah eksekusi dalam bahasa Indonesia disebutkan pelaksanaan putusan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian
Lebih terperinciBAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit
BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR A. Akibat Kepailitan Secara Umum 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh
Lebih terperinciASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak
ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.
Lebih terperinciBAB II AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU
BAB II AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU A. Syarat dan Putusan Pailit Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit.
Lebih terperinciBAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah
Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN. 2.8 Pengertian, Dasar Hukum, dan Tujuan Kepailitan. failite yang artinya kemacetan pembayaran.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN 2.8 Pengertian, Dasar Hukum, dan Tujuan Kepailitan Menurut Peter Mahmud, kata Pailit berasal dari bahasa Perancis yaitu failite yang artinya kemacetan pembayaran.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciApakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)
1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014. KEDUDUKAN PENERIMA JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT 1 Oleh : Vanessa Maria Regina Pai 2
Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014 KEDUDUKAN PENERIMA JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT 1 Oleh : Vanessa Maria Regina Pai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT
TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT ( Putusan Pengadilan Niaga Jak.Pst Nomor : 1 / PKPU / 2006. JO Nomor : 42 / PAILIT /2005 ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Lebih terperinciPENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA
PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA oleh Raden Rizki Agung Firmansyah I Dewa Nyoman Sekar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Principle
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.
BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITAN
27 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITAN A. Persyaratan Permohonan Pernyataan Pailit Dalam mengajukan permohonan
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam
43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004
29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN
1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI
BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan
Lebih terperincikemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur
8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur yang sudah jatuh tempo,
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di
Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.
BAB II 21 TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI 1.1 Kepailitan 1.1.1 Pengertian Kepailitan Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.Kata Failliet itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah
vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan bukan hal yang baru dalam suatu kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang usaha. Dalam mengadakan suatu transaksi bisnis antara debitur dan kreditur kedua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. krisis pada tahun Krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang kemudian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia belum sepenuhnya berjalan normal sejak dilanda krisis pada tahun 1998. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang kemudian diperburuk lagi
Lebih terperinciBAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam
BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA A. Pengertian Keadaan Diam (Standstill) Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam Undang-Undang Kepaillitan Indonesia.
Lebih terperinciKEPAILITAN BAB I PENDAHULUAN. perkembangan hukum terutama hukum dagang yang merupakan roda penggerak
KEPAILITAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan perekonomian global membawa pengaruh terhadap perkembangan hukum terutama hukum dagang yang merupakan roda penggerak perekonomian. Erman Radjagukguk
Lebih terperinciHUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
HUKUM DAGANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Panji Susilo (2012020338) 03 HUKMD 417 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2013 Kata pengantar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun suatu badan hukum (legal entity) adakalanya tidak memiliki uang yang cukup untuk membiayai keperluan atau
Lebih terperinciBAB I. tidak dipakai. Sangat sedikit kasus-kasus yang ada saat itu yang mencoba memakai peraturan
BAB I A. Alasan Pemilihan Judul Pailit adalah suatu keadaan dimana seorang debitor tidak mempunyai kemampuan lagi untuk melakukan pembayaran atas utang-utangnya kepada kreditor, dan pernyataan pailit atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suami dan isteri dalam hal menjalankan hak dan kewajiban masing-masing pihak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berarti adanya interaksi berlandaskan kebutuhan demi pemenuhan finansial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu dihadapkan dengan berbagai kebutuhan demi menunjang kehidupannya. Berbagai cara dilakukan oleh manusia demi menjamin kebutuhan
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET
LAPORAN PENELITIAN EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET PENELITI Nyoman Satyayudha Dananjaya, SH., M.Kn ( 0028108202) PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang
BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR A. Syarat dan Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang Diajukan Oleh Debitur Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan
Lebih terperinciBAB II PENYELESAIAN PIUTANG BANK MELALUI LEMBAGA KEPAILITAN. A. Pengertian Kepailitan dan Para Pihak dalam Proses Kepailitan
44 BAB II PENYELESAIAN PIUTANG BANK MELALUI LEMBAGA KEPAILITAN A. Pengertian Kepailitan dan Para Pihak dalam Proses Kepailitan 1. Pengertian Kepailitan Hukum kepailitan sudah ada sejak zaman Romawi. Kata
Lebih terperinciPERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA
PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dana yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian Kredit 1. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Dana yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa tabungan, giro, deposito pada akhirnya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang hidup memerlukan uang atau dana untuk membiayai keperluan hidupnya. Demikian juga halnya dengan suatu badan hukum. Uang diperlukan badan hukum, terutama perusahaan,
Lebih terperinciPembebanan Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
Lebih terperinciKepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates
Kepailitan Miko Kamal Principal, Miko Kamal & Associates Sejarah Kepailitan Pada masa Hindia- Belanda: Faillissements- verordening Staatblad 1905:217 juncto Staatblad 1906: 348) Masa merdeka: - Peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban
Lebih terperinciDAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.
103 DAFTAR PUSTAKA Buku-buku AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung. Abdurrachman,1982, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, dan Perdagangan, Pradnya
Lebih terperinciBAB II KEWENANGAN MENGAJUKAN PERMOHONAN KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI PASCA LAHIRNYA UU OJK
16 BAB II KEWENANGAN MENGAJUKAN PERMOHONAN KEPAILITAN PADA 2.1. Syarat Pemohon Pailit Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Debitor menurut Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT. Saryana * ABSTRACT
ISSN : NO. 0854-2031 AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT Saryana * ABSTRACT Bankruptcy is all things related to the bankrupt event, i.e. borrowers' circumstances which are unable to pay its debts which
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk
BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan
Lebih terperinci