1 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ameloblastoma berasal dari epitel odontogenik yang mempunyai karakteristik sebagai tumor jinak, bersifat lokal invasif serta agresif (White, 2004). Ameloblastoma mempunyai perilaku unik, yaitu berpotensi terjadi rekurensi yang tinggi dan pernah dilaporkan terjadi metastase walaupun merupakan tumor jinak. Mekanisme sifat lokal invasif dan agresif didukung pada tingkat genetik maupun protein meliputi: proliferasi kinetik pada populasi sel; apoptosis; degradasi matrik; hubunganya onkogen dengan antionkogen (Huang, 2009). Insidens ameloblastoma kira-kira 1% dari seluruh tumor epitel odontogenik rongga mulut dan 11% dari seluruh tumor odontogenik (White, 2004). Ameloblastoma banyak diderita pada usia 30 sampai 50 tahun jarang pada anak anak dan pada orang tua. Delapan puluh persen ameloblastoma terjadi di rahang bawah dengan 70% berada pada regio molar dan kadang melibatkan ramus mandibula (Cawson, 2003). Ameloblastoma pada maksila lebih sering terjadi pada regio molar dibanding regio premolar ataupun regio anterior, lesi dapat meluas ke sinus maksila dan dasar nasal. Angka kejadian ameloblastoma antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Regezi, 2003). Butt (2011) melaporkan insidens ameloblastoma 21,3% terjadi pada umur 10 19 tahun dengan distribusi umur 18,5% dibawah 14 tahun dan terbanyak pada usia 18 19 tahun (44,4%). Badal (2011) dalam penelitianya
2 terhadap 1036 kasus ameloblastoma rata- rata mengenai umur 38,9 tahun, hanya 2,2% dibawah usia 10 tahun dan 8,7% usia diantara 10 19 tahun. Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada usia 16 sampai 20 tahun, sedangkan ameloblastoma multikistik sering terjadi diatas usia tiga puluh tahun. Ord (2002) melaporkan pasien anak-anak di Asia menunjukkan insidensi ameloblastoma yang tinggi, di Jepang 18,2% (19 dari 104 kasus) dan di Thailand 19,7% (29 dari 147 kasus) usia kurang dua puluh tahun. Penelitian restropektif terhadap ameloblastoma pada anak anak yang dikumpulkan sejak tahun 1970 oleh Ord di Eropa dan Amerika memperlihatkan mayoritas ameloblastoma tipe unikistik 74, 3% sedangkan di Afrika 19,5%. Perawatan ameloblastoma masih kontroversial, unikistik ameloblastoma biasanya dirawat secara konservatif dengan kuretase, cryosurgery dan enukleasi, sebaliknya ameloblastoma solid atau multikistik mempunyai perawatan yang berbeda dengan pendekatan yang lebih radikal yaitu reseksi margin, end blok dan segmental (Fregnani, 2010). Perbedaan pandangan didasarkan pada landasan pemikiran bahwa pendekatan konservatif bertolak dari sifat ameloblastoma yaitu lokal invasif dan jinak, serta masa pertumbuhan pada usia muda yang mengedepankan aspek estetik dan fungsional. Pemikiran yang menganut pendekatan radikal berpendapat bahwa ameloblastoma walaupun secara histologi merupakan tumor jinak, tetapi mempunyai sifat lokal agresif dan secara klinis mempunyai perilaku mirip antara tumor jinak dengan tumor ganas (Vohra, 2009). Perawatan ameloblastoma pada anak-anak mempertimbangkan beberapa hal: 1) Tumbuh kembang tulang wajah secara fisiologi berbeda dengan usia dewasa (tulang concelous mempunyai presentasi yang lebih tinggi, pergantian
3 tulang yang lebih banyak, periosteum lebih reaktif) ; 2) diagnosa awal sulit ; 3) dominan tipe unikistik ameloblastoma ( Ord, 2002). Beberapa penelitian tentang tatalaksana perawatan pada berbagai tipe ameloblastoma terhadap angka rekurensi yang dilakuakan oleh Fregnani (2010) memperlihatkan ameoblastoma multikistik angka rekurensinya 17% pasca reseksi segmental, pasca perawatan kuretase dengan krioterapi angka rekurensinya 29,8%, pasca perawatan kuretase rekurensinya 15,8%. Ameloblastoma tipe folikular angka rekurensinya 31%, tipe pleksiform angka rekurensinya 13,3%. Hasegawa (2013) dalam penelitinya pada ameloblastoma solid atau multikistik yang dirawat konservatif terjadi rekurensi sekitar 43,5%. Ameloblastoma folikular, granular dan akantomatosa mempunyai angka rekurensi yang lebih tinggi dibanding ameloblastoma tipe desmoplastik, pleksiform dan tipe unikistik. Badal (2011) mengungkapkan rekurensi ameloblastoma multikistik setelah kuretase adalah 100%, apabila dilakukan reseksi 13 15%. Ameloblastoma unikistik yang dirawat kuretase atau kuretase yang dikombinasi dengan krioterapi mempunyai angka rekurensi 29% dengan catatan tipe unikistik mural yang hanya mengalami kekambuhan setelah 9 tahun (Badal, 2011). Hertog (2012) dalam penelitianya mengungkapkan pasca perawatan enukleasi pada semua tipe ameloblastoma mempunyai rekurensi 53%. Zain (1985) mengungkapkan hasil penelitiannya, pasca perawatan enukleasi pada ameloblastoma unikistik rekurensinya 0% pengamatan 18 bulan, sedangkan ameloblastoma konvensional 14,3%. Kumar (2012) dalam penelitiannya menyebutkan rekurensi pada ameloblastoma unikistik setelah dilakukan perawatan, yaitu : enukleasi 30,5%; reseksi 3,6%; enuklesi dengan aplikasi
4 cairan carnoy 16%; marsupiliasi dilanjutkan enukleasi 18%, dalam penelitian lain perawatan konservatif hanya mempunyai angka kekambuhan 6,7%. Ord (2002) melaporkan angka rekurensi ameloblastoma unikistik di Eropa dan Amerika pada anak anak setelah dilakukan enukleasi adalah 25% - 40% rata-rata setelah 4,5 tahun pasca perawatan. Insidensi ameloblastoma periferal 1% dari seluruh kasus ameloblastoma sehingga laporan rekurensi pasca perawatan cukup sedikit, Mei (2008) melaporkan angka rekurensinya 25%. Beena (2012) melaporkan angka rekurensinya 9% pasca perawatan konservatif. Gambaran klinis, demografi dan perilaku biologi ameloblastoma harus ditegakkan dengan baik. Ameloblastoma multikistik tumbuh lambat tetapi mempunyai pola pertumbuhan yang infiltratif dan lokal agresif. Gambaran radiologis ameloblastoma baik unikistik maupun multikistik menunjukkan adanya ekspansi kortikal (Fregnani, 2010). Pola gambaran histologi pada beberapa ameloblastoma tidak relevan dengan gambaran klinis. Ameloblastoma bisa diperlihatkan dalam subtipe tunggal, tetapi bisa juga dalam bentuk campuran subtipe. Hampir semua subtipe memberikan gambaran histologi susunan sel kolumner tersusun palisade pada sarang-sarang epitel, gambaran ini serupa dengan ameloblast dari enamel organ. Bagian tengah sel tesusun tidak teratur yang mirip dengan reticulum stellate pada organ enamel. Tipe yang lain seperti menggambarkan pola fokus sel-sel tumor yang berasal dari perkembangan gigi. Secara mikroskopis subtipe ameloblastoma multikistik adalah : tipe folikular; tipe pleksiform; tipe desmoplastik; tipe granular; tipe akantomatosa; tipe basaloid (Regezi, 2003). Gambaran subtipe
5 ameloblastoma unikistik bisa berasal dari ameloblastoma multikistik yang mengalami degenerasi kistik pada pulau-pulau ameloblastoma berikut fusi dari multiple microcyst dan berkembang menjadi lesi unikistik (Neville, 2002). Sifat invasif ameloblastoma secara molekuler mekanismenya dapat dijelaskan secara teoritis dengan jelas melalui tumor marker yang dibagi menjadi enam grup berdasarkan fungsinya : 1) Marker yang terlibat degradasi matriks ekstraseluler/extraceluller matrix (ECM), contohnya MMP-2 ; 2) Marker molekul yang terlibat pada adhesi dan migrasi sel, contohnya sydescan-1 ; 3) Molekul marker yang terlibat pada remodeling tulang contohnya IL-1α ; 4) Molekul marker yang terlibat pada angiogenesis ; 5) Marker molekuler yang berhubungan dengan fungsi dari sel stromal ; 6) Marker molekuler yang terlibat pada proliferasi sel (Zhong, 2011). Invasi seluler terjadi karena disintegrasi membran basalis dan matrik ekstraseluler, selanjutnya terjadi pertumbuhan dan proliferasi sel. Adhesi sel terhadap sel sangat diperlukan pada regulasi perilaku seluler. Penurunan adesi antar sel dan perubahan komposisi membran basalis mempengaruhi pertumbuhan kearah keganasan pada tumor. Syndecan-1 (SDC-1) juga dikenal dengan nama CD-138 merupakan proteoglikan transmembran heparan sulfat, berperan penting pada regulasi proses biologi yang meliputi organisasi sitoskeletal, sinyal faktor pertumbuhan, sel-sel adhesi dan matriks ekstraseluler. Hilangnya ekspresi SDC-1 pada epitel sel tumor berkaitan dengan invasi ke jaringan, metastasis, prognosis yang jelek. Ekspresi SDC-1 pada ameloblastoma terlihat kuat pada sel stromal, matriks ekstraseluler dan membran basalis (Zhong, 2011). Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2) adalah zinc metalloenzym yang terlibat dalam remodeling matriks ekstraseluler (ECM). Ekspresi MMP-2
6 memperlihatkan degradasi komponen ECM dan berperan penting pada proses organogenesis, remodeling jaringan dan invasi tumor. MMP-2 berperan terhadap perilaku invasif, rekuren dan perubahan kearah keganasan yang diatur pada tingkat post transkripsional (Zhong, 2011). MMP-2 dapat meningkatkan invasi regional sel ameloblastoma dengan mendegradasi barier perifer, seperti degradasi pada kolagen tipe IV yang ditemukan pada perifer membran basalis dari ameloblastoma (Huang, 2009). MMP -2 mempunyai aksi mendegradasi ECM dan membran basalis, meningkatkan angiogenesis pada tumor dan berperanan pada adhesi sel tumor yang mengakibatkan sifat invasif dan metastase (Zhong, 2004). Ameloblastoma adalah tumor yang berlokasi di tulang, dapat menimbulkan perforasi pada tulang dan akhirnya meluas ke jaringan lunak. IL-1α mempunyai kemampuan osteolitik dan dapat menstimulasi pertumbuhan sel. IL-1α bagian dari sitokin secara konsisten berperan pada pertumbuhan ameloblastoma dan ekspansi intratraosseous (Zhong, 2011). Sitokin inflamatori seperti interleukin 1 (IL-1), berperan penting dalam resorbsi tulang dengan menginduksi produksi enzim degradasi seperti matriks metalloprotein, prostaglandin serta deferensiasi dan aktivasi dari sel mirip osteoklas. IL - 1α dikode oleh gen ditemukan pada kromosom 2q13-21 yang berkaitan dengan kenaikan produksi sitokin. Kadar sitokin kususnya sitokin osteolitik ditemukan di cairan kista atau terekspresi pada ameloblastoma yang berperan penting dalam pertumbuhan (Sengguven, 2011). Penelitian ini lebih memahami dan menganalisis sifat invasif ameloblastoma dari tiga titik tangkap yang berbeda yaitu degradasi matriks ekstraseluler oleh Matrik Metallopreteinase-2, adhesi sel dengan sel dan sel
7 dengan matriks ekstraseluler oleh syndescan-1 serta remodeling tulang oleh IL-1α. Manifestasi klinis menunjukkan sifat rekurensi, invasif, metastase, progresitas pertumbuhan dan osteolitik tulang pada ameloblastoma (Huang, 2009 ; Lee, 2013 ). Insiden ameloblastoma multikistik tertinggi dibanding dengan tipe lain, dengan karakteristik klinis yang menonjol mempunyai rekurensi tinggi. Gambaran histologi yang berbeda pada tipe folikular, pleksiform, akantomatosa, granular, memberikan gambaran perilaku molekular yang berbeda - beda terkait kontribusinya dengan sifat invasif dan agresif pada ameloblastoma. Karakteristik klinis dan molekular pada berbagai tipe ameloblastoma multikistik menjadi kajian untuk diteliti lebih mendalam. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka memberikan dasar pemikiran kepada peneliti untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah ekspresi Syndecan-1 diantara tipe ameloblastoma multikistik. 2. Bagaimanakah ekspresi MMP-2 diantara tipe ameloblastoma multikistik. 3. Bagaimanakah ekspresi IL-1α diantara tipe ameloblastoma multikistik. 4. Apakah terdapat relasi diantara ekspresi syndecan-1, MMP-2 dan IL-1α diantara tipe ameloblastoma multikistik.
8 E. Keaslian Penelitian Penulusuran pustaka mengenai exspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL-1α terhadap Ameloblastoma multikistik belum dijumpai di Indonesia. Beberapa penelitian tentang exspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL-1α pada variasi ameloblastoma: 1. Syndecan-1 (CD 138) surface expression marks cell type and differentiation in ameloblastoma, keratocystic odontogenic tumor, and dentigerous cyst oleh Al-Otaibi dkk 2013 2. Suppression of local invasion of ameloblastoma by inhibiting of matrix metalloproteinase-2 in vitro oleh Anxun dkk 2008 3. Expression of matrix metallopreoteinase in human ameloblastoma oleh Ming dkk, 2004 4. Investigation of interleukin-1 alpha and interleukin-6 expression and interleukin-1 alpha gene polymorphism in keratocystic odontogenic tumor and ameloblastoma oleh Suguven dkk 2011 Sepanjang pengetahuan penulis dan berdasarkan kepustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada hingga saat ini belum pernah ada penelitian mengenai ekspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL-1 α terhadap ameloblastoma multikistik C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis ekspresi Syndecan-1 diantara tipe ameloblastoma multikistik 2. Menganalisis ekspresi MMP-2 diantara tipe ameloblastoma multikistik 3. Menganalisis ekspresi IL-1α diantara tipe ameloblastoma multikistik 4. Menganalisis hubungan diantara ekspresi, syndecan-1, MMP-2 dan IL-1α diantara tipe ameloblastoma multikistik.
9 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Memberikan kontribusi dan menambah informasi penting dalam upaya mengungkap pengaruh ekspresi Syndecan-1,MMP-2 dan IL- 1α secara biomolekular perilaku ameloblastoma terhadap kemampuanya menjaga keutuhan ikatan antar sel, menjaga integritas matrik ekstraseluler dan peranan sitokin terhadap pertumbuhan. 2. Memberikan kontribusi dan menambah informasi penting dalam upaya mengungkap pengaruh ekspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL- 1α secara klinis pada ameloblastoma, mempunyai kemampuan invasif, cenderung metastase, progresitas pertumbuhan, osteolitik pada tulang dan rekurensi. 3. Memberikan kontribusi dan menambah informasi penting terhadap interaksi dan korelasi diantara ekspresi Syndecan -1, MMP-2, IL- 1α diatara tipe ameloblastoma multikistik. 4. Penelitian pada aspek perilaku ameloblastoma melalui ekspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL- 1α dapat menjadi dasar pertimbangan terhadap prognosis dan penatalaksanaan tindakan ameloblastoma yang sesuai dan tepat. 5. Penelitian pada aspek perilaku ameloblastoma melalui ekspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL- 1α berguna sebagai landasan ilmiah untuk pelaksanaan dan pengembangan penelitian biomolekular selanjutnya baik dalam aspek diagnosis maupun terapi.