I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karakteristik sebagai tumor jinak, bersifat lokal invasif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

26 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

4 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, HISTOPATOLOGIS DARI PINDBORG TUMOR. 2.1 Definisi Tumor Odontogenik Epitelial Berkalsifikasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

TUMOR ODONTOGENIK. Lira Masri NPM Dosen Pembimbing : Agung Dinasti Permana,dr.,M.Kes.,Sp.THT-KL. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

Reseksi segmental dan rekonstruksi mandibula dengan mandibular positioner guidance sebagai perawatan ameloblastoma pada pasien edentulus total

PENATALAKSANAAN SARKOMA UTERI YANG BERULANG

NEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kulit merupakan organ tubuh tunggal yang terbesar, yaitu persen dari total

Transkripsi:

1 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ameloblastoma berasal dari epitel odontogenik yang mempunyai karakteristik sebagai tumor jinak, bersifat lokal invasif serta agresif (White, 2004). Ameloblastoma mempunyai perilaku unik, yaitu berpotensi terjadi rekurensi yang tinggi dan pernah dilaporkan terjadi metastase walaupun merupakan tumor jinak. Mekanisme sifat lokal invasif dan agresif didukung pada tingkat genetik maupun protein meliputi: proliferasi kinetik pada populasi sel; apoptosis; degradasi matrik; hubunganya onkogen dengan antionkogen (Huang, 2009). Insidens ameloblastoma kira-kira 1% dari seluruh tumor epitel odontogenik rongga mulut dan 11% dari seluruh tumor odontogenik (White, 2004). Ameloblastoma banyak diderita pada usia 30 sampai 50 tahun jarang pada anak anak dan pada orang tua. Delapan puluh persen ameloblastoma terjadi di rahang bawah dengan 70% berada pada regio molar dan kadang melibatkan ramus mandibula (Cawson, 2003). Ameloblastoma pada maksila lebih sering terjadi pada regio molar dibanding regio premolar ataupun regio anterior, lesi dapat meluas ke sinus maksila dan dasar nasal. Angka kejadian ameloblastoma antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Regezi, 2003). Butt (2011) melaporkan insidens ameloblastoma 21,3% terjadi pada umur 10 19 tahun dengan distribusi umur 18,5% dibawah 14 tahun dan terbanyak pada usia 18 19 tahun (44,4%). Badal (2011) dalam penelitianya

2 terhadap 1036 kasus ameloblastoma rata- rata mengenai umur 38,9 tahun, hanya 2,2% dibawah usia 10 tahun dan 8,7% usia diantara 10 19 tahun. Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada usia 16 sampai 20 tahun, sedangkan ameloblastoma multikistik sering terjadi diatas usia tiga puluh tahun. Ord (2002) melaporkan pasien anak-anak di Asia menunjukkan insidensi ameloblastoma yang tinggi, di Jepang 18,2% (19 dari 104 kasus) dan di Thailand 19,7% (29 dari 147 kasus) usia kurang dua puluh tahun. Penelitian restropektif terhadap ameloblastoma pada anak anak yang dikumpulkan sejak tahun 1970 oleh Ord di Eropa dan Amerika memperlihatkan mayoritas ameloblastoma tipe unikistik 74, 3% sedangkan di Afrika 19,5%. Perawatan ameloblastoma masih kontroversial, unikistik ameloblastoma biasanya dirawat secara konservatif dengan kuretase, cryosurgery dan enukleasi, sebaliknya ameloblastoma solid atau multikistik mempunyai perawatan yang berbeda dengan pendekatan yang lebih radikal yaitu reseksi margin, end blok dan segmental (Fregnani, 2010). Perbedaan pandangan didasarkan pada landasan pemikiran bahwa pendekatan konservatif bertolak dari sifat ameloblastoma yaitu lokal invasif dan jinak, serta masa pertumbuhan pada usia muda yang mengedepankan aspek estetik dan fungsional. Pemikiran yang menganut pendekatan radikal berpendapat bahwa ameloblastoma walaupun secara histologi merupakan tumor jinak, tetapi mempunyai sifat lokal agresif dan secara klinis mempunyai perilaku mirip antara tumor jinak dengan tumor ganas (Vohra, 2009). Perawatan ameloblastoma pada anak-anak mempertimbangkan beberapa hal: 1) Tumbuh kembang tulang wajah secara fisiologi berbeda dengan usia dewasa (tulang concelous mempunyai presentasi yang lebih tinggi, pergantian

3 tulang yang lebih banyak, periosteum lebih reaktif) ; 2) diagnosa awal sulit ; 3) dominan tipe unikistik ameloblastoma ( Ord, 2002). Beberapa penelitian tentang tatalaksana perawatan pada berbagai tipe ameloblastoma terhadap angka rekurensi yang dilakuakan oleh Fregnani (2010) memperlihatkan ameoblastoma multikistik angka rekurensinya 17% pasca reseksi segmental, pasca perawatan kuretase dengan krioterapi angka rekurensinya 29,8%, pasca perawatan kuretase rekurensinya 15,8%. Ameloblastoma tipe folikular angka rekurensinya 31%, tipe pleksiform angka rekurensinya 13,3%. Hasegawa (2013) dalam penelitinya pada ameloblastoma solid atau multikistik yang dirawat konservatif terjadi rekurensi sekitar 43,5%. Ameloblastoma folikular, granular dan akantomatosa mempunyai angka rekurensi yang lebih tinggi dibanding ameloblastoma tipe desmoplastik, pleksiform dan tipe unikistik. Badal (2011) mengungkapkan rekurensi ameloblastoma multikistik setelah kuretase adalah 100%, apabila dilakukan reseksi 13 15%. Ameloblastoma unikistik yang dirawat kuretase atau kuretase yang dikombinasi dengan krioterapi mempunyai angka rekurensi 29% dengan catatan tipe unikistik mural yang hanya mengalami kekambuhan setelah 9 tahun (Badal, 2011). Hertog (2012) dalam penelitianya mengungkapkan pasca perawatan enukleasi pada semua tipe ameloblastoma mempunyai rekurensi 53%. Zain (1985) mengungkapkan hasil penelitiannya, pasca perawatan enukleasi pada ameloblastoma unikistik rekurensinya 0% pengamatan 18 bulan, sedangkan ameloblastoma konvensional 14,3%. Kumar (2012) dalam penelitiannya menyebutkan rekurensi pada ameloblastoma unikistik setelah dilakukan perawatan, yaitu : enukleasi 30,5%; reseksi 3,6%; enuklesi dengan aplikasi

4 cairan carnoy 16%; marsupiliasi dilanjutkan enukleasi 18%, dalam penelitian lain perawatan konservatif hanya mempunyai angka kekambuhan 6,7%. Ord (2002) melaporkan angka rekurensi ameloblastoma unikistik di Eropa dan Amerika pada anak anak setelah dilakukan enukleasi adalah 25% - 40% rata-rata setelah 4,5 tahun pasca perawatan. Insidensi ameloblastoma periferal 1% dari seluruh kasus ameloblastoma sehingga laporan rekurensi pasca perawatan cukup sedikit, Mei (2008) melaporkan angka rekurensinya 25%. Beena (2012) melaporkan angka rekurensinya 9% pasca perawatan konservatif. Gambaran klinis, demografi dan perilaku biologi ameloblastoma harus ditegakkan dengan baik. Ameloblastoma multikistik tumbuh lambat tetapi mempunyai pola pertumbuhan yang infiltratif dan lokal agresif. Gambaran radiologis ameloblastoma baik unikistik maupun multikistik menunjukkan adanya ekspansi kortikal (Fregnani, 2010). Pola gambaran histologi pada beberapa ameloblastoma tidak relevan dengan gambaran klinis. Ameloblastoma bisa diperlihatkan dalam subtipe tunggal, tetapi bisa juga dalam bentuk campuran subtipe. Hampir semua subtipe memberikan gambaran histologi susunan sel kolumner tersusun palisade pada sarang-sarang epitel, gambaran ini serupa dengan ameloblast dari enamel organ. Bagian tengah sel tesusun tidak teratur yang mirip dengan reticulum stellate pada organ enamel. Tipe yang lain seperti menggambarkan pola fokus sel-sel tumor yang berasal dari perkembangan gigi. Secara mikroskopis subtipe ameloblastoma multikistik adalah : tipe folikular; tipe pleksiform; tipe desmoplastik; tipe granular; tipe akantomatosa; tipe basaloid (Regezi, 2003). Gambaran subtipe

5 ameloblastoma unikistik bisa berasal dari ameloblastoma multikistik yang mengalami degenerasi kistik pada pulau-pulau ameloblastoma berikut fusi dari multiple microcyst dan berkembang menjadi lesi unikistik (Neville, 2002). Sifat invasif ameloblastoma secara molekuler mekanismenya dapat dijelaskan secara teoritis dengan jelas melalui tumor marker yang dibagi menjadi enam grup berdasarkan fungsinya : 1) Marker yang terlibat degradasi matriks ekstraseluler/extraceluller matrix (ECM), contohnya MMP-2 ; 2) Marker molekul yang terlibat pada adhesi dan migrasi sel, contohnya sydescan-1 ; 3) Molekul marker yang terlibat pada remodeling tulang contohnya IL-1α ; 4) Molekul marker yang terlibat pada angiogenesis ; 5) Marker molekuler yang berhubungan dengan fungsi dari sel stromal ; 6) Marker molekuler yang terlibat pada proliferasi sel (Zhong, 2011). Invasi seluler terjadi karena disintegrasi membran basalis dan matrik ekstraseluler, selanjutnya terjadi pertumbuhan dan proliferasi sel. Adhesi sel terhadap sel sangat diperlukan pada regulasi perilaku seluler. Penurunan adesi antar sel dan perubahan komposisi membran basalis mempengaruhi pertumbuhan kearah keganasan pada tumor. Syndecan-1 (SDC-1) juga dikenal dengan nama CD-138 merupakan proteoglikan transmembran heparan sulfat, berperan penting pada regulasi proses biologi yang meliputi organisasi sitoskeletal, sinyal faktor pertumbuhan, sel-sel adhesi dan matriks ekstraseluler. Hilangnya ekspresi SDC-1 pada epitel sel tumor berkaitan dengan invasi ke jaringan, metastasis, prognosis yang jelek. Ekspresi SDC-1 pada ameloblastoma terlihat kuat pada sel stromal, matriks ekstraseluler dan membran basalis (Zhong, 2011). Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2) adalah zinc metalloenzym yang terlibat dalam remodeling matriks ekstraseluler (ECM). Ekspresi MMP-2

6 memperlihatkan degradasi komponen ECM dan berperan penting pada proses organogenesis, remodeling jaringan dan invasi tumor. MMP-2 berperan terhadap perilaku invasif, rekuren dan perubahan kearah keganasan yang diatur pada tingkat post transkripsional (Zhong, 2011). MMP-2 dapat meningkatkan invasi regional sel ameloblastoma dengan mendegradasi barier perifer, seperti degradasi pada kolagen tipe IV yang ditemukan pada perifer membran basalis dari ameloblastoma (Huang, 2009). MMP -2 mempunyai aksi mendegradasi ECM dan membran basalis, meningkatkan angiogenesis pada tumor dan berperanan pada adhesi sel tumor yang mengakibatkan sifat invasif dan metastase (Zhong, 2004). Ameloblastoma adalah tumor yang berlokasi di tulang, dapat menimbulkan perforasi pada tulang dan akhirnya meluas ke jaringan lunak. IL-1α mempunyai kemampuan osteolitik dan dapat menstimulasi pertumbuhan sel. IL-1α bagian dari sitokin secara konsisten berperan pada pertumbuhan ameloblastoma dan ekspansi intratraosseous (Zhong, 2011). Sitokin inflamatori seperti interleukin 1 (IL-1), berperan penting dalam resorbsi tulang dengan menginduksi produksi enzim degradasi seperti matriks metalloprotein, prostaglandin serta deferensiasi dan aktivasi dari sel mirip osteoklas. IL - 1α dikode oleh gen ditemukan pada kromosom 2q13-21 yang berkaitan dengan kenaikan produksi sitokin. Kadar sitokin kususnya sitokin osteolitik ditemukan di cairan kista atau terekspresi pada ameloblastoma yang berperan penting dalam pertumbuhan (Sengguven, 2011). Penelitian ini lebih memahami dan menganalisis sifat invasif ameloblastoma dari tiga titik tangkap yang berbeda yaitu degradasi matriks ekstraseluler oleh Matrik Metallopreteinase-2, adhesi sel dengan sel dan sel

7 dengan matriks ekstraseluler oleh syndescan-1 serta remodeling tulang oleh IL-1α. Manifestasi klinis menunjukkan sifat rekurensi, invasif, metastase, progresitas pertumbuhan dan osteolitik tulang pada ameloblastoma (Huang, 2009 ; Lee, 2013 ). Insiden ameloblastoma multikistik tertinggi dibanding dengan tipe lain, dengan karakteristik klinis yang menonjol mempunyai rekurensi tinggi. Gambaran histologi yang berbeda pada tipe folikular, pleksiform, akantomatosa, granular, memberikan gambaran perilaku molekular yang berbeda - beda terkait kontribusinya dengan sifat invasif dan agresif pada ameloblastoma. Karakteristik klinis dan molekular pada berbagai tipe ameloblastoma multikistik menjadi kajian untuk diteliti lebih mendalam. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka memberikan dasar pemikiran kepada peneliti untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah ekspresi Syndecan-1 diantara tipe ameloblastoma multikistik. 2. Bagaimanakah ekspresi MMP-2 diantara tipe ameloblastoma multikistik. 3. Bagaimanakah ekspresi IL-1α diantara tipe ameloblastoma multikistik. 4. Apakah terdapat relasi diantara ekspresi syndecan-1, MMP-2 dan IL-1α diantara tipe ameloblastoma multikistik.

8 E. Keaslian Penelitian Penulusuran pustaka mengenai exspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL-1α terhadap Ameloblastoma multikistik belum dijumpai di Indonesia. Beberapa penelitian tentang exspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL-1α pada variasi ameloblastoma: 1. Syndecan-1 (CD 138) surface expression marks cell type and differentiation in ameloblastoma, keratocystic odontogenic tumor, and dentigerous cyst oleh Al-Otaibi dkk 2013 2. Suppression of local invasion of ameloblastoma by inhibiting of matrix metalloproteinase-2 in vitro oleh Anxun dkk 2008 3. Expression of matrix metallopreoteinase in human ameloblastoma oleh Ming dkk, 2004 4. Investigation of interleukin-1 alpha and interleukin-6 expression and interleukin-1 alpha gene polymorphism in keratocystic odontogenic tumor and ameloblastoma oleh Suguven dkk 2011 Sepanjang pengetahuan penulis dan berdasarkan kepustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada hingga saat ini belum pernah ada penelitian mengenai ekspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL-1 α terhadap ameloblastoma multikistik C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis ekspresi Syndecan-1 diantara tipe ameloblastoma multikistik 2. Menganalisis ekspresi MMP-2 diantara tipe ameloblastoma multikistik 3. Menganalisis ekspresi IL-1α diantara tipe ameloblastoma multikistik 4. Menganalisis hubungan diantara ekspresi, syndecan-1, MMP-2 dan IL-1α diantara tipe ameloblastoma multikistik.

9 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Memberikan kontribusi dan menambah informasi penting dalam upaya mengungkap pengaruh ekspresi Syndecan-1,MMP-2 dan IL- 1α secara biomolekular perilaku ameloblastoma terhadap kemampuanya menjaga keutuhan ikatan antar sel, menjaga integritas matrik ekstraseluler dan peranan sitokin terhadap pertumbuhan. 2. Memberikan kontribusi dan menambah informasi penting dalam upaya mengungkap pengaruh ekspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL- 1α secara klinis pada ameloblastoma, mempunyai kemampuan invasif, cenderung metastase, progresitas pertumbuhan, osteolitik pada tulang dan rekurensi. 3. Memberikan kontribusi dan menambah informasi penting terhadap interaksi dan korelasi diantara ekspresi Syndecan -1, MMP-2, IL- 1α diatara tipe ameloblastoma multikistik. 4. Penelitian pada aspek perilaku ameloblastoma melalui ekspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL- 1α dapat menjadi dasar pertimbangan terhadap prognosis dan penatalaksanaan tindakan ameloblastoma yang sesuai dan tepat. 5. Penelitian pada aspek perilaku ameloblastoma melalui ekspresi Syndecan-1, MMP-2 dan IL- 1α berguna sebagai landasan ilmiah untuk pelaksanaan dan pengembangan penelitian biomolekular selanjutnya baik dalam aspek diagnosis maupun terapi.