BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB II KAJIAN TEORITIS

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. aktifitas, tanpa ada yang menyuruh.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Undang - Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat 1 berbunyi: tiap tiap warga negara berhak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika Matematika merupakan suatu objek yang memilki tujuan abstrak, bertumpu pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

Utami Murwaningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Andre Putrawan, Sri yulianti, Junaidi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika SD Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathein atau Manthenien yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

Febrina Yuani Pamelang, Wahyudi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

B b a I P n e d n a d h a u h l u u l a u n 1 1 L t a a t r a Be B l e a l k a a k n a g n Pe P r e m r a m s a a s l a a l h a a h n

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO.

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan belajar. Aktivitas dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan,

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN MODEL JIGSAW DI KELAS VI SD NEGERI NO181/VII GURUH BARU II MANDIANGIN.

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS V SD NEGERI 2 AMBON

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

SKRIPSI. Oleh Teguh Eko Prasetyo NIM

BAB II PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION PADA MATERI UNSUR-UNSUR DAN SIFAT-SIFAT BANGUN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Geometri Bangun Ruang Sisi Datar

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Minat Belajar 2.1.1.1. Pengertian Minat Belajar Minat diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan (Kamisa,1997:370). Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995:144). Wiliam james dalam Usman(1995:27) melihat bahwa minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa. Mursell dalam Usman(1995:27), mengemukakan hakikatnya anak memiliki minat terhadap belajar. Getzel dalam Mardapi(2007:106) mengemukakan minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk rujukan perhatian atau pencapaian. Hilgard dalam Slameto(2010:57) memberi rumusan tentang minat sebagai berikut interest is persisting to pay attenton to and enjoy some activity or content. Yang berarti minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Usman (1996:27) mengemukakan: Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adalah adanya minat... minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Jadi dari pengertian-pengertian yang telah diurakan penulis dapat ditarik simpulan bahwa minat yaitu keinginan/kehendak, kesukaan, memperhatikan dan memiliki kemampuan untuk bertindak tanpa ada yang menyuruhnya. 6

7 2.1.1.2. Indikator Minat Untuk menganalisis minat belajar dapat digunakan beberapa indikator minat sebagai berikut: Menurut Slameto (2010: 180): Suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Selain itu menurut Djamarah (2002: 132) mengungkapkan bahwa minat dapat diekspesikan anak didik melalui: 1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya. 2. Partisipasi dalam aktif dalam suatu kegiatan. 3. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus). Simpulan dari kedua pendapat ahli tersebut, minat belajar siswa dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam melakukan aktivitas yang mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Indikator minat yang digunakan sebagai acuan penelitian ini adalah indikator-indikator minat sebagaimana diuraikan sebelumnya yakni meliputi perasaan senang dalam belajar, konsentrasi/ perhatian dalam belajar, ketertarikan dalam belajar. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika khususnya pada materi perkalian berbagai pecahan. 2.1.1.3. Cara Membangkitkan Minat Belajar Anak Menurut Usman (1996: 27), pada hakikatnya anak berminat terhadap belajar dan guru sendiri hendaknya berusaha meembangkitkan minat anak terhadap belajar. Simanjuntak (1993:58) mengemukakan Minat dapat timbul pada seseorang jika menarik perhatian terhadap suatu objek. Menurut Simanjuntak( 1993:58) cara membangkitkan minat belajar anak diperlukan beberapa syarat : belajar harus menarik perhatian, sebagai contohnya mengajar dengan cara yang menarik, mengadakan selingan, menjelaskan dari

8 yang mudah ke sukar atau dari yang konkret ke abstrak, penggunaan alat peraga. Obyek atau keadaan yang kekuatannya menarik kan menimbulkan minat misalnya menyelenggarakan percobaan, menyelenggarakan berbagai bentuk keterampilan, mengadakan pameran karyawisata. Masalahnya berulang-ulang terjadi, jika berulang-ulang terjadi akan mendorong peserta didik membangkitkan minat belajar karena masalah tersebut sering muncul sehingga merupakan suatu kebiasaan. Semua kegiatan harus kontras, hal-hal yang sama bahkan bahkan kontras dapat menarik perhatian seseorang. Menurut Rachman (1997:151) untuk menumbuhkan perhatian dan minat para siswa, pembelajaran dapat dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran terpadu. Menurut Rooijakkers (2008:25) cara menumbuhkan minat dengan menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa. Anni( 2007:186) mengemukakan pengaitan pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat penting, dan karena itu tunjukkanlah bahwa pengetahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi mereka. Komponen-komponen proses belajar mengajar yang harus dilaksanakan sebagai usaha membangkitkan minat belajar anak atau anak didik antara lain merumuskan tujuan pengajaran, mengembangkan/menyusun alat-alat evaluasi menetapkan kegiatan belajar mengajar, merencanakan program dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat. 2.1.2 Hasil Belajar Gagne dalam Uno(2007:137) menyebutkan hasil belajar merupakan kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel bawaannya melalui perlakuan pengajaran tertentu. Menurut Sudjana(2011:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Reigeluth dalam Uno(2007: 137) hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda.

9 Anni(2007: 5) mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan tingkah perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Degeng dalam Uno(2007:139) mengemukakan hasil belajar biasannya mengikuti pelajaran tertentu yang harus dikaitkan dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Benjamin S. Bloom dalam Anni(2007:7) ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: a. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. c. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan dan mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah keluaran yang dapat ditunjukkan siswa setelah melakukan kegiatan memproses masukan yang diterima dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. 2.1.3 Model Pembelajaran Matematika Realistik(PMR) 2.1.3.1 PengertianPembelajaran Matematika Realistik(PMR) Gravemeijer dalam Marpaung dkk.(2011:1) RME(Realistic Mathematic Eduction) merupakan suatu pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda oleh Freudenthal Institute tahun 1970 berdasarkan ide Freudenthal tentang matematika. Dalam pembelajaran matematika model PMR sesuai dengan filosofi konstruktivisme dan kontekstual. Bertumpu pada filosofi Freudenthal yang menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas manusia, dan semua unsur matematika dalam kehidupan sehari-hari harus diberdayagunakan. Berkaitan

10 dengan dua pandangan yang telah diuraikan, matematika harus diusahakan dekat dengan siswa dan harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Di samping itu siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas bekerja matematika atau aktivitas matematisasi matematika. Di Indonesia RME disebut Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). RME adalah pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang 'real' bagi siswa, menekankan ketrampilan 'proses of doing mathematics', berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ('student inventing' sebagai kebalikan dari 'teacher telling'). RME diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. (http://bimbelku.blogspot.com) Menurut Wijaya(2012:20)Pendidikan Matematika Realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan masalah sehari-hari. De lange dalam Wijaya(2012:42)membagi matematisasi menjadi matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Selama pembelajaran matematika realistik siswa telah melakukan proses matematisasi horizontal. Pada awalnya siswa mencoba untuk memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa sendiri), tetapi setelah beberapa waktu, siswa familiar dengan proses-proses pemecahan masalah yang serupa, mereka akan menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhiri proses penemuan siswa dalam suatu algoritma. Proses yang dilalui siswa sampai menemukan algoritma disebut matematisasi vertikal. Marpaung dkk(2011:2) mengemukakan dalam pembelajaran matematika realistik, guru di dalam kegiatan belajar tidak lagi langsung memberikan informasi, tetapi harus menciptakan aktivitas yang dapat digunakan para siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka. Guru berperan sebagai fasilitator bagi siswanya. Menurut Widjaja dkk.dalam marpaung dkk( 2011:2 ) untuk berperan sebagai sebagai seorang fasilitator, guru harus dapat menggunakan masalahmasalah kontekstual yang kaya, menanyakan pertanyaan pertanyaan yang

11 membimbing pengembangan proses berpikir siswa, dan memimpin diskusi kelas. Proses belajar siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari bermakna(meaningful) bagi siswa( Freudenthal,1991 & CORD, 1999 dalam Wijaya, 2012:31). Pada model pembelajaran matematika realistik siswa memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang berguna dan berkaitan dengan kehidupan sehari- hari dan kondisi riil yang pernah dialami siswa. Kehidupan sehari-hari yang dimaksud adalah kehidupan yang dekat dengan lingkungan tempat siswa berinteraksi, karena aktivitas manusia yang secara sadar atau tidak dilakukan dengan menggunakan kosep-konsep matematika. Pembelajaran ini juga menekankan pada keterampilan proses yaitu memberikan kesempatan atau menciptakan peluang sehingga siswa aktif belajar matematika. 2.1.3.2 Prinsip Model Pembelajaran Matematika Realistik Gravemeijer dalam Marpaung dkk.(2011:2)model pembelajaran matematika realistic menggunakan prinsip-prinsip RME, untuk itu karakteristik RME ada dalam PMR. Ada tiga prinsip utama di dalam RME yaitu: a. Penemuan kembali secara terbimbing ( guided reinvention ) dan matematisasi progersive (progressive mathematization ) Siswa dalam mempelajari matematika perlu diupayakan agar dapat mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri konsep, prinsip matematika dll. dengan bimbingan orang dewasa. Pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual(nyata) selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan ditemukan sifat atau definisi teorema aturan sendiri oleh siswa. b. Fenomenologi didaktis( didactical phenomenology ) Siswa dalam mempelajari,konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi lain dalam matematika, para siswa perlu bertolak dari masalah-masalah (fenomena-fenomena) kontekstual yaitu masalah- masalah yang berasal dari dunia nyata, atau setidak tidaknya dari masalah yang dapat dibayangkan sebagai masalah nyata.

12 c. Mengembangkan - sendiri ( self-developed models) Siswa dalam mempelajari konsep-konsep dan materi materi matematika, melalui masalah-masalah yang kontekstual, perlu mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal oleh siswa, yang mungkin masih bersifat intuitif, ke arah proses berpikir yang lebih formal. 2.1.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Matematika Realistik( PMR ) Karakteristik RME merupakan karakteristik PMR. Van den Heuvel Panhuizen dalam Supinah(2008:19), merumuskan karakteristik RME sebagai berikut: a. Aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Si pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika. b. Realitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa. c. Berjenjang,artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. d. Jalinan,artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik. e. Interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta menanggapinya. f. Bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan terbimbing untuk menemukan (re-invent) pengetahuan matematika.

13 Sementara Treffer dalam Wijaya (2011:21) menyebutan lima karakteristik dari pembelajaran matematika yang realistik yaitu: a. Penggunaan konteks Diajukannya masalah yang realistik untuk dipecahkan atau diselesaikan oleh siswa sebagai titik awal proses pembelajaran. Menurut Wijaya(2012:28) dengan penggunaan konteks di awal pembelajaran ditunjukkan untuk titik awal pembangunan konsep dan bisa meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar matematika. b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif Dikembangkannya cara, alat, atau matematis( gambar,grafik, tabel, dll) oleh siswa sebagai jawaban informal terhadap masalah yang dihadapi yang berfungsi sebagi jembatan antara dunia riil dengan abstrak sehingga terwujud proses matematisasi horizontal (yaitu proses diperolehnya matematika informal). c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. d. Interaktivitas Terjadi interaksi antara guru dan siswa antara siswa dan siswa dengan suasana demokratif berkenaan dengan penyelesaian masalah yang diajukan selama proses belajar. Wijaya (2012:23) mengatakan pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan. e. Keterkaitan Konsep-konsep matematika tidak dikenalkan secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Pembelajaran matematika realistik menempatkan keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. 2.1.3.3 Aplikasi Model Pembelajaran Matematika Realistik Aplikasi PMR juga harus memperhatikan karakteristik pembelajaran matematika realistik yang telah dijelaskan. Pertama adalah pembelajaran

14 matematika harus berawal dari sesuatu yang ia ketahui dan diambil dari dunia nyata supaya siswa dapat membayangkan, masalah harus sesuai dengan konteks kehidupan siswa artinya masalah harus dikenal baik oleh siswa. Misalnya di Papua tidak ada kereta api dan becak hanya ada perahu atau motor laut maka konteks becak dan kereta api tidak sesuai bila diterapkan di sekolah Papua. Selanjutnya langkah kedua adalah setelah diberi permasalahan yang riil dan sesuai dengan pengalaman siswa maka, siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan sesuai cara mereka sendiri. Misalnya diberikan soal Yohanis mempunyai hutang pada Florence Rp 2000 lalu Yohanis membayar dengan 1 lembar uang Rp 1000 maka berapa sisa hutang Yohanis? Melalui permasalahan seperti ini siswa kemudian diminta menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan cara mereka massing-masing. Langkah ketiga adalah interaksi yaitu siswa harus berinteraksi artinya setelah menyelesaikan permasalahan yang diberikan siswa harus menceritakan bagaimana strategi yang ia gunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, lalu siswa lain menanggapi di sinalah diharapkan terjadi interaksi antara siswa dengan siswa lainnya, mereka dapat bertukar informasi dan saling memperbaiki pendapat masing-masing. Langkah selanjutnya adalah tugas guru membimbing menemukan dalam menyeleaikan masalah sejenis di sinilah siswa dapat mengerti penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan mereka dapat melihat hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari. 2.1.3.4 Kelebihan Model Pembelajaran Matematika Realistik Model pembelajaran matematika realistik mempunyai kelebihan: a. Siswa lebih termotivasi karena materi yang disajikan terkait dekat dengan kehidupan sehari-hari. b. Materi yang disajikan lebih lama membekas di pikiran siswa karena siswa dilibatkan aktif dalam pembelajaran. c. Siswa berpikir alternatif dalam membuat penyelesaian.

15 2.2 Penelitian yang Relevan Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan. Menurut Miftakhul Janah (2010), dalam skripsi berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui PMR dalam Menyelesaikan Matematika Soal Cerita pada Pokok Bahasan Satuan Panjang Siswa Kelas IV SD Negeri Gejayan, kesimpulan yang dapat ditarik bahwa penerapan PMR meningkatkan hasil belajar. Hasil analisis siklus pertama menunjukkan ketuntasan belajar siklus I mencapai 54%. Sedangkan siklus II mencapai 82% memperlihatkan hasil belajar meningkat. Menurut Ika Puji Astuti(2010) dalam skripsi yang berjudul Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika tentang Masalah yang Melibatkan Uang melalui Matematika Realistik di Kelas III SDN 1 Pesodongan, Kaliworo, Wonosobo Semester II 2009/2010. Hasilnya berupa sebelum dilakukan tindakan siswa yang memenuhi KKM 31%, pada siklus I naik menjadi 79%, dan pada semester II mencapai 100%. Menunjukkan bahwa Penggunaan PMR dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan prestasi siswa. Penelitian yang telah diuraikan walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan penggunaan PMR pada peningkatan minat dan hasil belajar matematika. 2.3 Kerangka Berpikir Alur kerangka berfikir yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan. Kerangka berfikir dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu adalah sebagai berikut

16 PMR Diberikan permasalahan realistik Siswa membangun pemahaman sendiri Minat Hasil Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Seperti terdapat pada gambar 2.1 melalui Pembelajaran Matematika Realistik(PMR) yang pengajarannya berangkat dari permasalahan realistik diharapkan pelajaran tersebut menjadi bermakna bagi siswa, dengan demikian menarik minat siswa. Dalam PMR ini siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya dengan demikian hasil belajar matematika meningkat dan pengetahuannya bertahan lama. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah: Dengan menggunakan model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR ) minat dan hasil belajar matematika pada materi perkalian berbagai bentuk pecahan siswa kelas V SD Negeri Polobogo 02 dapat ditingkatkan.