BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia sehingga matematika mulai diberikan di tingkat pendidikan dasar. Menurut Aisyah (dalam Kriswandani, 2008), matematika dipilih menjadi salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD karena matematika digunakan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Tujuan matematika sekolah di SD dan Madrasah Ibtida iyah (MI) oleh pemerintah yang dikutip Aisyah (dalam Kriswandani, 2008), yaitu : 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 10

2 11 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan umum dan khusus yang ada di kurikulum SD/MI, merupakan pelajaran matematika di sekolah, jelas memberikan gambaran belajar tidak hanya di bidang kognitif saja, tetapi meluas dalam bidang psikomotor dan afektif Aisyah (dalam Kriswandani, 2008). Pembelajaran matematika diarahkan untuk pembentukan kepribadian dan pembentukan kemampuan berpikir yang bersandar pada hakikat dan arti dari matematika. Oleh karenanya, hasil-hasil pembelajaran matematika menampakkan kemampuan berpikir yang matematis dalam diri siswa, yang bermuara pada kemampuan menggunakan matematika sebagai bahasa dan alat dalam menyelesaikan masalahmasalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Hasil lain yang tidak dapat diabaikan adalah terbentuknya kepribadian yang baik dan kokoh Aisyah (dalam Kriswandani, 2008). Selain itu, pembelajaran matematika juga mempunyai misi yakni siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan seharihari dan mereka menjadi manusia yang mempunyai kreativitas yang tinggi.

3 12 Merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika SD dalam mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efesien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam menyusun dan merancang pembelajaran matematika yang efektif dan efesien, guru harus mempertimbangkan keberadaan/variasi kemampuan intelegensi, gaya belajar, dan minat siswa terhadap matematika karena dengan menguasai dan memahami individu, maka pembelajaran akan mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Heruman (dalam Kriswandani, 2008), konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu : 1. Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata mengenal. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.

4 13 2. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. 3. Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri atas dua pengertian, yaitu pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan, dan yang kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

5 14 Materi matematika di SD terbagi atas 3 bagian topik besar, yaitu aljabar yang meliputi operasi bilngan bulat dan bilangan pecahan beserta perhitungan persyaratan yang mengikutinya misalnya KPK dan FPB, geometri yang meliputi geometri ruang dan geometri datar beserta dengan satuan ukurannya, dan pengenalan statistika yang diberikan di kelas 6. Ketika topik besar tersebut dibagi menjadi banyak sub topik yang kesemuanya diberikan selama 6 tahun yakni dimulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Dengan demikian pembelajaran matematika di SD diharapkan dapat menjadi bekal bagi siswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Tujuan Pendidikan Dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Jadi, SD merupakan dasar dari keseluruhan jenjang pendidikan selanjutnya yang sangat penting dalam menentukan masa depan dan keberhasilan peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya. Pentingnya Pendidikan di Sekolah Dasar juga diungkapkan oleh Sayidiman Suryohadiprojo yang dikutip oleh H.A.R. Tilaar (2002) yaitu bahwa Pendidikan Dasar yang menentukan hasil usaha pendidikan secara keseluruhan. Apabila tidak ada pendidikan dasar yang bermutu, sukar diharapkan penyelenggaraan pendidikan menengah dan perguruan tinggi dengan peserta pendidikan yang memadai kemampuannya. Akibatnya pendidikan menengah menjadi

6 15 kurang bermutu, dan sebagai mata rantai berikutnya, pendidikan tinggi akan kurang dapat menghasilkan pakar dalam berbagai bidang yang bermutu Problematika Pembelajaran Matematika SD Selama ini matematika merupakan mata pelajaran yang menjadi momok bagi setiap orang dan tak terkecuali dengan anak SD. Matematika dianggap mata pelajaran yang sangat sulit untuk dipahami dan matematika identik dengan banyaknya rumus yang harus dihafalkan dan banyaknya soal yang harus dikerjakan sehingga image matematika yang menyatakan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit semakin melekat erat dalam benak dan diri siswa. Terdapat beberapa fenomena tentang pembelajaran matematika di SD menurut beberapa ahli : Pendapat pertama, pembelajaran mata pelajaran matematika di sekolah dasar masih lemah. Pengajaran matematika masih terfokus pada teori sehingga murid menjadi kurang kreatif, terlalu formal, dan masih terpaku pada rumusan baku. Kelemahan pembelajaran matematika di sekolah ini terlihat pada lomba Mathematics Problem Solcing Competition for Elementary School yang diselenggarakan di Purikids. Mayoritas peserta lomba yang terdiri atas 61 tim dari 15 SD cenderung kesulitan dalam mengerjakan soal terbuka yang berbentuk cerita dan mereka juga tidak terbiasa mempresentasikan penyelesaian soal

7 16 matematika di depan kelas atau para juri. Menurut Yansen Marpaung yang selaku juri dalam perlombaan tersebut, menyatakan bahwa perlombaan ini mencerminkan sistem pembelajaran matematika di sekolah guru tidak pernah mendorong murid untuk menggali strategi sendiri. Anak-anak hanya bisa mengungkapkan apa yang mereka terima dari guru. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa sekolah masih menerapkan metode dan strategi pengajaran matematika yang tradisional. Murid lebih banyak pasif dan tidak pernah belajar menyelesaikan soal terbuka. Tiap sekolah seharusnya mulai memberi kesempatan kepada murid untuk membangun strategi sendiri. Selain itu, pertanyaan yang diberikan kepada murid harus terkait dengan realita hidup sehari-hari (Kompas, 4 Desember 2006). Pendapat kedua tentang pembelajaran matematika di sekolah adalah pendapat Suharno dkk (dalam Kriswandani, 2008), yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah, sebagian besar siswa berpandangan bahwa mata pelajaran matematika sulit dan menakutkan. Hai ini terlihat dari sikap siswa dalam mengikuti pelajaran yakni pasif, tidak masuk kelas (membolos selama pelajaran matematika berlangsung), merasa bosan, takut, tidak mengerjakan tugas sehingga siswa tidak dapat mengikuti pelajaran / mengerjakan tugas-tugas secara optimal. Akhirnya siswa hanya sekedar mengerjakan tugas agar tidak dimarahi bapak/ibu guru. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa keadaan tersebut diperburuk dengan

8 17 penerapan metode pembelajaran matematika yang tidak melibatkan partisipasi siswa. Guru menerangkan dan siswa mendengarkan, guru aktif dan siswa pasif, kemudian siswa disuruh latihan mengerjakan soal. Tidak ada upaya untuk mendekatkan materi matematika pada masalah kehidupan sehari-hari siswa sehingga siswa tertarik untuk mempelajarinya. Pendapat ketiga merupakan pendapat Idris Harta, Ph.D dalam Kompas tanggal 16 Oktober 2006, yang menyatakan bahwa saat ini masih banyak sekolah yang menggunakan pendekatan latihan pada pembelajaran matematika. Metode itu dirancang untuk mengembangkan kemampuan pikiran melalui latihan berulang keterampilan berhitungm meminta siswa menghafal langkah atau rumus-rumus. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa pendekatan ini kurang bermakna dan tidak mengaplikasikan keterampilan berhitung pada situasi pemecahan masalah. Melalui cara ini, siswa menjadi bosan dan tidak menyenangi matematika. Pendapat keempat adalah pendapat Marpaung dan pakar yang mengamati pembelajaran di kelas (Marpaung, 2003). Marpaung berpendapat bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan hingga kini mayoritas masih menggunakan paradigma pengajaran. Terdapat beberapa kesan mahasiswa terhadap proses pembelajaran matematika yang masih menggunakan paradigma pengajaran ini, yaitu :

9 18 a. Pada umumnya siswa takut pada mata pelajaran matematika; b. Matematika dianggap sulit, abstrak, dan tidak bermakna; c. Pelajaran matematika mambuat siswa stress; d. Bahan yang dipelajari terlalu banyak; e. Matematika penuh dengan rumus-rumus; f. Guru matematika pada umumnya galak-galak; dan g. Pembelajaran berlangsung serius dan kurang manusiawi. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika selama ini masih berorientasi pada transfer ilmu dari guru ke siswa dan siswa dianggap sebagai kertas kosong yang siap ditulisi dengan tinta sesuai dengan keinginan penulisnya (dalam hal ini guru). Selain itu, terdapat kecenderungan rendahnya prestasi belajar siswa dalam pelajaran matematika dan hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya minat dan motivasi dalam mempelajari matematika, metode atau cara guru menyampaikan materi matematika, atau adanya anggapan yang salah tentang pelajaran matematika dan cara penyampaiannya Pembelajaran Matematika dengan Model Pendidikan Matematika Realistik Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh

10 19 sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (dalam Kriswandani, 2008) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Landasan filosofi PMR adalah RME. RME merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda. Teori ini berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insane dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika seseorang memecahkan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran Gravemeijer (dalam Sutarto Hadi, 2003). Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha mereka sendiri. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah Dolk (dalam Suryanto, 2010). Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan

11 20 kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata (Hadi, 2005). Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Soedjadi (dalam Suryanto 2010) mengemukakan bahwa, di negeri Belanda telah dikembangkan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Dalam pendekatan PMR, pembelajaran matematika lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Dalam pembelajaran matematika realistik diperlukan dunia nyata untuk awal permulaan pengenalan pembelajaran matematika pada usia anak SD. Siswa akan memperoleh informasi dari pengalaman yang telah didapat di kehidupan nyata anak dan akan mampu memecahkan permasalahan Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Karakteristik PMR Menurut Lauge dan Gravemeijer (dalam Kriswandani, 2008), sebagai penjabaran dari ketiga level Van Hiele,

12 21 fenomena didaktik Freudenthal dan matematisasi progresif Treffers (dalam Kriswandani, 2008) adalah menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (interwinement) dan dijelaskan sebagai berikut : 1. Menggunakan Konteks Dunia Nyata Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsepkonsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari. 2. Menggunakan Model-Model (Matematisasi) Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam

13 22 menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model-model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal. 3. Menggunakan Produksi dan Konstruksi Dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. 4. Menggunakan Interaktif Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

14 23 5. Menggunakan Keterkaitan (interwinement) Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain. Menurut Sutarto Hadi, berdasarkan karakteristik tersebut RME mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut: 1. Siswa memiliki seperangkat konsep laternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya. 2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri; 3. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan; 4. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman; 5. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

15 24 (Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Matematika Realistik) 1. Kelebihan pembelajaran matematika realistik Menurut Suwarsono (dalam Hadi, 2003) kelebihan pembelajaran matematika realistik antara lain: a. Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia. b. Matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar matematika. c. Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lainnya. d. Mempelajari matematika proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajarai metematika orang harus menjalani sendiri proses itu dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru. e. Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara pendekatan pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan.

16 25 2. Kelemahan pembelajaran matematika realistik Kelemahan pembelajaran realistik menurut Suwarsono (dalam Hadi, 2003), yaitu : a. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa. b. Penilaian dan pembelajaran matematika realistik lebih rumit daripada pembelajaran konvensional c. Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu proses berfikir siswa. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah jadi, tetapi sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep konsep matematika. Guru dipandang lebih sebagai pendamping bagi siswa. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal kontekstual, proses pematematikaan horisontal dan proses pematematikaan

17 26 vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme, berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep konsep matematika tertentu. Cara mengatasi kelemahan pembelajaran matematika realistik dapat dilakukan upaya-upaya antara lain: (1) memotivasi semua siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran; (2) memberikan bimbingan kepada siswa yang memerlukan; (3) memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep, dan (4) menggunakan alat peraga yang sesuai sehingga dapat membantu proses berpikir siswa, maka pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep matematika. Langkah-langkah dalam pembelajaran matematika realistik menurut Van Reeuwijk (dalam Wahyudi dan Kriswandani, 2010) adalah sebagai berikut : Langkah Pertama Memahami masalah/soal konteks guru memberikan masalah/persoalan kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini sesuai dengan karakteristik PMR, yaitu menggunakan masalah kontekstual. Langkah Kedua Menjelaskan masalah kontekstual. Langkah ini dilaksanakan apabila ada siswa yang belum paham dengan masalah yang diberikan. Jika semua siswa sudah memahami maka langkah ini tidak perlu dilakukan. Pada langkah ini guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum dipakai siswa. Langkah ini sesuai dengan karakteristik PMR, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru maupun dengan siswa lain. Langkah Ke tiga Menyelesaikan masalah kontekstual siswa secara

18 27 kelompok atau individu. Dalam menyelesaikan masalah atau soal siswa diperbolehkan berbeda dengan siswa yang lain. Dengan menggunakan lembar kegiatan siswa, siswa mengerjakan soal dalam tingkat kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. Guru hanya memberikan arahan berupa pertanyaan langkah atau pertanyaan penggiring agar siswa mampu menyelesaikan masalah sendiri. Ini sesuai dengan karakteristik PMR, yaitu menggunakan model-model (matematisasi). Langkah Ke empat Langkah Ke lima Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok, dan selanjutnya dengan diskusi kelas. Langkah ini sesuai dengan karakteristik PMR, yaitu menggunakan kontribusi siswa dan interaksi antar siswa yang satu dengan yang lain. Menyimpulkan hasil diskusi. Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep, kemudian guru meringkas atau menyelesaikan konsep yang termuat dalam soal Hasil Belajar Menurut Oemar Hamalik (2004) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkahlaku pada orang tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Menurut Winkel (dalam Lina, 2009), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.

19 28 Sedangkan menurut Arif Gunarso (dalam Lina, 2009), hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usahausaha belajar. Jadi hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dari proses belajar yang telah dilakukannya. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Nana Sudjana (dalam techonly13, 2009) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai. Nana Sudjana (dalam techonly13, 2009) menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh

20 29 siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. Pemerolehan hasil belajar yang baik akan memberikan kebanggaan pada diri sendiri, dan orang lain. Untuk itu guna memperoleh hasil belajar yang baik siswa dihadapkan dengan beberapa faktor yang bisa membuat siswa mendapatkan hasil belajar yang baik Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Riska Novita sari (2008) menyatakan bahwa dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 14 Palembang dalam penerapan pembelajaran matematika realistik ada pengaruh model Pembelajaran Matematika Realistik terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 14 Palembang. Pengaruh tersebut terlihat dengan adanya peningkatan hasil belajar matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 14 Palembang. Hustiawan Adha Cahyono (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang di Kelas VIII D SMP Negeri 5 Malang. menyatakan bahwa prestasi belajar pada materi bangun ruang siswa kelas VIII D SMP Negeri 5 Malang meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata pretes yaitu 62,74 yang meningkat pada nilai rata-rata postes I yaitu 76,18 menjadi

21 30 88,1 pada nilai rata-rata postes II. Di samping itu juga dilihat dari banyaknya siswa yang tuntas belajar mengalami peningkatan yaitu dari nilai pretes I diketahui 29% siswa tuntas belajar kemudian untuk nilai postes I siswa yang tuntas belajar naik menjadi 74%. Pada postes II banyak siswa yang tuntas belajar naik lagi menjadi 97% Kerangka Berfikir PMR mengutamakan adanya aktivitas pembelajaran yang aktif dari siswa dimana guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswa. Suasana pembelajaran yang timbul sebagai dampak dari penggunaan PMR berbeda dengan suasana pembelajaran konvensional, misalnya dengan metode ceramah, yang terkesan kaku dan penuh tekanan bagi siswa yang cenderung berpusat pada guru dan siswa menjadi penerima pasif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika menggunakan model PMR, siswa mendapat kebebasan untuk memilih kreatifitas belajar yang akan dilakukannya untuk mencapai pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari. Akibatnya, masing-masing siswa melakukan aktivitas belajar yang berbeda-beda, sesuai dengan karakteristik dan kemampuannya. Pembelajaran matematika dengan model PMR disajikan semenarik mungkin untuk menarik perhatian dan kreatifitas siswa dalam berpikir untuk memahami pelajaran yang sedang dipelajari. Seorang anak akan lebih mudah mempelajari hal yang menarik perhatian daripada hal yang tidak menarik perhatian. Dalam pembelajaran dengan model PMR,diharapkan siswa merasa senang melakukan aktivitas-aktivitas belajar dan

22 31 kreatif dalam memecahkan permasalahan dalam pembelajaran. Guru harus melakukan analisis konseptual dan perencanaan terhadap materi pembelajaran, sehingga pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru hanya memberikan pengarahan, sedikit penjelasan, dan koreksi terhadap kesalahan pemahaman. Jadi, dalam pembelajaran siswa berpartisipasi aktif, bukan sebagai penerima pasif (bahan jadi), melainkan sebagai pengolah (bahan mentah) atau konsep dasar menjadi bahan jadi atau pengetahuan atau materi baru. Guru perlu mempertahankan kemapuan berpikir siswa terhadap pembelajaran. Dengan mempertahankan kemampuan berpikir siswa terhadap pembelajaran matematika, siswa akan lebih terdorong untuk mempelajari matematika tanpa merasa takut dan terpaksa karena pembelajaran berlangsung yang melibatkan siswa aktif dan ikut berpartisipasi dalam pemecahan masalah pada pembelajaran matematika Hipotesis Tindakan Pada dasarnya hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang masih memerlukan pembuktian lebih lanjut. Berdasarkan rumusan permasalahan, maka disusunlah hipotesis sebagai berikut : Diduga terdapat signifikasi peningkatan hasil belajar dengan penerapan model pembelajaran matematika realistik pada siswa kelas III SD.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata oleh : Wahyudi (Dosen S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana) A. PENDAHULUAN Salah satu karakteristik matematika

Lebih terperinci

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994) imagorganisir bahan ajar. Ketiga hal tersebut perlu diorganisir secara matematis linatematisasi). Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun secara deduktif (umum ke khusus) yang menyatakan hubungan-hubungan, struktur-struktur yang diatur menurut aturan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 11 BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Siswa Sekolah Dasar pada umumnya berusia 7 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Hasil Belajar Hasil belajar menurut Sudjana (1991:22) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak, 17 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berhitung Kemampuan berhitung terdiri dari dua kata yaitu kemampuan dan berhitung. Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa, melakukan sesuatu, dapat. Sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Matematika Para ahli _naeaclefinisikan tentang matematika antara lain; Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi (Sujono, 1988);

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Realistic Mathematics Education (RME) yang di Indonesia dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan mengenyam pendidikan di sekolah baik sekolah formal maupun informal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Peran pendidikan sangat penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara pembaca. Oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pengertian belajar dalam kamus besar B. Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut fontana (Erman Suhaerman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pandangan sebagian besar siswa mengenai pelajaran Matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan adalah hal yang cukup beralasan. Marpaung (2003:1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permendiknas nomor 22 tahun 2006 menjelaskan tujuan pembelajaran matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hakekat Matematika Istilah matematika berasal dari Bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata matematika juga diduga erat hubungannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada penjelasan berikut ini. 1. Efektifitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan kecakapan berpikir tentang dirinya dan lingkungannya. Seseorang yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME Oleh: Lailatul Muniroh email: lail.mpd@gmail.com ABSTRAK Pembelajaran matematika dengan pendekatan RME memberi peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori, pendapat-pendapat ahli yang mendukung penelitian akan dipaparkan dalam obyek yang sama, dengan pandangan dan pendapat yang berbedabeda. Kajian

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) Yuniawatika Yuniawatika.fip@um.ac.id Dosen KSDP FIP Universitas Negeri Malang Abstrak: Ketika mendengar matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013 InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol, No., Februari 0 PENDEKATAN ICEBERG DALAM PEMBELAJARAN PEMBAGIAN PECAHAN DI SEKOLAH DASAR Oleh: Saleh Haji Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usaha menguasai dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK) diperlukan amber daya manusia yang berkemampuan tinggi. Wadah kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menjumpai suatu hal yang erat kaitannya dengan kegiatan berhitung. Bagi setiap orang dan tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017 Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017 MENARA Ilmu ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS REALISTICS MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA MATERI FPB DAN KPK UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang cukup penting dalam kehidupan manusia karena pendidikan memiliki peranan penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Tardif

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG Hariyati 1, Indaryanti 2, Zulkardi 3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Realistic Mathematics Education (RME) 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Belajar Menurut Slamet dalam Djamarah (2003:13), belajar adalah suatu proses usaha uang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai peranan menjadikannya sebagai ilmu yang sangat penting dalam pembentukan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut dengan proses humanisasi. Proses humanisasi ini tidak diperoleh dengan begitu saja,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sungguminasa melalui pembelajaran matematika melalui

Lebih terperinci

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR Rini Setianingsih Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa ABSTRAK. Salah satu pendekatan

Lebih terperinci

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 IMPLEMENTASI PENDEKATAN OPEN-ENDED PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran

Lebih terperinci

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP. Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP. Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008 PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008 Oleh Dr. Marsigit Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori Pada kajian teori menjelaskan tentang teori-teori yang akan dijadikan dasar dalam penelitian ini. Pembahasan teori ini meliputi konsep matematika, fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka Pada bab II kajian pustaka ini terkait dengan variabel penelitian, variabel hasil belajar matematika sebagai variabel terikat, pembelajaran matematika realistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah bahasa universal untuk menyajikan gagasan atau pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan terjadinya multitafsir

Lebih terperinci

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIONS PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Siti Chotimah chotie_pis@yahoo.com Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada masa global ini, menuntut sumber daya manusia yang berkualitas serta bersikap kreatif

Lebih terperinci

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum pendidikan di Indonesia tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Proses Belajar Proses belajar adalah serangkaian aktifitas yang terjadi pada pusat saraf individu yang belajar 8 Keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEBERANIAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL GEOMETRI DI DEPAN KELAS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

UPAYA PENINGKATAN KEBERANIAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL GEOMETRI DI DEPAN KELAS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UPAYA PENINGKATAN KEBERANIAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL GEOMETRI DI DEPAN KELAS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PTK Kelas V SD Muhammadiyah 11 Surakarta) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, sebab melalui pendidikan dapat dibentuk kepribadian anak. Pendidikan juga merupakan salah satu

Lebih terperinci

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK SISWA KELAS VIII SEMESTER I Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari. Hal ini ditegaskan oleh Suherman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan sebagian besar kehidupan adalah berhadapan dengan masalah. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat menggali dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, ini berarti bahwa manusia berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan II. KAJIAN TEORI A. Pendekatan Matematika Realistik Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dimulai sekitar tahun 1970-an. Yayasan yang diprakarsai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di SD/MI merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pembelajaran Matematika Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pembelajaran Matematika Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat dan mengenal kembali semua aturan-aturan yang ada dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting. Sesuai dengan pendapat Trianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein, yang berarti mempelajari. Kebanyakan orang mengatakan bahwa matematika merupakan suatu pelajaran

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK MANGARATUA M. SIMANJORANG Abstrak Konstruktivis memandang bahwa siswa harusnya diberi kebebasan dalam membangun sendiri pengetahuannya. Salah satu pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) A. Pendahuluan Oleh: Atmini Dhoruri, MS Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu

Lebih terperinci

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Pendidikan Matematika Realistik... PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Siti Maslihah Abstrak Matematika sering dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit bagi siswa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keahlian, dan keterampilan kepada individu untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika SD Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathein atau Manthenien yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika SD Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathein atau Manthenien yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika SD Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathein atau Manthenien yang artinya mempelajari. Kata matematika erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah, yang tidak hanya bertujuan agar siswa memiliki kemampuan dalam matematika saja melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR Martianty Nalole Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstract : Study of reduction through approach

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan. Guru seyogyanya menguasai kemampuan mengajarkan pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Mata Pelajaran Matematika 2.1.1.1. Pengertian Matematika BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di setiap kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan sampai kepada masalah yang sulit untuk didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran. Dimana kegiatan pembelajaran tersebut diciptakan oleh guru dalam proses kegiatan pembelajaran di sekolah. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011 PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR SISWA DI TINGKAT SEKOLAH DASAR Oleh: Evi Soviawati ABSTRAK Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Matematika Sekolah Dasar Matematika merupakan mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar. Menurut Wahyudi dan Inawati (2009:5) mengemukakan bahwa matematika

Lebih terperinci

Bab II Kajian Pustaka

Bab II Kajian Pustaka Bab II Kajian Pustaka 2.1 Kajian teori Hakekat Matematika Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat dan mengenal kembali semua aturan-aturan yang ada dan harus dipenuhi

Lebih terperinci