Permenkes Nomor 3 tahun 2015 PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN

dokumen-dokumen yang mirip
Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI GUDANG FARMASI PSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit. seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif melalui observasi dan wawancara mengenai penyimpanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENDISTRIBUSIAN SEDIAAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit. karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. 1 Rumah sakit Permata Medika adalah rumah sakit tipe C di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit dr. Raden Soedjati Soemodiardjo merupakan rumah sakit umum milik pemerintah daerah Kabupaten

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

Lampiran 1. Jadwal Penelitian. Bulan Maret April Mei Juni Juli

Jalur Distribusi Obat

INTISARI. Kata Kunci : penyimpanan, gudang obat, indikator penyimpanan, puskesmas

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

SISTEM DISTRIBUSI PERBEKALAN FARMASI. Heru Sasongko, S.Farm., Apt.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tentang Standar

BAB IV ANALISIS DATA DAN RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN OBAT/ALAT KESEHATAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MYRIA PALEMBANG

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DAN PRODUK STERIL DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pharmaceutical barrier in preventing counterfeit medicines in hospitals. Hadi Sumarsono, S. Farm., Apt.

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting pada berbagai upaya pelayanan kesehatan. Intervensi dengan obat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT SILOAM MANADO

25/3/2016. Citraningsih Yuniarti RSUD KOTA YOGYAKARTA 2016

KEGIATAN BELAJAR 2: PENYIMPANAN

PROFIL PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS DI KOTA KUPANG

PHARMACY, Vol.07 No. 03 Desember 2010 ISSN Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUJUAN. a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian. b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERAPAN PELAYANAN FARMASI SATU PINTU DI RUMAH SAKIT

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah non-eksperimental, yang berupa desain

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Salah satu faktor kunci dari keberhasilan suatu bisnis dan merupakan inti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI PENYIMPANAN Pasal 24 Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Pasal 25 (1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus. Pasal 26 (3) Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. terbuat dari bahan yang kuat; b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda; c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi Pemerintah; d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan. Pasal 5 permenkes nomor 28 1978 Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfina, petidin dan garam serta persediaan narkotika, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari2. Permenkes Nomor 42 tahun 2013 Pasal 18 Pendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas vaksin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 Untuk menjaga kualitas, vaksin harus disimpan pada waktu dan tempat dengan kendali suhu tertentu. Vaksin merupakan bahan biologis yang mudah rusak sehingga harus disimpan pada suhu tertentu (pada suhu 2 s/d 8 ºC untuk vaksin sensitif beku atau pada suhu -15 s/d -25 ºC untuk vaksin yang sensitif panas). Wadah pengiriman vaksin berupa cold box yang disertai alat untuk mempertahankan suhu dingin berupa : a) Cool pack untuk vaksin TT, Td, DT, Hepatitis B, dan DPT-HB. b) Cold pack untuk vaksin BCG dan Campak. c) Dry ice dan/atau cold pack untuk vaksin Polio.

Peraturan Kepala Badan BPOM RI Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB, adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. PENYIMPANAN Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman dan terkunci untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditolak, kedaluwarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat diduga palsu. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan. Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Termometer dikalibrasi sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun terhadap standard yang tersertifikasi. Fasilitas penyimpanan harus memiliki : chiller atau cold room (suhu +2 s/d +8 C), untuk menyimpan vaksin dan serum dengan suhu penyimpanan 2 s/d 8 C, biasanya digunakan untuk penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT-HB. freezer atau freezer room (suhu -15 s/d 25 C) untuk menyimpan vaksin OPV. Penyimpanan vaksin dalam chiller dan freezer tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat dijaga, jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm. PEDOMAN PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI DI RUMAH SAKIT, kemenkes 2010 FEFO: First Expire First Out adalah mekanisme penggunaan obat yang berdaarkan prioritas masa kadaluarsa obat tersebut.semakindekat masa kadaluarsa obat tersebut, maka semakin menjadi prioritas untuk digunakan. First Expiry / First Out (FEFO) Prosedur distribusi yang memastikan bahwa stok obat dan/atau bahan obat dengan tanggal kedaluwarsa yang lebih awal didistribusikan lebih dahulu sebelum stok produk yang sama dengan tanggal kedaluwarsa yang lebih panjang (CDOB) FIFO: First In First Out adalah mekanisme penggunaan obat yang tidak mempunyai masa kadaluarsa.prioritas penggunaan obat berdasarkan waktu kedatangan obat.semakin awal kedatangan obat tersebut, maka semakin menjadi prioritas untuk digunakan. UDD: Unit Dosage Dispensing adalah mekanisme distribusi obat bagi pasien berdasarkan unit dosis yang telah diresepkan. IDD: Induvidual Dosage Dispensing adalah mekanisme distribusi obat bagi pasien berdasarkan resep perorangan. Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian: Tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah Jenis Sistem Distribusi Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi di lingkungannya. Adapun metode yang dimaksud antara lain:

1. RESEP PERORANGAN Resep perorangan adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep. Keuntangan resep perorangan, yaitu: a. Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung. b. Memberikan kesempatan interaksi profesional antara apoteker, dokter, perawat, dan pasien. c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat. d. Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien. Kelemahan/Kerugian sistem resep perorangan, yaitu: a. Memerlukan waktu yang lebih lama b. Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan 2. SISTEM DISTRIBUSI PERSEDIAAN LENGKAP DI RUANG Definisi sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan pengantaran sediaan perbekalan farmasi sesuai dengan yang ditulis dokter pada order perbekalan farmasi, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/unit perbekalan farmasi dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut. Dalam sistem persediaan lengkap di ruangan, semua perbekalan farmasi yang dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang penyimpanan perbekalan farmasi, kecuali perbekalan farmasi yang jarang digunakan. Keuntungan persediaan lengkap di ruang, yaitu: a. Pelayanan lebih cepat b. Menghindari pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai ke IFRS. c. Mengurangi penyalinan order perbekalan farmasi. Kelemahan persediaan lengkap di ruang, yaitu: a. Kesalahan perbekalan farmasi sangat meningkat karena order perbekalan farmasi tidak dikaji oleh apoteker. b. Persediaan perbekalan farmasi di unit pelayanan meningkat, dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu, kurang diperhatikan oleh perawat. c. Kemungkinan hilangnya perbekalan farmasi tinggi. d. Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan perbekalan farmasi yang sesuai di setiap ruangan perawatan pasien. e. Diperlukan waktu tambahan lagi bagi perawat untuk menangani perbekalan farmasi. f. Meningkatnya kerugian dan bahaya karena kerusakan perbekalan farmasi. Sistem distribusi persediaan lengkap ini hanya digunakan untuk kebutuhan gawat darurat dan bahan dasar habis pakai. Kerugian/kelemahan sistem distribusi perbekalan farmasi persediaan lengkap di ruang sangat banyak. Oleh karena itu, sistem ini hendaknya tidak digunakan lagi. Dalam sistem ini, tanggung jawab besar dibebankan kepada perawat, yaitu menginterpretasi order dan menyiapkan perbekalan farmasi, yang sebetulnya adalah tanggung jawab apoteker. Dewasa ini telah diperkenalkan sistem distribusi perbekalan farmasi desentralisasi yang melaksanakan sistem persediaan lengkap di ruang, tetapi di bawah pimpinan seorang apoteker. Jika sistem desentralisasi ini dilakukan, kekurangan dari sistem distribusi perbekalan farmasi persediaan lengkap di ruang akan dapat diatasi. 3. SISTEM DISTRIBUSI DOSIS UNIT (Unit Dose Dispensing =UDD)

Definisi perbekalan farmasi dosis unit adalah perbekalan farmasi yang diorder oleh dokter untuk pasien, terdiri atas satu atau beberapa jenis perbekalan farmasi yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Istilah dosis unit sebagaimana digunakan rumah sakit, berhubungan dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan kemasan itu. Pasien membayar hanya perbekalan farmasi yang dikonsumsi saja. Konsep kemasan dosis bukan suatu inovasi baru bagi kefarmasian dan kedokteran karena industri farmasi telah membuat unit tunggal untuk sampel dan pada tahun terakhir telah dibuat menjadi prosuk kemasan tunggal yang dijual ke rumah sakit, untuk melayani resep. Sistem distribusi perbekalan farmasi dosis unit adalah tanggung jawab IRS, hal itu tidak dapat dilakukan di rumah sakit tanpa kerja sama dengan staf medik, perawatan pimpinan rumah sakit dan staf administratif. Jadi, dianjurkan bahwa suatu panitia perencana perlu ditetapkan untuk mengembangkan pendekatan penggunaan suatu sistem distribusi dosis unit. Kepemimpinan dari panitia ini seharusnya datang dari apoteker IFRS yang menjelaskan kepada anggota lain tentang konsep distribusi perbekalan farmasi dosis unit. Sistem distribusi dosis unit dapat dioperasikan dengan salah satu daru 3 metode di bawah ini, yang pilihannya tergantung pada kebijakan dan kondisi rumah sakit. a. Sistem distribusi dosis unit sentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan. Artinya, di rumah sakit itu mungkin hanya satu IFRS tanpa adanya depo/satelit IFRS di beberapa unit pelayanan. b. Sistem distribusi dosis unit desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di sebuah rumah sakit. Pada dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, hanya saja sistem distribusi desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral. c. Dalam sistem distribusi dosis unit kombinasi sentralisasi dan desentralisasi, biasanya hanya dosis awal dan dosis keadan darurat dilayani depo/satelit IFRS. Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi yang lain, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari IFRS sentral. Keuntungan Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit yang lebih rinsi sebagai berikut: 1. Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja. 2. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS. 3. Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi. 4. Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan. 5. Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional yang lebih efisien. 6. Mengurangi risiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi. 7. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien menerima dosis unit 8. Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi bertambah baik. 9. Apoteker dapat datang ke unit perawatan/ruang pasien, untuk melakukan konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan psaien yang lebih baik. 10. Peningkatan dan pengendalian dan pemantauan penggunaan perbekalan farmasi menyeluruh. 11. Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi. Kelemahan:

1. Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi 2. Meningkatnya biaya operasional 4. SISTEM DISTRIBUSI KOMBINASI Definisi: sistem distribusi yang menerapkan sistem distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah perbekalan farmasi yang harganya murah mencakup perbekalan farmasi berupa resep atau perbekalan farmasi bebas. Keuntungan sistem distribusi kombinasi yaitu: a. Semua resep/order perorangan dikaji langsung oleh apoteker. b. Adanya kesempatan berinteraksi dengan profesional antara apoteker, dokter, perawat dan pasien/keluarga pasien. c. Perbekalan farmasi yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien. Sistem distribusi obat di rumah sakit, dibagi menjadi : 1. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS ke semua tempat perawatan penderita di rumah sakit tanpa adanya cabang dari IFRS di tempat perawatan. - Individual prescription atau resep perseorangan yakni order/resep ditulis oleh dokter untuk tiap pasien. Obat yang diberikan sesuai dengan resep.keuntungannya : resep dikaji langsung oleh apoteker, pengendalian lebih dekat, penagihan biaya mudah. Kelemahannya: memerlukan waktu lama, pasien mungkin membayar obat yang tidak digunakan. - Total ward floor stock atau persediaan ruang lengkap, semua perbekalan farmasi yang sering digunakan dan dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang penyimpanan. Hanya digunakan untuk kebutuhan darurat dan bahan dasar habis pakai. Keuntungan: pelayanan cepat dan mengurangi pengembalian order perbekalan farmasi. Kelemahan: medication error meningkat, perlu waktu tambahan, kemungkinan hilangnya obat, kerugian karena kerusakan perbekalan farmasi1. - Kombinasi dari individual prescription dan persediaan ruang lengkap, obat yang diperlukan pasien disediakan di ruangan, harganya murah dan mencakup obat berupa resep atau obat bebas. Keuntungannya: dikaji langsung oleh apoteker, obat yang diperlukan cepat tersedia, ada interaksi anata apoteker dan pasien1. 2. Desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di rumah sakit1. - UDD : perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal, disispensing dalam bentuk siap konsumsi, tersedia pada ruang perawatan pasien. Keuntungan, pasien hanya membayar obat yang digunakan, mengurangi kesalahan pemberian obat.kelemahan, kebutuhan tenaga kerja dan biaya operasional meningkat1. - One Daily Dose mirip indvidual prescribing namun diberikan untuk sehari sesuai dengan dosisnya, Kelebihan : Mengurangi resiko biaya obat2. Indikator penyimpanan obat yaitu: 1) Kecocokan antara barang dan kartu stok, indikator ini digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah dalam pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat, 2) Turn Over Ratio, indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat,

yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal, 3) Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak, indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit, 4) Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO, 5) Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan, 6) Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang menunjukkan berapa besar persentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu, nilai persentese stok akhir berbanding terbalik dengan nilai TOR7. Indikator bu ning 1. Kecocokan obat dengan kartu kendali 2. Turn Over Ratio 3. Sistem penataan gudang 4. Banyaknya obat yang rusak dan kadaluwarsa Indikator distibusi dibagi menjadi enam, yaitu: 1)penggunaan obat generik berlogo dengan keseluruhan penggunaan obat, 2)frekuensi keluhan penderita rawat jalan terhadap pelayanan farmasi, 3)frekuensi keluhan profesi kesehatan lain terhadap pelayanan farmasi, 4) rata-rata waktuyang digunakan untuk melayani resep, yaitu sejak digunakan untuk melayani resep, yaitu sejak resep masuk ke bagian distribusi sampai ke tangan pasien, 5)persentase resep yang tidak dapat dilayani tiap bulan, 6) persentase obat yang tidak masuk ke dalam formularium9. Persyaratan ruang penyimpanan perbekalan farmasi: Utilities, ruangpenyimpanan memiliki sumber listrik, air, AC, dan sebagainya. Communication, ruang penyimpanan harus memiliki alat komunikasi misalnya telepon. Drainage, ruang penyimpanan harus berada di lingkungan yang baik dengan sistem pengairan yang baik pula. Security, ruang penyimpanan harus aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta hewan pengganggu. Size, ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang yang ada. Accessibility, ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses4. Tanggung jawab apoteker diantaranya adalah penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat. Dalam kegiatan distribusi atau penyaluran harus memenuhi cara distribusi yang baik dengan menetapkan Standar Prosedur Operasional13. Sesuai dengan standar kompetensi apoteker mampu mendesain, melakukan penyimpanan dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan melakukan penyimpanan sediaan farmasi dan alkes dengan tepat, melakukan distribusi sediaan farmasi dan alkes, melakukan pengawasan mutu penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan14. Daftar Pustaka 1. Anonim. 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 2. Siregar, Charles J.P.,2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.EGC, Jakarta. 3. Seto, Soerjono., 2001, Manajemen Apoteker untuk Pengelola Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Surabaya: Airlangga University Press. 4. Seto, S., Manajemen Farmasi, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 2008

5. Anonim, 2012, Media Komunikasi K3 RSUP Dr. Sardjito,http://sardjitohospital.co.id/, 7 April 2012. 6. Sari, P.P, 2012, Evaluasi sistem pengobatan obat pada tahap distribusi di puskesmas Gribig Kabupaten Kudus tahun 2011. Surakarta : Universitas Setia Budi. 7. Sheina, Baby, Penyimpanan Obat Di Gudang Instalasi Farmasi Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta Unit I, Yogyakarta, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan. 8. Anonim, Peraturan Kepala BPOM Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. BPOM. 9. Pudjaningsih, Dwi, dan Budiono Santoso, 2006, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit, Logika Vol.3 No.1. 10. Anonim, 2004. Kepmenkes RI No 1197/Menkes/SK/2004/ Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Depkes RI. Jakarta. 11. Anonim, 2010, Keputusan Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia No. 013/APFI/MA/2010 tentang Standar Praktik Kerja Profesi Apoteker (SPKPA). 12. Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan No 1197 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 13. Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Depkes RI. 14. Anonim. 2011. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia.Makassar : Ikatan Apoteker Indonesia. Aditama, T. Y., Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua, Universitas Indonesia Press, Jakarta. 2003