4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

PELUANG PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

PELUANG PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

I. PENDAHULUAN. Di lain pihak, Dahuri (2004) menyatakan bahwa potensi perikanan tangkap di laut

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KOMODITAS POTENSIAL DI TELUK LAMPUNG

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KOMODITAS POTENSIAL DI TELUK LAMPUNG 1

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang SNI SNI

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

3 METODOLOGI PENELITIAN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN DI SEKITAR PULAU BENGKALIS, SELAT MALAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku

Transkripsi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Administrasi wilayah Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak pada 1 0 LU 4 0 LS dan 102,25 0 108,41 0 BT, dengan luas mencapai 87.017,42 km 2, atau 8.701.742 ha yang terdiri dari daratan dan perairan baik perairan umum maupun perairan laut. Luas perairan umum mencapai 2.705.000 ha dan luas laut mencapai ± 47.000 km 2 dengan panjang garis pantai ± 570,14 km. Secara administrasi Provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan : Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu Sebagai suatu pemerintahan, Provinsi Sumatera Selatan terbagi menjadi beberapa kabupaten yaitu Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Lahat, Empat Lawang, Muara Enim, Ogan Hilir, Ogan Komering Hilir, Komering Ulu, Komering Ulu Timur, Komering Ulu Selatan, kota Lubuk Linggau, Pagar Alam, Palembang dan kota Prabumulih. Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi produksi berdasarkan jenis perairan yang terbagi atas perairan laut, umum dan tambak. Perairan laut terbagi atas pantai (± 570,14 km) dengan potensi produksi 152.280 ton/tahun dan perairan laut (± 47,000 km 2 ) dengan potensi produksi lebih dari 38.653 ton/tahun. Perairan umum (± 2.505.000 ha) dengan potensi produksi 50 kg/ha/tahun dan perairan tambak (> 200.000 ha) dengan potensi produksi 500 kg/ha/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Selatan 2009). Berdasarkan hasil analisis, luas perairan Provinsi Sumatera Selatan sewaktu Bangka Belitung masih termasuk wilayah Sumatera Selatan adalah seluas 40.183,12 km 2, setelah Bangka Belitung menjadi Provinsi baru, luas perairan Provinsi Sumatera Selatan tinggal 8.105,97km 2 dengan panjang garis pantai 526,57 km. Penurunan ini berpengaruh terhadap produksi dan pengelolaan perikanan sehingga diperlukan suatu rancang bangun yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan.

70 4.2 Perairan Laut Sumatera Selatan Secara geografis, perairan laut Provinsi Sumatera Selatan termasuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Laut Cina Selatan, Selat Karimata dan Laut Natuna memiliki arti strategis baik ditinjau dari sumberdaya yang dikandung maupun dari segi lalu lintas pelayaran serta memiliki wilayah perbatasan dengan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah perbatasan melalui berbagai usaha perikanan selain dapat meningkatkan aspek kesejahteraan juga keamanan. Dengan aspek kesejahteraan, dimaksudkan sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya alam untuk meningkatkan kemakmuran atau kesejahteraan, sedangkan aspek keamanan adalah meningkatkan upaya pengamanan wilayah perairan perbatasan tersebut. Menurut Cholik et al. 1995, perairan Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dengan rata-rata kedalaman perairan 70 m, pada dasar relatif rata dan produktivitas perairan sangat dipengaruhi oleh musim. Sekitar sepertiga luas perairan termasuk ke dalam perairan teritorial dan ZEE Indonesia. Luas perairan Laut Cina Selatan yang masuk wilayah Indonesia diestimasi sekitar 595.000 km 2 dengan iklim tropis dan curah hujan yang tinggi, maka perairan ini memiliki ekosistem dengan keanekaragaman jenis ikan yang tinggi. Sumberdaya ikan yang melimpah terutama kelompok ikan pelagis kecil, demersal, dan udang penaeid. Kondisi obyektif menunjukkan tingginya tingkat eksploitasi di perairan Laut Cina Selatan baik oleh armada Indonesia maupun asing membawa konsekwensi turunnya sediaan ikan disertai penurunan hasil tangkapan dan perubahan struktur populasi. Oleh karena itu, pengkajian stok ikan melalui estimasi tentang jumlah atau kelimpahan (abundance) sumberdaya, estimasi laju pengurangan stok yang disebabkan oleh penangkapan dan sebab-sebab lain, serta indikator perubahan stok ikan sangat penting diketahui. Di pihak lain, informasi tentang status sumberdaya ini digunakan oleh para penentu kebijakan dan para pengelola perikanan untuk menentukan sejumlah tindakan yang diperlukan dalam meningkatkan pemanfaatan yang terbaik atas sumberdaya ikan. (1) Sumberdaya perikanan pelagis kecil Eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Laut Cina Selatan berkembang sejak tahun 1970-an, di mana penangkapan ikan banyak menggunakan gill net dengan trip harian (one day fishing) terutama oleh nelayan di Kalimantan

71 Barat. Penggunaan pukat cincin (purse seine) berkembang sejak tahun 1986 oleh nelayan yang berpangkalan di Pontianak dan Pemangkat. Dalam perkembangan, banyak kapal pukat cincin dari Pekalongan (Jawa Tengah) yang menangkap ikan pelagis kecil di perairan Laut Cina Selatan bahkan sampai dengan di daerah Natuna terutama pada musim Tenggara (Sadhotomo and Potier, 1995). Penghitungan nilai potensi lestari (maximum sustainable yield) berdasarkan pada data terbaru (tahun 2002 sampai dengan 2004) belum dapat ditentukan. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan yang bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2001) perairan Laut Cina Selatan yang memiliki luas perairan sekitar 550.000 km 2 mempunyai potensi sumberdaya ikan pelagis kecil 621.500 ton dengan tingkat pemanfaatan sekitar 33% dari potensi lestari. Hasil tangkapan ikan pelagis kecil neritik dan kostal dengan alat tangkap bagan di perairan Bangka-Belitung didominasi oleh ikan teri (Stolephorus spp.) dan cumi-cumi (Loligo spp.). Sementara itu, hasil tangkapan payang didominasi oleh ikan siro (Amblygaster sirm) dan tembang (Sardinella gibbosa). Hasil tangkapan pancing di sekitar Tanjung Pandan, Belitung didominasi oleh selar (Selar spp. dan Atule mate) dan banyar (Rastrelliger kanagurta). Daerah penyebaran ikan pelagis kecil oseanik di perairan Laut Cina Selatan meliputi perairan Selat Karimata, perairan Barat Pemangkat dan sekitar Kepulauan Natuna. Perikanan bagan di Bangka terdapat di sepanjang pantai Utara seperti di Sungai Liat, Koba dan Pangkal Pinang, serta sebelah Barat Belitung. Daerah penangkapan ikan dengan payang terdapat di perairan Utara Bangka (kira-kira 5 sampai dengan 10 mil dari pantai), Pulau Tujuh dan Pulau Kelasa di sebelah Timur pada kedalaman 25 m. (2) Sumberdaya ikan demersal Secara geografis, dimaksud dengan perairan Laut Cina Selatan dalam konteks sumberdaya ikan demersal terletak pada posisi geografis antara 01 40 00 LU 03 00 00 LS dan 104 30 00 110 00 00 BT. Data dan informasi tentang sumberdaya ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan pada periode kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Republik Federasi Jerman (GTZ) antara tahun 1975 sampai dengan 1978 dapat

72 dikatakan merupakan data awal (benchmark) yang dapat digunakan sebagai salah satu pembanding bagi hasil-hasil penelitian periode sesudah. Setelah diberlakukan Keppres.39/80 tentang pelarangan trawl, penelitian sumberdaya ikan demersal dilakukan secara parsial dan tidak berkesinambungan. Pelaksanaan lebih dititikberatkan di tempat-tempat pendaratan ikan terpilih di Laut Cina Selatan. Tingginya tingkat pemanfaaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan tampak dari kecenderungan menurunnya angka kepadatan stok sebagai hasil dari survei trawl di Laut Cina Selatan selama beberapa tahun. Survei pada bulan Agustus sampai dengan September 1975 diperoleh kepadatan stok 2,36 ton km -2 diikuti dengan penurunan pada tahun 1978 menjadi 1,8 ton km -2 dan seterusnya pada bulan Agustus 2001 diperoleh nilai 1,04 ton km -2. Survei trawl dengan tipe standar (high opening trawl/thailand trawl) pada bulan Juni sampai dengan Juli 2005 diperoleh nilai kepadatan stok 1,70 ton km -2 dengan standing stock or biomass 487.000 ton. Mengacu pada luas daerah penangkapan ikan demersal di Laut Cina Selatan seluas 558.000 km 2 (Widodo et al. 1998), maka diperoleh nilai potensi lestari 474.300 ton. Dibandingkan dengan potensi tahun 2001 yang besar 334.800 ton (Departemen Kelautan dan Perikanan-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2001), maka mengalami peningkatan sekitar 41,6%. Perubahan tersebut diduga sebagai akibat ada perubahan kondisi oseanografis perairan yang secara langsung mempengaruhi perilaku pengelompokkan ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan. Perubahan musim tersebut berlangsung secara reguler mengikuti pola pergerakkan matahari yang selanjutnya menyebabkan timbul 2 puncak musim (monsoon) yaitu musim Timur dan Barat. Kegiatan survei pada tahun 1975 dilakukan pada bulan Agustus atau September, sedangkan tahun 1978 dan 2005 dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Juli. (3) Sumberdaya perikanan udang Penghapusan trawl di Laut Cina Selatan tampak tidak banyak memberikan dampak penurunan produksi udang, sebaliknya malah cenderung meningkat terutama sejak tahun 1997 sebagaimana tampak di perairan Barat Kalimantan. Peningkatan tersebut terutama untuk jenis udang krosok (dalam statistik perikanan dimasukan kategori udang lain).

73 Peningkatan catch per unit of effort didominasi oleh udang yang berukuran kecil atau krosok (dalam statistik perikanan termasuk kategori udang lain) dan sebagian udang jerbung dan dogol. Peningkatan udang krosok diikuti oleh menurunnya jumlah unit alat tangkap, antara lain jermal, sero, serok, dan perangkap lain yang sebagian besar dioperasikan secara pasif dan mengandalkan proses pasang surut. Sementara itu, jumlah unit gill net, trammel net, dan pukat pantai tahun 1991 sampai dengan 2000 cenderung mendatar atau relatif tetap dari tahun ke tahun. 4.3 Perikanan tangkap Perairan Sumatera Selatan memiliki variasi kondisi perairan yang berkaitan dengan potensi keberadaan sumberdaya ikan di wilayah perairan Provinsi Sumatera Selatan. Kelimpahan sumberdaya perikanan Sumatera Selatan, dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dalam hal ini adalah jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima diperairan Provinsi Sumatera Selatan cukup tinggi seperti wilayah tropis lainnya. Sehingga faktor tersebut mempengaruhi pertumbuhan jasad renik yang merupakan salah satu faktor penting produktivitas perairan salah satu jenis perairan yang kaya akan jasad renik adalah perairan pantai. Menurut Nybaken (1988) perairan pantai merupakan daerah yang memiliki tingkat kesuburan tinggi yang mendukung terhadap kelimpahan sumberdaya ikan. Kondisi perairan yang memiliki pengaruh terhadap kegiatan perikanan, khususnya tangkap adalah panjang pantai. Provinsi Sumatera Selatan memiliki panjang garis pantai mencapai 570,14 km yang tersebar pada 2 wilayah kabupaten/kota di Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir 275 km dan Banyuasin 295,14 km ( Dinas Kelautan dan Perikanan Proivinsi Sumatera Selatan 2009 ). 4.3.1 Nelayan Nelayan merupakan orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan dikategorikan nelayan meskipun tidak melakukan

74 aktivitas penangkapan (Ditjen Perikanan Tangkap 2002). Pengertian nelayan disini ditujukan untuk orang-orang yang menangkap ikan di wilayah perairan laut. Berdasarkan data statistik tahun 2001-2007 jumlah rumah tangga perikanan Provinsi Sumatera Selatan secara umum mengalami peningkatan dari tahun 2001-2007 sebesar 3941 menjadi 7159. Berdasarkan kategori usaha terlihat bahwa jenis kapal motor memiliki jumlah RTP tertinggi dibandingkan dengan RTP lainnya. Pada kategori kapal motor terlihat juga bahwa kapal motor < 5GT memiliki jumlah RTP terbanyak pada tahun 2007 yaitu 3957. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan masih berada di bawah garis kemiskinan, hal ini ditunjukkan oleh data RTP yang diperoleh. Beberapa aspek yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut adalah aspek material, pendidikan dan status sosial yag dipengaruhi oleh perubahan kondisi ekonomi. Jumlah nelayan perikanan laut di Provinsi Sumatera Selatan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah nelayan berdasarkan RTP menurut kategori usaha di Provinsi Sumatera Selatan Kategori Usaha Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kecil 371 380 413 465 508 550 580 Perahu tanpa Sedang 312 315 664 744 813 882 1050 motor Besar 185 132 161 161 176 191 203 Motor tempel 83 86 221 225 247 268 330 < 5 GT 2405 2412 2495 2718 3073 3427 3957 5-10 GT 407 417 389 420 472 524 604 Kapal motor 10-20 GT 46 52 214 230 263 295 307 20-30 GT 132 135 45 47 61 74 110 30-50 GT 0 0 12 12 14 16 18 Jumlah 3941 3929 4614 5022 5624.5 6227 7159 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2008 Jumlah nelayan di suatu daerah biasanya selalu bertambah. Hal ini disebabkan oleh adanya kebiasaan dikalangan nelayan untuk mempekerjakan anak mereka dengan cara mengajak pergi melaut. Faktor keturunan diduga merupakan faktor utama yang sangat sulit dikendalikan disamping faktor lainnya seperti kedatangan nelayan dari daerah lain ataupun orang baru yang beralih profesi menjadi nelayan juga dapat menambah jumlah nelayan untuk suatu daerah dan waktu tertentu. Apabila dilihat dari Tabel 5 maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar nelayan di Provinsi Sumatera Selatan adalah nelayan kecil. Hal ini dapat dilihat pada jumlah perahu tanpa motor dan perahu dengan motor tempel yang lebih dominan dibandingkan yang lainnya. Tabel 5 juga

75 menunjukkan bahwa armada perikanan di Provinsi Sumatera Selatan masih tergolong dalam armada perikanan skala kecil. Gambar 10 Kecenderungan jumlah nelayan berdasarkan RTP di Provinsi Sumatera Selatan. Sepanjang tahun 2001 hingga tahun 2007, jumlah RTP mengalami kenaikan secara perlahan-lahan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap masih menjadi salah satu andalan bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan penghasilan. Meskipun demikian, peningkatan jumlah nelayan yang tidak disertai dengan manajemen pengelolaan dan pengawasan yang baik justru mulai berdampak negatif terhadap produktivitas dan kelestarian sumberdaya ikan. 4.3.2 Kapal penangkap ikan Armada perahu/kapal yang digunakan untuk menangkap ikan di Provinsi Sumatera Selatan terdiri atas perahu (tanpa motor maupun dengan motor) dan kapal (< 30 GT dan > 30 GT). Kategori perahu/kapal yang paling banyak digunakan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007 adalah kapal dengan tonase < 30 GT sebanyak 4797 unit. Selanjutnya perahu/kapal tanpa motor merupakan jumlah armada kedua yang terbanyak yaitu 1769 unit. Secara umum jumlah armada perikanan yang ada di Provinsi Sumatera Selatan pada kurun waktu tahun 2001-2007 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2001 sebanyak 4030 unit dan pada tahun 2007 bertambah menjadi 6864 unit. Peningkatan armada perahu/kapal tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan penghasilan

76 nelayan apabila didukung dengan peningkatan alat tangkap dan keahlian nelayan dalam kegiatan penangkapan. Data jumlah armada penangkapan yang beroperasi di wilayah Provinsi Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah perahu/kapal perikanan menurut jenis atau ukuran perahu di Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 2001-2007 Kategori Tahun Perahu/kapal 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Perahu : a. Tanpa Motor 903 827 1240 1370 1497 268 1769 b. Motor Tempel 100 86 221 225 247 268 279 Kapal Motor : a. < 30 GT 3027 3016 3362 3634 3977 4320 4797 b. > 30 GT - - 12 12 14 16 19 Jumlah 4030 3929 4835 5241 5734 4872 6864 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2008 Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan jenis kapal yang beroperasi di Sumatera Selatan terdiri dari atas kapal yang mengoperasikan gill-net, rawai, perangkap, trammelnet dan bagan. Banyaknya armada yang melakukan kegiatan operasi di kawasan ini didasarkan pada sumberdaya yang masih tersedia di sekitar perairan Sumatera Selatan. Kapal yang digunakan oleh nelayan memiliki karakteristik dan ukuran tertentu tergantung pada jenis alat tangkap dan ikan tujuan operasi penangkapan. Adapun karakteristik kapal/perahu yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Kapal/perahu Gill-Net Ukuran kapal (P x L x D) yaitu 9,5 m x 2,1 m x 0,8 m. Tenaga penggerak yang digunakan yaitu 38 PK (ukuran mesin); Suzuki, Yamaha dan Dongfeng (merek mesin); dan solar (bahan bakar). Alat tangkap yang digunakan adalah gillnet dengan dimensi alat tangkap (P x L) yaitu 23 m x 3 m sejumlah 70 piece. 2. Kapal/perahu Rawai Ukuran kapal (P x L x D) yaitu: 7 m x 1,4 m x 0,6 m. Tenaga penggerak yang digunakan yaitu 40 PK (ukuran mesin), Yamaha (merek mesin) dan solar (bahan bakar). Alat tangkap yang digunakan adalah rawai sejumlah 5000 mata pancing dengan jarak antara mata pancing 4 m.

77 3. Kapal/perahu Trammel-net Ukuran kapal (P x L x D) yaitu 10 m x 2,2 m x 0,8 m. Tenaga penggerak yang digunakan yaitu 45 PK (ukuran mesin), suzuki (merek mesin) dan solar (bahan bakar). Alat tangkap yang digunakan adalah jaring dengan dimensi (P x L) : 20 m x 1,5 m sejumlah 100 piece. 4.3.3 Alat tangkap Alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di perairan Provinsi Sumatera Selatan, terdiri dari enam kelompok yaitu seine net, gillnet, lift net, rawai, trap, dan alat pengumpul kerang. Jumlah alat tangkap di perairan Sumatera Selatan pada tahun 2001-2007 mengalami peningkatan yaitu 4537 unit pada tahun 2001 dan 7801 pada tahun 2007. Peningkatan ini terjadi seiring dengan peningkatan jumlah armada dan volume penangkapan ikan di sekitar perairan Sumatera Selatan setelah berpisah dengan Provinsi Bangka Belitung. Peningkatan alat tangkap ini diharapkan dapat ikut serta meningkatkan jumlah penghasilan nelayan yang beroperasi di kawasan ini. Jenis alat tangkap paling banyak digunakan oleh nelayan di sekitar Sumatera Selatan adalah jenis jaring insang (gill-net, trammel-net, jaring insang tetap dan jaring insang hanyut). Jenis jaring ini sangat populer digunakan sampai pada tahun 2007, hal ini disebabkan oleh jenis target spesies yang memungkinkan untuk ditangkap di sekitar perairan Sumatera Selatan adalah dengan menggunakan jenis alat tangkap ini. Hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap sejenis jaring insang ini lebih banyak, namun juga tidak semua ikan tertangkap (yang kecil masih dapat lolos) sehingga dapat melakukan regenerasi populasi. Dengan begitu kondisi populasi ikan di kawasan ini masih dapat dimanfaatkan kembali (tidak habis dalam sekali penangkapan). Data jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 7.

78 Tabel 7 Perkembangan jumlah alat tangkap perikanan laut (unit) menurut jenis alat tangkap di Provinsi Sumatera Selatan No. Alat Tangkap Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1. Payang 98 139 179 179 208 236 258 2. Jaring insang hanyut 513 1008 408 422 434 446 480 3. Jaring insang tetap 196 202 825 854 822 789 696 4. Jaring insang lingkar 101 94 86 86 91 95 101 5. Jaring klitik 345 403 471 478 467 457 407 6. Trammel net 696 712 856 870 844 818 789 7. Bagan tancap 570 580 648 717 724 731 760 8. Serok 260 39 251 251 271 291 398 9. Jaring angkat lainnya 146 395 647 658 729 800 764 10. Pancing 777 751 1042 1064 1186 1308 1222 11. Sero 194 204 356 577 619 661 769 12. Jermal 234 238 244 244 265 285 293 13. Alat perangkap lainnya 535 802 411 688 742 795 736 14. Alat pengumpul kerang 106 15 282 295 173 51 128 Jumlah 4537 5581 6706 7383 7572 7762 7801 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2008 Secara umum, seperti halnya yang terjadi pada perkembangan jumlah nelayan, jumlah alat tangkap pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seperti ditunjukkan pada Gambar 11. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada periode tahun 2001-2004 yaitu dari angka 4537 unit menjadi 7383 unit. Pada periode setelahnya tidak terlalu besar peningkatannya dimana pada tahun 2005 hingga 2007 naik dari jumlah alat tangkap sebesar 7572 unit menjadi 7801 unit. Jumlah (unit) 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 11 Perkembangan jumlah seluruh alat tangkap menurut jenis alat di Provinsi Sumatera Selatan.

79 4.3.4 Produksi perikanan tangkap Produksi perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan secara keseluruhan mengalami kenaikan dari tahun 2001-2007. Pada tahun 2001 jumlah produksi perikanan 46191,70 ton dan pada tahun 2007 menurun menjadi 36643,08 ton. Produksi perikanan tangkap secara keseluruhan menurut jenis ikan di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 8. Secara umum terjadi kecenderungan peningkatan produksi perikanan tangkap sepanjang periode 2001-2004 (Gambar 12). Meskipun demikian, pada tahun 2005-2006, terjadi penurunan produksi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini diakibatkan oleh karena adanya kenaikan harga BBM sehingga banyak kapal penangkapan yang tidak melakukan aktifitas-aktifitasnya, hal ini terlihat dari menurunnya jumlah trip penangkapan pada tahun 2004 sebanyak 1.023.260 trip menjadi 929.115 trip pada tahun 2006. Kemudian secara perlahan-lahan naik kembali pada tahun 2007 dengan produksi mencapai 36643,08 ton. Kenaikan bahan bakar sangat berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan karena bahan bakar merupakan komponen biaya terbesar yang di butuhkan dalam melaksanakan operasional penangkapan. Namun demikian, hal paling penting yang berdampak terhadap fluktuasi hasil tangkapan yang mengarah pada degradasi sumberdaya ikan adalah adanya target peningkatan produksi perikanan yang mengesampingkan aspek kelestariannya yang juga dibarengi dengan semakin tingginya permintaan terhadap ikan baik dari dalam maupun luar negeri. Kualitas perairan yang semakin menurun dan peningkatan jumlah effort memberikan tekanan yang cukup berarti sehingga berdampak negatif terhadap ketersediaan sumberdaya ikan. Produksi perikanan tangkap per jenis ikan di Provinsi Sumatera Selatan seperti yang di tunjukan pada Tabel 8 dan Gambar 12.

80 Tabel 8 Produksi perikanan tangkap per jenis ikan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 Kategori Demersal Pelagis Binatang berkulit keras Binatang berkulit lunak Jenis Ikan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sebelah 483.80 535.30 563.20 579.30 598.20 380.10 486.80 Peperek 1460.40 1572.60 1678.40 1727.30 1512.50 1133.90 1284.80 Manyung 3316.60 3706.80 3979.10 4481.80 2052.50 2464.30 2161.24 Gerotgerot 1738.70 1860.00 2035.10 2095.00 1078.90 1375.50 1381.30 Merah 786.30 869.80 862.60 885.70 577.55 581.40 953.30 Kakap 1205.40 1357.40 1415.80 2003.20 2252.00 958.50 1036.60 Gulamah 569.30 707.60 722.40 1123.70 882.20 487.30 519.53 Cucut 2012.80 2187.00 2320.60 2220.80 1872.80 1566.70 1481.27 Pari 2180.70 2326.10 2266.90 2751.70 2001.20 1531.20 1344.10 Kuro 216.60 301.00 351.00 494.90 185.50 236.20 423.93 Layur 549.70 610.90 590.00 657.40 312.40 398.10 623.83 Bawal Hitam 1433.80 1600.90 1714.40 1836.40 1608.20 1357.70 1363.63 Bawal Putih 805.00 960.40 945.70 1253.40 900.40 637.90 844.40 Selar 1628.80 1718.60 1946.30 1065.00 1031.50 1315.20 1282.07 Belanak 1291.10 1464.00 1529.10 1903.00 1610.10 1032.60 1666.07 Teri 1638.90 1739.20 1391.10 1431.90 1337.40 940.00 1341.93 Japuh 508.70 578.80 546.90 561.80 289.20 368.60 583.00 Golokgolok 2422.00 2671.20 3010.50 3666.80 1230.00 1679.60 1723.07 Kembung 152.80 208.00 214.60 442.40 458.80 146.20 253.60 Tenggiri Papan 1002.60 1125.60 1044.90 1075.50 953.90 706.10 820.00 Tenggiri 813.70 892.70 852.10 876.10 651.00 574.80 691.23 Tongkol 431.00 514.20 503.70 516.60 466.10 339.20 555.67 Ikan lainnya 13897.30 13748.70 14664.00 11694.70 15280.80 10498.20 8519.67 Rajungan 470.10 700.20 1803.80 2104.50 1008.80 1256.10 1244.27 Udang windu 169.60 199.70 178.90 368.80 194.90 120.80 192.03 Udang putih 1863.60 2101.20 2176.90 2580.20 1153.80 1191.30 1294.30 Udang dogol 976.30 1084.90 1104.10 1326.90 1394.10 744.50 882.90 Udang lainnya 1645.30 1803.30 1504.70 1422.10 1577.70 1092.60 1109.83 Kerang darah 520.80 578.10 549.90 893.80 290.10 369.80 578.70 Jumlah 46191.70 49724.20 52466.70 54040.70 44762.55 35484.40 36643.08 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2008

81 60000 50000 Produksi (Ton) 40000 30000 20000 10000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 12 Perkembangan produksi total perikanan tangkap menurut jenis ikan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001-2007. Kapal perikanan yang beroperasi di sekitar perairan Sumatera Selatan, pada umumnya melakukan satu kali trip (one day fishing). Meskipun demikian, masing-masing kapal memiliki durasi dan jumlah trip yang berbeda tergantung pada jenis alat tangkap dan ukuran kapal yang digunakan. Pada tahun 2001, jumlah trip secara keseluruhan mencapai 774.343 dan pada tahun 2007 naik mencapai angka 982.386. Kenaikan jumlah trip ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah armada pada tahun yang sama. Jumlah trip terbesar dalam kurun waktu 7 tahun terakhir terjadi pada alat tangkap pancing tonda dan pancing lainnya, perangkap dan trammel net. Jumlah trip kapal penangkapan ikan menurut alat penangkapan di Provinsi Sumatera Selatan seperti yang di tunjukan pada Table 9.

82 Tabel 9 Jumlah trip kapal penangkapan ikan menurut alat penangkapan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 No. Alat Tangkap Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1. Payang 6468 9418 12530 12172 15847 16744 15848 2. Jaring insang hanyut 78489 67167 62424 64566 25146 30888 30883 3. Jaring insang tetap 39200 40400 165000 134932 116653 112038 94656 4. Jaring insang lingkar 17170 15895 14620 14620 11390 11900 13940 5. Jaring klitik 45951 11024 67581 67721 78536 90723 96200 6. Trammel net 139200 142400 154080 137460 119848 116156 107304 7. Bagan tancap 85500 87000 97200 107550 78600 79650 82500 8. Serok 52000 7800 45180 41159 38482 41322 54128 9. Jaring angkat lainnya 12702 34365 56246 57203 63380 69557 66468 10. Pancing+Pancing Tonda 132090 144670 177140 180880 150620 154360 156740 11. Sero 23280 24480 30604 30604 57288 58124 92280 12. Alat perangkap lainnya 107000 160400 73980 108704 105293 112890 127296 13. Alat pengumpul kerang 14840 2100 39480 41300 8880 9259 17920 14. Jenis alat lainnya 20453 21765 2077 24389 2787 25505 26223 Jumlah 774343 768884 1019142 1023260 894750 929115 982386 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2008 Produktivitas alat penangkapan ikan diartikan sebagai ukuran jumlah hasil tangkapan yang diperoleh baik selama setahun atau per trip menurut jenis alat tangkap yang digunakan. Produktivitas tahunan alat penangkapan ikan di Provinsi Sumatera Selatan secara umum mengalami fluktuasi antara tahun 2001-2007. Alat tangkap jaring insang hanyut memiliki produktivitas yang paling tinggi pada tahun 2007 yaitu 16,99 ton. Peningkatan jumlah alat tangkap yang tidak sebanding dengan peningkatan produksi mengakibatkan nilai produktivitas tahunan alat penangkapan ikan di Provinsi Sumatera Selatan menjadi menurun seperti ditunjukkan pada Tabel 10.

83 Tabel 10 Produktivitas tahunan alat penangkapan ikan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 (Ton/Tahun/Alat penangkap ikan) Tahun No. Alat Tangkap 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1. Payang 2,65 2,69 1,07 1,14 0,49 0,54 0,77 2. Jaring insang hanyut 23,34 12,65 30,26 30,04 26,79 18,58 16,99 3. Jaring insang tetap 0,68 1,00 8,06 8,04 6,74 5,73 2,57 4. Jaring insang lingkar 4,68 6,59 8,09 8,22 4,02 4,92 5,81 5. Jaring klitik 8,96 8,29 7,14 7,23 3,80 4,96 7,03 6. Trammel net 9,54 9,97 4,89 4,97 2,64 3,49 5,51 7. Bagan tancap 16,72 17,50 14,33 13,34 11,66 8,53 10,71 8. Serok 0,25 2,36 0,38 0,42 0,44 0,35 0,29 9. Jaring angkat lainnya 0,20 0,10 0,06 0,06 0,03 0,03 0,06 10. Pancing 7,64 8,51 5,81 5,88 5,25 3,14 2,30 11. Sero 15,88 16,04 8,82 5,62 2,70 3,24 2,73 12. Jermal 8,13 5,81 9,62 5,92 3,92 3,37 1,35 13. Alat perangkap lainnya 3,08 24,06 1,95 1,91 1,68 7,25 6,11 14. Alat pengumpul kerang 0,06 0,07 0,29 0,27 0,46 0,17 0,32 Rata-rata 2,65 2,69 1,07 1,14 0,49 0,54 0,77 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2008 Penurunan produktivitas alat penangkapan dari tahun 2001-2007 juga diikuti dengan mengurangi produksi rata-rata per trip alat penangkapan ikan di Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2001 produktivitas rata-rata dari ke-14 alat tangkap yang ada adalah sebesar 0.051 ton/trip dan naik menjadi menjadi 0,082 ton/trip pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2007 kembali menurun sehingga menjadi 0,051 ton/trip pada tahun. Produksi rata-rata per trip alat penangkapan di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 11.

84 Tabel 11 Produksi rata-rata per trip alat penangkapan ikan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 (Ton/Trip/Alat penangkap ikan) No. Alat Tangkap Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1. Payang 0,040 0,040 0,015 0,017 0,006 0,008 0,012 2. Jaring insang hanyut 0,153 0,190 0,198 0,196 0,462 0,268 0,264 3. Jaring insang tetap 0,003 0,005 0,040 0,051 0,047 0,040 0,019 4. Jaring insang lingkar 0,028 0,039 0,048 0,048 0,032 0,039 0,042 5. Jaring klitik 0,067 0,303 0,050 0,051 0,023 0,025 0,030 6. Trammel net 0,048 0,050 0,027 0,031 0,019 0,025 0,041 7. Bagan tancap 0,111 0,117 0,096 0,089 0,107 0,078 0,103 8. Serok 0,001 0,012 0,002 0,003 0,003 0,002 0,002 9. Jaring angkat lainnya 0,002 0,001 0,001 0,001 0,000 0,000 0,001 10. Pancing 0,045 0,044 0,034 0,035 0,041 0,027 0,021 11. Sero 0,132 0,134 0,103 0,106 0,029 0,037 0,023 12. Alat perangkap lainnya 0,041 0,029 0,053 0,037 0,028 0,024 0,010 13. Alat pengumpul kerang 0,022 0,172 0,014 0,014 0,033 0,040 0,044 14. Jenis alat lainnya 0,015 0,017 0,024 0,081 0,012 0,051 0,102 Rata-rata 0,051 0,082 0,050 0,054 0,060 0,047 0,051 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2008 Tingkat produktivitas alat penangkapan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di samping tingkat harga ikan hasil tangkapan. Dengan meningkatnya produktivitas maka pendapatan nelayan pun akan meningkat. Harga ikan di Provinsi Sumatera Selatan mengalami fluktuasi. Fluktuasi yang terjadi ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi negara, kebijakan pemerintah dan ketersediaan sumberdaya yang terbatas pada musim-musim tertentu. Harga sumberdaya yang paling tinggi sejak tahun 2001-2007 adalah udang windu yaitu berada pada kisaran Rp 40.000 Rp 43.000 per Kg, sedangkan kerang darah memiliki harga yang paling rendah yaitu Rp 1.500 Rp 3.500 per Kg. Harga ikan menurut jenis ikan di Provinsi Sumatera Selatan ditunjukkan pada Tabel 12.

85 Tabel 12 Harga ikan (Rp/kg) menurut jenis ikan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 Kategori Demersal Pelagis Binatang berkulit keras Binatang berkulit lunak Tahun Jenis Ikan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sebelah 5.500 6.000 6.000 6.500 7.000 7.000 7.500 Peperek 5.500 5.500 5.500 6.000 6.000 6.000 6.500 Manyung 5.000 5.000 5.000 5.000 5.500 6.000 7.500 Gerot-gerot 4.000 4.000 4.500 5.000 5.500 6.000 7.000 Merah 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 9.500 9.500 Kakap 5.000 6.000 7.500 8.000 9.000 9.000 9.000 Gulamah 2.500 2.500 2.500 3.000 4.000 4.500 6.000 Cucut 5.000 5.000 5.000 5.500 6.000 7.000 7.500 Pari 4.000 4.000 4.000 4.500 5.000 6.000 6.500 Kuro 8.000 10.000 13.000 16.000 18.000 18.000 20.000 Layur 4.500 4.500 5.500 6.500 7.500 8.000 8.000 Bawal Hitam 6.500 7.000 7.000 7.500 8.000 8.500 9.000 Bawal Putih 6.500 7.000 7.000 7.500 8.000 8.500 9.000 Selar 4.000 4.000 4.500 5.000 6.000 6.500 7.000 Belanak 4.000 4.000 4.500 4.500 5.500 6.000 6.500 Teri 4.000 4.500 4.500 5.000 5.500 5.500 5.500 Japuh 4.000 4.000 4.500 4.500 5.000 5.000 7.000 Golok-golok 4.000 4.000 4.500 5.000 6.000 6.000 7.000 Kembung 5.000 5.000 5.500 6.500 7.000 7.500 8.000 Tenggiri Papan 7.000 7.500 8.500 9.000 9.500 10.000 11.000 Tenggiri 7.000 7.500 8.500 9.000 9.500 10.000 11.000 Tongkol 4.000 4.000 4.500 5.000 5.500 6.500 7.500 Ikan lainnya 3.000 3.500 4.000 4.500 5.500 6.000 6.000 Rajungan 20.000 20.000 20.500 23.000 23.000 24.000 25.000 Udang windu 40.000 40.000 42.000 42.000 43.000 43.000 43.000 Udang putih 37.000 37.000 38.000 38.000 40.000 42.000 44.000 Udang dogol 25.000 25.000 30.000 30.000 31.000 31.000 32.000 Udang lainnya 10.000 10.000 12.000 15.000 15.000 15.500 16.000 Kerang darah 1.500 1.500 2.000 2.000 2.500 3.000 3.500 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 Nilai produksi perikanan tangkap dari jenis demersal, pelagis, binatang bertulang lunak dan binatang bertulang keras di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan Tabel 13 terlihat mengalami kenaikan dari tahun 2001-2007. Pada tahun 2001 nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp. 296.791.000.000- dan Rp. 374.185.200.000,- pada tahun 2007. Nilai produksi perikanan tangkap meningkat seiring dengan meningkatnya hasil tangkapan. Peningkatan hasil tangkapan didukung dengan peningkatan alat penangkapan dan armada perahu/kapal. Secara lebih jelas nilai produksi perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan ditunjukkan pada Tabel 13.

86 Tabel 13 Nilai produksi perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 Kategori Jenis Ikan Tahun (Rp. X 1.000.000) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Demersal Pelagis Binatang berkulit keras Binatang berkulit lunak Sebelah Peperek Manyung Gerot-gerot Merah Kakap Gulamah Cucut Pari Kuro Layur Bawal Hitam Bawal Putih Selar Belanak Teri Japuh Golok-golok Kembung Tenggiri Papan Tenggiri Tongkol Ikan lainnya Rajungan Udang windu Udang putih Udang dogol Udang lainnya 2660,9 3211,8 3379,2 3765,5 4187,4 2660,7 3651,0 8032,2 8649,3 9231,2 10363,8 9075,0 6803,4 8351,2 16583,0 18534,0 19895,5 22409,0 11288,8 14785,8 16209,3 6954,8 7440,0 9158,0 10475,0 5934,0 8253,0 9669,1 3931,5 5218,8 6038,2 7085,6 5198,0 5523,3 9056,4 6027,0 8144,4 10618,5 16025,6 20268,0 8626,5 9329,4 1423,3 1769,0 1806,0 3371,1 3528,8 2192,9 3117,2 10064,0 10935,0 11603,J0 12214,4 11236,8 10966,9 11109,5 8722,8 9304,4 9067,6 12382,7 10006,0 9187,2 8736,7 1732,8 3010,0 4563,0 7918,4 3339,0 4251,6 8478,7 2473,7 2749,1 3245,0 4273,1 2343,0 3184,8 4990,7 9319,7 11206,3 12000,8 13773,0 12865,6 11540,5 12272,7 5232,5 6722,8 6619,9 9400,5 7203,2 5422,2 7599,6 6515,2 6874,4 8758,4 5325,0 6189,0 8548,8 8974,5 5164,4 5856,0 6881,0 8563,5 8855,6 6195,6 10829,4 6555,6 7826,4 6260,0 7159,5 7355,7 5170,0 7380,6 2034,8 2315,2 2461,1 2528,1 1446,0 1843,0 4081,0 9688,0 10684,8 13547,3 18334,0 7380,0 10077,6 12061,5 764,0 1040,0 1180,3 2875,6 3211,6 1096,5 2028,8 7018,2 8442,0 8881,7 9679,5 9062,1 7061,0 9020,0 5695,9 6695,3 7242,9 7884,9 6184,5 5748,0 7603,6 1724,0 2056,8 2266,7 2583,0 2563,6 2204,8 4167,5 41691,9 48120,5 58656,0 52626,2 84044,4 62989,2 51118,0 9402,0 14004,0 36977,9 48403,5 23202,4 30146,4 31106,8 6784,0 7988,0 7513,8 15489,6 8380,7 5194,4 8257,4 68953,2 77744,4 82722,2 98047,6 46152,0 50034,6 56949,2 24407,5 27122,5 33123,0 39807,0 43217,1 23079,5 28252,8 16453,0 18033,0 18056,4 21331,5 23665,5 16935,3 17757,3 Kerang darah 781,2 867,2 1099,8 1787,6 725,3 1109,4 2025,5 Jumlah 296791,0 342565,2 402854,0 475883,7 388108,8 330832,8 374185,2 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 Keberlanjutan perikanan tangkap di suatu daerah tidak terlepas dari volume produksi tahunan. Angka produksi tersebut menunjukkan seberapa besar potensi sumberdaya ikan yang dapat dimanfaatkan di wilayah tersebut. Meskipun sumberdaya perikanan termasuk dalam jenis sumberdaya yang dapat pulih, namun pengeksploitasian yang tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan kepunahan ikan. Menurut Suharso et. al (2006), sumberdaya perikanan dapat dieksploitasi pada tingkat tertentu tanpa dampak negatif terhadap stok sumberdaya ikan. Oleh karena itu, prinsip yang perlu dipahami

87 adalah bagaimana menggali sumberdaya yang ada di Provinsi Sumatera Selatan untuk kehidupan masyarakat secara lestari dan berkelanjutan. Walaupun sumberdaya perikanan termasuk sumberdaya yang dapat diperbaharui, tetapi jika pengelolaannya salah, maka sumberdaya tersebut akan mengalami kepunahan dan tidak dapat dimanfaatkan lagi oleh manusia. 4.3.5 Pengolahan hasil perikanan Proses pengolahan hasil perikanan secara umum dapat dibedakan dalam beberapa jenis. Untuk komoditas ekspor seperti udang dan rajungan, setelah mengalami pengolahan dengan memotong kepala (udang tanpa kepala) dan pemisahan cangkang (rajungan), produk ekspor tersebut langsung dibekukan untuk mempertahankan mutu tetap baik. Pengolahan produk komoditas lokal dilakukan dengan cara pemindangan, pengasapan maupun penjemuran. Jenis olahan lain yang menjadi salah satu makanan khas Provinsi Sumatera Selatan adalah pempek dan kerupuk ikan. Makanan yang bahan utamanya dari ikan ini menjadi oleh-oleh khas bagi wisatawan dan sangat disenangi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini merupakan potensi pasar yang besar merupakan salah satu keunggulan hasil olahan perikanan Provinsi Sumatera Selatan. Melalui koordinasi dan pembinaan yang terpadu, maka usaha pempek dan kerupuk dapat dikembangkan dengan lebih baik dan melibatkan banyak tenaga kerja yang pada akhirnya bukan hanya meningkatkan pendapatan bagi pengusaha tetapi juga mampu menggerakkan ekonomi bagi masyarakat pesisir. 4.3.6 Pemasaran hasil tangkapan Produk perikanan Provinsi Sumatera Selatan telah didistribusikan ke berbagai wilayah pemasaran baik lokal, nasional maupun internasional. Wilayah pemasaran lokal meliputi kabupaten/kota di seluruh Provinsi Sumatera Selatan hingga ke wilayah lain yang permintaan produk perikanannya tinggi. Metode pemasaran dapat dilakukan langsung di tempat pendaratan ikan baik kepada pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen lainnya. Selain di pasarkan di lingkungan Provinsi Sumatera Selatan, ikan-ikan hasil tangkapan nelayan di daerah ini juga didistribusikan ke provinsi lain baik di wilayah Sumatera maupun ke Jakarta, Batam dan Tanjung Balai Karimun. Komoditi andalannya antara lain udang, rajungan, golok-golok dan manyung.

88 4.3.7 Prasarana perikanan Provinsi Sumatera Selatan belum terdapat pelabuhan perikanan skala menengah ataupun kecil. Dalam kegiatan jual beli hasil perikanan, terdapat 2 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang masing-masing terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Banyuasin. Pangkalan Pendaratan Ikan diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Adapun lokasi dan kondisi PPI tersebut disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Pangkalan Pendaratan Ikan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 Nama PPI Lokasi Kondisi Ogan Komiring Ilir Kabupaten. Ogan Komiring Ilir Masih berfungsi Banyuasin Kabupaten. Banyuasin Masih berfungsi Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2007 Dalam perkembangan ke depan, setelah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi Provinsi sendiri (dulunya masih bergabung dengan Sumatera Selatan) dibutuhkan pelabuhan perikanan yang dapat dijadikan sarana dalam meningkatkan perikanan di Provinsi Sumatera Selatan. Adanya pelabuhan perikanan akan membuat kegiatan perikanan berjalan lancar sehingga dapat meningkatkan penghasilan masyarakat. 4.4 Sumberdaya Ikan Unggulan Indonesia termasuk daerah tropis dengan berbagai jenis sumberdaya ikan baik pelagis maupun demersal. Jumlah spesies yang beragam tersebut memberikan 2 hal yang berbeda. Keberagaman spesies menyebabkan penentuan jumlah stok sumberdaya ikan memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan pada daerah subtropis yang umumnya memiliki single spesies. Namun demikian, jumlah spesies yang relatif tinggi memberikan banyak pilihan dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dalam penentuan kebijakan pengelolaan perikanan. Nilai produksi dan usaha perikanan dipengaruhi oleh kegiatan pemasaran. Dalam kegiatan pemasaran perlu memperhatikan upaya pemenuhan kebutuhan akan ikan, baik untuk skala domestik maupun skala ekspor dengan ketentuan

89 harga yang pantas di tingkat nelayan. Kesejahteraan nelayan dapat ditingkatkan dengan adanya kegiatan pemasaran. Perluasan jangkauan pasar, promosi, penyediaan informasi dan peningkatan pengetahuan nelayan merupakan faktorfaktor lainnya yang dapat meningkatkan produksi dengan selalu berorientasi pada permintaan pasar. Untuk mengetahui jenis-jenis komoditas yang memiliki potensi dan nilai jual yang tinggi, dapat dilakukan dengan pendekatan aspek pemasaran. Oleh karena itu, aspek ini digunakan dalam menentukan komoditas unggulan yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Aspek pemasaran dilakukan melalui 2 tahapan. Diharapkan dengan melakukan 2 tahapan tersebut akan diperoleh komoditas unggulan yang benarbenar dapat dijadikan basis dalam pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan pada masa yang akan datang. Komoditas unggulan harus selalu ditingkatkan dari tahun ke tahun dengan tetap memperhatikan kelestarian dari sumberdaya tersebut. Tahapan tersebut adalah pertama, semua komoditas yang dianggap memiliki potensi pemasaran yang baik diinventarisasi, komoditas tersebut diperoleh dari para stakeholder perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan. Inventarisasi dari data sekunder juga dijadikan masukan dalam menentukan komoditas unggulan. Selanjutnya, informasi tersebut di seleksi kembali dengan menggunakan metode skoring. Kedua, menggunakan pendekatan pada aspek pemasaran. kriteria yang digunakan antara lain nilai produksi, harga, wilayah pemasaran dan nilai tambah. Hasil analisis dengan menggunakan metode skoring menunjukkan adanya perbedaan ranking dari 23 jenis ikan yang menjadi target penangkapan nelayan di Provinsi Sumatera Selatan. Jenis ikan yang memiliki ranking tertinggi merupakan komoditas unggulan yang layak untuk dikembangkan. Komoditas unggulan terpilih yang berada pada 4 ranking teratas dipilih sebagai komoditas unggulan berdasarkan fungsi nilai tertinggi. Keempat jenis komoditas unggulan terpilih tersebut adalah udang, rajungan, manyung dan golok-golok. Udang dan rajungan merupakan komoditas utama yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan ikan manyung dan golok-golok. Selain itu, sifat biologis udang yang memiliki kemampuan recovery/pemulihan cukup cepat menyebabkan jenis komoditas ini relatif aman untuk ditangkap. Namun dalam pelaksanaannya harus tetap menggunakan cara dan metode yang ramah lingkungan. Selain itu, wilayah cakupan pemasarannya yang mencakup wilayah internasional (ekspor) serta harganya yang tinggi menjadi kekuatan tersendiri yang menyebabkan udang

90 berada pada rangking pertama. Sementara itu, ikan manyung dan golok-golok merupakan 2 jenis komoditas yang banyak terdapat di perairan ini. Pemanfaatan kedua jenis ikan tersebut antara lain sebagai ikan konsumsi, tingkat konsumsi ikan masyarakat yang tinggi diperkirakan akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap keempat komoditas unggulan tersebut. Proses penentuan komoditas unggulan tersebut disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Seleksi komoditas unggulan di perairan Sumatera Selatan dengan metode skoring Nama Nama Nilai Fungsi Harga Fungsi Wilayah Fungsi Nilai Fungsi Nilai Rataan Komoditi Ilmiah Produksi Nilai (Rp/Kg) Nilai Pemasaran Nilai Tambah Nilai Gabungan Fungsi Rangking Ikan (Rp) Nilai Sebelah Psettodes erumai 2,253,512 0.028 6,500 0.210 2 0.667 1 0.500 1.405 0.351 18 Peperek Secutor ruconis 6,914,591 0.087 5,857 0.189 1 0.333 1 0.500 1.110 0.277 22 Manyung Arius thalassinus 27,570,700 0.347 5,571 0.180 2 0.667 2 1.000 2.193 0.548 3 Gerot-gerot Johnius sp. 6,348,485 0.080 5,143 0.166 1 0.333 1 0.500 1.079 0.270 21 Merah Priacanthus spp. 4,556,332 0.057 7,714 0.249 2 0.667 1 0.500 1.473 0.368 16 Kakap Lutjanus spp 8,618,891 0.108 7,643 0.247 2 1.000 1 0.500 1.855 0.464 7 Gulamah Argyrosomus amoyensis 1,739,367 0.022 3,571 0.115 2 0.667 2 1.000 1.804 0.451 10 Cucut Sphyrhinidae 10,472,008 0.132 5,857 0.189 2 0.667 1 0.500 1.488 0.372 12 Pari Trigonidae 12,798,688 0.161 4,857 0.157 1 0.333 2 1.000 1.651 0.413 11 Kuro Eletheronema tetradactylum 20,375,114 0.256 14,714 0.475 3 1.000 1 0.500 2.232 0.558 5 Layur Trichiurus savala 4,337,045 0.055 6,357 0.205 2 0.667 1 0.500 1.427 0.357 19 Bawal hitam Formio niger 6,485,262 0.082 7,643 0.247 2 0.667 1 0.500 1.495 0.374 13 Selar Caranx bucculentus 4,672,159 0.059 5,286 0.171 2 0.667 1 0.500 1.396 0.349 17 Belanak Mugil sp 5,186,088 0.065 5,000 0.162 2 0.667 2 1.000 1.893 0.473 6 Teri Thryssa sp 8,862,257 0.111 4,929 0.159 1 0.333 2 1.000 1.604 0.401 14 Japuh Dussumieria acuta 2,162,512 0.027 4,857 0.157 2 0.667 2 1.000 1.851 0.463 9 Golok-golok Chirocentrus dorab 19,917,307 0.250 5,214 0.168 2 0.667 2 1.000 2.086 0.521 4 Kembung Rastrelliger kanagurta 1,092,797 0.014 6,357 0.205 2 0.667 2 1.000 1.886 0.471 8 Tenggiri Scomberomorus comersonii 6,858,420 0.086 8,929 0.289 2 0.667 1 0.500 1.541 0.385 15 Tongkol Euthynus sp 1,692,210 0.021 5,286 0.171 2 0.667 1 0.500 1.359 0.340 20 Rajungan Portunus sp 55,031,000 0.692 22,214 0.718 3 1.000 2 1.000 3.410 0.852 2 Udang Penaeid 79,549,572 1.000 30,946 1.000 3 1.000 1 0.500 3.500 0.875 1 Kerang darah Anadara sp 1,195,615 0.015 2,286 0.074 1 0.333 1 0.500 0.922 0.231 23 Keterangan : Untuk wilayah pemasaran : 1 = Lokal 2 = Nasional 3 = Internasional Untuk nilai tambah : 1 = Rendah 2 = Tinggi 3 = Sangat tinggi Komoditas unggulan hasil seleksi merupakan jenis ikan yang menjadi prioritas pengembangan perikanan di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan jenis komoditi unggulan tersebut maka selanjutnya dilakukan berbagai analisis sehingga dihasilkan strategi pemanfaatan yang tepat dan optimal. Analisis yang dimaksud antara lain status dan tingkat pemanfaatan keempat komoditas unggulan, teknologi penangkapan yang tepat serta alokasi optimum bagi teknologi penangkapan terpilih. 4.5 Status dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Unggulan Di Provinsi Sumatera Selatan terdapat 4 (empat) jenis komoditas unggulan. Keempat jenis komoditas tersebut diperoleh dari hasil survei, kuisioner, wawancara dengan nelayan dan stakeholder di lokasi studi. Pemanfaatan keempat jenis komoditas unggulan tersebut dapat dioptimalkan

91 dengan melakukan pendugaan terhadap ketersediaan stok dan tingkat pemanfaatan jenis ikan unggulan. Estimasi terhadap keberadaan stok ikan dengan menggunakan metode surplus production. Alasan digunakannya metode tersebut karena metode tersebut relatif paling murah, cepat dan sederhana dalam pengerjaannya. Kesuksesan dalam menggunakan metode ini terletak pada keakuratan sumber data yang digunakan dalam analisis stok sumberdaya ikan nantinya. Metode ini membutuhkan data-data time series seperti hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan di tempat pendaratan ikan pada lokasi penelitian. Penggunaan metode surplus production dengan menerapkan Model Schaefer pada kondisi tertentu, bisa digunakan dalam menghitung dan menentukan batas hasil tangkapan yang diperbolehkan, yaitu untuk memberikan kelonggaran dan keleluasaan bagi nelayan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan yang ada (Zulkarnain dan Darmawan, 1997). Suatu stok dianggap sebuah gumpalan besar biomasa dan sama sekali tidak berpedoman atas umur dan ukuran panjang ikan (Gulland 1983). Dengan mempertimbangankan bahwa jumlah biomasa stok tetap dan adanya aktivitas usaha perikanan. Dengan demikian dapat diduga bahwa semakin banyak jumlah kapal, maka akan semakin kecil bagian masing-masing kapal. Selain itu, Selanjutnya kejadian tangkap lebih (over fishing) dapat dideteksi dengan suatu kombinasi sejumlah indikator stok, seperti : (i) penurunan hasil tangkapan per unit upaya, (ii) penurunan total hasil tangkapan yang didaratkan, (iii) penurunan rata-rata bobot/ukuran ikan, (iv) perubahan struktur umur/struktur ukuran, dan atau (v) perubahan komposisi spesies dalam populasi (Widodo (2003). Hasil analisis potensi sumberdaya ikan untuk ke empat jenis komoditi unggulan dengan menggunakan metode surplus production dapat ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16 Potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan untuk komoditi unggulan di Provinsi Sumatera Selatan No. Jenis ikan Potensi Lestari (ton) Upaya optimum (trip) Upaya aktual (trip) Jumlah Tangkapan yang diperbolehkan (ton) Produksi rata-rata (ton) Tingkat Pemanfaatan (%) 1. Udang 6.297,98 709.952 308.802 5.038,39 4.536,5 66,77 2. Rajungan 1.955,98 207.849 91.940 1.564,78 1.298,3 63,60 3. Manyung 4.488,06 358.268 135.713 3.590,45 3.308,9 65,02 4. Golok-golok 3.718,69 286.413 92.520 2.974,95 2.514,7 58,42 Sumber : hasil analisis

92 Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Tabel 16, komoditi unggulan memiliki tingkat pemanfaatan yang beragam. Udang memiliki tingkat pemanfaatan mencapai 66,77% dan masih memiliki peluang pengembangan yang cukup besar. Udang merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Wilayah pemasarannya tersebar luas mulai dari pasar domestik hingga manca negara. Harga jualnya yang diatas rata-rata menjadi pemicu penangkapan secara besar-besaran. Udang memiliki sifat biologi reproduksi yang unik, dimana udang memiliki siklus reproduksi relatif singkat (< 1 tahun). Hal ini menyebabkan tingkat pulihnya (recovery) menjadi sangat cepat. Oleh karena itu, pemanfaatan udang yang dilakukan secara bertanggung jawab dan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan akan tetap menjamin kelestarian sumberdaya udang di perairan Sumatera Selatan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka peluang pengembangan perikanan udang masih sangat besar dengan memperbaiki teknologi penangkapan yang digunakan dan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya penangkapan yang ramah lingkungan. Pemanfaatan rajungan baik sebagai bahan konsumsi penduduk lokal dan nasional juga mulai dilirik sebagai salah satu komoditas ekspor baik dalam bentuk segar maupun olahan. Harga jualnya yang relatif tinggi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi penangkapan rajungan oleh nelayan. Tingkat pemanfaatan rajungan di perairan Sumatera Selatan mencapai 63,60%. Oleh karena itu, peluang pengembangan perikanan rajungan masih sangat besar. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan introduksi terhadap metode dan alat penangkapan yang digunakan. Hal ini tentu saja harus berpedoman pada kaidah-kaidah pemanfaatan yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab. Ikan manyung dan golok-golok juga memiliki peluang pengembangan yang masih tergolong baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat pemanfaatannya yang masing-masing 65,02% dan 58,42%. Oleh karena itu, peluang pengembangan kedua jenis komoditi tersebut masih sangat besar (34,98% dan 41,58%). Potensi perikanan yang masih tersisa hendaknya dapat dimanfaatkan dengan bijak melalui berbagai langkah dalam mewujudkan pembangunan perikanan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui