MONITORING REALISASI APBD 2011 TRIWULAN I

dokumen-dokumen yang mirip
MONITORING REALISASI APBD 2009

Laporan Realisasi Triwulan II APBD TA Summary

Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD

KONDISI PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Monitoring Realisasi APBD Triwulan I

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN TRIWULAN III

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH SUBDIT DATA KEUANGAN DAERAH

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Tabel 2. Persentase Sumber Pendapatan Daerah

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

Deskripsi dan Analisis APBD 2010 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

PELAPORAN DATA REALISASI PENDAPATAN, BELANJA, DAN PEMBIAYAAN YANG BERSUMBER DARI DANA TRANSFER

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang

KABUPATEN JEMBRANA RINCIAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2013

Deskripsi dan Analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

2015, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal Daerah yang selanjutnya disebut Kapasitas Fiskal adalah g

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 66/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN ANGGARAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembar

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

Pendapatan dan Belanja Daerah (Nasional)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

Daftar Isi. DAFTAR ISI...iii. EXECUTIVE SUMMARY... v. KATA PENGANTAR... ix

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PULAU JAWA DAN KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

Frequently Asked Questions (FAQ)

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

Keuangan Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN TRIWULAN-III AKTIVITAS APBD PROVINSI

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN

KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Frequently Asked Questions (FAQ)

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH DAN TRANSFER KE DAERAH

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Aceh terletak Antara , ,6 LU dan. belahan dunia Timur dan Barat sehingga memiliki potensi pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN. Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

FORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA

Jumlah (Rp) Bertambah/(berkurang) DASAR HUKUM. sebelum perubahan. setelah perubahan. (Rp)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR : 61 TAHUN 2016HU

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

LAPORAN REALISASI YANG BERSUMBER DARI DANA TRANSFER BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2017

BAB V ANALISIS APBD. LP2KD Prov. Kaltara

Transkripsi:

MONITORING REALISASI APBD 2011 TRIWULAN I Summary Secara kumulatif realisasi pendapatan ABPD Provinsi, Kabupaten dan Kota pada triwulan I adalah 25,2% dari total anggaran pendapatan, sedangkan realisasi total belanja daerah hanya sebesar 11,2%. Persentase realisasi pendapatan yang tertinggi untuk semua tingkatan pemerintahan adalah realisasi Dana Perimbangan yang mencapai 28,1% dari total anggaran Dana Perimbangan, diikuti oleh realisasi PAD yang mencapai 23,3%. Realisasi belanja daerah pada triwulan I memperlihatkan bahwa belanja pegawai merupakan komponen belanja dengan realisasi terbesar yaitu sebesar 17,3%. Sedangkan realisasi belanja daerah yang lain masih sangat kecil yaitu di bawah 10%, terutama belanja modal yang baru mencapai 2,4%. Anggaran Pendapatan dan Daerah Tahun Anggaran 2011 (juta Rupiah) Jumlah Anggaran Mata Anggaran Nasional Propinsi Kabupaten/Kota Pendapatan 479,022,361 119,039,549 359,982,813 Pendapatan Asli Daerah 90,416,482 59,597,218 30,819,264 Dana Perimbangan 327,363,560 47,428,983 279,934,577 Lain-lain 61,242,320 12,013,348 49,228,972 514,546,329 127,920,631 386,625,698 Pegawai 229,059,110 31,557,446 197,501,664 Barang dan jasa 104,301,851 33,836,643 70,465,208 Modal 113,599,782 26,482,423 87,117,359 Lain-lain 67,585,586 36,044,119 31,541,467 Sumber : Subdit DKD, Direktorat EPIKD Keterangan: Jumlah daerah yang telah mengumpulkan APBD sebanyak 524 daerah dengan rincian provinsi sebanyak 33, kabupaten sebanyak 398 dan kota sebanyak 93 daerah Rasio Pendapatan provinsi sebesar 24,9 % dibanding Nasional, sedangkan Kabupaten/Kota mempunyai rasio sebesar 75.1%. Rasio provinsi sebesar 24,9% dibanding Nasional, sedangkan Kabupaten/Kota mempunyai rasio sebesar 75.1%. 1

% A.1. Realisasi Total Pendapatan dan Daerah Grafik 1. Realisasi Pendapatan & Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota (%) 30 25 25.2 25.6 23.6 20 15 10 11.2 12.2 7.4 5 0 *tidak termasuk DKI Jakarta Nasional Kab/Kota Provinsi Pendapatan Secara kumulatif (aggregate APBD Provinsi, Kabupaten, dan Kota) realisasi pendapatan APBD pada Triwulan I Tahun Anggaran 2011 adalah sebesar 25,2% dari total anggaran APBD, sedangkan realisasi belanja daerah sebesar 11,2%.Realisasi pendapatan relatif baik disebabkan karena realisasi dana perimbanganyang merupakan mayoritas sumber pendapatan (Rasio Daper secara Nasional 70,3% tdk termasuk Prov. DKI Jakarta) telah terealisasi 28,0% dari anggaran. Untuk realisasi belanja relatif rendah disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja pegawai (rasio Pegawai Nasionalcukup dominan, mencapai 45,1%, namun realisasinya baru mencapai 17,4%) dan juga dikarenakan realisasi belanja modal dan barang jasa yang dibawah 10%. Rendahnya realisasi belanja modal dan barang/jasa pada triwulan I disebabkan semua proses pelelangan/tender baru mulai dilaksanakan.proses ini membutuhkan waktu minimal 2 bulan dimulai dari pengumuman lelang sampai dengan penetapan pemenang lelang/tender, sehingga baru pada triwulan II pelaksanaan kegiatan dimulai. Secara terpisah antara provinsi dengan Kabupaten/Kota dapat dilihat dalam grafik diatas. Realisasi pendapatan provinsi lebih rendah dibanding Kabupaten/Kota dikarenakan rasio kontribusi dana perimbangan provinsi lebih rendah dibanding dengan Kabupaten/Kota(provinsi 41,4%, Kabupaten/Kota=77,7%). Realisasi belanja provinsi lebih rendah dibanding Kabupaten/Kota dikarenakan realisasi belanja pegawai dan belanja barang jasa lebih rendah dibanding Kabupaten/Kota.Berikut disajikan realisasi pendapatan dan belanja Kabupaten/Kotaper wilayah. 2

% % Grafik 2. Realisasi Pendapatan & Kabupaten/Kota per Wilayah 30.0 25.0 25.8 25.5 27.4 25.7 23.8 20.0 15.0 10.0 12.1 12.8 9.4 13.5 12.0 5.0 0.0 w1 w2 w3 w4 w5 Pendapatan Keterangan: W1=Sumatera, W2=Jawa Bali, W3=Kalimantan, W4=Sulawesi, W5=Nusa Tenggara, Maluku, Papua Realisasi pendapatan tertinggi adalah Kabupaten/Kota diwilayah Kalimantan (W3) hal tersebut di dorong dari realisasi lain-lain pendapatan yang sah lebih tinggi dibanding dengan wilayah lain. Wilayah Kalimantan juga mempunyai realisasi belanja terendah dikarenakan realisasi tiga belanja dominan ( Pegawai, Barang dan Jasa, dan Modal) masih lebih rendah dibanding wilayah lain terutama belanja barang dan Jasa.Realisasi pendapatan dan belanja daerah Provinsi per wilayah dapat dilihat dalam grafik dibawah ini : Grafik 3. Realisasi Pendapatan & Provinsi per Wilayah 30.0 26.8 27.0 29.5 25.0 20.0 18.1 20.8 15.0 10.0 7.0 6.4 9.7 13.2 8.0 5.0 0.0 w1 w2 w3 w4 w5 Pendapatan Wilayah Sumatera (W1) merupakan wilayah yang mempunyai realisasi pendapatan terendah dibanding dengan wilayah lain, salah satunya disebabkan oleh realisasi dana perimbangan (47,91% dari anggaran) di wilayah Sumatera baru terealisasi 21,91%, ini lebih rendah dibanding dengan wilayah lainnya. Sedangkan 3

% realisasi tertinggi adalah wilayah Sulawesi (W4) yang disebabkan tingginya realisasi dana perimbangan dan PAD yang sudah lebih dari 29%. Realisasi belanja wilayah Jawa Bali (W2) merupakan yang terendah dibanding dengan wilayah lainnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena belanja bagi hasil ke Kabupaten/Kota (44,65%) baru terealisasi sebesar 2,81%. A.2 Realisasi Pendapatan Grafik 4. Realisasi Pendapatan Daerah secara Nasional (Provinsi, Kabupaten dan Kota) 30.0 25.0 20.0 15.0 28.0 28.3 23.4 20.1 14.6 12.8 25.9 26.1 10.0 5.0 2.7 0.0 Nasional Kab/Kota Provinsi PAD Daper lain-lain Lain-lain Secara Nasional, realisasi pendapatan pada triwulan I masih didominasi oleh Dana Perimbangan yaitu sebesar 28,0%, diikuti oleh realisasi Pendapatan Asli Daerah sebesar 23,4% dan lain-lain pendapatan daerah yang sah yaitu sebesar 12,8%. Realisasi dana perimbangan terbesar adalah Dana Alokasi Khusus (DAU) yang telah mencapai 32,1%. PAD didominasi oleh penerimaan pendapatan berasal dari pajak daerah dengan realisasi sebesar 26,4%. Sedangkan Lain-lain pendapatan yang sah di dominasi realisasi penerimaan transfer dari provinsi dan dana transfer dana otsus dan penyesuaian (13,9% dan 11,7%). Sebanding dengan Nasional, realisasi pendapatan Kabupaten/Kota didominasi oleh realisasi penerimaan Daper yang telah mencapai 28,3%, kemudian penerimaan PAD 20,1% dan terakhir adalah lain-lain penerimaan yang sah sebesar 14,6%. Daper Kabupaten/Kota dapat mencapai angka diatas 25% dikarenakan penerimaan DAU yang mempunyai proporsi 74,5% telah mencapai realisasi sebesar 32,0%, sedangkan untuk Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masih dibawah 20%. Untuk PAD Kabupaten/Kota didominasi oleh penerimaan pajak dan lain-lain PAD yang sah yang telah mencapai realisasi diatas 20% (22,3% dan 20,7%). Realiasi lain-lain pendapatan yang sah lebih rendah dibanding realisasi PAD dan Daper salah satunya adalah dikarenakan realisasi penerimaan transfer dana otsus/penyesuaian baru mencapai 15,3% dan transfer dari provinsi baru mencapai 13,3% Realisasi pendapatan provinsi mempunyai pola yang berbeda dengan Kabupaten/Kota, Realisasi PAD lebih tinggi yaitu mencapai 25,9% sedangkan realisasi Daper dan Lain-lain pendatan yang sah lebih rendah 4

% yaitu 26,1% dan 2,7%. PAD provinsi mempunyai kontribusi sebesar 48,8% dari total pendapatan, dimana ditriwulan I realisasi pajak mencapai 28,1%. Disisi lain realisasi daper provinsi lebih rendah dibanding dengan Kabupaten/Kota disebabkan oleh penerimaan DBH yang masih mencapai 19,6% (rasio DBH 47,7% dari total Daper Provinsi).Untuk Realisasi pendapatan Kabupaten/Kota perwilayah dapat dilihat dalam grafik 5 berikut : Grafik 5. Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota per wilayah 30.0 27.8 29.7 28.2 $26.1 27.6 25.9 25.0 20.0 15.0 20.3 21.1 $16.3 18.7 $11.7 15.0 $18.4 17.1 $11.4 10.0 5.0 0.0 wk1 wk2 wk3 wk4 wk5 PAD Daper Lain-lain Grafik tersebut menunjukkan bahwa realisasi PAD tertinggi adalah wilayah Jawa Bali (wk2) yaitu mencapai 21,1% dan yang terendah adalah wilayah sulawesi (wk4) yaitu 15,0%.Realisasi PAD wilayah Jawa Bali salah satunya adalah penerimaan pajak daerah yang telah mencapai 24,3% dari anggaran (kontribusi pajak daerah terhadap PAD wilayah 2 adalah 50,3%). Sebagai pembanding adalah wilayah Sulawesi (wk4) realisasi penerimaan pajak hanya mencapai 14,2% (kontribusi pajak di wilayah 4 adalah 88,9%). Untuk realisasi Daper Kabupaten/Kota wilayah Jawa Bali juga menduduki posisi tertinggi dengan nilai realisasi sebesar 29,7% sedangkan yang terendah adalah Kabupaten/Kota wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua yaitu 25,9%. Realisasi lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten/Kota wilayah 3 mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding wilayah lain dikarenakan transfer dari provinsi telah mencapai 32,2% (transfer provinsi di wilayah 3 mempunyai kontribusi sebesar 56,0%). Sedangkan wilayah 5 mempunyai realisasi lain-lain pendapatan yang sah rendah dikarenakan transfer dana otsus/penyesuaian masih berkisar 10,7% (kontribusi transfer dana otsus/penyesuaian adalah 76,5%). 5

% % Grafik 6. Realisasi Pendapatan Provinsi Per Wilayah 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 23.3 21.9 2.4 27.0 26.8 11.8 44.3 28.0 32.3 31.1 25.5 26.9 12.1 21.4 wp1 wp2 wp3 wp4 wp5 0.6 PAD Daper Lain-lain Untuk wilayah Provinsi 1,2,3 realisasi PAD dan Daper relatif tidak jauh beda, namun untuk wilayah 4 dan 5 realisasi Daper lebih besar dibanding dengan realisasi PAD. Untuk wilayah 4 dan 5 penerimaan Daper didominasi oleh DAU yang realisasi penerimaan telah mencapai 33,3% sehingga membuat realisasi Daper wilayah 4 dan 5 tinggi. Penerimaan pajak merupakan penerimaan pendapatan yang berkontribusi tinggi untuk wilayah per provinsi(67%-88%) sehingga dengan realiasasi pajak 22%-30% menyebabkan realisasi PAD mencapai nilai diatas 20%. Realisasi lain-lain pendapatan yang sah untuk wilayah 1 dan 5 bernilai rendah disebabkan belum terealisasinya transfer dana otsus/penyesuaian di triwulan I diaman dana tersebut mempunyai kontribusi tinggi. A.3 Realisasi Grafik 7. Realisasi Daerah Secara Nasional (Provinsi,Kabupaten dan Kota) 20.0 17.4 17.6 15.0 10.0 8.1 8.9 8.1 10.6 14.8 6.0 5.8 5.0 2.5 2.3 3.3 0.0 Nasional Kab/Kota Provinsi Pegawai Barang Jasa Modal Lain-lain 6

% Realisasi belanja daerah pada triwulan I memperlihatkan bahwa belanja pegawai merupakan komponen belanja dengan realisasi terbesar yaitu sebesar 17.4%. Ini disebabkan karena belanja pegawai merupakan belanja yang secara rutin harus dikeluarkan oleh setiap daerah setiap bulannya. Sedangkan realisasi belanja daerah lainnya masih sangat kecil yaitu di bawah 10%, terutama belanja modal. Ini dikarenakan pelaksanaan belanja daerah diluar belanja pegawai bukan merupakan belanja rutin tapi merupakan belanja yang cenderung bersifat kegiatan/proyek yang harus dilakukan melalui tender. barang, belanja lain-lain dan belanja modal masing-masing terealisasi 8.1%, 8,1% dan 2.4%. Penyerapan belanja daerah di Kabupaten/Kota juga memperlihatkan hal yang sama dengan realisasi belanja di daerah secara keseluruhan yaitu belanja pegawai tertinggi dan realisasi belanja modal yang terendah. Lebih lanjut berdasarkan data realisasi belanja modal kabupaten cenderung lebih kecil dibandingkan propinsi yaitu hanya sebesar 2.3%. Realisasi belanja daerah di daerah Provinsi pada triwulan I memperlihatkan bahwa penyerapan belanja pegawai jauh lebih besar dibandingkan dengan realisasi belanja lainnya, namun lebih rendah bila dibanding dengan realisasi Kabupaten/Kota. Realisasi belanja pegawai pada triwulan I sebesar 14.8% dan diikuti oleh belanja barang sebesar 6,0%, belanja lain-lain sebesar 5.8% dan belanja modal sebesar 3.3%. Kecilnya penyerapan belanja selain belanja pegawai di daerah provinsi dikarenakan alasan yang sama dengan belanja daerah secara Nasional. Grafik 8. Realisasi Daerah Kabupaten/Kota Per Wilayah 20.0 18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 17.8 17.8 18.3 16.5 17.2 15.6 13.0 10.9 10.6 10.4 8.5 9.2 9.3 7.9 5.9 3.6 3.2 2.0 2.4 1.6 wk1 wk2 wk3 wk4 wk5 Pegawai Barang Jasa Modal Lain-lain Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa wilayah Kalimantan (Wk3) mempunyai realisasi belanja pegawai, belanja barang&jasa dan belanja lainnya paling rendah bila dibanding dengan empat wilayah lainnya (16,5%;5,9%; dan 7,9%). Sedangkan wilayah Jawa Bali mempunyai realisasi belanja modal terendah yaitu hanya 1,6%. 7

% 18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 13.7 5.0 4.5 6.2 Grafik 9. Realisasi Provinsi Per Wilayah 15.4 6.5 2.8 2.2 14.8 17.8 14.0 wp1 wp2 wp3 wp4 wp5 4.8 1.6 15.9 13.6 6.7 10.9 Pegawai Barang Jasa Modal Lain-lain 7.7 0.7 8.2 Grafik 9 menunjukkan bahwa wilayah Sumatera (WP1) mempunyai realisasi belanja pegawai, dan belanja barang&jasa paling rendah bila dibanding dengan empat wilayah lainnya (13,7%;dan 4,5%). Realisasi belanja modal tertinggi adalah provinsi di wilayah Sulawesi (WP4) yaitu 6,7 dan terendah adalah wilayah 5(0,7%). Sedangkan belanja lainnya tertinggi adalah Provinsi wilayah Kalimantan (15,9%) dimana nilai tersebut disebabkan nilai realisasi belanja transfer ke Kabupaten/Kota mencapai 27,9%. 8

Perbandingan Realisasi APBD Triwulan I TA 2010 dengan 2011 Dibandingkan dengan periode yang sama pada TA 2010, secara persentase rata-rata realisasi APBD (agregat provinsi, kabupaten, kota) pada Triwulan I Tahun Anggaran 2011 memperlihatkan penurunan pada realisasi pendapatan maupun realisasi belanja daerah. Rata-rata realisasi pendapatan pada Triwulan I TA 2011 mencapai 25,2% lebih kecil 0,7% dibandingkan rata-rata realisasi pendapatan daerah pada periode yang sama pada TA 2010 yang sebesar 25,9%. Hal yang sama juga terjadi pada rata-rata realisasi belanja daerah yang juga mengalami penurunan yaitu dari 19,6% pada triwulan I TA 2010 menjadi 11,2% pada triwulan I TA 2011 atau turun sebesar 8,4%. Grafik 10 berikut menunjukkan perbandingan rata-rata realisasi pendapatan dan belanja daerah Triwulan I pada TA 2010 dan 2011. Grafik 10 Perbandingan Realisasi APBD Triwulan I Tahun Anggaran 2010 dan 2011 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 25.9 Pendapatan 25.2 19.7 11.2 2010 2011 Perbandingan Rincian Realisasi APBD Secara Nasional Antara Triwulan I TA 2010 Dengan TA 2011 Perbandingan antara pendapatan dan belanja daerah secara nasional antara tahun 2010 dan 2011 menunjukkan pola yang tidak jauh berbeda, dimana hampir semua komponen baik pendapatan maupun belanja daerah pada tahun 2011 mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan pendapatan dan belanja daerah pada tahun 2010. Di sisi pendapatan daerah, hanya pendapatan lain-lain yang rata-rata realisasinyalebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu meningkat 6,8%, sedangkan jenis pendapatan yang lain yaitu PAD dan Dana Perimbangan rata-rata realisasinya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu masing-masingnya (-0,7%) dan (-1,2%). 9

Sementara itu, di sisi belanja daerah, hanya belanja lain-lain yang sedikit melebihi rata-rata realisasi tahun sebelumnya atau naik 0,1%, sedangkan jenis belanja yang lainnya yaitu belanja pegawai, belanja barang & jasa, dan belanja modal rata-rata realisasinya lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata realisasi pada tahun sebelumnya atau mengalami penurunan yaitu masing-masingnya adalah (-2,3%), (-0,1%) dan (-1,0%). Gambaran selengkapnya dapat dlihat pada grafik 11 berikut. Grafik 11 Perbandingan Realisasi APBD Triwulan I secara Nasional (Provinsi,Kabupaten,Kota) Tahun Anggaran 2010 dan 2011 30.00 25.00 25.9 25.2 24.1 23.4 29.3 28.0 20.00 15.00 12.8 10.00 5.00 0.00 Pendapatan PAD Daper Lain-lain 6.0 2010 2011 20.00 19.7 17.4 15.00 12.3 11.2 10.00 8.2 8.1 8.0 8.1 5.00 3.5 2.5 0.00 Pegawai Barang dan Jasa Modal Lain-lain 2010 2011 10

Perbandingan Rincian Realisasi APBD Provinsi Antara Triwulan I Tahun Anggaran 2010 dan 2011 Perbandingan rincian rata-rata realisasi APBD provinsi antara TA.2010 dan TA.2011 di sisi pendapatan dan belanja daerah menunjukkan pola perubahan yang berbeda. Di sisi pendapatan daerah, untuk jenis pendapatan daerah yaitu PAD dan Lain-lain Pendapatan yang sah mengalami kenaikan, yaitu sebesar 0,5% dan 1,5%. Sedangkan untuk Dana Perimbangan mengalami penurunan sebesar 0,7%. Sementara itu, rata-rata realisasi belanja daerah menunjukkan keadaan yang sebaliknya, yaitu terjadi penurunan untuk tiga jenis belanja yang meliputi belanja pegawai (0,8%), belanja barang dan jasa (2,0%) dan belanja modal (0,1%). Sedangkan untuk belanja lain-lain mengalami kenaikan sebesar 0,5%. Terkait komposisi pendapatan daerah, tidak terdapat perubahan pola antara tahun 2010 dengan tahun 2011 yang mana dana perimbangan memiliki persentase terbesar diikuti PAD dan lain-lain pendapatan yang sah. Sama halnya dengan pendapatan daerah, pola komposisi rata-rata belanja daerah antara tahun 2010 dan 2011 juga tidak mengalami perubahan. pegawai tetap menempati peringkat pertama, diikuti belanja barang dan jasa, belanja lain-lain dan belanja modal.gambaran selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 12 berikut. Grafik 12 Perbandingan Realisasi APBD Triwulan I secara Provinsi Tahun Anggaran 2010 dan 2011 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 25.3 25.9 26.8 26.1 22.9 23.6 2.7 1.3 Pendapatan PAD Daper Lain-lain 2010 2011 11

20.00 15.00 10.00 5.00 8.3 7.4 15.6 14.8 8.1 6.0 3.4 3.3 5.3 5.8 0.00 Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainlain 2010 2011 Perbandingan Rincian Realisasi APBD Kabupaten/Kota Antara Triwulan I Tahun Anggaran 2010 dan 2011 Pola dan komposisi rata-rata realisasi APBD kabupaten/kota tahun 2010 dan 2011 mirip dengan APBD secara nasional. Di sisi pendapatan daerah, kelompok jenis pendapatan daerah mengalami penurunan yaitu PAD (- 1,8%) dan Dana Perimbangan (-1,4%), sedangkan kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah mengalami kenaikan sebesar (+6,5%). Menyerupai tren pendapatan, hampir semua kelompok belanja daerah mengalami penurunan secara signifikan. Kelompok belanja pegawai mengalami penurunan sebesar (-2,7%), kelompok belanja barang dan jasa turun sebesar (-5,6%), serta kelompok belanja modal menurun sebesar (-1,3%). Sementara itu, kelompok belanja lainnya mengalami kenaikan sebesar (+0,4%). Namun demikian, komposisi rata-rata realisasi pendapatan maupun belanja daerah relative sama, dimana pendapatan daerah kabupaten/kota didominasi oleh dana perimbangan disusul oleh PAD dan Lain-lain Pendapatan yang Sah, sedangkan belanja daerah kabupaten/kota didominasi oleh belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja lainnya, dan belanja modal. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 13 berikut. 12

Grafik 13 Perbandingan Realisasi APBD Triwulan I Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2010 dan 2011 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 29.7 28.3 26.9 25.6 21.9 20.1 8.1 Pendapatan PAD Daper Lain-lain 2010 2011 14.6 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 13.7 12.2 20.4 17.6 14.5 8.9 3.6 2.3 10.2 10.6 0.00 Pegawai Barang dan Jasa Modal Lain-lain 2010 2011 13

Lampiran Konsep APBD : APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Realisasi Triwulan APBD Realisasi triwulanan APBD adalah Perwujudan perolehan pendapatan dan pengeluaran belanja daerah dalam kurun waktu tiga bulan. Metodologi Realisasi triwulan APBD didasarkan pada data realisasi triwulanan APBD yang dikirimkan oleh daerah kepada Departemen Keuangan.Cut off waktu penyampaian data dari daerah kepada Departemen Keuangan adalah sejak akhir waktu triwulanan yang bersangkutan sampai dengan 45 hari berikutnya. Laporan realisasi triwulanan APBD secara nasional disajikan dalam bentuk persentase terhadap anggaran, yang didasarkan pada data yang masuk dalam waktu penyampaian tersebut di atas.laporan realisasi paling tidak mewakili 30% jumlah daerah secara nacional (tidak termasuk DKI Jakarta). Laporan realisasi yang merupakan persentase terhadap anggaran adalah persentase atas total data (bukan ratarata). Contoh: data yang masuk adalah 150 daerah, maka Persentase Realisasi Pendapatan adalah Total Realisasi Pendapatan dari 150 Daerah dibagi dengan Total Anggaran dari 150 daerah yang bersangkutan. Laporan realisasi triwulanan APBD disajikan dalam 5 kelompok, yaitu (i) APBD Nasional yang berarti mencakup APBD pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota; (ii) APBD Provinsi yang berarti hanya APBD Pemerintah Provinsi; (iii) APBD Kabupaten/Kota yang berarti hanya APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota; (iv) APBD Kabupaten/Kota perwilayah yang berarti kumulatif APBD Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah tertentu; dan (v). APBD Provinsi perwilayah yang berarti kumulatif APBD Pemerintah Provinsi di wilayah tertentu Khusus untuk Triwulan I 2011, laporan didasarkan pada data: APBD Provinsi/Kabupaten/Kota: APBD 407 Daerah (78,5 % jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 79,8 % dari volume (belanja) APBD 2011. APBD Provinsi : APBD 23 Provinsi ( 71,9% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 78,1 % dari volume (belanja) APBD 2011. APBD Kabupaten/kota : APBD 384 Kabupaten/Kota (78,3% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 80,3% dari volume (belanja) APBD 2011. APBD Wilayah 1 : APBD 94 Kabupaten/Kota (62,6% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 64,9% dari volume (belanja) APBD 2011; APBD 8 Provinsi (80% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 77,8% dari volume (belanja) APBD 2011. APBD Wilayah 2 : APBD 115 Kabupaten/Kota (95,0% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 93,4% dari volume (belanja) APBD 2011; APBD 6 Provinsi (100% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 100% dari volume (belanja) APBD 2011. APBD Wilayah 3 : APBD 47 Kabupaten/Kota (85,4% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 78,2% dari volume (belanja) APBD 2011; APBD 2 Provinsi (50% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 73,3% dari volume (belanja) APBD 2011. 14

APBD Wilayah 4 : APBD 55 Kabupaten/Kota (75,3% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 77,0% dari volume (belanja) APBD 2011; APBD 3 Provinsi (50% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 32,3% dari volume (belanja) APBD 2011. APBD Wilayah 5 : APBD 73 Kabupaten/Kota (81,1% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 81,2% dari volume (belanja) APBD 2011; APBD 4 Provinsi (66,6% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 56,2% dari volume (belanja) APBD 2011. Sumber data Laporan realisasi Triwulan I dari masing-masing Pemda Proponsi, Kabupaten, Kota. 15