I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa, sebanyak 25,9% masyarakat di Indonesia mengalami masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah Istimewa (D.I.) Yogyakarta khususnya, tercatat mengalami masalah pada gigi dan mulutnya sebanyak 32,1% dengan nilai DMF-T sebesar 5,9 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dilakukan di D.I. Yogyakarta menunjukkan bahwa masyarakat kabupaten Sleman memiliki DMF-T tertinggi ke 2 dari 5 kabupaten di provinsi D.I. Yogyakarta. Masyarakat kabupaten Sleman juga memiliki angka karies aktif dan RTI (Required Treatment Index) tertinggi di provinsi D.I. Yogyakarta. Berdasarkan kelompok usia, kelompok usia 12 tahun dan 15 tahun menempati RTI tertinggi di D.I. Yogyakarta. RTI merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang karies terhadap angka DMF-T (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2009). Karies gigi merupakan kerusakan lokal pada jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam yang merupakan produk bakteri yang dihasilkan dari fermentasi karbohidrat. Tanda terjadinya demineralisasi pada gigi dapat dilihat pada jaringan keras gigi, namun proses karies ini berawal di lapisan biofilm (plak gigi) yang menutupi permukaan gigi (Selwitz dkk., 2007). Karies gigi memiliki 1
2 etiologi multifaktor seperti diet, genetik, paparan fluor dan kebiasaan. Karies pada gigi secara langsung dipengaruhi oleh bakteri plak yang memetabolisme karbohidrat yang terfermentasi, kemudian menjadi asam dan menyebabkan demineralisasi gigi. Proses demineralisasi tersebut tidak hanya disebabkan oleh jumlah asam yang menyerang gigi, namun juga durasi dan intensitas yang berhubungan dengan kuantitas, status fisik dan komposisi dari makanan (Arcella dkk., 2002). Kedua teori tersebut menyimpulkan bahwa makanan atau substrat merupakan komponen penting yang mempengaruhi terbentuknya karies gigi. Makanan yang mengandung karbohidrat yang dapat digunakan oleh plak disebut sebagai makanan kariogenik (Barnett, 2005). Namun, tidak semua karbohidrat bersifat kariogenik. Karbohidrat yang kompleks seperti pati relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri (Kidd, 2005). Sukrosa teridentifikasi sebagai karbohidrat yang dapat berfermentasi yang paling kariogenik dibandingkan glukosa dan fruktosa (Miller dkk., 2007; Saraf, 2006). Remaja merupakan masa peralihan dari seorang anak menjadi seorang dewasa. WHO (2006) mendefinisikan remaja sebagai individu pada kelompok usia 10-19 tahun. Pada masa ini, remaja mengalami banyak perubahan baik itu secara fisik maupun secara psikologis. Secara fisik, remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan banyak nutrisi. Secara psikologis, remaja membentuk kesadaran yang lebih kuat terhadap identitas dirinya, termasuk kesadaran akan moral diri dan nilai etika, dan persepsi yang lebih besar terhadap harga diri. Perubahan psikologis remaja secara tidak langsung banyak dipengaruhi oleh lingkungan pertemanannya (Stang dan Story, 2005).
3 Teman merupakan faktor yang mempengaruhi psikososial remaja secara dominan. Remaja biasanya sangat memperhatikan dan mulai merubah penampilan, dan perilaku mereka agar diterima oleh temannya. Salah satu perilaku remaja yang ikut berubah adalah perilaku makan. Perilaku makan merupakan cara seseorang berfikir, berpengetahuan dan berpandangan tentang makanan. Perasaan dan pandangan itu dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan (Wandasari, 2014). Perilaku makan dan pemilihan makanan pada remaja dipengaruhi oleh rasa makanan, rasa lapar, kemudahan untuk mendapatkan makanan, ketersediaan makanan, dan pengaruh orang tua dan kultur (Stang dan Story, 2005). Beberapa penelitian menunjukkan pentingnya frekuensi makanan sebagai penyebab terjadinya karies (Arcella dkk., 2002). Remaja saat ini memiliki perilaku makan yang gemar jajan, melewatkan makan, tidak makan dirumah, mengkonsumsi makanan cepat saji dan mengurangi makan (biasanya pada remaja wanita). Makanan yang sering dikonsumsi remaja saat jajan biasanya memiliki kandungan gula, sodium, lemak yang tinggi namun mengandung vitamin dan mineral yang rendah (Stang dan Story, 2005). Minuman ringan merupakan pilihan utama remaja pada saat jajan baik itu pada remaja pria maupun pada remaja wanita (Stang dan Story, 2005; Vagstrand dkk., 2008). Pada masa ini, remaja juga cenderung menghabiskan waktu dengan keluarganya lebih sedikit dibandingkan dengan temannya (Stang dan Story, 2005). Remaja biasanya menghabiskan waktu bersama temannya dengan cara makan diluar. Makanan cepat saji merupakan pilihan utama remaja untuk makan diluar bersama temannya. Penelitian yang dilakukan oleh Bauer dkk. (2008), menunjukkan bahwa sepertiga remaja yang tergabung dalam penelitian, sering mengkonsumsi makanan cepat saji setidaknya 3 kali selama satu minggu terakhir. Makanan yang sering dikonsumsi oleh
4 remaja seperti makanan cepat saji dan minuman ringan tersebut diketahui memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan seringkali mengandung banyak tambahan pemanis buatan atau gula. Konsumsi karbohidrat yang melebihi 4 kali sehari memicu peningkatan resiko terjadinya karies gigi (Arcella dkk., 2002). Berdasarkan teori diatas, penulis ingin mengetahui hubungan antara frekuensi makan dengan tingkat keparahan karies pada remaja di Sleman. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu, bagaimana hubungan antara frekuensi makan dengan tingkat keparahan karies pada remaja di Sleman? C. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Nugroho (2015) membahas tentang hubungan pola jajan kariogenik dan kebiasaan menggosok gigi terhadap kejadian karies gigi molar pertama pada anak usia 8-10 tahun. Putra (2013), sebelumnya telah melakukan penelitian serupa yang membahas tentang hubungan pola konsumsi makanan kariogenik dan kebersihan mulut dengan karies gigi anak usia 10-12 tahun. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Worotitjan dkk. (2013), meneliti tentang pengalaman karies serta pola makan dan minum pada anak sekolah dasar. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Arcella dkk. (2002), membahas tentang hubungan antara frekuensi konsumsi karbohidrat terhadap karies gigi. Pada penelitian yang dilakukan ini, penulis membahas tentang frekuensi makan terhadap tingkat keparahan karies pada remaja di Sleman. D. Tujuan Penelitian
5 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi makan dengan tingkat keparahan karies pada remaja di Sleman. E. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam bidang kedokteran gigi mengenai adanya hubungan antara frekuensi makan dengan tingkat keparahan karies pada remaja di Sleman. 2. Bagi dunia penelitian, hasil penelitian dapat dijadikan acuan data untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.