BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang utuh dari kesehatan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang utuh dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Pembangunan di bidang kesehatan gigi merupakan bagian dari pembangunan nasional. Artinya, dalam melaksanakan pembangunan kesehatan, pembangunan di bidang kedokteran gigi tidak boleh ditinggalkan. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal, salah satunya perlu dilakukan pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). Pada 60-90% anak usia sekolah dan sebagian besar orang dewasa diketahui menderita karies gigi (Petersen, 2003). Anak usia 6-12 tahun atau anak usia sekolah masih kurang mengetahui dan mengerti bagaimana memelihara kesehatan gigi dan mulut, terbukti pada angka nasional pada kelompok umur 12 tahun untuk prevalensi karies gigi aktif sebesar 29,8% dan pengalaman karies gigi sebesar 36,1% (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Salah satu faktor risiko terjadinya karies gigi adalah plak gigi. Plak gigi adalah suatu lapisan biofilm lunak yang terbentuk pada permukaan gigi dan terdiri atas berbagai macam koloni bakteri serta debris yang tidak dapat hilang hanya dengan berkumur dengan air (Burt dan Eklund, 2005). Plak gigi terbentuk dari pelikel yang merupakan hasil dari sisa makanan kariogenik yang larut bersama saliva dan menempel pada permukaan gigi. Plak gigi akan tumbuh dan semakin bersifat asam karena didukung oleh perilaku anak yang malas dan tidak mau 1

2 membersihkan giginya secara teratur (Darwita et al., 2011). Plak gigi dapat diidentifikasi secara klinis setelah 2-4 jam sejak awal pertumbuhan pada permukaan gigi yang dipolis (Amerongen, 1991). Jenis makanan yang dikonsumsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan plak gigi. Makanan yang keras akan merangsang sekresi saliva yang dapat menyebabkan efek pembersihan rongga mulut yang baik sehingga menghambat pembentukan plak gigi. Makanan yang lunak sedikit sekali membutuhkan pengunyahan sehingga menghasilkan efek pembersihan rongga mulut yang minimal (Amerongen, 1991). Makanan yang lengket dapat menyebabkan plak gigi yang terbentuk pada permukaan gigi semakin banyak (Suwelo, 1992). Salah satu jajanan yang paling digemari anak sekolah dasar adalah biskuit (Yuliastuti, 2012). Biskuit disenangi karena enak, manis, dan renyah. Jajanan ini tergolong makanan panggang atau kue kering yang mempunyai daya awet yang tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya proses pengeringan (Whiteley, 1971). Frekuensi asupan biskuit rata-rata untuk anak yang tinggal di kota adalah tiga butir per hari (± 30 gram); dan untuk anak-anak pedesaan sebanyak 12 butir per minggunya, yang setara dengan ± 120 gram biskuit (World Bank Institute, 2008). Biskuit kaya akan energi, yang terutama berasal dari karbohidrat dan lemak. Kandungan energi dalam 100 gram biskuit lebih kurang kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi mereka yang sibuk 2

3 beraktivitas dan memerlukan banyak energi, termasuk juga bagus untuk dijadikan bekal bagi anak-anak sekolah (Astawan, 2008). Karbohidrat yang terkandung dalam 100 gram biskuit adalah sebanyak 75,1 gram (Astawan, 2008). Sukrosa yang merupakan salah satu jenis karbohidrat dalam biskuit berperan dalam memberikan rasa manis, memberikan tekstur yang lembut, pewarna, dan sebagai bahan pengawet (Mamat et al, 2010). Hubungan antara konsumsi sukrosa yang tinggi pada biskuit ada kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi sehingga terjadinya penyakit karies juga semakin tinggi (Riani dan Sarasati, 2005). Semakin tinggi jumlah sukrosa dalam makanan yang dikonsumsi akan menyebabkan penumpukan plak gigi yang semakin banyak (Fejerskov et al, 2008). Cokelat merupakan pilihan rasa yang paling banyak digunakan sebagai filling untuk makanan kering. Cokelat yang diaplikasikan dalam produk lain, seperti biskuit, disebut dengan bake chocolate. Sembilan puluh persen jenis cokelat yang beredar di Indonesia, termasuk juga bake chocolate, adalah jenis cokelat compound, yaitu cokelat yang dibuat dari kombinasi cocoa, minyak sawit/lemak nabati, dan pemanis. Biskuit cokelat merupakan pilihan rasa biskuit yang memiliki pangsa pasar yang luas karena paling digemari oleh semua kalangan usia, termasuk anak-anak (Yunita, 2010). Cokelat sebagai bahan perasa dalam biskuit memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit. Cokelat memberikan sifat kering dan lengket yang besarnya berbanding lurus dengan kandungan cocoa-nya (Thamke et al., 2009). Sifat lengket dari cokelat akan memperparah biskuit yang sudah bersifat manis 3

4 dalam menyebabkan penumpukan plak gigi, yang merupakan salah satu faktor penyebab karies gigi (Hadnyawati, 2002). Secara fisiologis, cokelat dalam biskuit cokelat tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan rongga mulut (Ferrazano et al, 2009; Yunita, 2010). Berdasarkan klasifikasi Badan Standardisasi Nasional (1992), biskuit cokelat dikategorikan sebagai biskuit keras yang berbentuk pipih dengan penampang potongan berlapis-lapis jika dipatahkan. Berkebalikan dengan efek biskuit coklat yang lengket, sifat keras pada biskuit cokelat membutuhkan pengunyahan yang cukup sehingga dapat merangsang sekresi saliva yang dapat menghambat pembentukan plak gigi (Glickman, 1973). Anak usia 9-11 tahun tergolong usia sekolah dasar kelas atas yang terdiri atas kelas empat, lima, dan enam (Budiman, 2013). Anak-anak pada usia ini umumnya akan melakukan sesuatu yang menurut mereka menyenangkan dan memberikan kenikmatan kepada mereka tanpa memedulikan apakah perbuatan itu salah atau benar, baik atau buruk (Remaja, 2012). Pada anak usia 9-11 tahun yang merupakan periode gigi bercampur, siga belum berkembang dengan sempurna, baru sekitar 60-80% (Lehner, 1995). siga berperan dalam menghambat perlekatan bakteri dalam proses pembentukan plak gigi. Penderita defisiensi siga menunjukkan skor karies lebih tinggi dengan populasi S. mutans lebih banyak (Amerongen, 1991). 4

5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana pengaruh jumlah asupan biskuit cokelat terhadap akumulasi plak gigi pada anak usia 9-11 tahun? C. Keaslian penelitian Berdasarkan pengetahuan penulis, belum ada penelitian tentang pengaruh jumlah asupan biskuit cokelat terhadap akumulasi plak gigi pada anak usia 9-11 tahun. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah asupan biskuit cokelat terhadap akumulasi plak gigi pada anak usia 9-11 tahun. E. Manfaat Penelitian 1. Untuk Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu kedokteran gigi anak, khususnya di bidang prevensi mengenai sifat lengket yang terdapat dalam makanan yang harus diwaspadai walaupun tidak berpengaruh secara individu, serta dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya. 5

6 2. Untuk Masyarakat a. Sumbangan informasi mengenai pengaruh asupan biskuit cokelat dan semua makanan yang sifatnya lengket terhadap akumulasi plak gigi dan pengaruhnya terhadap kesehatan gigi dan mulut. b. Bagi pihak sekolah mengetahui pentingnya pengawasan terhadap makanan lengket di lingkungan sekolah dengan tindakan preventif yang lebih giat untuk membentuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). 6