IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan

MODEL PERPINDAHAN MASSA PADA PEMEKATAN JUS JERUK SIAM DENGAN REVERSE OSMOSIS ADETIYA RACHMAN

MODEL PERPINDAHAN MASSA PADA PEMEKATAN SARI JERUK SIAM DENGAN REVERSE OSMOSIS TEKANAN RENDAH

MODEL PERPINDAHAN MASSA PADA PEMEKATAN JUS JERUK SIAM DENGAN REVERSE OSMOSIS ADETIYA RACHMAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Universitas Gadjah Mada

PROSES PEMEKATAN JUS JERUK SIAM (Citrus nobilis L. var microcarpa) DENGAN REVERSE OSMOSIS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI AWAL REVERSE OSMOSIS TEKANAN RENDAH UNTUK AIR PAYAU DENGAN KADAR SALINITAS DAN SUSPENDED SOLID RENDAH

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN (MEM)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Before UTS. Kode Mata Kuliah :

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

a. Pengertian leaching

BAB IV HASIL YANG DI CAPAI DAN POTENSI KHUSUS

MIKROFILTRASI LARUTAN XANTAN BERDASARKAN ANALISIS DIMENSIONAL

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

Frek = 33,5 Hz. Gambar 4.1 Grafik perpindahan massa kecepatan aliran 1.3 m/s 2. Untuk kecepatan aliran 1.5 m/s

RANCANG BANGUN ALAT PEMURNI AIR PAYAU SEDERHANA DENGAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN AIR MINUM MASYARAKAT MISKIN DAERAH PESISIR

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion

METODOLOGI PENELITIAN

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI. Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM :

STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan mineral. Proses-proses pemisahan senantiasa mengalami. pemisahan menjadi semakin menarik untuk dikaji lebih jauh.

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

Distilasi, Filtrasi dan Ekstraksi

Rheologi. Rini Yulianingsih

jatuh ke gelas ukur. Hal ini yang membuat hasil pengukuran kurang akurat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

LAMPIRAN A DATA HASIL PENELITIAN. Jumlah Kandungan

Model Perpindahan Massa Pada Pemurnian Siklodekstrin Dengan Membran Ultrafiltrasi Aliran Silang YENI ELIZA MARYANA

VISKOSITAS DAN TENAGA PENGAKTIFAN ALIRAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

4 Hasil dan Pembahasan

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

MODEL PERPINDAHAN MASSA PADA MIKROFILTRASI UNTUK PENGHILANGAN LIMONIN DAN NARINGIN DARI JUS JERUK SIAM (Citrus nobilis L.

HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL PERPINDAHAN MASSA PADA MIKROFILTRASI UNTUK PENGHILANGAN LIMONIN DAN NARINGIN DARI JUS JERUK SIAM (Citrus nobilis L.

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II LANDASAN TEORI

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

LAPORAN UOP 2 WETTED WALL COLUMN

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( )

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan

BAB IV PENGEMBANGAN DAN PENGUJIAN PROTOTIPE SISTEM VAPOR RECOVERY

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

PENCUCIAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS DENGAN METODE SIRKULASI PENCUCIAN MENGGUNAKAN MEDIA HCl

JUDUL TUGAS AKHIR ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

DINAMIKA PROSES TANGKI [DPT]

Sulistyani M.Si

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquades Indikator PP NaOH 0,1 N Asam asetat pekat Trikloroetan (TCE)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

ANALISIS KARAKTERISTIK MIEMBRAN OSMOSA BALIK FILMTECH TW F UNTUK: PENGOLAHAN LIMBAH

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Rumusan Masalah I.3 Tujuan Instruksional Khusus I.4 Manfaat Percobaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

KAJIAN HIDRODINAMIKA DAN TRANSFER MASSA PROSES ABSORBSI PADA VALVE TRAY DENGAN MENINJAU PENGARUH VISKOSITAS CAIRAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Koligatif Larutan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

Transkripsi:

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PEMISAHAN JUS JERUK DENGAN REVERSE OSMOSIS 4.1.1. Karakteristik Fisik-kimia Umpan Larutan umpan yang digunakan untuk penelitian pemekatan jus dari hasil pemisahan mikrofiltrasi (MF) memiliki kandungan dan karakteristik sebagai berikut (Tabel 10): Tabel 10 Karakteristik fisik-kimia jus jeruk umpan Karakteristik Nilai ph 4.85 Total padatan ( o Brix) 7.8 Total gula (%) 7.6 8.5 Total asam (% w/w) 0.36 Vitamin C (mg asam askorbat/100 g) 15.74 Viskositas (cp) (100-200 rpm) 12.8-17.8 Berat jenis (g ml -1 ) 1.03 Salah satu karakteristik larutan umpan yang mempengaruh proses filtrasi dan juga penting dalam analisis pemodelan adalah viskositas. Viskositas jus jeruk yang diukur pada rentang laju putaran 100 200 rpm menunjukkan peningkatan nilai dari 12.8 cp hingga 17.8 cp. Hal ini menunjukkan viskositas larutan umpan meningkat dengan peningkatan laju geser. Hubungan laju geser dengan viskositas jus jeruk dapat dilihat pada Gambar 11. Viskositas (cp) 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 20 25 30 35 40 45 50 Laju geser (detik 1 ) Gambar 11 Pengaruh laju geser terhadap viskositas umpan (data pada Lampiran 4)

31 Perilaku larutan umpan jus jeruk menunjukkan jus jeruk umpan termasuk ke dalam fluida non-newtonian dan bersifat dilatan (shear thickening). Menurut Rao (1995) viskositas fluida non-newtonian dipengaruhi oleh laju geser dan sifat dilatan ditentukan oleh peningkatan laju geser yang meningkatkan viskositas. Sifat dilatan juga dapat dilihat dari perhitungan nilai indeks perilaku aliran (n) (Lampiran 4). Hasil perhitungan menghasilkan nilai n sebesar 1.47 yang menunjukkan fluida bersifat dilatan. Nilai n < 1 menunjukkan fluida bersifat pseudoplastis, sedangkan nilai n > 1 menunjukkan fluida bersifat dilatan (Perry & Green 1999). 4.1.2. Air, Permeabilitas dan Tahanan Membran air diukur untuk melihat kinerja membran sebelum dan setelah membran digunakan. Permeabilitas membran dihitung dengan mengukur fluksi air pada laju alir tetap dan beberapa tekanan. Pengukuran fluksi pada beberapa waktu dapat dilihat pada Gambar 12. Pengukuran fluksi air pada laju alir dan perbedaan tekanan tetap menghasilkan fluksi yang stabil pada kisaran waktu yang diuji. Hal ini menunjukkan performa membran terutama kinerja pompa stabil. air pada laju alir 0.04 m s -1 dan tekanan transmembran (transmembran pressure TMP) 0.34 Bar relatif konstan dengan nilai rata-rata 11.37 L m -2 jam -1. 45.00 40.00 35.00 30.00 (L m 2 jam 1 ) 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0 5 10 15 20 25 30 35 Waktu (menit) Gambar 12 air selama filtrasi pada TMP 0.34 Bar dan laju alir 0.04 m s -1 (data pada Lampiran 5a)

32 Permeabilitas membran dihitung dari nilai fluksi air pada beberapa TMP. Nilai permeabilitas merupakan kemiringan (slope) garis persamaan hubungan TMP dengan fluksi air. Grafik hubungan TMP dengan fluksi air dan garis persamaannya dapat dilihat pada Gambar 13. 45.00 40.00 35.00 y = 5.176x + 1.286 R² = 0.998 30.00 (L m 2 jam 1 ) 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0 2 4 6 8 10 TMP (Bar) Gambar 13 Grafik hubungan TMP dengan fluksi air pada laju alir 0.01 m s -1 (data pada Lampiran 5b) Kemiringan garis dari persamaan pada Gambar 13 menunjukkan nilai permeabilitas membran yaitu sebesar 5.18 L m -2 jam -1 Bar -1 atau 1.44 x 10-6 m s -1 Bar -1. Nilai R 2 sebesar 0.998 menunjukkan tingkat akurasi persamaan yang sesuai dan mampu mewakili titik-titik hubungan antara TMP dan fluksi sebesar 99.8%. Nilai permeabilitas membran menunjukkan kemampuan membran dalam melewatkan pelarut murni. Menurut Wenten (1999) permeabilitas membran atau disebut permeabilitas air atau permeabilitas hidrodinamik dinyatakan sebagai L p. Nilai ini merupakan fluksi perpindahan pelarut pada keadaan dimana tidak terdapat tekanan osmotik dan aliran terjadi karena adanya beda tekanan. Nilai L p bernilai 500 L m -2 jam -1 untuk mikrofiltasi, 50-500 L m -2 jam -1 untuk membran ultrafiltrasi dan <50 L m -2 jam -1 untuk RO (Wenten 1999). Nilai permeabilitias membran yang digunakan dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan nilai permeabilitas membran yang digunakan Jesus et al. (2007) sebesar 3 L m -2 jam -1 bar -1. Hal ini disebabkan spesifikasi modul RO pada

33 penelitian ini dapat menahan garam NaCl sebesar 93%, sedangkan modul RO yang digunakan Jesus et al. (2007) mampu menahan garam sebesar 95 %. Kurva hubungan fluksi air dengan TMP berbentuk linear sama dengan pola yang diperoleh oleh Jesus et al. (2007) yang mengukur fluksi air pada kisaran TMP 20 40 Bar. Hubungan linear fluksi air TMP juga diperoleh Alvarez et al. (2002) pada membran RO skala laboratorium dengan maksimum TMP yang diterapkan 42 Bar, tetapi ketika menggunakan membran RO skala pilot dengan maksimum TMP mencapai 72 bar, hubungan fluksi air TMP berpola eksponensial. Hal ini terjadi karena adanya kompaktasi membran yang dirumuskan oleh Sourirajan dan Matsuura (1985) melalui korelasi eksponensial fluksi air dan TMP. Kompaktasi membran tidak atau belum terjadi pada membran RO dengan TMP yang relatif rendah (Alvarez et al. 2002). Nilai tahanan membran merupakan kebalikan dari nilai permeabilitas membran dan dilambangkan sebagai R m, dimana R m = 1/L p. Nilai tahanan membran RO yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 6.94 x 10 5 Bar s m -1 atau sebesar 0.19 Bar m 2 jam L -1. 4.1.3. Waktu Tunak Larutan Jus Penentuan waktu tunak larutan jus dilakukan dengan mengukur fluksi jus dalam beberapa waktu pada laju alir dan TMP tetap (v = 0.03, TMP = 8 Bar). yang diperoleh dengan resirkulasi permeat dan retentat relatif stabil selama 20 menit pengukuran (Gambar 14). sedikit meningkat pada menit ke-2 dari fluksi awal dan stabil hingga menit ke-4, kemudian menurun pada menit ke-5 hingga akhirnya relatif stabil pada menit ke-14 hingga menit ke-20. Secara umum fluktuasi fluksi tidak terlihat perbedaan yang nyata karena hanya berkisar sebesar ±0.04 L m -2 jam- 1. Berdasarkan nilai fluksi ini proses filtrasi dapat dikatakan mencapai kondisi tunak (steady state) mulai menit ke-14, tetapi rejeksi membran terhadap komponen jus belum diketahui konstan pada waktu fluksi konstan didapat.

34 3.00 2.50 2.00 (L m 2 jam 1 ) 1.50 1.00 0.50 0.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Waktu (menit) Gambar 14 jus selama proses filtrasi pada TMP 8 Bar dan laju alir 0.03 m s -1 (data pada Lampiran 6) Penentuan waktu tunak selanjutnya dilihat dari konsentrasi total padatan terlarut (TPT - o Brix) pada permeat dan rejeksi TPT. Pemekatan jus jeruk dengan RO diharapkan semua padatan dapat tertahan dan sebagian besar kandungan air keluar di permeat. Konsentrasi TPT pada permeat tetap sama dari awal filtrasi (Gambar 15). Rejeksi TPT selama 20 menit waktu filtrasi dengan resirkulasi permeat dan retentat juga tetap konstan dari menit pertama (Gambar 16). TPT ( o Brix) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Umpan Permeat 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Waktu (menit) Gambar 15 Konsentrasi TPT umpan dan permeat pada TMP 8 Bar dan laju alir 0.03 m s -1 (data pada Lampiran 7)

35 Rejeksi TPT (%) 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Waktu (menit) Gambar 16 Rejeksi TPT selama beberapa waktu filtrasi pada TMP 8 Bar dan laju alir 0.03 m s -1 (data pada Lampiran 7) Hal yang menarik adalah konsentrasi TPT pada umpan yang meningkat di menit ke-4 kemudian setelah itu stabil pada menit ke-6 dan seterusnya (Gambar 14). Hal ini dapat terjadi karena sebagian air terpisah digunakan untuk membasahi dinding membran kemudian secara difusi air melewati dinding membran. Peningkatan konsentrasi TPT pada umpan relatif kecil yaitu 0.2 o Brix, hal ini disebabkan kemungkinan adanya proses adsorpsi solut oleh dinding membran yang mengurangi kandungan TPT umpan. Berdasarkan nilai fluksi dan rejeksi TPT membran RO maka kondisi tunak diperkirakan setelah proses berjalan 14 menit dimana fluksi dan rejeksi stabil. Untuk itu, waktu tunak yang digunakan untuk pengambilan sampel pada penelitian selanjutnya setelah 15 menit. 4.1.4. Pengaruh TMP dan Laju Alir terhadap Pada TMP sebesar 4,6 dan 8 Bar dan variasi laju alir 0.01, 0.015, 0.02 dan 0.03 m s -1 menunjukkan peningkatan fluksi seiring dengan peningkatan TMP dan tidak diperoleh fluksi yang independent terhadap TMP (Gambar 17). Hal ini kemungkinan disebabkan penggunaan TMP yang relatif rendah pada penelitian ini.

36 (L m 2 jam 1 ) 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 v = 0.01 0,01 m m/dtk s 1 v = 0.015 0,015 m m/dtk s 1 v = 0.02 0,02 m m/dtk s 1 v = 0.03 m/dtkm s 1 0.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 TMP (bar) Gambar 17 Pengaruh TMP terhadap fluksi pada beberapa laju alir (data pada Lampiran 8) Pengaruh laju alir pada dilakukan pada 4 variasi laju alir dalam selang 0.01 0.03 m s -1 dan kombinasi TMP 4, 6 dan 8 Bar. Peningkatan laju alir pada setiap TMP akan meningkatkan fluksi (Gambar 18). Penggunaan TMP yang tinggi akan menaikkan nilai fluksi terhadap laju alir yang semakin besar. Tinjauan pengaruh laju alir terhadap kinerja filtrasi jus buah-buahan dengan RO belum banyak dipublikasikan. Alvarez et al. (1997) menggunakan filtrasi RO untuk pemekatan jus apel mendapatkan pola peningkatan fluksi terhadap laju alir dengan pola yang sama. 0.80 (L m 2 jam 1 ) 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 P = 4 P = 6 P = 8 0 0.01 0.02 0.03 0.04 Laju alir Gambar 18 Pengaruh laju alir terhadap fluksi pada variasi TMP (data pada Lampiran 8a)

37 Pengaruh kondisi operasi (TMP dan laju alir) diuji secara statistik dengan analisis varians (ANOVA) untuk melihat signifikasi antar perlakuan. Hasil analisis menghasilkan nilai probabilitas (Pr) kondisi operasi TMP, laju alir dan interaksi antara TMP dan laju alir lebih kecil dari 0.05 dengan nilai Pr berturutturut yaitu <0.0001, <0.0001 dan 0.0025 (Lampiran 8b). Hal ini menunjukkan pengaruh TMP, laju alir dan interaksinya berbeda nyata pada taraf nyata α = 0.05 atau selang kepercayaan 95%. Uji lanjut dengan uji Duncan menunjukkan TMP 4, 6 dan 8 Bar berbeda satu sama lain ditunjukkan dengan huruf yang berbeda, begitu juga laju alir menunjukkan perbedaan nilai fluksi antara laju alir 0.01, 0.015 dan 0.02 m s -1. Nilai fluksi tidak berbeda untuk laju alir 0.02 dan 0.03 m s -1 ditunjukkan oleh huruf yang sama pada kedua laju alir. Standar deviasi masingmasing perlakuan menunjukkan nilai yang sangat kecil yaitu antara 0.001 0.026. Berdasarkan analisis statistik diperoleh parameter operasi (TMP dan laju alir) serta interaksinya berpengaruh terhadap fluksi, dimana semakin besar TMP dan laju alir maka fluksi yang diperoleh semakin besar. Kondisi operasi terbaik terbaik yang menghasilkan fluksi tertinggi adalah TMP 8 Bar dan laju alir 0.03 m s -1 dengan nilai fluksi sebesar 0.73 L m -2 jam -1. 4.1.5. Pengaruh TMP dan Laju Alir terhadap Rejeksi Pengaruh TMP terhadap rejeksi total gula (Gambar 19) menunjukkan kenaikan rejeksi total gula dengan peningkatan TMP. Peningkatan rejeksi gula dengan meningkatnya TMP terjadi karena perpindahan pelarut dalam hal ini air meningkat dengan peningkatan TMP. Peningkatan TMP lebih mempengaruhi perpindahan pelarut dibandingkan dengan perpindahan solut. Menurut Alvarez et al. (2002) peningkatan kondisi operasi TMP akan meningkatkan rasio fluksi pelarut dan solut (N B /N A ). Rejeksi gula tertinggi sebesar 76.26 % diperoleh pada TMP 8 Bar dengan laju alir 0.03 m s -1, sedangkan rejeksi terendah dengan nilai 32.29 % didapat dari penerapan TMP 4 Bar pada laju alir 0.01 m s -1. Peningkatan perpindahan massa pelarut dibandingkan solut menyebabkan kandungan air lebih besar atau penurunan kandungan solut (dalam hal ini gula) pada sisi permeat. Hal ini dapat dilihat dari penurunan konsentrasi total gula pada permeat dengan peningkatan TMP (Gambar 20).

38 Rejeksi (%) 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 v = 0.01 m/sm s 1 v = 0.015 m/sm s 1 v = 0.02 m/sm s 1 v = 0.03 m/sm s 1 0 2 4 6 8 10 TMP (Bar) Gambar 19 Pengaruh TMP terhadap rejeksi total gula pada variasi laju alir (data pada Lampiran 9a) 60.00 50.00 40.00 v = 0.01 m/dtk m s 1 v = 0.015 m/dtkm s 1 v = 0.02 m/dtk m s 1 v = 0.03 m/dtkm s 1 Total gula (g L 1 ) 30.00 20.00 10.00 0.00 0 2 4 6 8 10 TMP (bar) Gambar 20 Pengaruh TMP terhadap konsentrasi total gula permeat (data pada Lampiran 9b) Penurunan konsentrasi total gula pada permeat dengan peningkatan TMP juga seiring dengan penurunan TPT pada permeat. TPT permeat hasil filtrasi RO berkisar antara 1.9 hingga 3.6 o Brix. Penurunan TPT pada filtrasi jus jeruk dengan RO juga didapat oleh Silva et al. (1998) dan Jesus et al. (2007). Pada TMP 20 60 Bar dan dengan bahan membran polisulfon (PS) diperoleh TPT sebesar 0.3

39 3.3 o Brix (Silva et al. 1998), sedangkan dengan membran berbahan PP/PS diperoleh TPT sebesar 0.28 1.37 o Brix (Jesus et al. 2007). Pengaruh laju alir pada filtrasi jus jeruk selanjutnya dilihat terhadap rejeksi total gula sebagai komponen utama yang diharapkan terpisah dari air melalui filtrasi RO. Rejeksi total gula meningkat dengan peningkatan laju alir pada variasi TMP (Gambar 21). 90.00 80.00 70.00 60.00 Rejeksi (%) 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 TMP = 4 Bar TMP = 6 Bar TMP = 8 Bar 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 Laju alir (L m 2 jam 1 ) Gambar 21 Pengaruh laju alir terhadap rejeksi total gula pada beberapa TMP (data pada Lampiran 9a) Berdasarkan nilai fluksi dan rejeksi maka didapatkan kondisi operasi TMP dan laju alir yang terbaik untuk pemekatan jus jeruk dengan menggunakan rangkaian RO dalam penelitian ini adalah TMP 8 Bar dan laju alir 0.03 m s -1 yang menghasilkan nilai fluksi dan rejeksi tertinggi yaitu sebesar 0.73 L m -2 jam -1 dan 76.26 %. Parameter operasi (TMP dan laju alir) berpengaruh terhadap fluksi dan rejeksi, dimana semakin besar TMP dan laju alir maka fluksi dan rejeksi yang diperoleh semakin besar. 4.1.6. Tingkat Pemekatan Jus Jeruk Tingkat pemekatan jus diukur pada proses secara sirkulasi selama 6 jam dengan resirkulasi retentat dan pengambilan permeat. Kondisi operasi yang digunakan adalah kondisi operasi terbaik pada tahapan penelitian sebelumnya

40 (filtrasi tanpa pemekatan) yang menghasilkan fluksi dan rejeksi tertinggi yaitu pada laju alir 0.03 m s -1 dan TMP 8 Bar. Konsentrasi umpan awal jus jeruk yang digunakan sebesar 6.7 o Brix. 1.40 1.20 1.00 (L m 2 jam 1 ) 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 y = 0.25ln(x) + 1.64 R² = 0.99 0 50 100 150 200 250 300 350 400 Waktu (menit) Gambar 22 selama pemekatan jus jeruk dengan pengambilan permeat pada TMP 8 Bar, laju alir 0.03 m s -1 dan konsentrasi umpan 6.7 o Brix (data pada Lampiran 11) menunjukkan penurunan selama proses filtrasi dengan pola parabola. Penurunan fluksi mulai tidak signifikan pada menit 300 atau setelah pemekatan berlangsung selama 5 jam. Hal ini menunjukkan proses pemekatan sudah tidak efektif. Proses pemekatan berhenti ketika tidak ada lagi air yang dapat dipisahkan atau ketika nilai fluksi sama dengan nol. Waktu hingga terhentinya filtrasi diprediksi dari persamaan hubungan fluksi terhadap waktu (Gambar 22).. Persamaan garis menunjukkan hubungan logaritma fluksi terhadap waktu dengan R 2 yang cukup baik yaitu sebesar 99%. Nilai fluksi berdasarkan persamaan akan bernilai nol setelah waktu pemekatan berlangsung selama 706 menit atau 11.77 jam (perhitungan pada Lampiran 11). Penurunan fluksi pada pemekatan jus jeruk dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi pada umpan (Gambar 23). Peningkatan konsentrasi pada sisi umpan menyebabkan peningkatan tekanan osmosis yang berpengaruh terhadap penurunan fluksi. Pengaruh peningkatan konsentrasi umpan terhadap fluksi dapat dilihat pada Gambar 24.

Konsentrasi ( o Brix) 14 12 10 8 6 4 2 y = 0.013x + 6.945 R² = 0.983 Umpan Permeat Linear (Umpan) 41 0 0 50 100 150 200 250 300 350 400 Waktu (menit) Gambar 23 Konsentrasi umpan dan permeat selama pemekatan jus dengan pemisahan permeat (data pada Lampiran 12) 1.20 1.00 0.80 (L m 2 jam 1 ) 0.60 0.40 0.20 0.00 6 7 8 9 10 11 12 Konsentrasi ( o Brix) Gambar 24 Pengaruh konsentrasi umpan terhadap fluksi selama pemekatan jus dengan pemisahan permeat (data pada Lampiran 13) Konsentrasi konsentrat jus yang didapat setelah 6 jam pemekatan sebesar 11.8 o Brix dari konsentrasi umpan awal sebesar 6.7 o Brix atau tingkat pemekatan sebesar 76.12 %. Tingkat pemekatan untuk waktu yang lebih lama dapat diprediksi dengan persamaan garis pada Gambar 23. Konsentrasi konsentrat yang didapat ketika fluksi mendekati nilai nol atau setelah pemekatan berlangsung 11.77 jam berdasarkan persamaan pada Gambar 23 yaitu sebesar 16.1 o Brix atau tingkat pemekatan sebesar 141 % (perhitungan pada Lampiran 12). Tingkat pemekatan ini cukup baik untuk pemekatan dengan TMP relatif rendah jika

42 dibandingkan dengan tingkat pemekatan RO umumnya yang menggunakan tekanan diatas 20 Bar sebesar 63 340 % (Jesus et al 2007; Silva et al. 1998; Alvarez et al 1997). Penggunaan membran RO dengan tekanan rendah dalam penelitian ini dapat dipertimbangkan sebagai proses pra pemekatan jus jeruk dari rangkaian pemekatan jus jeruk menggunakan RO. Aplikasi ini juga dapat digunakan dalam memproduksi minuman jus jeruk alami tanpa penambahan gula (natural citrus juice with no added sugar). 4.2. PEMODELAN REVERSE OSMOSIS JUS JERUK Model umum yang digunakan pada penelitian yaitu model Solution Diffusion teori film dan (persamaan 6) dan Model SD tahanan adsorbsi (persamaan 13) berturut-turut sebagai berikut: Jv = Lp(ΔP-Δπ) Jv = (ΔP-Δπ)/(R m + R ads ) Koefisien permeabilitas (Lp) dan tahanan internal membran (R m ) telah dihitung dan dibahas pada bab sebelumnya. Perbedaan tekanan osmosis didapat melalui perhitungan menggunakan model Gibbs yang dimodifikasi Alvarez et al. (1997). Tahanan adsorpsi (R ads ) dihitung melalui pengukuran tahanan membran setelah membran digunakan untuk filtrasi jus jeruk dikurangi tahanan internal membran mengikuti cara Rai et al. (2006) dalam menghitung tahanan seri ultrafiltasi jus jeruk mosambi (Citrus sinensis (L.) Osbeck). 4.2.1. Perhitungan Tekanan osmotik Tekanan osmotik merupakan salah satu parameter yang penting dalam proses filtrasi dengan RO dan membedakan proses RO dengan filtrasi membran yang digerakkan berdasarkan TMP pada umumnya. Tekanan osmotik diberikan oleh komponen terlarut sebagai gaya tolak pembalikan proses osmosis pada membran semipermeabel terhadap air. Menurut Cheryan (1998) dan Gostoli et al. (1995) diacu dalam Jesus et al. (2007) tekanan osmotik sangat dipengaruhi oleh kosentrasi jus umpan, semakin tinggi konsentrasi umpan maka tekanan osmosis dalam proses RO semakin besar.

Tekanan osmotik dalam penelitian diukur sebagai perbedaan tekanan osmosis pada permukaan membran di sisi umpan dan tekanan osmosis pada sisi permeat (Persamaan 7). Tekanan osmosis baik pada permukaan membran di sisi umpan maupun pada sisi permeat mengikuti persamaan (5) sebagai berikut (Alvarez et al. 2002):,, ln 43 Tekanan osmotik pada jus jeruk ditentukan oleh komponen mayor dengan konsentrasi yang tinggi dalam jus jeruk yaitu komponen gula dan asam organik. Asam organik yang terdapat pada jus jeruk adalah asam sitrat sehingga komponen asam malat pada persamaan (5) sebagai komponen asam organik yang berkontribusi terhadap tekanan osmotik jus apel diganti dengan asam sitrat untuk mendapatkan tekanan osmotik jus jeruk. Tekanan osmotik pada penelitian dihitung dengan persamaan (5) selanjutnya ditulis sebagai:,, ln (21) dimana C c dan M c adalah konsentrasi asam sitrat dan berat molekul asam sitrat. Konsentrasi glukosa ditetapkan berdasarkan asumsi prosentase glukosa dalam jus jeruk (ACT 2008) sebesar 52% dari total gula pereduksi. Kosentrasi sukrosa, glukosa dan asam sitrat pada permukaan membran diukur dengan persamaan (12), tetapi pada penelitian ini nilai C p masih cukup besar dan tidak dapat diabaikan (rejeksi NaCl 93%), sehingga persamaan (12) ditulis kembali sebagai: exp (22) Nilai koefisien transfer massa komponen ke-i (k i ) pada model difusi larutan yang dikembangkan Alvarez et al. (2002) diprediksi dari persamaan (14) yang merupakan hubungan bilangan tak berdimensi untuk modul spiral wound. Sifat larutan umpan yang termasuk ke dalam fluida non-newtonian dan bersifat dilatan

menunjukkan persamaan bilangan Reynold (Re) dan Schmidt (Sc) mengikuti persamaan (15) dan persamaan (16) untuk fluida non-newtonian dengan aliran laminar (Cheryan 1998). Penurunan persamaan (14) dengan memasukkan nilai Re dan Sc dari persamaan (15) dan (16) (Lampiran 14) menghasilkan nilai k i sebagai berikut: 0.238........ (23) Nilai K dan n diperoleh dari plot garis persamaan hubungan ln laju geser dengan viskositas (Lampiran 4). Nilai K dan n yang didapat dari perhitungan yaitu masing-masing bernilai 0.003 dan 1.47. Nilai k i dari persamaan (23) berlaku untuk modul RO berbentuk spiral wound dengan bilangan Reynold (Re) 100-1000. Bilangan Reynold yang dihitung mengikuti persamaan (22) menghasilkan nilai 138.51 232.13 untuk laju alir 0.01 m s -1 hingga 0.03 ms -1 (Lampiran 15). Hal ini menunjukkan nilai k i yang didapat dari persamaan (21) dapat digunakan untuk larutan umpan dan modul membran yang digunakan dalam penelitian karena bilangan Reynold yang sesuai (diantara 100 1000). Diameter hidraulik ekivalen pada modul spiral wound yang digunakan merupakan nilai yang tidak diketahui dan dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: Laju alir untuk modul hollow fiber/turbular (Cheryan 1998): (24) 4 dimana: Q = debit (m 3 s -1 ) n = jumlah fiber/tube 44 Laju alir untuk modul spiral wound (Cheryan 1998): (25) dimana: a = lebar membran b = lebar feed spacer

Persamaan (24) dan (25) digabungkan menghasilkan persamaan (26) untuk nilai diameter hidaraulik ekivalen untuk modul spiral wound sebagai berikut: 2. (26) Koefisien difusivitas komponen i pada lapisan batas (D i ) dihitung dengan persamaan (17) dimana nilai D oi untuk glukosa dan sukrosa didapat dari literatur sebesar masing-masing 6.9 x 10-10 m 2 s -1 dan 5.24 x 10-10 m 2 s -1 (Weast & Astle 1981 diacu dalam Alvarez et al. 2002). Persamaan (17) juga digunakan untuk menghitung nilai D i asam sitrat dengan nilai D oi mengikuti persamaan (18) (Lampiran 16). Viskositas pelarut umpan yang merupakan fluida non-newtonian dan bersifat dilatan dihitung dengan persamaan (27) berikut dimana viskositas dihitung berdasarkan nilai n dan K (Cheryan 1998) (perhitungan pada Lampiran 16): (27) 45 Molar volume asam asetat dengan rumus molekul C 6 H 8 O 7 dihitung berdasarkan molar volume atom dari unsur C, H dan kontribusi volume O pada asam masing-masing sebesar 0.0148, 0.0037 dan 0.012 m 3 /mol (Choy & Reibel 1999). Nilai D i untuk komponen glukosa, sukrosa dan asam sitrat yang dihitung berdasarkan persamaan (17) dapat dilihat pada Tabel 11 sebagai berikut (contoh perhitungan pada Lampiran 17): Tabel 11 Nilai D i komponen glukosa, sukrosa dan asam sitrat dalam jus jeruk Komponen Glukosa (m 2 s -1 ) Sukrosa (m 2 s -1 ) Asam sitrat (m 2 s -1 ) TMP v (m s -1 ) (Bar) 0.01 0.015 0.02 0.03 4 6.33 x 10-10 6.28 x 10-10 6.34 x 10-10 6.29 x 10-10 6 6.36 x 10-10 6.27 x 10-10 6.34 x 10-10 6.31 x 10-10 8 6.27 x 10-10 6.27 x 10-10 6.32 x 10-10 6.29 x 10-10 4 4.81 x 10-10 4.77 x 10-10 4.81 x 10-10 4.77 x 10-10 6 4.83 x 10-10 4.77 x 10-10 4.81 x 10-10 4.79 x 10-10 8 4.77 x 10-10 4.76 x 10-10 4.80 x 10-10 4.77 x 10-10 4 8.84 x 10-11 7.24 x 10-11 6.39 x 10-11 5.24 x 10-11 6 8.88 x 10-11 7.25 x 10-11 6.39 x 10-11 5.26 x 10-11 8 8.77 x 10-11 7.23 x 10-11 6.37 x 10-11 5.24 x 10-11

Setelah koefisien difusivitas diperoleh, selanjutnya nilai ini dimasukkan ke dalam persamaan (21) untuk mendapatkan nilai koefisien perpindahan massa (k i ). Nilai k i untuk masing-masing komponen diperoleh untuk beberapa laju alir dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut (contoh perhitungan pada Lampiran 18): Tabel 12 Nilai k i komponen glukosa, sukrosa dan asam sitrat TMP v (m s -1 ) Komponen (Bar) 0.01 0.015 0.02 0.03 4 1.71 x 10-6 2.40 x 10-6 3.14 x 10-6 4.41 x 10-6 Glukosa (m s -1 6 1.73 x 10 ) -6 2.41 x 10-6 3.14 x 10-6 4.45 x 10-6 8 1.69 x 10-6 2.39 x 10-6 3.13 x 10-6 4.41 x 10-6 Sukrosa (m s -1 ) Asam sitrat (m s -1 ) 4 1.39 x 10-6 1.95 x 10-6 2.56 x 10-6 3.59 x 10-6 6 1.40 x 10-6 1.96 x 10-6 2.56 x 10-6 3.62 x 10-6 8 1.37 x 10-6 1.95 x 10-6 2.54 x 10-6 3.59 x 10-6 4 1.43 x 10-6 1.97 x 10-6 2.62 x 10-6 3.63 x 10-6 6 1.45 x 10-6 1.98 x 10-6 2.62 x 10-6 3.68 x 10-6 8 1.39 x 10-6 1.96 x 10-6 2.60 x 10-6 3.63 x 10-6 46 Nilai k i selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan (20) untuk mendapatkan konsentrasi masing-masing komponen pada permukaan membran (Lampiran 19). Konsentrasi masing-masing komponen pada permukaan membran selanjutnya digunakan untuk menghitung tekanan osmosis pada sisi umpan. Tekanan osmotik pada sisi umpan dan permeat dapat dilihat pada Tabel 13. Perbedaan tekanan osmosis dihitung melalui persamaan (7) dapat dilihat pada Tabel 14 (contoh perhitungan pada Lampiran 20). Tabel 13 Tekanan osmosis pada sisi umpan dan permeat pada variasi laju alir dan TMP Umpan (g/l) Permeat (g/l) v (m.dt-1) 0.01 0.015 0.02 0.03 0.01 0.015 0.02 0.03 4 6.00 6.00 6.53 6.84 3.78 3.37 3.66 3.77 TMP 6 5.84 6.23 5.77 7.04 2.92 2.86 1.82 2.59 8 6.74 6.74 6.35 7.72 1.79 1.68 1.28 1.56 Tabel 14 Perbedaan tekanan osmosis pada variasi laju alir dan TMP v (m.dt-1) 0.01 0.015 0.02 0.03 4 2.22 2.64 2.87 3.07 TMP 6 2.93 3.37 3.95 4.45 8 4.94 5.06 5.07 6.16

47 Tekanan osmotik pada sisi umpan berdasarkan Tabel 15 berkisar antara 5.77 7.72 Bar. Secara teori perpindahan massa pada filtrasi RO tidak akan terjadi jika TMP yang diberikan lebih kecil dari tekanan osmotik pelarut, dalam hal pada kondisi operasi TMP 4 dan 6 Bar. Pada penelitian ini perpindahan massa dengan kondisi operasi TMP 4 dan 6 Bar diperoleh setelah sebelumnya kondisi operasi diatur pada TMP 8 Bar yang telah melewati tekanan osmotik jus, selanjutnya secara perlahan valve pada retentat diatur hingga mencapai kondisi operasi TMP yang diinginkan. Proses perpindahan massa dapat terjadi karena pada sisi permeat telah terdapat larutan jus yang mempercepat proses difusi larutan. Perbedaan tekanan osmosis semakin kecil dengan peningkatan konsentrasi solut pada sisi permeat. Konsentrasi solut pada sisi permeat, dalam hal ini kandungan gula dan asam sitrat sebagai komponen mayor dalam jus dipengaruhi oleh kondisi operasi TMP yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. 4.2.2. Model Perpindahan Massa a. Model SD Teori Film Tekanan osmosis yang telah didapat selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan (6) untuk mendapatkan fluksi hasil perhitungan. hasil perhitungan dengan model difusi larutan dapat dilhat pada Tabel 15. Perbandingan nilai fluksi hasil percobaaan dengan fluksi hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26 (data dan contoh perhitungan pada Lampiran 21). Tabel 15 hasil perhitungan dengan model SD teori film v (m s -1 ) 0.01 0.015 0.02 0.03 4 2.46 x 10-6 1.85 x 10-6 1.51 x 10-6 1.23 x 10-6 TMP 6 4.26 x 10 (Bar) -6 3.62 x 10-6 2.78 x 10-6 2.07 x 10-6 8 4.18 x 10-6 4.01 x 10-6 3.99 x 10-6 2.43 x 10-6

48 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) (a) v = 0.01 m s -1 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) (b) v = 0.015 m s -1 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) (c) v = 0.02 m s -1 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) (d) v = 0.03 m s -1 Gambar 25 hasil percobaan (titik) dan hasil prediksi (garis) model SD teori film pada variasi laju alir (data pada Lampiran 21)

49 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 Laju alir (a) TMP = 4 Bar 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 Laju alir (b) TMP = 6 Bar 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 Laju alir (c) TMP = 8 Bar Gambar 26 hasil percobaan (titik) dan hasil prediksi (garis) model SD teori film pada variasi TMP (data pada Lampiran 21) Gambar 25 dan 26 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara nilai fluksi percobaan dengan nilai fluksi perhitungan. hasil percobaan lebih kecil satu orde dibandingkan dengan fluksi perhitungan, tetapi keduanya menunjukkkan pola yang sama. Nilai fluksi percobaan yang lebih kecil dibandingkan nilai prediksi dapat disebabkan faktor lain seperti jenis membran. Model yang digunakan merupakan model yang telah terbukti sesuai pada RO dengan tekanan tinggi (diatas 20 bar), sedangkan membran yang digunakan merupakan jenis membran RO dengan tekanan rendah (Low Pressure Reverse Osmosis).

50 b. Model SD Tahanan Adsorpsi Model SD - tahanan adsorpsi mengikuti persamaan (13) yang digunakan Williams (1989) di dalam Williams (2003) dalam memprediksi pemisahan larutan organik. Williams (1989) di dalam Williams (2003) menggunakan membran RO dengan tekanan rendah untuk proses separasi dan purifikasi cairan limbah. Model ini dikembangkan juga berdasarkan model SD dengan memasukkan nilai tahanan adsorpsi untuk menjelaskan nilai fluksi yang kecil (flux drop) pada proses pemisahan larutan organik. Perhitungan nilai tahanan adsorpsi mengikuti cara Rai et al. (2006) dalam menghitung tahanan seri ultrafiltrasi jus mosambi (Citrus sinensis (L.) Osbeck). Nilai tahanan adsorpsi merupakan nilai tahanan membran setelah filtrasi (R m ) dikurangi nilai tahanan membran internal (R m ) yang diukur dengan menggunakan air murni. Nilai tahanan setelah filtrasi (R m) didapat dari pengukuran fluksi air murni pada beberapa TMP setelah membran digunakan untuk filtrasi jus dalam selang waktu tertentu. Membran yang telah digunakan untuk filtrasi jus selanjutnya dibilas dengan air beberapa kali melalui sirkulasi tanpa perlakuan TMP untuk membersihkan sisa jus pada permukaan membran. air selanjutnya diukur pada beberapa TMP dan dihitung tahanan membran setelah filtrasi (R m ) melalui plot garis TMP vs fluksi air (Gambar 27). Nilai kemiringan garis yang didapat merupakan nilai R m. Nilai tahanan adsorpsi (Rads) didapat dari persamaan sebagai berikut: R ads = R m R m (28)

51 5 TMP (Bar) 4 3 2 y = 9.07E+06x 5.50E 01 R² = 0.995 1 0 0.00E+00 1.00E 07 2.00E 07 3.00E 07 4.00E 07 5.00E 07 6.00E 07 Gambar 27 Plot garis tahanan membran setelah filtrasi (R m ) (data pada Lampiran 22) Kemiringan garis pada Gambar 27 menunjukkan nilai R m sebesar 9.07 x 10 6 Bar s m -1. Nilai tahanan adsorpsi yang didapat yaitu sebesar 8.38 x 10 6 Bar s m -1. Besarnya tahanan adsorpsi menunjukkan adanya interaksi antara larutan dengan bahan membran yang digunakan, dalam hal ini sebagian solut pada larutan umpan diadsorpsi oleh permukaan membran dan selebihnya melewati dinding membran melalui proses difusi. Tahanan adsorpsi selanjutnya dimasukkan ke persamaan (13) untuk mendapatkan prediksi fluksi (Tabel 16). Perbandingan fluksi percobaan dan fluksi hasil perhitungan pada variasi laju alir dapat dilihat pada Gambar 28 dan pada variasi TMP dapat dilihat pada Gambar 29. Tabel 16 hasil perhitungan dengan model SD - tahanan adsorpsi v (m s -1 ) 0.01 0.015 0.02 0.03 4 1.88 x 10-7 1.42 x 10-7 1.16 x 10-7 9.43 x 10-8 TMP 6 3.26 x 10 (Bar) -7 2.77 x 10-7 2.13 x 10-7 1.58 x 10-7 8 3.20 x 10-7 3.07 x 10-7 3.05 x 10-7 1.86 x 10-7

52 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) (a) v = 0.01 m s -1 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) (b) v = 0.015 m s -1 1.10E 06 1.10E 07 1.10E 08 1.10E 09 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) (c) v = 0.02 m s -1 1.10E 06 1.10E 07 1.10E 08 1.10E 09 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) (d) v = 0.03 m s -1 Gambar 28 hasil percobaan (titik) dan hasil prediksi (garis) model SD tahanan adsorpsi pada variasi laju alir

53 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 Laju alir (a) TMP = 4 Bar 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 Laju alir (b) TMP = 6 Bar 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 1.00E 09 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 Laju alir (c) TMP = 8 Bar Gambar 29 hasil percobaan (titik) dan hasil prediksi (garis) model SD tahanan adsorpsi pada variasi TMP Prediksi nilai fluksi pada variasi laju alir (Gambar 28) dengan model SD tahanan adsorpsi menunjukkan kedekatan nilai yang semakin baik dibandingkan nilai percobaan dengan peningkatan laju alir. Perbandingan kedua model pada laju alir 0.03 m s -1 dapat dilihat pada Gambar 30. Hal ini menunjukkan perpindahan massa dipengaruhi proses adsorpsi pada dinding membran, dimana peningkatan laju alir akan menaikkan fluksi. Semakin besar laju alir, semakin kecil kontak

larutan dengan dinding membran sehingga adsorpsi solut oleh dinding membran semakin kecil. 54 1.00E 03 1.00E 04 1.00E 05 1.00E 06 1.00E 07 1.00E 08 Jv SD TF Jv SD R ads Jv perc 3 4 5 6 7 8 9 TMP (Bar) Gambar 30 Perbandingan nilai fluksi percobaan dan fluksi perhitungan dengan kedua model (laju alir 0.03 m s -1 ) Pengaruh TMP pada fluksi yang diprediksi dengan model SD tahanan adsorpsi (Gambar 28) menunjukkan kedekatan nilai dibanding fluksi percobaan pada TMP yang lebih tinggi (8 Bar). Hal ini menunjukkan adsorpsi pada dinding membran akan semakin meningkat dengan peningkatan TMP. TMP yang tinggi menyebabkan larutan umpan didorong melalui dinding membran lebih kuat sehingga kemungkinan adsorpsi solut pada dinding membran lebih besar. Pola garis antara nilai fluksi perhitungan dan percobaan berdasarkan Gambar 28 dan 29 menunjukkan kemiripan pola pada peningkatan TMP dibandingkan pada peningkatan laju alir. Gambar 28 menunjukkan pola peningkatan fluksi yang sama antara nilai percobaan dan hasil prediksi dengan kenaikan TMP, sedangkan pada Gambar 29 terlihat perbedaan pola antara fluksi hasil percobaan dan perhitungan. Hal ini menunjukkan perpindahan massa lebih dipengaruhi oleh kondisi operasi TMP dibandingkan dengan laju alir. Berdasarkan kedekatan nilai fluksi antara nilai perhitungan dan fluksi percobaan menunjukkan bahwa model SD tahanan adsorpsi mampu memprediksi fluksi lebih baik dibandingkan model SD teori film. Nilai fluksi hasil percobaan yang kecil dapat dijelaskan dengan model tahanan adsorpsi. Tahanan adsorpsi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tahanan membran yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya nilai fluksi (flux drop)

55 pada pemekatan jus jeruk dengan membran RO yang digunakan. Menurut Goose et al. (2004) tahanan adsorpsi menunjukkan adanya lapisan adsorpsi solut pada permukaan membran yang bersifat reversible yang merupakan penyebab utama penurunan fluksi selama filtrasi membran. 4.2.3. Neraca Massa Proses Pemisahan Jus Jeruk Neraca massa digunakan untuk melihat kesetimbangan massa pada proses pemisahan dengan membran, dimana total massa yang masuk (umpan) harus sama dengan total massa yang keluar (permeat dan retentat). Ketidakseimbangan neraca massa menunjukkan adanya loss (kehilangan) pada pemisahan membran. Nilai kehilangan massa dapat menunjukkan adanya adsorpsi pada dinding membran. Neraca massa total gula dapat per satuan waktu (detik) dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Neraca massa total gula pada pemisahan jus jeruk laju alir (m s -1 ) 0.01 0.015 0.02 0.03 TMP (Bar) Massa (g s -1 ) Masuk Keluar Umpan Permeat Retentat adsorpsi total % adsorpsi 4 0.95134 0.00162 0.94967 0.00005 0.95134 0.01 6 0.90015 0.00179 0.89818 0.00018 0.90015 0.02 8 0.80868 0.00232 0.80413 0.00222 0.80868 0.28 4 1.22029 0.00141 1.21886 0.00003 1.22029 0.002 6 1.22260 0.00195 1.22046 0.00019 1.22260 0.02 8 1.21795 0.00243 1.21315 0.00237 1.21795 0.19 4 1.79455 0.00180 1.79273 0.00002 1.79455 0.001 6 1.52879 0.00146 1.52715 0.00018 1.52879 0.01 8 1.50380 0.00197 1.50000 0.00184 1.50380 0.12 4 2.58548 0.00176 2.58368 0.00003 2.58548 0.001 6 2.60038 0.00222 2.59799 0.00017 2.60038 0.01 8 2.62708 0.00239 2.62215 0.00254 2.62708 0.10 Tabel 17 menunjukkan nilai ketidakseimbangan antara massa masuk (umpan) dan massa keluar (permeat dan retentat), dimana nilai massa masuk lebih besar dari massa keluar, sehingga terjadi loss (kehilangan) massa pada system yang disebabkan adanya adsorpsi pada dinding membran. Besar adsorpsi dari Tabel 17 menunjukkan peningkatan nilai yang signifikan dengan kenaikan TMP. Pengaruh laju alir tidak signifikan pada TMP rendah, tetapi pada TMP 8 Bar dari

56 Tabel 17 terlihat dengan kenaikan laju alir terjadi penurunan nilai adsorpsi. Hal ini dapat disebabkan pada TMP tinggi, waktu kontak larutan umpan dengan dinding membran semakin singkat dengan meningkatnya laju alir sehingga komponen solut lebih sedikit teradsorpsi pada dinding membran.