BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik ibu dan neonatus Pengambilan samel dilakukan ada bulan Maret 2009 samai Aril 2010, didaatkan jumlah keseluruhan neonatus yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 48 bayi, 6 orang tua/wali bayi menolak mengikuti enelitian dan 6 bayi dro out karena tidak melakukan emeriksaan OAE dan BERA kedua. Neonatus aterm dengan bilirubin total > 5 mg/dl Maret 2009- Aril 2010 48 neonatus 6 orang tua/wali bayi menolak mengikuti enelitian 6 bayi dro out Kelomok Kontrol (Bilirubin indirek < 12 mg/dl) 18 neonatus Kelomok Kasus (Bilirubin indirek > 12 mg/dl) 18 neonatus Gambar 4: Jumlah subyek ada kelomok enelitian Total subyek enelitian adalah 36 neonatus yang memenuhi kriteria sebagai subyek enelitian dengan kadar bilirubin total > 5 mg/dl, terdiri atas 18 neonatus dengan kadar bilirubin indirek < 12 mg/dl sebagai kelomok kontrol 55
dan 18 neonatus dengan kadar bilirubin indirek > 12 mg/dl ada eriode yang sama sebagai kelomok kasus. Karakteristik neonatus ditamilkan ada tabel 3. Tabel 3. Karakteristik neonatus ada kelomok kasus dan kontrol Kelomok kadar bilirubin indirek Karakteristik neonatus Kelomok kasus Kelomok kontrol (> 12 mg/dl) (< 12 mg/dl) n = 18 n = 18 Berat lahir (gram) 3080,6 ± 509,94 3036,1 + 514,44 0,6* Jenis kelamin bayi Laki-laki 14 (77,7%) 5 (27,7%) Peremuan 4 (22,3%) 13 (72,3%) 0,003 Usia saat emeriksaan ertama (hari) 7,6 ± 5,96 4,1 + 1,21 0,09* Usia saat emeriksaan kedua (hari) 103,6 ± 13,33 101,9 + 11,32 0,7 Cara lahir Sontan 7 (38,8%) 4 (22,2%) Sectio caesaria 9 (50%) 12 (66,5%) Ekstraksi vakum 2 (11,2%) 2 (11,2%) 0,9 * Uji Mann-Whitney Uji Chi-Square Uji t-tidak berasangan Uji Kolmogorov- Smirnov Tabel 3 menunjukkan rerata berat badan lahir ada kelomok kasus adalah lebih berat dibanding ada kelomok kontrol, akan tetai secara statistik erbedaan tersebut tidak bermakna (=0,6) antara kelomok kasus dan kelomok kontrol. Berdasarkan jenis kelamin bayi, ada kelomok kasus lebih banyak bayi berjenis kelamin laki-laki, sebaliknya ada kelomok kontrol lebih banyak berjenis kelamin eremuan. Hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah bermakna (=0,003). Umur subyek enelitian ada saat emeriksaan endengaran ertama kelomok kasus adalah lebih tua dibanding kelomok kontrol, akan tetai secara statistik erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=0,09). Hal yang sama juga tamak ada umur subyek enelitian ada saat emeriksan endengaran kedua. 56
Hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=0,7). Cara lahir sebagian besar subyek enelitian ada kelomok kasus dan kontrol lahir secara sectio secaria, selanjutnya adalah lahir sontan dan aling sedikit adalah lahir dengan ekstraksi vakum. Namun hasil uji statistik menunjukkan erbedaan distribusi cara lahir antara kedua kelomok enelitian adalah tidak bermakna (=0,9). Rerata bilirubin indirek ada kelomok kasus adalah 14,97 ± 3,81 mg/dl dengan kadar bilirubin indirek terendah 12,15 mg/dl dan nilai tertinggi 27,87 mg/dl sedangkan ada kelomok kontrol adalah 9,06 ±1,62 mg/dl dengan kadar bilirubin indirek terendah 4,89 mg/dl dan nilai tertinggi 11,41 mg/dl.. tabel 4. Karakteristik ibu ada kelomok kasus dan kontrol ditamilkan ada Tabel 4. Karakteristik ibu ada kelomok kasus dan kontrol Kelomok kadar bilirubin indirek Karakteristik ibu Kelomok kasus Kelomok kontrol (> 12 mg/dl) (< 12 mg/dl) P n = 18 n = 18 Umur ibu (tahun) 30,9 ± 6,34 28,22 + 5,64 0,2* Pendidikan ibu; n (%) Tamat SD 3 (16,7%) 1 (5,6%) Tamat SMP 4 (22,2%) 4 (22,2%) Tamat SMU 6 (33,4%) 9 (50%) Tamat PT 5 (27,7%) 4 (22,2%) 1,0 Pekerjaan ibu; n (%) Tidak bekerja 12 (66,5%) 14 (77,7%) Guru 2 (11,2%) 0 (0%) Buruh tani 1 (5,6%) 0 (0%) Pedagang 0 (0%) 1 (5,6%) Swasta 3 (16,7%) 3 (16,7%) 1,0 SB= simang baku * Uji Mann-Whitney Uji Kolmogorov-Smirnov 57
Tabel 4 menunjukkan usia ibu ada kelomok kasus adalah lebih tua dibanding ibu ada kelomok kontrol, akan tetai secara statistik erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=0,2). Pendidikan ibu ada kedua kelomok enelitian sebagian besar adalah tamat SMU, sedangkan yang aling sedikit adalah tamat SD, namun hasil uji statistik menunjukkan tidak ada erbedaan yang bermakna ada distribusi tingkat endidikan ibu ada kedua kelomok enelitian. Jenis ekerjaan ibu ada kedua kelomok enelitian menunjukkan sebagian besar ibu adalah tidak bekerja, sedangkan jenis ekerjaan yang terbanyak adalah sebagai swasta. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada erbedaan yang bermakna antara jenis ekerjaan ibu ada kedua kelomok enelitian (=1,0). 5.2. Hasil emeriksaan endengaran Hasil emeriksaan OAE awal dan OAE kedua serta BERA awal dan BERA kedua tidak menunjukkan erbedaan yang bermakna secara statistik ada kedua kelomok enelitian. (tabel 5) 58
Tabel 5 Hasil emeriksaan gangguan endengaran Hasil emeriksaan gangguan endengaran Kelomok kadar bilirubin indirek Kelomok kasus Kelomok kontrol (> 12 mg/dl) (< 12 mg/dl) n = 18 n = 18 Hasil emeriksaan OAE awal 1,0 Refer 1 (5,6%) 1 (5,6%) Pass 17 (94,4%) 17 (94,4%) Hasil emeriksaan OAE kedua 0,5 Refer 0 (0%) 2 (11,2%) Pass 18 (100%) 16 (88,8%) Hasil emeriksaan BERA awal 0,4 Gangguan endengaran (+) 6 (33,3%) 3 (16,7%) Gangguan endengaran (-) 12 (66,7%) 15 (83,3%) Hasil emeriksaan BERA kedua 1,0 Gangguan endengaran (+) 1 (5,6%) 2 (11,1%) Gangguan endengaran (-) 17 (94,4%) 16 (88,9%) Uji Fisher-exact Tabel 5 menunjukkan berdasarkan emeriksaan OAE awal ada kelomok kasus dan kontrol dijumai masing-masing 1 neonatus dengan hasil OAE refer (ada kelainan), sedangkan hasil ass (tidak ada kelainan) ada kelomok kasus dan kontrol masing-masing 17 neonatus. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada erbedaan bermakna ada distribusi hasil emeriksaan OAE antara kedua kelomok (=1,0). Hasil emeriksaan OAE kedua menunjukkan ada kelomok kasus tidak dijumai hasil refer dan seluruhnya (18 neonatus) adalah ass, sedangkan ada kelomok kontrol dijumai 2 neonatus dengan hasil refer dan 16 neonatus dengan hasil ass. Hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=0,5). Pemeriksaan BERA ada saat awal ada kelomok kasus lebih banyak yang didiagnosis menderita gangguan endengaran dibanding ada kelomok kontrol. Namun hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=0,4). Pada emeriksaan BERA kedua jumlah neonatus yang 59
menderita gangguan endengaran justru lebih banyak ada kelomok kontrol dibanding kelomok kasus, namun hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=1,0). Kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA saat awal dan kedua ada kelomok kasus dan kontrol ditamilkan ada tabel 6. Tabel 6. kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA saat awal dan kedua Hasil emeriksaan BERA awal Kelomok Kasus Hasil emeriksaan BERA kedua Gangguan Gangguan Pendengaran Pendengaran (+) (-) Gangguan endengaran (+) 0 (0,0%) 6 (100%) 0,1 Gangguan endengaran (-) 1 (8,3%) 11 (91,7%) Kelomok kontrol Uji Mc Nemar Gangguan endengaran (+) 0 (0,0%) 3 (100%) Gangguan endengaran (-) 2 (13,3%) 13 (86,7%) 5.3.Hubungan antara kadar hierbilirubinemia indirek dengan kejadian gangguan endengaran Kejadian gangguan endengaran ada emeriksaan BERA awal sebanyak 9 kasus (25%) dan kejadian gangguan endengaran ada emeriksaan BERA kedua sebanyak 3 kasus (8,3%). Kadar bilirubin indirek subyek enelitian berdasarkan hasil emeriksaan BERA awal dan kedua ditamilkan ada tabel 7. 60
Tabel 7. Kadar bilirubin indirek (mg/dl) berdasarkan hasil emeriksaan BERA awal dan kedua Hasil emeriksaan Rerata (mg/dl) Pemeriksaan BERA awal Gangguan endengaran (+) 14,18 + 6,289 Gangguan endengaran (-) 11,29 + 2,995 0,2 Pemeriksaan BERA kedua Gangguan endengaran (+) 12,33 + 5,506 Gangguan endengaran (-) 11,99 + 4,127 0,9 Uji Mann- Whitney Tabel 7 menunjukkan kadar bilirubin indirek ada subyek enelitian dengan gangguan endengaran berdasarkan hasil emeriksaan BERA awal mauun BERA kedua adalah lebih tinggi dibanding subyek enelitian tana gangguan endengaran. Hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah tidak bermakna. Hubungan antara adanya aaran bilirubin indirek dengan kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA awal ditamilkan ada tabel 8. Tabel 8. Hubungan antara adanya aaran hierbilirubin indirek dengan kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA awal Hasil emeriksaan BERA awal RR (95% Interval Kelomok Gangguan Gangguan keercayaan) endengaran (+) endengaran (-) Kasus 6 (33,3%) 12 (66,7%) 2 (0,6 s/d 6,8) 0,4 Kontrol 3 (16,7%) 15 (83,3%) Uji Fisher-Exact Tabel 8 menunjukkan ada saat emeriksaan BERA awal kejadian gangguan endengaran lebih banyak dijumai ada kelomok kasus, sedangkan 61
kejadian tidak ada gangguan endengaran lebih banyak ada kelomok kontrol, namun hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=0,4). Nilai risiko relatif (RR) adalah 2 namun menimbang rentang interval keercayaan yang masih melingkui angka 1 dan nilai yang tidak bermakna maka adanya aaran hierbilirubinemia indirek tidak disimulkan sebagai faktor risiko adanya gangguan endengaran. Hubungan antara aaran bilirubin indirek dengan kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA kedua ditamilkan ada tabel 9. Tabel 9. Hubungan antara adanya aaran hierbilirubin indirek dengan kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA kedua Hasil emeriksaan BERA kedua RR (95% Interval Kelomok Gangguan Gangguan keercayaan) endengaran (+) endengaran (-) Kasus 1 (5,6%) 17 (94,4%) 0,5(0,05 s/d 5,03) 1,0 Kontrol 2 (11,1%) 16 (88,9%) Uji Fisher-Exact Tabel 9 menunjukkan ada saat emeriksaan BERA kedua kejadian gangguan endengaran lebih banyak dijumai ada kelomok kontrol, sebaliknya kejadian tidak ada gangguan endengaran lebih banyak ada kelomok kasus. Hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=1,0). Nilai risiko relatif (RR) adalah 0,5. Namun menimbang rentang interval keercayaan yang masih melingkui angka 1 dan nilai yang tidak bermakna maka adanya aaran hierbilirubinemia indirek tidak disimulkan sebagai faktor rotektif adanya gangguan endengaran. 62
5.4. Faktor-faktor yang turut berengaruh terhada kejadian gangguan endengaran Distribusi faktor-faktor yang turut berengaruh terhada kejadian endengaran ada kelomok kasus dan kontrol ditamilkan ada tabel 10. Tabel 10. Distribusi faktor-faktor yang turut berengaruh terhada kejadian gangguan endengaran ada kelomok kasus dan kontrol Kelomok kadar bilirubin indirek Kasus (n=18) Kontrol (n=18) Mendaat obat yang bersifat ototoksik Ya 5 (27,7%) 4 (22,3%) Tidak 13 (72,3%) 14 (77,7%) 1,0 Terai fototerai Tidak 1 (5,6%) 15 (83,3%) Ya 17 (94,4%) 3 (16,7%) <0,001 Terai tranfusi tukar Tidak 17 (94,4%) 18 (100%) Ya 1 (5,6%) 0 (0,0%) 1,0 Uji Fisher-Exact Tabel 10 menunjukkan jumlah subyek enelitian yang tidak mendaat obat ototoksik adalah lebih banyak dibandingkan dengan yang mendaat obat ototoksik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada erbedaan yang bermakna ada distribusi enggunaan obat ototoksik ada kedua kelomok (=1,0). Kelomok kasus sebagian besar enderita mendaat fototerai hanya 1 subyek enelitian yang tidak mendaat fototerai. Pada kelomok kontrol sebagian besar tidak mendaat fototerai, hanya 3 neonatus yang mendaat fototerai. Hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah bermakna (<0,001). Selanjutnya ada tabel 10 tamak sebagian besar subyek enelitian ada kelomok kasus dan kontrol tidak mendaat transfusi tukar. Hanya 1 subyek 63
enelitian ada kelomok kasus yang mendaat transfusi tukar. Hasil uji statistik menunjukkan erbedaan tersebut adalah tidak bermakna (=1,0). Hubungan antara faktor-faktor yang turut berengaruh terhada kejadian endengaran dengan kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA awal ditamilkan ada tabel 11. Tabel 11. Faktor erancu terhada hasil emeriksaan BERA awal. Variabel Obat ototoksik Hasil emeriksaan BERA awal Gangguan Gangguan endengaran endengaran (+) (-) RR (95% Interval keercayaan) Ya 3 (33,3%) 6 (66,7%) 1,5 Tidak 6 (22,2%) 21 (77,8%) (0,5 s/d 4,8) Fototerai Tidak 2 (12,5%) 14 (87,5%) 0,4 Ya 7 (35,0%) 13 (65,0%) (0,09 s/d 1,5) Tranfusi tukar Tidak 8 (22,9%) 27 (77,1%) 0,3 Ya 1 (100%) 0 (0,0%) (0,1 s/d 0,4 ) Uji Fisher-exact Persentase dihitung berdasarkan lajur 0,7 0,3 0,3 Data ada tabel 11 menunjukkan bahwa hubungan antara terai obat ototoksik, fototerai dan transfusi tukar dengan kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA awal adalah tidak bermakna. Nilai RR untuk faktor mendaatkan obat ototoksik adalah 1,5. Namun melihat nilai 95% interval keercayaan yang melingkui angka 1 dan nilai yang tidak bermakna maka obat ototoksik tidak daat disimulkan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan endengaran ada neonatus. 64
Faktor mendaatkan fototerai memunyai nilai RR 0,4 dan faktor transfusi tukar memunyai nilai RR 0,3. Namun menimbang rentang nilai 95% interval keercayaan faktor mendaatkan fototerai dan transfusi tukar yang masih melingkui angka 1 maka faktor mendaatkan fototerai dan transfusi tukar tidak daat disimulkan sebagai faktor rotektif terhada terjadinya gangguan endengaran ada neonatus dengan hierbilirubinemi indirek. Hubungan antara faktor-faktor yang turut berengaruh terhada kejadian endengaran dengan kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA kedua ditamilkan ada tabel 12. Tabel 12. Faktor erancu terhada hasil emeriksaan BERA kedua Variabel Obat ototoksik Hasil emeriksaan BERA Kedua Gangguan Gangguan endengaran endengaran (+) (-) RR (95% Interval keercayaan) Ya 0 (0,0%) 9 (100%) 1,1 (0,9 s.d 1,2) 0,6 Tidak 3 (11,1%) 24 (88,9%) Terai fototerai Tidak 1 (6,3%) 15 (93,8%) 0,6 (0,06 s.d 6,3) 1,0 Ya 2 (10,0%) 18 (90,0%) Tranfusi tukar Tidak 3 (8,6%) 32 (91,4%) 0,9 (0,8 s.d 1,0) 1,0 Ya 0 (0,0%) 1(100%) Uji Fisher-exact Persentase dihitung berdasarkan lajur Data ada tabel 12 menunjukkan bahwa hubungan antara terai obat ototoksik, fototerai dan transfusi tukar dengan kejadian gangguan endengaran berdasarkan emeriksaan BERA kedua adalah tidak bermakna. Faktor fototerai memunyai nilai RR 0,6, namun menimbang rentang nilai 95% interval 65
keercayaan faktor mendaatkan fototerai yang masih melingkui angka 1 maka faktor mendaatkan fototerai tidak daat disimulkan sebagai faktor rotektif terhada terjadinya gangguan endengaran ada neonatus dengan hierbilirubinemia. 66