BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. menginduksi pertumbuhan dan pembelahan sel. tubuh tidak membutuhkan sel untuk membelah.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

LEMBARAN PENJELASAN EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regina Lorinda, 2014

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 DENGAN MICROVESSEL DENSITY PADAUNDIFFERENTIATEDCARCINOMANASOPHAR YNXDI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Kanker payudara bisa terjadi pada perempuan

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk. dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui koana. Orificium dari tuba Eustachian berada pada dinding samping dan pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

pada karsinoma nasofaring

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB I PENDAHULUAN. pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada karsinoma nasofaring sampai saat ini masih tetap merupakan masalah besar. Hal ini disebabkan oleh karena gejala penyakit yang tidak khas dan letak tumor yang tersembunyi sehingga sulit diperiksa. Hampir seluruh penderita datang dengan stadium lanjut, bahkan sering datang dengan keadaan umum yang jelek. Klasifikasi karsinoma nasofaring berdasarkan klasifikasi World Health Organization (WHO) tahun 2005 adalah keratinizing squamous cell carcinoma, nonkeratinizing carcinoma dibagi menjadi 2 yaitu differentiated carcinoma nasopharynx dan undifferentiated carcinoma nasopharynx, dan basaloid squamous carcinoma. Tipe histologi undifferentiated carcinoma nasopharynx merupakan tipe yang paling sering diantara tipe yang lain dari karsinoma nasofaring yaitu 92% (Chan et al., 2005). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang sering terdapat di Asia Tenggara termasuk Cina, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan dengan insiden antara 10 53 kasus per 100.000 penduduk (Tse et al., 2006). Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas pada kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia yaitu sekitar 60% dan menduduki urutan ke-5 dari seluruh 1

2 keganasan setelah tumor ganas mulut rahim, payudara, kelenjar getah bening, dan kulit (Chou et al., 2008). Berdasarkan data registrasi kanker tahun 2010 di Bali karsinoma nasofaring menempati peringkat kelima dari seluruh karsinoma pada lakilaki dan perempuan dengan jumlah 70 kasus, pada laki-laki menempati peringkat pertama dengan jumlah 47 kasus dari seluruh karsinoma (Anonim, 2010). Angka prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru KNF di seluruh dunia dan sekitar 50.000 kasus meninggal diantaranya adalah berasal dari Cina sekitar 40%. Tingkat ketahanan hidup lima tahun penderita karsinoma nasofaring di Indonesia hanya sekitar 6,4 % dan angka harapan hidup rata-rata 5 tahun penderita yang diberikan terapi radiasi adalah 86%, 59%, 49% dan 29% pada stadium I, II, III dan IV (Chou et al., 2010). Karsinoma nasofaring mempunyai perangai berbeda dibandingkan dengan keganasan pada daerah lain di kepala dan leher, karena sifatnya yang sangat invasif dan sangat mudah bermetastasis sering ditemukan pada stadium yang lanjut (Brennan, 2006). Diagnosis pasti karsinoma nasofaring memerlukan biopsi lesi. Faktor yang diduga terkait dengan timbulnya karsinoma nasofaring adalah genetik, faktor lingkungan dan Virus Ebstein Barr (VEB). Hampir semua karsinoma nasofaring mengandung VEB. Pada undifferentiated carcinoma nasopharynx, VEB menginfeksi sel epitel nasofaring bagian posterior fossa Rossenmuller s di Waldeyer;s ring. Infeksi VEB dapat terjadi sebelum neoplasma dan berkembang menjadi keganasan (Mantovani et al., 2008). Pemeriksaan serologi dan

3 imunohistokimia belum rutin dilakukan (Cho, 2007). Hal ini menyebabkan penatalaksanaan karsinoma nasofaring menjadi sulit dan belum memberi hasil yang memuaskan (Garden, 2010). Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi (Feng et al., 2010). Salah satu prognosis buruk pada undifferentiated carcinoma nasopharynx adalah dijumpainya banyak pembuluh darah kecil (Roezin, 2005). Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan jaringan pembuluh darah baru sangat penting untuk proliferasi sel kanker, karena proliferasi bergantung pada suplai oksigen, zat makanan dan pembuangan zat sisa yang adekuat. Angiogenesis juga berperan penting dalam penyebaran sel kanker. Sel-sel kanker dapat menembus masuk kedalam pembuluh darah ataupun limfe, bersirkulasi melalui aliran vaskular, dan kemudian berproliferasi pada tempat yang lain atau metastasis (Nishida et al., 2006). Pendekatan secara patologis untuk memperkirakan adanya suatu angiogenesis adalah dengan perkiraan secara mikroskopik densitas pembuluh darah (microvessel density/mvd) dari jaringan tumor melalui pemeriksaan immunohistokimia (Choi et al., 2005). Cyclooxygenase-2 (COX-2) merupakan faktor potensial yang penting pada angiogenesis tumor. Cyclooygenase-2 secara konsisten terekspresi dalam

4 pembentukan pembuluh darah baru dalam tumor dan pembuluh darah disekitar tumor (Choi et al., 2005). Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim penting pada jalur biositetik prostaglandin, tromboxan dan prostasiklin dari asam arakhidonat. Ekspresi seluler COX-2 meningkat normal pada stadium awal karsinogenesis dan selama perkembangan serta pertumbuhan invasif tumor (Xu et al., 2006). Cyclooxygenase-2 terekspresi pada beberapa tumor dan dalam perkembangannya terbukti sebagai penyebab karsinogenesis. Prostaglandin dan enzim COX-2 merupakan mediator inflamasi yang terlibat dalam proses angiogenesis. Inflamasi merupakan respon fisiologis tubuh terhadap iritasi maupun stimuli yang mengubah homeostasis jaringan. Inflamasi akut dapat mengalami pemulihan sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak mampu mengeliminasi akan berlanjut menjadi inflamasi kronis. Inflamasi kronis menyebabkan kematian sel dan tubuh mengkompensasi dengan peningkatan pembelahan sel. Bila diakselerasi dapat memudahkan terjadinya kesalahan pembentukan Deoxyribonucleic acid (DNA) dan mutasi (mutagen). Reaksi inflamasi dapat meningkatkan pelepasan sitokin dan faktor pertumbuhan. Secara umum sitokin ikut berperan pada regulasi protein dan meregulasi COX-2 yang merupakan enzim untuk sintesis prostaglandin (Soo, 2005). Induksi COX-2 atau ekspresi berlebihan berhubungan dengan peningkatan produksi prostaglandin-e2 (PGE2). Prostaglandin E2 menunjukkan adanya hubungan antara perkembangan tumor dan biosintesis prostaglandin. Prostaglandin E2 juga penting pada invasi tumor. Prostaglandin E2 dapat meningkatkan kadar Vascular

5 Endothelial Growth Factor (VEGF). Vascular Endothelial Growth Factor memproduksi matrix metalloprotein (MMP) untuk memulai suatu proses angiogenesis. Matrix Metalloprotein memecah ekstraseluler matrix. Hal ini merangsang migrasi sel endotel. Sel endotel mulai membelah begitu mereka bermigrasi ke jaringan sekitarnya. Kemudian tersusun menjadi pembuluh darah baru dan kemudian berkembang menjadi pembuluh darah matur (Nishida et al., 2006). Penelitian Hasibuan (2014) menemukan adanya korelasi positif sedang antara ekspresi COX-2 dan MVD pada karsinoma nasofaring dengan koefisien relasi 0,559 dengan tingkat kemaknaan (p=0,005) antara tingkat ekspresi COX-2 dengan gambaran angiogenesis. Sedangkan pada penelitian Tan dan Putti (2005) menyatakan microvessel density berkisar antara 1-59 (rata-rata 24,2), namun tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna MVD pada kelompok COX-2 positif dengan COX- 2 negatif (p=0,774). Dengan memperhatikan latar belakang maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara ekspresi COX-2 dengan angiogenesis, yang dinilai melalui MVD pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar yang nantinya diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu faktor prediktif. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka disusun rumusan masalah penelitian adalah: apakah terdapat hubungan positif ekspresi COX-2 dengan MVD pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar?

6 1.3. Tujuan Penelitian Untuk membuktikan adanya hubungan positif antara ekspresi COX-2 dengan MVD pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat akademik 1. Memberikan informasi data epidemiologi tentang ekspresi COX-2 dan MVD pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau tambahan pengetahuan dalam pemanfaatan COX-2 sebagai faktor prediktif undifferentiated carcinoma nasopharynx. 1.4.2. Manfaat praktis Memberikan informasi kepada klinisi bahwa hasil pemeriksaan imunohistokimia COX-2 dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengobatan undifferentiated carsinoma nasopharynx dengan COX-2 inhibitor.