BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI Analisa Kondisi Ruas Jalan. Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat secara keseluruhan (Munawar, 2004). Untuk tujuan tersebut, maka

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

MANAJEMEN LALU LINTAS DI PUSAT KOTA JAYAPURA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN PENATAAN PARKIR

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Survey Pendahuluan. Pengumpulan Data. Analisis data. Pembahasan. Kesimpulan dan saran.

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

PENGANTAR TRANSPORTASI

Irvan Banuya NRP : Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

ANALISA KINERJA JARINGAN JALAN DALAM KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN SAM RATULANGI DENGAN METODE MKJI 1997 DAN PKJI 2014

PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG

EVALUASI KINERJA JALAN TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN JALAN DUA JALUR

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FEASIBILITY STUDY PEMBANGUNAN JALAN DARI TERMINAL MASARAN - RINGROAD BANGKALAN

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

BAB III METODE PENELITIAN. dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Pada bab ini akan dijelaskan langkah

PENGARUH PENUTUPAN CELAH MEDIAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS DI JALAN IR.H.JUANDA BANDUNG

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

ANALISIS EFEKTIVITAS ZONA SELAMAT SEKOLAH DAN KINERJA RUAS JALAN

ANALISA KEPADATAN ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN HR. MUHAMMAD DENGAN METODE PENDEKATAN NON LINEAR

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)

STUDI TINGKAT KINERJA JALAN BRIGADIR JENDERAL KATAMSO BANDUNG

BAB II LANDASAN TEORI. permukaan air, terkecuali jalan kereta, jalan lori, dan jalan kabel. (UU No. 38

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

Kata Kunci : Parkir di Pinggir Jalan, Kinerja Ruas Jalan, dan BOK.

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR PINGGIR JALAN (ON STREET PARKING) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA JALAN (STUDI KASUS: JALAN LEGIAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISA KINERJA RUAS JALAN MANADO BYPASS TAHAP I DI KOTA MANADO

III. METODE PENELITIAN. Dalam studi ini, ruas Jalan Hayam Wuruk, Raya, Jalan Cokroaminoto, Jalan

BAB IV DESKRIPSI DATA. 4.1 Data Ruas Jalan Eksisting dan setelah Underpass. Jalur lalu lintas eksisting dari Jl. Gatot Subroto Barat menuju Jl.

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ANALISA KELAYAKAN TEKNIS PEMBANGUNAN JALAN LAYANG (FLY OVER) JATINGALEH

RENCANA JALAN TOL TENGAH DI JL. AHMAD YANI SURABAYA BUKAN MERUPAKAN SOLUSI UNTUK PENGURANGAN KEMACETAN LALU-LINTAS

Kata kunci : Jalan tol Gempol-Pasuruan, analisa kelayakan, Analisa ekonomi,analisa finansial

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UCAPAN TERIMA KASIH. Bukit Jimbaran, Maret Penulis

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN PADA RUAS JALAN SETIABUDI SEMARANG. Laporan Tugas Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PRASYARAT GELAR... ii. LEMBAR PERSETUJUAN... iii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv. UCAPAN TERIMAKASIH...

ANALISIS BIAYA PERJALANAN AKIBAT TUNDAAN LALU LINTAS

BAB IV HASIL PENELITIAN. kebutuhan pada pembahasan pada Bab berikutnya. Adapun data-data tersebut. yang diambil seperti yang tertuang dibawah ini.

Laporan Survey RLL Traffic Counting Jalan Kertajaya Indah

Pengaruh Aktifitas Kampus Itenas Terhadap Kinerja Jalan P.K.H. Mustafa Bandung

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

EVALUASI KINERJA JALAN JENDRAL AHMAD YANI DEPAN PASAR KOSAMBI BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

RUTE TERBAIK DAN WAKTU TEMPUH TERCEPAT DARI SALON ANATA JALAN PASIRKALIKI-KAMPUS UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA JALAN PROF. DRG. SURYA SUMANTRI BANDUNG

ANALISIS HAMBATAN SAMPING AKIBAT AKTIVITAS PERDAGANGAN MODERN (Studi Kasus : Pada Jalan Brigjen Katamso di Bandar Lampung)

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah untuk mengarahkan proses berpikir untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut agar berlangsung secara terarah. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian tentang penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional Panton Labu/Simpang Langsa batas SUMUT ini termasuk dalam jenis penelitian survei dimana penelitian ini mengambil sampel dari satu populasi dan informasi diperoleh melalui responden dengan menggunakan kuesioner. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan data sekunder seoptimal mungkin. Metode yang dipakai adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan metode Bina Marga. Program Expert Choice 11 yang merupakan perangkat lunak dari penerapan teori Analytical Hierarchy Process (AHP) dipakai dalam mengolah data hasil kuesioner dari para responden. 3.2 Daerah Penelitian Daerah penelitian meliputi 8 (delapan) ruas jalan nasional yang tersebar di 3 (tiga) kabupaten/kota di wilayah provinsi Aceh mulai batas kabupaten Aceh Utara sampai batas provinsi Sumatera Utara (SUMUT) dengan panjang total 179 km. Dari 88

8 (delapan) ruas yang ada tidak semua ruas dapat dilakukan penanganan, sehingga sangat diperlukan penentuan skala prioritas penanganannya. Adapun data ke 8 (delapan) ruas jalan tersebut yang menjadi daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini : Tabel 3.1 Jalan Nasional yang Menjadi Daerah Penelitian No Urut No Kab / Kota Nama Panjang Jalan Baik Kondisi Jalan Sedang Rusak Ringan Rusak Berat (km) (km) (km) (km) (km) 1 010 Aceh Timur Panton Labu/Simpang (Km 328) - Peureulak 65.48 46.78 18.7 0 0 2 011 Aceh Timur Peureulak - (Km 392) - Bts. Kota Langsa 44.339 34.3 10.039 0 0 3 01111 Langsa Jln. AM.Ibrahim (Langsa) 4.679 1 3.679 0 0 4 01112 Langsa Jln. Ahmad Yani (Langsa) 5.222 4.9 0.322 0 0 5 012 Aceh Bts. Kota Langsa - Bts. Prov. Tamiang SUMUT 50.832 37.53 13.1 0.1 0.1 6 01211 Langsa Jln. Agus Salim (Langsa) 1.424 0.4 1.024 0 0 7 047 Langsa Bts. Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 2.77 1.3 0 0 8 04711 Langsa Jln. Kuala Langsa (Langsa) 2.96 2 0.96 0 0 Jumlah 179.006 129.7 49.124 0.1 0.1 Sumber : Satker Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh 89

3.3 Prosedur Penelitian Proses tahapan penelitian untuk tugas akhir ini secara umum diperlihatkan melalui bagan alir (flowchart) pada gambar 3.1. Dimana prosedurnya sesuai dengan prinsip dasar AHP yaitu sebagai berikut : 1. Perumusan masalah Merumuskan permasalahan yang dihadapi pemerintah pusat yaitu dengan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan pendanaan jalan dengan kemampuan dana APBN sehingga pemerintah pusat mengalami kesulitan untuk memenuhi SPM jalan serta mempertahankan kondisi ruas jalan tetap dalam kondisi mantap. 2. Melakukan tinjauan pustaka Kajian pustaka dilakukan untuk mencari dan mendapatkan teori dan konsepkonsep yang relevan serta peraturan-peraturan yang menjadi dasar untuk melakukan analisa. 3. Mengumpulkan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer yaitu data persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari pemangku kepentingan (stakeholder) yang terdiri dari wakil perencana, wakil pelaksana dan wakil pengguna/masyarakat. Selain data primer, dikumpulkan juga data sekunder yang relevan dengan penelitian ini yang meliputi data kondisi ruas jalan, lalulintas harian rata rata (LHR), peta jaringan jalan, data geometrik ruas jalan, data biaya penanganan ruas jalan pada daerah penelitian, data nilai rata rata penghasilan masyarakat atau product domestic regional bruto (PDRB), 90

angka pertumbuhan lalu lintas serta data komponen unit biaya operasional kendaraan (BOK). 4. Pengolahan dan analisis data Mengolah data persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari para pemangku kepentingan (stakeholders) dengan menggunakan program expert choice 11 yang merupakan perangkat lunak dari penerapan teori analytical hierarchy process. Selain itu, dalam proses analisa prioritas penanganan jalan juga dilakukan analisa dengan metode bina marga dan digunakan hanya sebagai metode pembanding. 5. Penyusunan urutan prioritas ruas jalan Pada tahap ini dilakukan penyusunan urutan prioritas jalan yang akan ditangani pemeliharaannya agar ruas yang telah dinilai dari beberapa kriteria dalam metode AHP dan metode Bina Marga tersebut akan diutamakan pengerjaannya. 6. Membandingkan dengan metode yang dipakai pemerintah Hasil yang diperoleh dari metode AHP akan dibandingkan dengan hasil dari metode yang dipakai pemerintah yakni metode bina marga, sehingga bisa dilihat pola/ kecenderungan kriteria penanganan yang dipakai masing-masing metode. Adapun metodologi penelitian untuk penelitian tugas akhir ini diperlihatkan melalui bagan alir penelitian pada gambar 3.1 berikut : 91

Mulai Latar Belakang Perumusan Masalah Bagaimana kriteria dan prioritas dalam menentukan penanganan pada ruas jalan nasional Panton Labu Langsa Batas SUMUT serta apakah ada perbedaan prioritas dengan memakai metode Analytical Hierarchy Process (AHP) berdasarkan kriteria kondisi ruas jalan, arus lalu lintas dan biaya penanganan dan dengan memakai metode Bina Marga Studi Literatur Pengumpulan Data Penentuan Kriteria Peta Jaringan Jalan Nasional Provinsi Aceh Data kondisi ruas jalan nasional Panton Labu Langsa Batas SUMUT Data LHR Data biaya penanganan pada ruas jalan nasional Panton Labu Langsa Batas SUMUT UU dan Peraturan terkait Data geometrik jalan Data PDRB Aceh Angka pertumbuhan lalulintas Pengolahan Data Kuesioner Analisa Penelitian Analisa dilakukan berdasarkan 3 (tiga) kriteria yang digunakan dalam penelitian ini Menganalisa kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan nasional Panton Labu Langsa Batas SUMUT Menganalisa ruas jalan yang menjadi prioritas penanganannya memakai metode AHP dan metode Bina Marga Membandingkan hasil penelitian antara metode AHP dan metode Bina Marga Hasil Penelitian Kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan nasional Panton Labu/Simpang Langsa Batas SUMUT Urutan ruas jalan yang menjadi prioritas penanganannya berdasarkan bobot tertinggi Hasil perbandingan dari kedua metode Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian (Flowchart) 92

3.4 Variabel Penelitian Untuk menyelesaikan penelitian tugas akhir ini diperlukan sejumlah kriteria yang dijadikan sebagai kandidat variabel dalam hal ini harus memenuhi syarat berikut ini : 1. Diusahakan dapat dimulai dengan variabel yang kuantitatif sehingga obyektifitas penilaian dapat dipertahankan 2. Data variabel mudah dikumpulkan dan selalu dapat diperbaharui 3. Mampu mewakili karakteristik jalan sebagai gambaran yang layak mengenai tingkat kepentingan ruas yang akan ditangani. Variabel yang digunakan adalah 3 (tiga) kriteria yang dianggap paling berpengaruh sebagai dasar pertimbangan penanganan jalan yang diperoleh dari hasil wawancara pada para responden serta dengan pertimbangan dari beberapa penelitian terdahulu seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu : 1. Kriteria kondisi jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak ringan d. Rusak berat 2. Kriteria arus lalu lintas a. Kapasitas ruas jalan b. Volume lalu lintas 3. Kriteria Biaya Penanganan Secara umum susunan hierarki penelitian ini seperti ditunjukkan pada gambar 3.2 berikut : 93

Prioritas Penanganan Jalan Nasional Panton Labu/Simpang Langsa Batas SUMUT Arus Lalulintas Kondisi Jalan Biaya Penanganan Kapasitas Volume Lalulintas Baik Sedang Rusak Ringan Rusak Berat Urutan Prioritas Penanganan 8 (delapan) Jalan Nasional Pada Daerah Penelitian (Jalan 1, Jalan 2, dst) Gambar 3.2 Skema Susunan Hierarki Penelitian 3.5 Sampel Penelitian Survei yang dilakukan pada penelitian ini pemilihan sampel responden bersifat tidak acak (non random sampling) dilakukan dengan cara purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu bahwa unsurunsur yang dikehendaki telah ada dalam sampel responden yang diambil. Salah satu metode dalam purposive sampling adalah pemakaian expert sampling dimana expert sampling terdiri dari sampel orang yang diketahui mempunyai pengalaman atau keahlian dalam suatu bidang. Ada dua alasan mengapa expert sampling dipakai. Pertama, ini adalah cara terbaik untuk memperoleh sampel orang yang punya specific expertise. Dalam hal ini expert sampling adalah hal yang khusus dari purposive sampling. Alasan lainnya adalah expert sampling tersebut dapat digunakan sebagai 94

bukti penguat validitas sampel yang dipilih menggunakan metoda non probabilistik lainnya. (Wadjidi, 2008 dalam Sembiring, 2008). Sampel responden pada penelitian ini merupakan para pemangku kepentingan (stakeholder) yang berada pada level pengambil keputusan di balai besar pelaksana jalan nasional wilayah I yakni satuan kerja perencanaan dan pengawasan jalan nasional Aceh (Satker P2JN Aceh), satker pelaksanaan jalan nasional wilayah I provinsi Aceh (Satker PJN I Aceh) dan badan perencanaan pembangunan daerah provinsi Aceh (Bappeda Aceh). Sementara sebagai wakil dari pengguna jalan diambil responden dari akademisi dan organisasi himpunan pengembang jalan Indonesia (HPJI). 95

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Survei Untuk memperoleh data persepsi dari para pemangku kepentingan (stakeholder) maka dilakukan survei terhadap para responden. Responden tersebut terdiri dari 2 (dua) responden wakil dari perencana program, 2 (dua) responden wakil pelaksana dan 2 (dua) responden wakil pengguna jalan. Adapun distribusi responden tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini : Tabel 4.1 Data Distribusi Responden No Instansi Jumlah Responden Keterangan Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan 1 1 responden Jalan Nasional Aceh (BBPJN I) 2 Badan Perencanaan Pembangunan Aceh 1 responden Wakil Perencana 3 Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Aceh (BBPJN I) 2 responden Wakil Pelaksana Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia 4 1 responden (HPJI) Aceh 5 Akademisi 1 responden Wakil Pengguna Total 6 responden Dari hasil survei dengan menggunakan kuesioner seperti pada lampiran 1 terhadap 6 (enam) responden diperoleh distribusi perangkingan kriteria menurut 96

kelompok responden. Adapun hasil penempatan rangking seluruh responden terhadap semua kriteria direkapitulasi sehingga terlihat urutan rangking kriteria seperti yang disajikan dalam tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.2 Urutan Rangking Kriteria Menurut Responden No Kriteria dan Kelompok Responden Perangkingan Rangking 1 Rangking 2 Rangking 3 1 Kondisi ruas jalan a. Wakil Perencana 2 - - b. Wakil Pelaksana - 2 - c. Wakil Pengguna 2 - - 2 Arus ruas jalan a. Wakil Perencana - 1 1 b. Wakil Pelaksana - - 2 c. Wakil Pengguna - 2-3 Biaya pemeliharaan jalan a. Wakil Perencana - 1 1 b. Wakil Pelaksana 2 - - c. Wakil Pengguna - - 2 Perincian hasil persepsi para responden yang telah disajikan dalam tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden yang menempatkan kriteria 1 yaitu kriteria kondisi ruas jalan sebagai rangking 1 adalah 4 responden (66,67%), rangking 2 adalah 2 responden (33,33%) dan rangking 3 adalah 0 responden (0%). Responden yang menempatkan kriteria 2 yakni kriteria arus ruas jalan sebagai rangking 1 sebanyak 0 responden (0%), rangking 2 sebanyak 3 responden (50%) dan rangking 3 sebanyak 3 responden (50%). Responden yang menempatkan kriteria 3 yakni kriteria biaya pemeliharaan jalan sebagai rangking 1 sebanyak 2 responden (33,33%), rangking 2 sebanyak 1 responden (16,67%) dan rangking 3 sebanyak 3 responden 97

(50%). Maka dapat disimpulkan bahwa untuk kriteria rangking 1(satu) pilihan para responden adalah kriteria kondisi ruas jalan sebanyak 4 (empat) responden (66,67%). Sedangkan untuk kriteria rangking 2 (dua) dan kriteria rangking 3 (tiga) pilihan para responden adalah kriteria biaya pemeliharaan jalan atau kriteria arus ruas jalan dengan masing masing sebanyak 3 (tiga) responden (50%). Karena 50% responden menempatkan kriteria arus ruas jalan dan kriteria biaya penanganan pada rangking 2 (dua) dan rangking 3 (tiga), maka untuk kriteria yang akan menempati peringkat/rangking 2 (dua) dan rangking 3 (tiga) pilihan responden bisa saja ditempati oleh kriteria biaya pemeliharaan jalan atau kriteria arus ruas jalan tergantung pada besarnya bobot dari masing masing kriteria tersebut. Oleh karena itu perlu dianalisis besarnya bobot masing masing kriteria tersebut sesuai dengan hasil kuesioner atau pilihan responden. Dari hasil distribusi perangkingan di atas terlihat bahwa kecenderungan para responden dalam menentukan rangking sangat dipengaruhi oleh persepsi dari kepentingan mereka. Seperti bagi wakil perencana dan pengguna jalan yang cenderung memberikan perhatian mereka terhadap kondisi ruas jalan yang sangat tinggi, sedangkan untuk wakil pelaksana lebih cenderung memilih kriteria biaya pemeliharaan jalan. Hal tersebut terkait dengan besarnya biaya yang diperlukan serta sebagai bentuk ketersediaan anggaran dalam penanganan jalan. 4.2 Analisis Bobot Kriteria Setelah data persepsi dari para pemangku kepentingan (stakeholder) terkumpul, maka proses selanjutnya adalah menghitung bobot kriteria dari masing masing responden dan kemudian dilanjutkan dengan bobot rata-rata per kelompok 98

stakeholder dan bobot rata-rata keseluruhan. Dalam menghitung bobot kriteria digunakan program expert choice 11. Hasil rekapitulasi pembobotan secara keseluruhan disebut sebagai nilai eigen vector, seperti disajikan dalam tabel 4.3 di bawah. Adapun proses perhitungan bobot kriteria tersebut adalah : 1. Meng- input data kuesioner ke program expert choice 11 yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran 2. 2. Merekapitulasi output pada langkah 1. 3. Menghitung bobot kriteria per kelompok stakeholder. 4. Selanjutnya menghitung bobot kriteria (eigen vector) keseluruhan responden. Tabel 4.3 Rekapitulasi Bobot Kriteria Secara Keseluruhan Responden Kondisi Jalan Arus Jalan Biaya Pemeliharaan Jalan 1 Wakil Perencana 1 0.705 0.211 0.084 0.03 2 Wakil Perencana 2 0.751 0.070 0.178 0.03 3 Wakil Pelaksana 1 0.178 0.070 0.751 0.03 4 Wakil Pelaksana 2 0.205 0.078 0.717 0.02 5 Wakil Pengguna 1 0.751 0.162 0.087 0.01 6 Wakil Pengguna 2 0.793 0.131 0.076 0.02 % Rata - Rata Bobot Keseluruhan 0.5638 0.1203 0.3155 Wakil Perencana 0.728 0.1405 0.131 Wakil Pelaksana 0.1915 0.074 0.734 Wakil Pengguna 0.772 0.1465 0.0815 % Rata - Rata Bobot Keseluruhan % Bobot Kriteria % Rata - Rata Bobot Kriteria Per Kelompok Stakeholders 0.5638 0.1203 0.3155 CR (maks 0.03) 99

Berdasarkan perhitungan bobot rata-rata (eigen vector) keseluruhan responden diperoleh bahwa kriteria kondisi ruas jalan memiliki bobot sebesar 56,38 %, kriteria arus ruas jalan 12,03 % dan kriteria biaya pemeliharaan jalan sebesar 31,55 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi ruas jalan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional Panton Labu / Simpang Langsa Batas SUMUT. Sementara itu untuk bobot per kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) juga jelas terlihat bahwa kelompok perencana dan pengguna jalan sangat memprioritaskan kriteria kondisi ruas jalan dalam penanganan ruas jalan di daerah penelitian yakni masing masing sebesar 72,8 % dan 77,2 %. Sedangkan bagi wakil pelaksana jalan, kriteria biaya penanganan mendapatkan bobot terbesar yaitu sebesar 73,4 %. 4.3 Analisis Bobot Variabel Setelah bobot untuk masing-masing kriteria diperoleh mulai dari bobot kriteria hasil kuisioner masing-masing responden, bobot per kelompok stakeholder dan bobot kriteria keseluruhan. Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot masing-masing variabel. Adapun proses perhitungan bobot variabel adalah sebagai berikut : 1. Meng-input data kuesioner ke program expert choice 11 2. Melakukan sintesis terhadap semua variabel yang hasilnya disajikan pada lampiran 3. 3. Merekapitulasi output pada langkah 2. 100

4. Menghitung bobot variabel relatif per kelompok stakeholders dan keseluruhan responden. Adapun perhitungannya disajikan dalam tabel 4.4 dan tabel 4.5 berikut ini : Tabel 4.4 Perhitungan Bobot Variabel Secara Keseluruhan dan Per Kelompok Pemangku Kepentingan (Stakeholders) Responden Kondisi Baik Kondisi Sedang Kondisi Rusak Ringan Kondisi Rusak Berat Kapasitas Jalan Volume Lalu lintas Biaya Pemelih araan Jalan 1 WPR 1 0.0290 0.0690 0.1930 0.4140 0.1760 0.0350 0.0840 0.05 2 WPR 2 0.0300 0.1050 0.1190 0.4970 0.0350 0.0350 0.1780 0.06 3 WPL 1 0.0080 0.0160 0.0350 0.1190 0.0590 0.0120 0.7510 0.04 4 WPL 2 0.0100 0.0170 0.0480 0.1300 0.0680 0.0100 0.7170 0.02 5 WPG 1 0.0340 0.0650 0.1730 0.4780 0.0810 0.0810 0.0870 0.04 6 WPG 2 0.0310 0.1120 0.1670 0.4840 0.1180 0.0130 0.0760 0.06 % Rata - Rata Bobot Keseluruhan 0.0237 0.0640 0.1225 0.3537 0.0895 0.0310 0.3155 WPR 0.0295 0.0870 0.1560 0.4555 0.1055 0.0350 0.1310 WPL 0.0090 0.0165 0.0415 0.1245 0.0635 0.0110 0.7340 WPG 0.0325 0.0885 0.1700 0.4810 0.0995 0.0470 0.0815 % Rata - Rata Bobot Keseluruhan % Rata - Rata Bobot Variabel Per Kelompok Stakeholders 0.0237 0.0640 0.1225 0.3537 0.0895 0.0310 0.3155 KET : WPR : Wakil Perencana WPG : Wakil Pengguna WPL : Wakil Pelaksana % Bobot Variabel CR (maks 0.10) 101

Tabel 4.5 Rekapitulasi Bobot Variabel Relatif Secara Keseluruhan No Variabel Bobot Variabel Relatif Bobot Kriteria ( a ) ( b ) ( c ) ( d ) 1 Kondisi Baik 0.0237 2 Kondisi Sedang 0.0640 3 Kondisi Rusak Ringan 0.1225 0.5638 4 Kondisi Rusak Berat 0.3537 5 Kapasitas Jalan 0.0895 6 Volume Lalu lintas 0.0310 0.1203 7 Biaya Pemeliharaan Jalan 0.3155 0.3155 Total 1.000 1.000 Dari hasil perhitungan bobot variabel relatif secara keseluruhan diperoleh variabel kondisi perkerasan rusak berat mendapatkan bobot yang paling tinggi dibandingkan kriteria yang lain dengan nilai 35,37 %, selanjutnya di urutan kedua adalah variabel biaya pemeliharaan jalan sebesar 31,55 %. Urutan ketiga adalah variabel kondisi perkerasan rusak ringan sebesar 12,25 %. Sedangkan urutan keempat, kelima, keenam dan ketujuh secara berturut-turut adalah kapasitas ruas jalan 8,95 %, kondisi sedang 6,40 %, volume lalu lintas 3,10 % dan kondisi baik dengan bobot 2,37 %. 4.4 Analisis Bobot Alternatif Terhadap Variabel Setelah bobot kriteria dan bobot variabel relatif diperoleh maka selanjutnya adalah proses pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel yang telah ditentukan. Dalam proses pembobotan alternatif meliputi 7 (tujuh) variabel, yaitu 4 102

(empat) variabel dari kriteria kondisi perkerasan ruas jalan yakni kondisi perkerasan baik, kondisi sedang, kondisi rusak ringan dan kondisi rusak berat dan 2 (dua) variabel dari kriteria ruas jalan yakni kapasitas ruas jalan dan volume lalulintas serta variabel biaya pemeliharaan jalan. Sementara itu, ada 8 (delapan) alternatif ruas jalan dalam pembobotan penentuan prioritas penanganannya di wilayah penelitian. Adapun 8 (delapan) alternatif tersebut diperlihatkan dalam tabel 4.6 berikut : Tabel 4.6 Alternatif Jalan Yang Dipakai Dalam Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Di Daerah Penelitian No Nomor Nama Panjang Jalan (km) 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.480 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.339 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.679 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.222 5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.832 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.424 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.070 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.960 Panjang Jalan Total Sumber : Satuan Kerja Perencana dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh 179.006 4.4.1 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kondisi Perkerasan Dalam pembobotan alternatif terhadap variabel kondisi perkerasan ada 4 (empat) variabel yaitu variabel kondisi baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat. 103

Adapun hasil rekapitulasi kondisi ruas jalan di daerah penelitian tahun 2014 dengan tipe perkerasan aspal hotmix seperti ditunjukkan dalam tabel 4.7 di bawah. Sementara rincian data kondisi ruas jalan tahun 2014 dilampirkan pada lampiran 4. Tabel 4.7 Kondisi Jalan Nasional Panton Labu/Simpang Langsa Batas SUMUT Berdasarkan Nilai IRI Tahun 2014 No No Nama Panjang (km) Kondisi Perkerasan Berdasarkan nilai IRI km % km % km % km % 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.48 46.78 71.44% 18.7 28.56% 0 0.00% 0 0.00% 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.339 34.3 77.36% 10.039 22.64% 0 0.00% 0 0.00% 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.679 1 21.37% 3.679 78.63% 0 0.00% 0 0.00% 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.222 4.9 93.83% 0.322 6.17% 0 0.00% 0 0.00% 5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.832 37.532 73.84% 13.1 25.77% 0.1 0.20% 0.1 0.20% 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.424 0.4 28.09% 1.024 71.91% 0 0.00% 0 0.00% 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 2.77 68.06% 1.3 31.94% 0 0.00% 0 0.00% 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.96 2 67.57% 0.96 32.43% 0 0.00% 0 0.00% Panjang ruas jalan 179.006 129.68 49.124 0.1 0.1 TOTAL Persentase 100% 72.45% 27.44% 0.06% 0.06% Sumber : Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Direktorat Jenderal Bina Marga Baik Sedang Rusak Ringan Rusak Berat 104 104

Proses perhitungan bobot alternatif ruas jalan terhadap kondisi ruas jalan diperoleh dengan langkah langkah sebagai berikut : 1. Menghitung persentase dari tiap kondisi masing masing ruas jalan terhadap panjang total ruas jalan tersebut. 2. Kemudian persentase tersebut dikalikan dengan nilai bobot variabel relatif masing masing kondisi yaitu untuk kondisi baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat sesuai dengan tabel 4.5 di atas. Hasil kali tersebut disebut sebagai bobot kondisi. Kemudian bobot tiap kondisi masing masing ruas jalan dijumlahkan (total bobot kondisi). 3. Menghitung bobot skor masing masing alternatif ruas jalan dengan cara melakukan perbandingan berpasangan masing masing alternatif ruas jalan terhadap total bobot kondisi masing masing ruas yang diperoleh. Dalam hal ini peneliti menghitung dengan memakai program expert choice 11. 4. Kemudian bobot skor dikalikan dengan bobot kriteria kondisi ruas jalan. Rekapitulasi hasil perhitungan untuk langkah 1 dan langkah 2 dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini : 105

Tabel 4.8 Rekapitulasi Total Bobot Kondisi Masing Masing Alternatif Jalan Memakai Data Kondisi Tahun 2014 No Urut Nomor 1 010 2 011 3 01111 4 01112 5 012 6 01211 7 047 8 04711 Nama Jalan Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Jalan Ahmad Yani (Langsa) Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Jalan Agus Salim (Langsa) Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Jalan Kuala Langsa (Langsa) Jumlah Panjang Jalan (km) Baik % Kondisi Perkerasan Sedang Rusak Ringan Rusak Berat Total Baik Bobot Tiap Kondisi Sedang Rusak Ringan Rusak Berat Total Bobot Kondisi 65.48 0.7144 0.28558 0 0 100% 0.0169 0.01828 0 0 0.03519 44.339 0.7736 0.22641 0 0 100% 0.0183 0.01449 0 0 0.03280 4.679 0.2137 0.78628 0 0 100% 0.0051 0.05032 0 0 0.05538 5.222 0.9383 0.06166 0 0 100% 0.0222 0.00395 0 0 0.02615 50.832 0.7348 0.25771 0.00197 0.002 100% 0.0174 0.01649 0.0002 0.0007 0.03482 1.424 0.2809 0.7191 0 0 100% 0.0066 0.04602 0 0 0.05267 4.07 0.6806 0.31941 0 0 100% 0.0161 0.02044 0 0 0.03655 2.96 0.6757 0.32432 0 0 100% 0.016 0.02076 0 0 0.03675 179.01 0.31031 106 Bobot Variabel Relatif Kondisi Baik Kondisi Sedang 0.0237 0.0640 Kondisi Rusak Ringan 0.1225 Kondisi Rusak Berat 0.3537 106

Proses selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing masing alternatif ruas jalan dengan cara melakukan perbandingan berpasangan tiap alternatif ruas jalan terhadap total bobot kondisi masing masing ruas yang diperoleh. Range total bobot kondisi ruas jalan setiap alternatif ruas jalan dihitung terlebih dahulu sebagai range dalam memberikan nilai skala perbandingan berpasangan. Range tersebut diperoleh dengan mencari selisih antara total bobot kondisi terbesar dikurang dengan total bobot kondisi terkecil, hal ini karena ruas jalan dengan bobot total bobot kondisi yang lebih besar akan lebih diprioritaskan dalam penanganannya dibandingkan ruas jalan yang memiliki total bobot yang lebih kecil. Kemudian nilai selisih tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding berpasangan (n). Dimana nilai skala banding berpasangan adalah 1 s/d 9. Namun karena skala 1 merupakan perbandingan dengan tingkat kepentingan yang sama maka range yang diperhitungkan adalah 2 s/d 9, maka n = 9 1 = 8. Dari hasil rekapitulasi total bobot kondisi semua alternatif ruas jalan diketahui bahwa ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) memiliki total bobot kondisi terbesar yaitu 0.05538. Sedangkan ruas jalan dengan total bobot kondisi terkecil adalah ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) yaitu sebesar 0.02615. Maka selisih bobot terbesar dengan bobot terkecil adalah 0.05538-0.02615 = 0.02923. Sehingga range pada skala 2 s/d 9 masing masing bertambah sebesar (0.02923) / (8) = 0.003654. Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing masing alternatif ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9 berikut : 107

Tabel 4.9 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kondisi Jalan Skala Banding Berpasangan Selisih Total Bobot Kondisi Range Total Bobot Kondisi 1 0.000000 0.000000 s/d 0.000000 2 0.003654 0.000001 s/d 0.003654 3 0.007308 0.003655 s/d 0.007308 4 0.010962 0.007309 s/d 0.010962 5 0.014616 0.010963 s/d 0.014616 6 0.018270 0.014617 s/d 0.018270 7 0.021924 0.018271 s/d 0.021924 8 0.025578 0.021925 s/d 0.025578 9 0.029232 0.025579 s/d 0.029232 Sebagai contoh dalam memberikan nilai skala banding berpasangan antara alternatif ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) Peureulak dengan ruas jalan Peureulak (Km 392) batas kota Langsa adalah sebagai berikut. Untuk ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) Peureulak memiliki total bobot kondisi sebesar 0.03519 dan ruas jalan Peureulak (Km 392) batas kota Langsa sebesar 0.03280, maka selisihnya adalah = 0.03519-0.03280 = 0.00239. Dimana selisih total bobot kondisi kedua ruas tersebut berada pada range nilai 2 skala banding berpasangan. Karena selisih total bobot kedua ruas kondisi tersebut bernilai positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah 2. Akan tetapi jika selisihnya bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan yang dipakai adalah 1/2 atau 0.5. Adapun nilai skala banding berpasangan untuk 108

perbandingan setiap alternatif ruas jalan terhadap variabel kondisi ruas jalan ditampilkan pada tabel 4.10 berikut ini : Tabel 4.10 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap Alternatif Terhadap Variabel Kondisi Jalan Alternatif 010 011 01111 01112 012 01211 047 04711 010 1 2 1/7 4 2 1/6 1/2 1/2 011 1/2 1 1/8 3 1/2 1/7 1/3 1/3 01111 7 8 1 9 7 2 7 7 01112 1/4 1/3 1/9 1 1/4 1/9 1/4 1/4 012 1/2 2 1/7 4 1 1/6 1/2 1/2 01211 6 7 1/2 9 6 1 6 6 047 2 3 1/7 4 2 1/6 1 1/2 04711 2 3 1/7 4 2 1/6 2 1 Setelah nilai skala banding berpasangan diperoleh maka selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing masing alternatif dengan memakai program expert choice 11, dimana prosesnya sama seperti menghitung bobot kriteria dan bobot variabel. Adapun proses perhitungan bobot skor alternatif ruas jalan terhadap variabel kondisi ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Meng- input data nilai skala banding berpasangan yang diperoleh seperti pada tabel 4.10 di atas ke program expert choice 11 yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran 5. 2. Merekapitulasi output pada langkah 1. 109

3. Menghitung bobot alternatif masing masing ruas jalan terhadap variabel/kriteria kondisi ruas jalan. Rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan terhadap variabel/kriteria kondisi ruas jalan ditampilkan pada tabel 4.11 berikut : Tabel 4.11 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel/Kriteria Kondisi Jalan No Urut Nomor Nama Bobot Skor Bobot Alternatif 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0570 0.03214 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0340 0.01917 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.3870 0.21819 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.0200 0.01128 5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0480 0.02706 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.2940 0.16576 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.0730 0.04116 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.0860 0.04849 Total Bobot kriteria kondisi ruas jalan (Tabel 4.5) 1.00 0.56324 0.5638 Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.11 di atas diperoleh bahwa ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan prioritas tertinggi jika di tinjau dari kondisi ruas jalan, yaitu memiliki bobot prioritas sebesar 0.21819 atau 21,819 %. 110

4.4.2 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas Jalan Bobot dari masing masing alternatif terhadap variabel kapasitas diperoleh setelah terlebih dahulu menghitung kapasitas masing masing alternatif ruas jalan dengan rumus yang digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) seperti pada persamaan 2.1 dan 2.2 yaitu : Rumus kapasitas di wilayah perkotaan : C = C o x FC W x FC SP x FC SF x FC CS Sementara rumus kapasitas jalan antar kota : Dimana: C = Co x F CW x FC SP x FC SF C C o FC W FC SP = Kapasitas (smp/jam) = Kapasitas dasar (smp/jam) = Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk jalan satu arah) FC SF FC CS = Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping dan bahu jalan/kereb = Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk) Untuk memperoleh nilai dari faktor faktor koreksi kapasitas untuk masing masing alternatif ruas jalan terlebih dahulu harus diketahui data eksisting tiap alternatif. Adapun data eksisting dari masing masing alternatif ruas jalan tersebut ditampilkan pada tabel 4.12 yang kemudian digunakan dalam proses perhitungan kapasitas ruas jalan seperti pada tabel 4.13 di bawah. 111

Tabel 4.12 Data Eksisting Tiap Alternatif Jalan 112 No Data Eksisting 012 010 011 01111 01112 Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3 01211 047 04711 1 Jumlah lajur 2 2 2 4 4 2 4 2 2 2 2 Panjang Jalan / Segmen (km) 65.48 44.33 4.67 5.22 50.83 1.42 4.07 2.96 3 Pembatas Median (D/UD) UD UD UD D D UD D UD UD UD 4 Arah 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 5 Pembagian arah ( % - % ) 50-50 50-50 50-50 50-50 50-50 50-50 50-50 50-50 50-50 50-50 6 Lebar jalan efektif (m) 7 7 6 13 14 7 16.4 7 6.8 6.8 7 Lebar bahu efektif (m) 1 0.8 0.6 0.5 0.8 0.8 1.2 0.6 0.5 1 8 Ukuran kota (juta penduduk) 0.1568 0.25191 9 Kelas hambatan samping Permukiman Permukiman, beberapa transportasi umum Daerah industri dengan beberapa toko di pinggir jalan Daerah komersial, aktivitas pinggir jalan tinggi Daerah komersial dengan aktivitas perbelanjaan pinggir jalan Nomor 112

Tabel 4.13 Rekapitulasi Perhitungan Kapasitas Jalan No Nomor Nama Co FCw FCsp FCsf FCcs Kapasitas (smp/jam) a b c d e f g h i = (d*e*f*g*h) 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 2900 1.00 1.0 0.95-2755.000 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 2900 1.00 1.0 0.91-2639.000 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 2900 0.87 1.0 0.91-2295.930 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 6600 0.96 1.0 0.88 0.90 5018.112 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Segmen 1 (Awal batas kota Langsa) 6600 1.00 1.0 0.91-6006.000 5 012 Segmen 2 (Sampai Batas SUMUT) 2900 1.00 1.0 0.91-2639.000 Segmen 3 (Kota Tamiang) 6600 1.08 1.0 0.98 0.90 6286.896 Rata - rata 4977.299 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 2900 1.00 1.0 0.91-2639.000 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 2900 0.88 1.0 0.88-2245.760 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2900 0.88 1.0 0.95-2424.400 113 113

Berdasarkan data pada tabel 4.12 diperoleh nilai setiap faktor koreksi kapasitas yang sesuai dengan tabel 2.5 s.d tabel 2.11. Setelah besarnya kapasitas suatu ruas jalan diperoleh seperti pada tabel 4.13 di atas, maka selanjutnya dilakukan pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel kapasitas ruas jalan. Dalam proses pembobotan alternatif terhadap variabel kapasitas ruas jalan dilakukan perbandingan berpasangan tiap alternatif ruas jalan. Range selisih kapasitas ruas jalan diperoleh dengan mencari selisih antara kapasitas ruas jalan terkecil dikurang dengan kapasitas ruas jalan terbesar, hal ini karena ruas jalan dengan kapasitas yang lebih kecil akan lebih diprioritaskan penanganannya. Kemudian nilai selisih tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding berpasangan (n), yaitu n = 9 1 = 8. Dari hasil rekapitulasi kapasitas ruas jalan semua alternatif ruas jalan diketahui bahwa ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan ruas jalan dengan kapasitas ruas jalan terbesar yaitu sebesar 5,018.112 smp/jam, sedangkan ruas jalan yang memiliki kapasitas ruas jalan terkecil adalah ruas jalan batas kota Langsa Kuala Langsa yaitu sebesar 2,245.760 smp/jam. Maka selisih nilai kapasitas ruas jalan terkecil dengan kapasitas terbesar adalah 2,245.760-5,018.112 = (-) 2,772.352 smp/jam. Sehingga range pada skala 2 s/d 9 masing masing bertambah sebesar (2,772.352) / (8) = 346.544 smp/jam. Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing masing alternatif ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.14 berikut ini : 114

Tabel 4.14 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kapasitas Jalan Skala Banding Berpasangan Selisih Kapasitas (smp/jam) Range (smp/jam) 1 0.000 0.000 s/d 0.000 2 346.544 0.001 s/d 346.544 3 693.088 346.545 s/d 693.088 4 1039.632 693.089 s/d 1039.632 5 1386.176 1039.633 s/d 1386.176 6 1732.720 1386.177 s/d 1732.720 7 2079.264 1732.721 s/d 2079.264 8 2425.808 2079.265 s/d 2425.808 9 2772.352 2425.809 s/d 2772.352 Sebagai contoh dalam memberikan nilai skala banding berpasangan antara alternatif ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) Peureulak dengan ruas jalan Peureulak (Km 392) batas kota Langsa adalah sebagai berikut. Untuk ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) Peureulak memiliki kapasitas sebesar 2755 smp/jam dan ruas jalan Peureulak (Km 392) batas kota Langsa memiliki kapasitas sebesar 2639 smp/jam, maka selisih kapasitas nya adalah = 2755 2639 = 116 smp/jam. Dimana selisih kapasitas kedua ruas tersebut berada pada range nilai 2 skala banding berpasangan. Karena selisih kapasitas kedua ruas tersebut bernilai positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah 1/2 atau 0.5, akan tetapi jika selisih nilai kapasitas ruasnya bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan yang dipakai adalah 2. Hal ini karena 115

diasumsikan bahwa ruas jalan dengan kapasitas jalan yang lebih kecil akan lebih diprioritaskan penanganannya. Nilai skala banding berpasangan untuk perbandingan setiap alternatif terhadap variabel kapasitas ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut : Tabel 4.15 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas Jalan Alternatif 010 011 01111 01112 012 01211 047 04711 010 1 1/2 1/3 8 8 1/2 1/3 1/2 011 2 1 1/2 8 8 1 1/3 1/2 01111 3 2 1 9 9 2 1/2 2 01112 1/8 1/8 1/9 1 1/2 1/8 1/9 1/9 012 1/8 1/8 1/9 2 1 1/8 1/9 1/9 01211 2 1 1/2 8 8 1 1/3 1/2 047 3 3 2 9 9 3 1 2 04711 2 2 1/2 9 9 2 1/2 1 Setelah nilai skala banding berpasangan diperoleh maka selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing masing alternatif dengan memakai program expert choice 11. Adapun proses perhitungan bobot skor alternatif ruas jalan terhadap variabel kapasitas ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Meng- input data nilai skala banding berpasangan yang diperoleh seperti pada tabel 4.15 di atas ke program expert choice 11 yang hasilnya disajikan pada lampiran 6. 2. Merekapitulasi output pada langkah 1. 3. Menghitung bobot alternatif terhadap variabel relatif kapasitas ruas jalan. 116

Rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan terhadap variabel relatif kapasitas ruas jalan dengan menggunakan program expert choice 11 ditampilkan pada tabel 4.16 berikut : Tabel 4.16 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel Relatif Kapasitas Jalan No Urut Nomor Nama Bobot Skor Bobot Alternatif 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0880 0.00788 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.1160 0.01038 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.2060 0.01844 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.0160 0.00143 5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0200 0.00179 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1160 0.01038 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.2750 0.02461 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.1630 0.01459 Total Bobot variabel relatif kapasitas ruas jalan (Tabel 4.5) 1.00 0.08950 0.0895 Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.16 di atas diperoleh ruas jalan batas kota Langsa Kuala Langsa merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan prioritas tertinggi jika di tinjau dari variabel kapasitas ruas jalan dengan bobot prioritas sebesar 0.02461 atau 2,461 %. 117

4.4.3 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Volume Lalulintas Analisis pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel volume lalu lintas berasumsi bahwa alternatif ruas jalan dengan volume lalu lintas yang lebih besar akan lebih diprioritaskan penanganannya dibandingkan dengan alternatif ruas jalan dengan volume lalu lintas yang lebih kecil. Analisa dilakukan berdasarkan pada data sekunder yang diperoleh dari satuan kerja perencanaan dan pengawasan jalan nasional Aceh yang dilampirkan pada lampiran 7. Adapun rekapitulasi data volume lalu lintas untuk masing masing alternatif tersebut dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini : Tabel 4.17 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Setiap Alternatif Jalan No Urut Nomor Nama LHRT (kend/hari) 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 5,257 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 4,907 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 3,039 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 89,205 5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 6,160 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 14,440 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 9,194 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 14,301 Sumber : Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Direktorat Jenderal Bina Marga Range selisih LHRT diperoleh dengan mencari selisih antara LHRT terbesar dikurang dengan LHRT terkecil. Hal ini karena ruas jalan dengan LHRT yang nilainya lebih besar akan lebih diprioritaskan dalam penanganannya. 118

Kemudian selisih LHRT tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding berpasangan (n), dimana n = 9 1 = 8. Dari hasil rekapitulasi LHRT diperoleh ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan ruas jalan dengan LHRT terbesar yaitu sebesar 89,205 kend/hari. Sedangkan ruas jalan dengan LHRT terkecil adalah ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) yaitu sebesar 3,039 kend/hari. Maka selisih nilai LHRT = 86166 kend/hari. Sehingga range bertambah sebesar (86166 kend/hari) / (8) = 10,770.75 kend/hari. Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing masing alternatif ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.18 berikut : Tabel 4.18 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Volume Lalu Lintas Skala Banding Berpasangan Selisih Nilai LHRT (kend/hari) Range (kend/hari) 1 0.00 0.00 s/d 0.00 2 10770.75 0.01 s/d 10770.75 3 21541.50 10770.76 s/d 21541.50 4 32312.25 21541.51 s/d 32312.25 5 43083.00 32312.26 s/d 43083.00 6 53853.75 43083.01 s/d 53853.75 7 64624.50 53853.76 s/d 64624.50 8 75395.25 64624.51 s/d 75395.25 9 86166.00 75395.26 s/d 86166.00 119

Apabila selisih LHRT bernilai positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah nilai skala perbandingan 1 s/d 9. Akan tetapi jika selisih LHRT bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan yang dipakai adalah nilai kebalikannya. Adapun nilai skala banding berpasangan untuk perbandingan setiap alternatif terhadap variabel volume lalulintas dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut: Tabel 4.19 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap Alternatif Terhadap Variabel Volume Lalulintas Alternatif 010 011 01111 01112 012 01211 047 04711 010 1 2 2 1/9 1/2 1/2 1/2 1/2 011 1/2 1 2 1/9 1/2 1/2 1/2 1/2 01111 1/2 1/2 1 1/9 1/2 1/3 1/2 1/3 01112 9 9 9 1 9 8 9 8 012 2 2 2 1/9 1 1/2 1/2 1/2 01211 2 2 3 1/8 2 1 2 2 047 2 2 2 1/9 2 1/2 1 1/2 04711 2 2 3 1/8 2 1/2 2 1 Selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing masing alternatif dengan memakai program expert choice 11. Hasil perhitungan dengan program expert choice 11 dapat dilihat pada lampiran 8. Adapun rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan terhadap variabel relatif volume lalu lintas ditampilkan pada tabel 4.20 berikut ini : 120

Tabel 4.20 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel Relatif Volume Lalulintas No Urut Nomor Nama Bobot Skor Bobot Alternatif 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0510 0.00158 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0430 0.00133 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.0330 0.00102 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.5370 0.01665 5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0610 0.00189 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1090 0.00338 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.0730 0.00226 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.0920 0.00285 Total Bobot variabel relatif volume lalu lintas (Tabel 4.5) 1.00 0.03097 0.0310 Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.20 di atas menunjukkan bahwa ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan prioritas tertinggi jika di tinjau dari variabel volume lalu lintas, yaitu memiliki bobot prioritas sebesar 0.01665 atau 1,665 %. 4.4.4 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Biaya Penanganan Jalan Analisis bobot alternatif terhadap variabel biaya penanganan jalan dilakukan dengan asumsi bahwa ruas jalan dengan nilai biaya penanganan lebih kecil akan lebih diprioritaskan dibandingkan ruas jalan dengan biaya yang lebih besar. 121

Adapun data biaya penanganan jalan untuk semua alternatif ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.21 berikut ini : Tabel 4.21 Biaya Penanganan Untuk Semua Alternatif Jalan No Urut Nomor Nama Biaya Penanganan 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 45,408,200,000 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 1,843,560,000 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 267,160,000 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 75,000,000 5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp 78,942,488,000 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 83,560,000 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 122,100,000 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 82,500,000 Sumber : Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Aceh Range selisih biaya penanganan diperoleh dengan menghitung selisih antara biaya penanganan jalan terkecil dengan biaya penanganan terbesar. Hal ini karena ruas jalan dengan biaya penanganan lebih kecil akan lebih diprioritaskan penanganannya. Kemudian selisih biaya penanganan tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding berpasangan (n), dimana n = 9 1 = 8. Dari tabel 4.21 di atas dapat diketahui bahwa ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan ruas jalan dengan biaya pemeliharaan terkecil yaitu sebesar Rp.75,000,000,-. Sedangkan ruas jalan yang memiliki biaya pemeliharaan terbesar adalah ruas jalan batas kota Langsa batas Provinsi SUMUT yaitu sebesar Rp.78,942,488,000,-. Maka selisih nilai biaya pemeliharaan terkecil dengan biaya 122

pemeliharaan terbesar adalah (Rp.75,000,000,-) (Rp.78,942,488,000,-) = (-) (Rp.78,867,488,000). Sehingga range pada skala 2 s/d 9 masing masing bertambah sebesar (Rp.78,867,488,000) / (8) = Rp.9,858,436,000,-. Sehingga nilai skala banding berpasangan dalam membandingkan masing masing alternatif ruas jalan terhadap variabel biaya penanganan jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.22 berikut : Tabel 4.22 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Biaya Penanganan Jalan Skala Banding Berpasangan Selisih Biaya (Rpx10 6 ) Range (Rpx10 6 ) 1 0.000 0.000 s/d 0.000 2 9858.436 0.001 s/d 9858.436 3 19716.872 9858.437 s/d 19716.872 4 29575.308 19716.873 s/d 29575.308 5 39433.744 29575.309 s/d 39433.744 6 49292.180 39433.745 s/d 49292.180 7 59150.616 49292.181 s/d 59150.616 8 69009.052 59150.617 s/d 69009.052 9 78867.488 69009.053 s/d 78867.488 Adapun nilai skala banding berpasangan untuk perbandingan setiap alternatif terhadap variabel biaya penanganan dari masing masing alternatif ditampilkan pada tabel 4.23 di bawah ini : 123

Tabel 4.23 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap Alternatif Terhadap Variabel Biaya Penanganan Alternatif 010 011 01111 01112 012 01211 047 04711 010 1 1/6 1/6 1/6 5 1/6 1/6 1/6 011 6 1 1/2 1/2 9 1/2 1/2 1/2 01111 6 2 1 1/2 9 1/2 1/2 1/2 01112 6 2 2 1 9 2 2 2 012 1/5 1/9 1/9 1/9 1 1/9 1/9 1/9 01211 6 2 2 1/2 9 1 2 1/2 047 6 2 2 1/2 9 1/2 1 1/2 04711 6 2 2 1/2 9 2 2 1 Dengan meng-input nilai skala banding berpasangan pada tabel 4.23 di atas ke program expert choice 11 maka diperoleh bobot skor masing masing alternatif terhadap variabel biaya penanganan jalan dimana hasil perhitungannya dilampirkan pada lampiran 9. Adapun rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan terhadap variabel relatif biaya penanganan jalan ditampilkan pada tabel 4.24 di bawah ini : 124

Tabel 4.24 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel Relatif Biaya Penanganan Jalan No Urut Nomor Nama Bobot Skor Bobot Alternatif 1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0310 0.00978 2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0990 0.03123 3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.1180 0.03723 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.2340 0.07383 5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0150 0.00473 6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1660 0.05237 7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.1400 0.04417 8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.1970 0.06215 Total Bobot variabel relatif biaya penanganan jalan (Tabel 4.5) 1.00 0.31550 0.3155 Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan pada tabel 4.24 di atas diperoleh ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan prioritas penanganan tertinggi jika di tinjau dari biaya penanganannya, yaitu memiliki bobot prioritas sebesar 0.07383 atau 7,383 %. 4.5 Prioritas Penanganan Jalan Terhadap Semua Kriteria Analisis prioritas terhadap semua kriteria ini menunjukkan seberapa besar pengaruh tiap kriteria ataupun variabel mulai dari yang pengaruhnya besar sampai yang pengaruhnya sangat kecil. Bobot prioritas terhadap semua kriteria 125

merupakan jumlah bobot alternatif terhadap keseluruhan kriteria dan atau variabel penelitian. Rekapitulasi bobot prioritas terhadap semua kriteria dapat dilihat pada tabel 4.25 berikut ini : Tabel 4.25 Rekapitulasi Bobot Prioritas Terhadap Semua Kriteria No Urut No Kondisi Jalan Bobot Alternatif Kapasitas Jalan Volume Lalulintas Biaya Penanganan ( a ) ( b ) (c ) ( d ) ( e ) ( f ) Bobot Prioritas Total % (g = c+d+e+f) 1 010 0.03214 0.00788 0.00158 0.00978 0.0513805 5.14% 2 011 0.01917 0.01038 0.00133 0.03123 0.0621145 6.21% 3 01111 0.21819 0.01844 0.00102 0.03723 0.274879 27.49% 4 01112 0.01128 0.00143 0.01665 0.07383 0.103187 10.32% 5 012 0.02706 0.00179 0.00189 0.00473 0.0354725 3.55% 6 01211 0.16576 0.01038 0.00338 0.05237 0.231893 23.19% 7 047 0.04116 0.02461 0.00226 0.04417 0.112200 11.22% 8 04711 0.04849 0.01459 0.00285 0.06215 0.1280835 12.81% Jumlah 0.56325 0.0895 0.03096 0.31550 0.99921 100% Berdasarkan bobot prioritas terhadap semua kriteria pada tabel 4.25 di atas dapat diketahui rangking setiap ruas jalan tersebut. Dimana ruas jalan yang menunjukkan bobot prioritas lebih besar maka penanganannya akan lebih diprioritaskan. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi bobot prioritas suatu ruas jalan berarti tingkat pencapaian tujuan pengelolaan jalan dari ruas tersebut 126

terhadap pengelolaan jalan nasional Panton Labu/Simpang Langsa Batas SUMUT telah sesuai dengan kriteria dan variabel yang ditetapkan. Adapun rangking atau urutan prioritas penanganannya ditampilkan pada tabel 4.26 berikut : Tabel 4.26 Rangking Prioritas Penanganan Jalan Nasional Panton Labu/Simpang Langsa Batas SUMUT Terhadap Semua Kriteria Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) No Nama Bobot Prioritas % Rangking a b c d e 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.27488 27.49% 1 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.23189 23.19% 2 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.12808 12.81% 3 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.11220 11.22% 4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.10319 10.32% 5 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.06211 6.21% 6 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.05138 5.14% 7 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.03547 3.55% 8 0.99921 99.92% Dengan memasukkan 3 kriteria yaitu kriteria kondisi ruas jalan, arus ruas jalan dan biaya penanganan jalan terhadap penentuan prioritas penanganan jalan di daerah penelitian diperoleh bahwa ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) adalah prioritas pertama, diikuti ruas jalan Agus Salim (Langsa) dan seterusnya. 127

4.6 Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Dengan Metode Bina Marga 4.6.1 Analisis Penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Karena yang diperhitungkan sebagai manfaat proyek adalah selisih dalam BOK, maka yang perlu dihitung adalah biaya tidak tetap saja baik untuk kondisi dengan proyek (with project) maupun untuk kondisi tanpa proyek (without project). (Pedoman studi kelayakan proyek jalan dan jembatan Pd.T-18-2005-B). 4.6.1.1 Biaya Konsumsi Bahan Bakar (BiBBMj) Biaya konsumsi bahan bakar dihitung dengan persamaan 2.12, yaitu : BiBBMj= KBBMi x HBBMj Dimana : BiBBMj = Biaya konsumsi bahan bakar (Rp/km) KBBMi HBBMj = Konsumsi bahan bakar minyak (liter/km) = Harga bahan bakar (Rp/liter) Dalam analisis ekonomi digunakan harga ekonomi sebagai harga satuan bahan bakar (Pd.T-15-2005-B). Adapun harga bahan bakar dapat dilihat pada tabel 4.27 berikut : Jenis Bahan Bakar Tabel 4.27 Harga bahan bakar tahun 2015 Harga Finansial (Rp/liter) Harga Ekonomi (Rp/liter) Bensin Premium Rp 7,300.00 Rp 6,570.00 Solar Rp 6,900.00 Rp 6,210.00 Harga Ekonomi = Harga Finansial - PPN (10%) Sumber : Kementerian ESDM RI, 2015 Sementara untuk menghitung konsumsi bahan bakar minyak masing masing kendaraan digunakan persamaan 2.13. 128

Kecepatan rata rata (V R ) lalu lintas Dengan menggunakan persamaan 2.14 s.d 2.17 dan berdasarkan pada tabel 2.24 s.d 2.32 serta tabel 4.12 dihitung kecepatan arus bebas kendaraan pada masing masing ruas jalan dimana hasil perhitungannya ditunjukkan pada tabel 4.28 di bawah. Adapun perhitungan kecepatan arus bebas kendaraan pada setiap ruas jalan dilampirkan pada lampiran 10. Contoh perhitungan Dihitung kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) Peureulak dengan data sebagai berikut : Jalan arteri 2/2 UD dengan tipe medan datar ; FV 0 = 65 km/jam (tabel 2.29) Lebar bahu efektif 1,0 m; Hambatan samping rendah : FFV SF = 0,97 (tabel 2.30) Pengembangan samping jalan 25 %; FFV RC = 0,98 (tabel 2.31) Lebar jalur lalu lintas efektif 7,0 m; FV w = 0 (tabel 2.31) Sehingga, FV = (FV O + FV W ) FFV SF FFV RC = (65 + 0) x 0,97 x 0,98 = 61,789 km/jam 129