VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA

dokumen-dokumen yang mirip
VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN

KESIMPULAN DAN SARAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

V. PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1) Ketua Program Magister dan Doktor PS. Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN. sajikan data-data yang terkait dengan sektor - sektor yang akan di teliti,

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono


ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis perekonomian Provinsi Riau menggunakan

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal

ANALISIS HASIL PENELITIAN

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

Pengertian Produk Domestik Bruto

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah. penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

2014 TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH SADAP KARET PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VIII WANGUNREJA DI KECAMATAN DAWUAN KABUPATEN SUBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

PERKEMBANGAN PDRB Triw I-2009 KALSEL

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BERITA RESMI STATISTIK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA 6.1. Output Sektoral Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri berupa stimulus ekonomi baik peningkatan investasi atau peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan output sektor agroindustri. Melalui keterkaitan antar sektor lebih lanjut hal ini akan meningkatkan pertumbuhan output sektor ekonomi lainnya. Peningkatan output akan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja, baik tenaga kerja pertanian maupun non pertanian dan permintaan terhadap modal yang dipenuhi oleh rumah tangga dan perusahaan. Hal ini akan berdampak lebih lanjut pada peningkatan pendapatan rumah tangga dan perusahaan. Proses ini akan terus berlangsung melalui efek pengganda (multiplier effect). Kebijakan yang ditujukan ke sektor agroindustri dibedakan atas kebijakan ke agroindustri makanan, kebijakan ke agroindustri non makanan dan kebijakan yang ditujukan ke industri-industri prioritas, yaitu agroindustri makanan sektor tanaman pangan, sektor perikanan, sektor perkebunan, industri kayu lapis, bambu dan rotan, serta industri karet remah dan karet asap. Dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap perubahan output sektoral disajikan pada Tabel 31 dan Lampiran 10. Kebijakan peningkatan investasi ke agroindustri prioritas yang dikombinasikan dengan peningkatan ekspor ke agroindustri prioritas (SK12) secara umum menghasilkan dampak peningkatan output sektoral terbesar. Sebaliknya kebijakan redistribusi pendapatan dari rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah akan menghasilkan dampak penurunan output sektoral. Meskipun persentase penurunan output relatif sangat kecil namun hal itu terjadi hampir di semua sektor ekonomi, kecuali sektor pertanian primer dan sektor agroindustri kapuk. Dikaitkan dengan dampak kebijakan tersebut terhadap pendapatan rumah tangga yang juga mengalami penurunan, hal ini berimplikasi bahwa penurunan pendapatan rumah tangga secara umum akan berakibat pula terhadap penurunan output sektoral kecuali sektor pertanian primer dan sektor agroindustri tertentu seperti disebutkan di atas.

Tabel 31. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri terhadap Output Sektoral Menurut Skenario Kebijakan, Tahun 2003 SEKTOR Pengeluaran Pemerintah DAMPAK THD OUTPUT SEKTORAL 1 (%) Ekspor Investasi Insentif Pajak RDS 2 SK1 SK2 SK3 SK4 SK5 SK6 SK7 SKB SK9 SK10 SK11 SK12 SK13 SK14 SK15 Pertanian Primer 0.17 0.02 0.02 0.50 0.48 0.68 0.65 0.60 0.51 1.34 1.54 2.26 0.35 0.69 0.00 Pertanian tan pangan 0.11 0.03 0.02 0.69 0.45 0.81 0.57 0.81 0.47 1.64 1.77 2.73 0.48 0.65 0.01 Peternakan dan hasilnya 0.16 0.02 0.02 0.43 0.44 0.59 0.60 0.50 0.46 1.18 1.24 1.99 0.29 0.63 0.00 Perikanan 0.13 0.02 0.01 0.52 0.40 0.66 0.53 0.62 0.41 1.30 1.42 2.17 0.36 0.57 0.01 Kehutanan & perburuan 0.28 0.01 0.02 0.22 0.55 0.50 0.83 0.26 0.61 0.89 1.35 1.59 0.15 0.79-0.01 Pertanian tan. Lainnya 0.18 0.03 0.02 0.66 0.56 0.84 0.74 0.78 0.60 1.68 1.90 2.82 0.46 0.80-0.02 Agroindustri Makanan 0.06 0.07 0.02 0.66 0.87 0.72 0.93 0.84 1.63 2.50 2.57 3.94 0.58 0.83-0.04 Ind mak sekt. peternakan 0.06 0.09 0.02 0.55 0.46 0.61 0.52 0.58 0.48 1.23 1.29 2.07 0.54 0.65-0.03 Ind mak sekt. tan pangan 0.06 0.04 0.02 0.45 0.46 0.51 0.51 0.50 0.47 2.78 2.84 3.63 0.32 0.65-0.03 Ind mak sekt. perikanan 0.06 0.06 0.02 2.07 0.45 2.13 0.51 1.49 0.46 4.89 4.94 7.34 0.37 0.64-0.03 Ind mak sekt. perkebunan 0.07 0.03 0.02 1.35 0.49 1.42 0.56 1.75 0.51 2.13 2.19 3.91 1.10 0.70-0.03 Industri minuman 0.06 0.16 0.02 0.54 0.47 0.60 0.53 0.68 0.50 1.25 1.31 2.10 0.47 0.67-0.03 Industri rokok 0.14 0.34 0.04 1.33 1.15 1.47 1.29 2.90 1.18 2.70 2.85 4.59 0.70 1.64-0.08 Agroindustri Non Makanan 0.03 0.01 0.84 0.20 1.22 0.24 1.26 0.27 2.87 1.48 1.52 2.58 0.14 1.75 0.00 Industri kapuk 0.06 0.05 3.68 0.40 0.56 0.47 0.63 0.58 0.87 1.18 1.24 2.00 0.27 0.80 0.07 Ind kulit samakan, olahan 0.02 0.01 0.35 0.11 0.81 0.12 0.83 0.14 6.51 0.40 0.41 0.69 0.07 1.16-0.01 Ind kayu lapis, bambu, rotan 0.03 0.01 0.03 0.16 2.29 0.19 2.31 0.19 0.85 2.02 2.04 4.42 0.11 3.27-0.02 Ind bubur kertas 0.03 0.01 0.07 0.16 1.09 0.19 1.12 0.19 4.93 0.61 0.64 1.08 0.11 1.56-0.02 Ind karet remah & asap 0.03 0.01 0.05 0.18 1.37 0.21 1.40 0.22 1.17 3.21 3.24 4.71 0.13 1.96-0.02 Industri ringan dan lainnya 0.04 0.01 0.01 0.22 0.39 0.25 0.43 0.26 0.42 0.82 0.85 1.20 0.15 0.56-0.02 Industri berat 0.03 0.01 0.01 0.19 0.38 0.23 0.41 0.23 0.41 0.77 0.80 1.13 0.13 0.54-0.02 Sektor Lain 0.05 0.01 0.02 0.29 0.43 0.33 0.48 0.34 0.46 0.92 0.97 1.59 0.20 0.62-0.04. 1 Nilai output sektoral menurut Skenario adalah nilai perubahan antara output simulasi Dasar dengan output masing -masing Skenario. 2 RDS = Redistribusi pendapatan rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan bawah. 207

208 Keterangan Kode Skenario: 1. Kebijakan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Skenario 1 (SK1): Skenario 2 (SK2): Skenario 3 (SK3): Peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian primer sebesar 10 % dan dialokasikan secara merata ke masing-masing subsektor. Peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri sebesar 10 % yang dialokasikan ke masing-masing agroindustri makanan secara merata. Peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan ke masing-masing agroindustri non makanan secara merata. 2. Kebijakan Peningkatan Ekspor Skenario 4 (SK4): Peningkatan ekspor di sektor agroindustri sebesar 7% untuk masing-masing agroindustri makanan. Skenario 5 (SK5): Peningkatan ekspor di sektor agroindustri sebesar 7% untuk masing masing agroindustri non makanan. Skenario 6 (SK6): Skenario 7 (SK7): 3. Kebijakan Peningkatan Investasi Skenario 8 (SK8): Skenario 9 (SK9): Skenario10 (SK10): Kombinasi peningkatan ekspor sebesar 7% untuk masing-masing agroindustri makanan (Skenario 4) dan peningkatan pengeluaran pemerintah 10 % di sektor pertanian primer yang dialokasikan ke masing-masing subsektor secara merata. Kombinasi peningkatan ekspor sebesar 7% untuk masing masing agroindustri non makanan (Skenario 5) dan peningkatan pengeluaran pemerintah 10% di sektor pertanian primer yang dialokasikan ke masing-masing subsektor secara merata. Peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan secara proporsional ke masing-masing agroindustri makanan Peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan secara proporsional ke masing-masing agroindustri non makanan. Peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan secara merata ke agroindustri prioritas. Skenario 11 (SK11): Kombinasi peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang didistribusikan secara merata ke agroindustri prioritas (SK10) dan peningkatan pengeluaran pemerintah 10% di sektor pertanian primer dan dialokasikan secara merata ke sub sektor pertanian primer yang mendukung agroindustri prioritas. Skenario 12 (SK12): Kombinasi peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan secara merata ke agroindustri prioritas (SK 10) dan peningkatan ekspor agroindustri prioritas sebesar 7%. 4. Kebijakan Insentif Pajak Skenario 13 (SK13): Pemberian insentif pajak ke masing-masing agroindustri makanan sebesar 10% Skenario 14 (SK14): Pemberian insentif pajak ke masing-masing agroindustri non makanan sebesar 10% 5. Kebijakan Redistribusi Pendapatan Skenario 15 (SK15): Redistribusi pendapatan rumah tangga dari golongan atas ke rumah tangga buruh tani, petani kecil, rumah tangga golongan rendah di desa dan di kota sebesar seratus ribu rupiah sebulan selama setahun dan sebanyak jumlah rumah tangga miskin yang didistribusikan secara proporsional ke masing-masing rumah tangga golongan rendah.

209 Selain kebijakan redistribusi pendapatan yang menghasilkan dampak negatif terhadap output sektoral, kebijakan lain yang dampaknya kurang efektif meningkatkan output sektoral adalah kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah ke agroindustri makanan sebesar sepuluh persen. Kebijakan ini hanya akan meningkatkan output sektoral berkisar antara 0.006 persen sampai 0.3 persen. Kebijakan tunggal maupun kombinasi peningkatan investasi ke agroindustri prioritas (SK10, SK11 dan SK12) secara nyata akan meningkatkan pendapatan sektoral dan agroindustri prioritas, yaitu agroindustri makanan sektor tanaman pangan, sektor perikanan, sektor perkebunan, agroindustri kayu lapis, barang dari kayu dan rotan serta agroindustri karet remah dan karet asap. Kebijakan lain yang juga menghasilkan dampak perubahan pendapatan sektoral yang relatif besar adalah kebijakan peningkatan investasi ke agroindustri non makanan (SK9) dan kebijakan pemberian insentif pajak ke agroindustri non makanan (SK10). Dari Tabel 31 terlihat pula bahwa kebijakan investasi, ekspor dan insentif pajak yang ditujukan ke agroindustri non makanan akan menghasilkan peningkatan output sektoral yang lebih besar dibandingkan jika kebijakan tersebut ditujukan ke agroindustri makanan. 6.2. Pendapatan Tenaga Kerja Perubahan pendapatan tenaga kerja sebagai dampak dari kebijakan ekonomi di sektor agroindustri disajikan pada Tabel 32. Secara umum kebijakan di sektor agroindustri akan menghasilkan peningkatan pendapatan tenaga kerja pertanian di desa dan di kota dibandingkan peningkatan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja non pertanian. Mengingat kebutuhan tenaga kerja pertanian akan dipenuhi oleh rumah tangga buruh tani dan petani maka hasil analisis ini konsisten dengan hasil sebelumnya dimana kebijakan agroindustri akan menghasilkan peningkatan pendapatan terhadap

210 rumah tangga buruh tani dan petani yang paling besar dibandingkan rumah tangga lainnya. Tabel 32. Dampak Kebijakan Agroindustri terhadap Pendapatan Tenaga Kerja Tahun 2003, Tahun 2003 SIMULASI KEBIJAKAN DAMPAK THD PENDAPATAN TENAGA KERJA 1 (%) Pertanian di desa Pertanian di kota Non Pert di Desa Non Pert di Kota DASAR 2 (Milyar Rp) 218 894.3 31 238.45 262 223.4 610 144.7 PENGELUARAN PEMERINTAH SK1 (Primer) 0.14 0.14 0.04 0.04 SK2 (Mak) 0.03 0.02 0.02 0.01 SK3 (Non mak) 0.02 0.02 0.02 0.02 EKSPOR SK4 (Mak) 0.65 0.62 0.32 0.30 SK5 (Non mak) 0.47 0.47 0.45 0.45 SK6 (SK4+SK1) 0.78 0.76 0.37 0.34 SK7 (SK5+SK1) 0.61 0.61 0.49 0.49 INVESTASI SK8 (Mak) 0.76 0.73 0.39 0.36 SK9 (Non mak) 0.49 0.49 0.45 0.45 SK10 (Prioritas) 1.58 1.52 1.05 1.01 SK11 (SK10+G prm-prior) 1.72 1.67 1.09 1.06 SK12 (SK10+X prioritas) 2.63 2.54 1.77 1.71 INSENTIF PAJAK SK13 (Mak) 0.44 0.42 0.23 0.21 SK14 (Non mak) 0.68 0.67 0.64 0.65 REDISTRIBUSI PENDAP SK15 0.00 0.00-0.02-0.03 1 Nilai pendapatan tenaga kerja menurut Skenario adalah nilai perubahan antara pendapatan simulasi Dasar dengan pendapatan masing -masing Skenario. 2 Nilai total pendapatan tenaga kerja masing-masing golongan sebelum dilakukan simulasi dari data SNSE 2003. Seperti halnya dampak kebijakan terhadap output sektoral, kebijakan ekonomi yang ditujukan ke agroindustri makanan akan menghasilkan peningkatan pendapatan tenaga kerja pertanian yang lebih besar dibandingkan dengan kebijakan ke agroindustri non makanan. Sebaliknya kebijakan ke agroindustri non makanan akan menghasilkan peningkatan pendapatan tenaga kerja non pertanian yang lebih besar. Dalam hal ini

211 kebijakan tunggal di sektor agroindustri yang menghasilkan dampak lebih besar secara berurutan adalah kebijakan investasi ke agroindustri prioritas maupun agroindustri lainnya, kebijakan ekspor, kebijakanan insentif pajak dan pengeluaran pemerintah. Konsisten pula dengan dampak kebijakan terhadap output sektoral, kebijakan yang terkait dengan peningkatan investasi di sektor agroindustri prioritas (SK10, SK11 dan SK12) akan menghasilkan peningkatan pendapatan tenaga kerja yang paling besar. Sebaliknya kebijakan redistribusi pendapatan dari rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah (Skenario 15) akan menghasilkan dampak peningkatan pendapatan terkecil, bahkan untuk tenaga kerja non pertanian di desa maupun di kota akan mengalami pengurangan pendapatan. Sementara kebijakan tersebut hanya menghasilkan persentase peningkatan pendapatan tenaga kerja pertanian di desa dan di kota yang relatif kecil. 6.3. Pendapatan Rumah Tangga Perubahan pendapatan rumah tangga dari berbagai Skenario terhadap simulasi DASAR (sebelum dilakukan simulasi) menurut golongan rumah tangga disajikan pada Tabel 33. Dari 15 skenario kebijakan yang dilakukan, peningkatan investasi pada agroindustri prioritas dikombinasikan dengan peningkatan ekspor agroindustri prioritas (SK12) merupakan kebijakan yang menghasilkan peningkatan pendapatan rumah tangga paling besar. Kebijakan lain yang juga menghasilkan persentase pendapatan lebih besar dibandingkan kebijakan lainnya adalah peningkatan investasi pada industri prioritas (SK10) dan kombinasi kebijakan tersebut dengan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian prioritas (SK11). Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan investasi di sektor agroindustri prioritas lebih efektif meningkatkan pendapatan rumah tangga dibandingkan kebijakan ekonomi lainnya.

212 Tabel 33. Dampak Kebijakan Agroindustri terhadap Pendapatan Rumah Tangga, Tahun 2003 SIMULASI KEBIJAKAN Buruh Tani DAMPAK THD PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 (%) Non Pert Non Pert Non Pert Petani Rendah Rendah Atas-Desa Desa Kota Non Pert Atas Kota DASAR 2 (Rp) 180 740 207 470 242 780 326 480 408 934 632 381 PENGELUARAN PEMERINTAH SK1 (Primer) 0.08 0.09 0.06 0.07 0.05 0.05 SK2 (Mak) 0.02 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 SK3 (Non mak) 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 EKSPOR SK4 (Mak) 0.46 0.47 0.38 0.41 0.31 0.32 SK5 (Non mak) 0.51 0.47 0.47 0.47 0.46 0.46 SK6 (SK4+SK1) 0.53 0.55 0.43 0.48 0.35 0.36 SK7 (SK5+SK1) 0.53 0.49 0.45 0.49 0.38 0.39 INVESTASI SK8 (Mak) 0.54 0.56 0.45 0.49 0.38 0.39 SK9 (Non mak) 0.53 0.49 0.48 0.49 0.47 0.47 SK10 (Prioritas) 1.31 1.28 1.13 1.19 1.02 1.03 SK11 (SK10+Gprm-prior) 1.40 1.38 1.19 1.27 1.07 1.09 SK12 (SK10+X prioritas) 2.21 2.17 1.91 2.02 1.73 1.76 INSENTIF PAJAK SK13 (Mak) 0.32 0.32 0.26 0.29 0.22 0.22 SK14 (Non mak) 0.73 0.68 0.67 0.67 0.65 0.66 REDISTRIBUSI PENDAP SK15 0.39 0.67 0.08-1.90 0.04-0.15 1 Nilai pendapatan rumah tangga menurut Skenario adalah nilai perubahan antara pendapatan simulasi Dasar dengan pendapatan masing -masing Skenario. 2 Nilai rata-rata pendapatan rumah tangga masing-masing golongan sebelum dilakukan simulasi dari data SUSENAS. Sebaliknya kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri makanan (SK2) dan agroindustri non makanan (SK3) tidak menghasilkan peningkatan pendapatan rumah tangga yang cukup berarti. Hal ini karena disamping peningkatan 10 % anggaran pembangunan tersebut secara nominal jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan jumlah nominal investasi swasta, juga karena alokasi pengeluaran pembangunan pemerintah tidak hanya untuk peningkatan modal secara fisik melalui penyertaan modal pada BUMN tetapi juga untuk biaya proyek-proyek penelitian serta pengeluaran pembangunan melalui instruksi presiden atau inpres (BPS, 2005). Hal itu mengurangi dampak langsung terhadap peningkatan output sektor, dan lebih lanjut terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga.

213 Namun pengeluaran pemerintah yang dialokasikan ke sektor pertanian primer sebagai pemasok bahan baku agroindustri (SK1) dengan persentase sama menghasilkan peningkatan pendapatan rumah tangga lebih besar dibandingkan pengeluaran pemerintah yang ditujukan ke sektor agroindustri (SK2 dan SK3). Sedangkan peningkatan ekspor di sektor agroindustri makanan (SK4) dan agroindustri non makanan (SK5) berdampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga lebih kecil dibandingkan dampak kebijakan peningkatan investasi. Dampak peningkatan ekspor pada dasarnya merupakan efek dari kebijakan peningkatan investasi agroindustri yang menghasilkan komoditi tradable dimana peningkatan investasi akan berdampak meningkatkan produksi untuk ekspor. Namun apabila peningkatan ekspor tersebut merupakan suatu kebijakan untuk mencapai target ekspor tertentu, maka kebijakan tersebut harus diikuti dengan upaya lain untuk mendorong percepatan ekspor, misalnya melakukan perluasan pasar, mengaktifkan pendekatan ke pihak yang memiliki saluran distribusi ke luar negeri yang bagus, upayaupaya yang mengarah pada perbaikan mutu produk serta diversifikasi produk olahan untuk meningkatkan nilai tambah ekspor. Kebijakan pemberian insentif pajak kepada perusahaan agroindustri makanan dan non maknan (SK13 dan SK14)) terhadap peningkatan output sektoral mempunyai hubungan yang bersifat tidak langsung tetapi melalui peningkatan investasi. Pemberian insentif pajak diharapkan akan memotivasi investor untuk berinvestasi lebih banyak sehingga sektor agroindustri akan berkembang. Kebijakan ini diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2007 yang memberikan insentif PPh kepada 15 industri termasuk beberapa agroindustri. Oleh karena mempunyai hubungan tidak langsung kebijakan tersebut menghasilkan dampak lebih kecil terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga dibandingkan kebijakan peningkatan investasi maupun kebijakan ekspor. Namun sesungguhnya kebijakan tersebut merupakan kebijakan strategis untuk mendorong peningkatan investasi. Dalam hal ini kebijakan insentif pajak

214 di agroindustri non makanan akan menghasilkan peningkatan pendapatan rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan kebijakan insentif pajak di agroindustri non makanan. Sedangkan kebijakan melakukan redistribusi pendapatan dari rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah (SK15) mengakibatkan penurunan pendapatan rumah tangga non pertanian golongan atas di desa dengan persentase yang jauh lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan yang diperoleh rumah tangga golongan rendah sehingga pendapatan rumah tangga secara agregat akan menurun. Sebaliknya rumah tangga yang menerima peningkatan pendapatan lebih besar terutama adalah golongan rumah tangga buruh tani dan petani. Sedangkan rumah tangga non pertanian di desa maupun di kota hanya menerima persentase peningkatan pendapatan yang relatif kecil. Dengan demikian dampak positif dari kebijakan tersebut akan dirasakan terutama oleh golongan rumah tangga buruh tani dan petani. Tabel 33 menunjukkan pula bahwa dampak kebijakan di sektor agroindustri secara umum akan meningkatkan pendapatan rumah tangga buruh tani dan petani dengan persentase paling besar. Hal ini membuktikan bahwa intervensi pemerintah dalam mengembangkan agroindustri akan mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga buruh tani dan petani. Apabila dewasa ini sekitar 69 persen kemiskinan berada di sektor pertanian dan perdesaan, maka pembangunan agroindustri diyakini merupakan cara efektif untuk mengurangi kemiskinan rumah tangga. Secara umum terlihat pula bahwa kebijakan ekonomi yang ditujukan ke agroindustri non makanan akan menghasilkan peningkatan pendapatan bagi buruh tani dan petani lebih besar dibandingkan bila kebijakan yang sama ditujukan ke agroindustri non makanan. Sebaliknya bagi rumah tangga non pertanian baik di kota maupun di desa, kebijakan ekonomi yang ditujukan ke agroindustri non makanan akan menghasilkan peningkatan pendapatan yang lebih besar bila dibandingkan kebijakan ke agroindustri makanan.