KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015

2 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan... iv BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud dan Tujuan Dasar Hukum Sistematika Penulisan BAB II : KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah pada Tahun Sebelumnya Rencana Target Ekonomi Makro pada Tahun Perencanaan. 32 BAB III : ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN DELANJA DAERAH (R-APBD) 3.1. Asumsi Dasar yang digunakan dalam APBN/APBD Laju Inflasi Pertumbuhan PDRB (Migas dan Non Migas) BAB IV : KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH 4.1. Pendapatan Daerah Kebijakan Perencanaaan Pendapatan Daerah yang akan dilakukan pada Tahun Anggaran Berkenan Target Pendapatan Daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Upaya-upaya Pemerintah Daerah dalam Mencapai Target Belanja Daerah Kebijakan Terkait dengan Perencanaan Belanja Daerah Meliputi Total Perkiraan Belanja Daerah Kebijakan Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak Terduga... 65

3 Kebijakan Pembangunan Daerah, Kendala yang Dihadapi, Strategis dan Prioritas Pembangunan Daerah yang Disusun Secara Terintegrasi dengan Kebijakan dan Prioritas Pembangunaan Nasional yang akan Dilaksanakan di Daerah Kebijakan Belanja Berdasarkan Urusan Pemerintah Daerah (Urusan Wajib dan Urusan Pilihan) Program dan Kegiatan pada Setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pembiayaan Daerah Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan BAB V : PENUTUP

4 DAFTAR TABEL Halaman 2.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Sarolangun Th Berdasarkan Harga Berlaku Perkembangan PDRB Kabupaten Sarolangun Th Berdasarkan Harga Konstan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Sarolangun Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Tingkat Inflasi Kabupaten Sarolangun dari tahun Struktur Ekonomi Kabupaten Sarolangun Tahun Struktur Perekonomian Kabupaten Sarolangun Menurut Sektor Primer, Sekunder dan Tertier Tahun PDRB Per Kapita Kabupaten Sarolangun Berdasarkan Atas Berlaku dan Harga Konstan dengan Migas Tahun Pendapatan Regional Per Kapita Kabupaten Sarolangun Berdasarkan Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan dengan Migas Tahun PDRB Kabupaten Sarolangun Tahun Berdasarkan Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha PDRB Kabupaten Sarolangun Berdasarkan Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Rincian Belanja Tidak Langsung Menurut Urusan Pemerintah Daerah dan Organisasi Tahun Anggaran Rincian Belanja Langsung Menurut Urusan Pemerintah Daerah dan Organisasi Tahun Anggaran

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan Umum APBD (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. Dimana dokumen ini merupakan salah satu bagian dari rencana jangka panjang daerah dan rencana jangka menengah daerah yang disusun dengan memperhatikan dan mengacu pada agenda Pembangunan Nasional, Kebijakan Pemerintah Pusat, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi, yang ditujukan sebagai upaya untuk mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang sinergis antara perencanaan pembangunan nasional, provinsi dan kabupaten. KUA Kabupaten Sarolangun Tahun 2016 disusun dengan mendasar pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Sarolangun Tahun 2016 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun RKPD merupakan rencana kerja tahunan daerah disusun berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut setiap pemerintah daerah wajib untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD Kabupaten Sarolangun Tahun 2016 disusun melalui beberapa pendekatan perencanaan yaitu teknokratis, partisipastif, politis, atas-bawah dan bawah atas (top-down/bottom up) melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sarolangun. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsisten antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Pemerintah Kabupaten Sarolangun dari tahun ke tahun senantiasa berupaya untuk melakukan perbaikan dan pembenahan pembangunan disegala bidang dengan tujuan agar masyarakat merasa lebih aman, nyaman dan tentram dalam menjalani kehidupannya serta dapat berkarya nyata dalam membangun daerahnya, meskipun dalam pelaksanaannya ditemui berbagai permasalahan baik itu yang bersifat lokal, nasional maupun global, namun demikian Pemerintah Kabupaten Sarolangun tetap konsisten dalam upaya mengatasi berbagai kendala dan tetap berupaya dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai upaya perbaikan dan pemulihan yang dilakukan telah mampu menciptakan berbagai aktivitas ekonomi dan kehidupan sosial yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

6 Dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu adanya perencanaan yang partisipatif, transparan dan akuntabel. Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Sarolangun telah memiliki dokumen perencanaan yang telah ditetapkan oleh daerah dan memberikan arah jangka panjang yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D) Kabupaten Sarolangun Tahun Sedangkan dokumen yang memberikan arah jangka menengah yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) Kabupaten Sarolangun Tahun Hal ini berarti bahwa dalam operasionalisasi anggaran daerah lebih ditekankan pada alokasi sumberdaya dan tetap mengacu pada dokumen-dokumen perencanan yang telah ditetapkan. Penganggaran daerah termasuk kategori perencanaan pembangunan jangka pendek yang merupakan bagian dari perencanaan pembangunan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang, yang terdiri dari atas formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) dan perencanaan operasional anggaran (budget operation planing). Penyusunan Kebijakan Umum APBD termasuk kategori formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisa fiskal, sedangkan perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya. Dengan didasarkan pada mekanisme perencanaan yang diarahkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional, maka sebagai penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), diperlukan suatu Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Sarolangun Tahun 2016, yang dijabarkan kedalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun Anggaran 2016, dan selanjutnya akan menjadi landasan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sarolangun Tahun Dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pemerintah telah mengeluarkan pedoman dalam penyusunan anggaran daerah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, serta secara teknis dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016.

7 Dengan mempedomani peraturan-peraturan tersebut diatas, maka pemerintah daerah diwajibkan untuk menyusun Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) yang mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dalam kaitan penyusunanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun menyusun Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016 merupakan dokumen yang memuat target dari pencapaian kinerja yang terukur dari setiap urusan pemerintah daerah melalui program-program yang akan dilaksanakan dan disertai dengan kebijakan dan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya untuk masa satu tahun anggaran. Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016 yang dijadikan dasar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016 dan memiliki kedudukan yang strategis, maka dalam penetapan kebijakan-kebijakan yang tertuang didalamnya ditetapkan secara bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Daerah dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun. Substansi dari Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memuat kesepakatan-kesepakatan yang merupakan petunjuk dan ketentuan umum sebagai pedoman dalam penyusunan Peraturan Daerah tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016, yang selanjutnya dijabarkan dan dijadikan pedoman utama dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016, yang akan dijabarkan lebih lanjut oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) Tahun Anggaran Maksud dan Tujuan Maksud Maksud dari penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016 adalah untuk menyerasikan dan menyelaraskan berbagai aspirasi dari seluruh potensi pembangunan di Kabupaten Sarolangun agar terjadi kesinergian dalam perencanaan program, kegiatan dan anggaran, serta pelaksanaannya dalam satu tahun anggaran Tujuan

8 Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016 adalah : 1. Memberikan arah bagi pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan pada Tahun Anggaran 2016 agar berdayaguna dan berhasilguna. 2. Mengoptimalkan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran Meningkatkan koordinasi antara eksekutif dan legislatif dalam pemantapan penyusunan perencanaan anggaran. 4. Tersedianya dokumen perencanaan dalam penyusunan program, kegiatan dan anggaran tahunan di daerah agar kegiatan-kegiatan pembangunan Kabupaten Sarolangun dapat terlaksana dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016, adalah : 1). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2). Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muara Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3903) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muara Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3969) 3). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 5). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455);

9 6). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7). Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 8). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 9). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 10). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 11). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 12). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 13). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 14). Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4028); 15). Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

10 Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2006 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4659); 16). Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 17). Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577); 18). Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 19). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 20). Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 21). Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 22). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 23). Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829); 24). Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864); 25). Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4972); 26). Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

11 27). Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165); 28). Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahaan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5) 29). Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3); 30). Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 137); 31). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310); 32). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah Tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 33). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus Di Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor ). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 35). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2015; 36). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Daerah Tahun Anggaran 2016 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 903);

12 37). Peraturan Daerah Kabupaten Sarolangun Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun 2007 Seri E Nomor 2); 38). Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sarolangun Tahun ; 39). Peraturan Daerah Kabupaten Sarolangun Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sarolangun Tahun ; 40). Peraturan Daerah Kabupaten Sarolangun Nomor 04 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sarolangun (Lembaran Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun 2008 Nomor 04) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sarolangun Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sarolangun Nomor 04 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sarolangun (Lembaran Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun 2009 Nomor 08); 41). Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Sarolangun Tahun Sistematika Penulisan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU APBD) Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016, disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Dasar Hukum 1.4. Sistematika Penulisan BAB II. KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah pada Tahun Sebelumnya 2.2. Rencana Target Ekonomi Makro pada Tahun Perencanaan BAB III. ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (R-APBD) 3.1. Asumsi Dasar yang digunakan dalam APBN/APBD

13 3.2. Laju Inflasi 3.3. Pertumbuhan PDRB (Migas dan Non Migas) BAB IV. KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH 4.1. Pendapatan Daerah Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah yang akan Dilakukan pada Tahun Anggaran Berkenaan Target Pendapatan Daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lainlain Pendapatan Daerah yang Sah Upaya-upaya Pemerintah Daerah dalam Mencapai Target 4.2. Belanja Daerah Kebijakan Terkait dengan Perencanaan Belanja Daerah meliputi Total Perkiraan Belanja Daerah Kebijakan Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak Terduga Kebijakan Pembangunan Daerah, Kendala yang Dihadapi, Strategi dan Prioritas Pembangunan Daerah yang Disusun Secara Terintegrasi dengan Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional yang akan dilaksanakan di daerah Kebijakan Belanja Berdasarkan : - Urusan Pemerintahan Daerah (Urusan Wajib dan Urusan Pilihan) - Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 4.3. Pembiayaan Daerah Kebijakan Peneriman Pembiayaan Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan BAB V. PENUTUP

14 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian daerah tidak dapat terlepas dengan perekonomian daerah sekitar, perekonomian nasional bahkan perekonomian dunia. Ada faktor-faktor perekonomian yang tidak dapat dikendalikan oleh daerah seperti yang menyangkut kebijakan sektor moneter dan sektor riil yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Selain itu juga pengaruh perekonomian internasional seperti pengaruh harga minyak dunia dan nilai tukar mata uang pasti akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Kerangka Ekonomi Makro Daerah pada dasarnya memberi gambaran kondisi ekonomi makro Kabupaten Sarolangun pada tahun sebelumnya. Gambaran kondisi ekonomi makro tersebut tentunya akan dapat tercapai dengan melalui berbagai kegiatan yang sesuai dengan prioritas kegiatan pembangunan yang telah ditetapkan. Kondisi ekonomi daerah secara umum dapat digambarkan dengan beberapa indikator. Indikator ekonomi yang sering digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, struktur ekonomi, PDRB per kapita dan Pendapatan Regional Per Kapita Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah pada Tahun Sebelumnya Produk Domestik Regional Bruto PDRB PDRB Atas Harga Berlaku Kondisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sarolangun berdasarkan harga berlaku selama periode tahun menunjukkan kondisi yang cenderung meningkat. Adapun lebih jelasnya perkembangan PDRB Kabupaten Sarolangun berdasarkan harga berlaku dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Sarolangun Th Berdasarkan Harga Berlaku (Juta Rupiah). Tahun PDRB Atas Harga Berlaku (Rp. 000) Perkembangan (%) Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas

15 ,08 13, ,05 13, ,34 25, ,22 16, ,77 14, ,94 19, ,73 21, ,56 25, ,65 22, ,79 13, ,97 21, ,28 15, * ,55 19, ** ,95 80,12 Rata-rata 23,62 22,17 Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, Tahun 2014 Keterangan : * ) Angka diperbaiki ** ) Angka sementara Dari Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa PDRB Kabupaten Sarolangun tahun 2012 dengan migas atas dasar harga berlaku sebesar Rp (dalam jutaan rupiah), dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp (dalam jutaan rupiah) atau terjadi kenaikan sebesar 19,55%. Sedangkan apabila dihitung dengan tanpa migas maka PDRB Kabupaten Sarolangun tahun 2012 sebesar Rp (dalam jutaan rupiah), pada tahun 2013 meningkat mencapai Rp (dalam jutaan rupiah) dan pada tahun 2014 meningkat meningkat menjadi Rp (dalam jutaan rupiah) atau sebesar 75,95 %. Secara rata-rata selama periode laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Sarolangun dengan migas berdasarkan harga berlaku mengalami peningkatan rata-rata sebesar 23,62% dan PDRB tanpa migas berdasarkan harga berlaku dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 22,17%. Peningkatan yang cukup signifikan ini disebabkan oleh struktur perekonomian PDRB yang biasanya dinilai hanya 9 Sektor sekarang menjadi 17 Sektor PDRB Atas Harga Konstan

16 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sarolangun selama periode berdasarkan atas harga konstan menunjukkan kondisi yang cenderung meningkat. Untuk lebih jelasnya perkembangan PDRB Kabupaten Sarolangun menurut harga konstan dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Perkembangan PDRB Kabupaten Sarolangun Th Berdasarkan Harga Konstan (Juta Rupiah). Tahun PDRB Atas Harga Konstan (Rp. 000) Perkembangan (%) Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas ,52 4, ,72 4, ,62 5, ,27 6, ,82 6, ,92 5, ,66 8, ,86 12, ,99 9, ,09 6, ,80 8, ,82 7, * ,94 8, ** Rata-rata 7,23 7,27 Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, Tahun 2014 Keterangan : * ) Angka diperbaiki ** ) Angka sementara Dari Tabel 2.2 menggambarkan bahwa PDRB Kabupaten Sarolangun tahun 2012 dengan migas atas dasar harga konstan sebesar Rp (dalam jutaan rupiah), dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp (dalam jutaan rupiah) atau naik

17 sebesar 7,94%. Sedangkan apabila dihitung dengan tanpa migas maka PDRB Kabupaten Sarolangun tahun 2012 atas harga konstan sebesar Rp (dalam jutaan rupiah), dan pada tahun 2013 meningkat mencapai Rp (dalam jutaan rupiah) atau naik sebesar 8,31%. Apabila dilihat secara rata-rata selama periode laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Sarolangun dengan migas berdasarkan harga konstan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,23% dan PDRB tanpa migas berdasarkan harga konstan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 7,27% Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi daerah yang tercermin dalam bentuk pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan penjumlahan dari seluruh nilai tambah dari berbagai kegiatan ekonomi pada lapangan-lapangan usaha disemua sektor ekonomi dari suatu daerah pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh perkembangan masing-masing sektor yang berperan dalam membentuk nilai tambah perekonomian suatu daerah. Nilai pertumbuhan yang diperoleh tersebut merupakan dampak nyata dari suatu kondisi ekonomi yang terjadi pada tahun yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dilihat dari PDRB berdasarkan atas harga konstan maupun PDRB berdasarkan atas harga berlaku. Selain itu juga, dengan berdasarkan perhitungan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan diketahui struktur ekonomi dan pertumbuhan ekonomi daerah. Peranan dari masing-masing sektor dalam PDRB dapat menentukan skala prioritas pembangunan. Tingkat pertumbuhan riil PDRB dapat mencerminkan keberhasilan dari pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Sedangkan pendapatan per kapita per tahun merupakan indikator tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu daerah. Indikator-indikator tersebut sebagai bahan acuan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan evaluasi dan perencanaan program pembangunan yang telah, sedang berjalan dan akan dilaksanakan. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun pada tahun 2013 menunjukkan pertumbuhan yang cukup positif yaitu sebesar 7,94%, terlihat dari meningkatnya PDRB AHK Tahun 2000 dengan migas sebesar Rp (dalam jutaan rupiah), sedangkan pada tahun 2012 mencapai sebesar (dalam jutaan rupiah) atau tumbuh sebesar 8,80%. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi tanpa migas pada tahun 2012 tumbuh mencapai 7,82% dengan PDRB AHK Tahun 2000 tanpa migas sebesar Rp (dalam jutaan rupiah). Untuk lebih jelasnya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (persen) menurut lapangan usaha dapat dilihat pada tabel 2.3.

18 Tabel 2.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sarolangun Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (persen). No Lapangan Usaha 2012* ) 2013** ) Pertanian 4,60 4,90 2. Pertambangan dan Penggalian 11,56 7,94 3. Industri Pengolahan 10,82 6,03 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 6,46 8,17 5. Bangunan 12,88 25,92 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 12,74 10,23 7. Pengangkutan dan Komunikasi 7,12 6,64 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 10,12 7,70 9. Jasa-jasa 3,46 5,86 PDRB Dengan Migas PDRB Tanpa Migas Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, Tahun ,82 7,73 7,94 8,31 Keterangan : * ) Angka diperbaiki ** ) Angka sementara Dari tabel 2.3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun pada tahun 2013 didorong oleh seluruh sektor yang semuanya mengalami pertumbuhan positif. Sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun pada tahun 2013 yang paling tertinggi disumbangkan dari sektor bangunan yang mencapai sebesar 25,92%, yang kemudian diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mencapai 10,23%, sektor listrik, gas dan air bersih mencapai 8,17%, sektor pertambangan dan penggalian mencapai 7,94%, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mencapai 7,70%, sektor pengangkutan dan komunikasi mencapai 6,64%, sektor industri pengolahan mencapai 6,03%, sektor jasa-jasa mencapai 5,86% dan sektor pertanian mencapai 4,90% Tingkat Inflasi

19 Inflasi merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat stabilitas ekonomi suatu negara atau wilayah. Inflasi didefinisikan meningkatnya harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara rata-rata (agregat) pada waktu berjalan terhadap waktu sebelumnya. Besarnya nilai inflasi sangat dipengaruhi oleh tingkat harga barang dan jasa. Dalam perekonomian faktor harga sangat menentukan, baik dunia bisnis maupun terhadap konsumen. Di dunia bisnis, harga akan mempengaruhi struktur biaya dan keuntungan. Berbeda dengan konsumen, harga akan mempengaruhi daya beli masyarakat sehingga tidak mampu untuk membeli barang dan jasa yang diperlukan. Sedangkan inflasi yang tinggi akan membatasi gerak investor dan dipihak konsumen akan mengurangi daya beli dan menurunnya kesejahteraan masyarakat. Berbeda dengan tingkat inflasi yang rendah akan merangsang dunia usaha untuk melakukan investasi dan bahkan dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen. Pada sisi lain inflasi yang negatif (deflasi) secara terus menerus dapat juga mengakibatkan terjadinya resesi ekonomi. Untuk itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak dalam menjaga tingkat inflasi pada suatu titik yang aman dalam mendukung perkembangan dan pertumbuhan ekonomi secara optimal terutama yang berkaitan dengan permintaan harga barang dan jasa. Perkembangan tingkat inflasi Kabupaten Sarolangun selama periode mengalami pertumbuhan fluktuatif, pada tahun 2010 sebesar 8,89%, sedangkan di tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 3,00% dan pada tahun 2012 kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 2,70%. Namun tingkat inflasi mengalami peningkatan yang cukup tajam terjadi pada tahun 2013 yakni menjadi sebesar 7,79%. Pada tahun 2014 tingkat inflasi mengalami peningkatan lagi dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,89%. Adapun tingkat inflasi Kabupaten Sarolangun dari tahun dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Tingkat Inflasi Kabupaten Sarolangun dari tahun No Tahun Tingkat Inflasi (%) , , , , ,89 Sumber : BPS Kabupaten Sarolangun, Tahun Struktur Ekonomi Struktur perekonomian Kabupaten Sarolangun dari periode tahun memiliki pola yang sama. Berdasarkan besarnya kontribusi sektoral terhadap PDRB selama periode ini urutan dalam struktur ekonomi relatif tidak mengalami perubahan. Secara berurutan yang menduduki peringkat pertama yaitu sektor pertanian, kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa, sektor bangunan, sektor industri pengolahan, sektor

20 pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan, dan yang terakhir adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Untuk lebih jelasnya struktur perekonomian Kabupaten Sarolangun periode tahun dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Struktur Ekonomi Kabupaten Sarolangun Tahun (persen) No Lapangan Usaha * 2013** Pertanian 42,42 39,86 37,45 35,87 33,61 2. Pertambangan dan Penggalian 16,44 19,64 21,13 21,51 22,35 3. Industri Pengolahan 2,61 3,85 4,11 4,32 4,45 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,29 0,29 0,31 0,33 0,35 5. Bangunan 6,08 5,79 6,10 6,50 8,12 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 12,58 12,05 13,47 14,87 15,36 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,35 4,73 4,56 4,37 4,07 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,19 3,26 3,15 3,22 3,19 9. Jasa-jasa 11,05 10,54 9,71 9,00 8,53 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, Tahun 2013 Keterangan : * ) Angka diperbaiki ** ) Angka sementara Dari tabel 2.5. menunjukkan bahwa kontribusi dari masing-masing lapangan usaha terhadap pembentukan perekonomian Kabupaten Sarolangun pada tahun 2013 sektor pertama yang memberikan kontribusi terbesar masih diduduki oleh sektor Pertanian yang memberikan kontribusi sebesar 33,61%. Pada sektor Pertanian ini yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB di sektor pertanian adalah sub sektor tanaman perkebunan yakni sebesar 15.15%. Sektor kedua diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan kontribusi sebesar 22,35%. Kontribusi yang terbesar dalam pembentukan PDRB pertambangan dan penggalian ini diberikan oleh sub sektor minyak dan gas bumi dengan kontibusi sebesar 16,68%. Pada urutan ketiga diduduki oleh Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan kontribusi

21 sebesar 15,36%. Sub sektor terbesar yang memberikan kontribusi dalam pembentukan sektor ini adalah sub sektor sub sektor perdagangan besar dan eceran dengan kontribusi sebesar 13,33%. Sektor keempat ditempati oleh sektor jasa-jasa dengan kontribusi sebesar 8,53%. Sub sektor terbesar yang memberikan kontribusi dalam pembentukan PDRB sektor ini adalah sub sektor jasa-jasa administrasi pemerintahan dan pertahanan sebesar 4,91%. Sektor kelima ditempati oleh sektor bangunan dengan kontribusi sebesar 8,12%. Urutan keenam ditempati oleh sektor industri dan pengolahan dengan kontribusi sebesar 4,45%, Sub sektor terbesar yang memberikan kontribusi dalam pembentukan PDRB sektor ini adalah sub sektor industri barang kayu dan hasil hutan lainnya sebesar 1,54%. Sektor Pengangkutan dan komunikasi menempati urutan ketujuh dengan kontribusi sebesar 4,07%, dimana sub sektor angkutan jalan raya memberikan kontribusi terbesar pada sektor ini yaitu sebesar 3.57 persen. Urutan kedelapan ditempati oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan kontribusi sebesar 3,19%, sedangkan yang menempati urutan terakhir dalam pembentukan perekonomian Kabupaten Sarolangun yaitu urutan kesembilan ditempati oleh sektor Listrik, gas dan air bersih dengan kontribusi sebesar 0,35%. Selanjutnya, dari kesembilan sektor diatas dapat diklasifikasikan menjadi tiga sektor yaitu sektor primer, sekunder dan tertier yang memberikan kontribusi terhadap pembentukan perekonomian Kabupaten Sarolangun. Untuk lebih jelasnya struktur perekonomian Kabupaten Sarolangun menurut Sektor Primer, Sekunder dan Tertier tahun dapat dilihat pada tabel 2.6. Tabel 2.6. Struktur Perekonomian Kabupaten Sarolangun Menurut Sektor Primer, Sekunder dan Tertier Tahun (Persen) No Lapangan Usaha * 2013** 1. Sektor Primer 58,86 59,50 58,58 57,38 55,96 - Pertanian 42,42 39,86 37,45 35,87 33,61 - Pertambangan dan Penggalian 16,44 19,64 21,13 21,51 22,35 2. Sektor Sekunder 8,98 9,93 10,52 11,15 12,92 - Industri Pengolahan 2,61 3,85 4,11 4,32 4,45 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,29 0,29 0,31 0,33 0,35 - Bangunan 6,08 5,79 6,10 6,50 8,12

22 3. Sektor Tertier 32,17 30,58 30,89 31,46 31,15 - Perdagangan, Hotel & Restoran 12,58 12,05 13,47 14,87 15,36 - Pengangkutan dan Komunikasi 5,35 4,73 4,56 4,37 4,07 - Keuangan, Persewaan dan Jasa 3,19 3,26 3,15 3,22 3,19 Perusahaan - Jasa-Jasa 11,05 10,54 9,71 9,00 8,53 Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, Tahun 2013 Keterangan : * ) Angka diperbaiki ** ) Angka sementara Dari tabel 2.6. memperlihatkan bahwa perekonomian Kabupaten Sarolangun pada tahun 2013 masih didominasi oleh sektor Primer dengan kontribusi sebesar 55,96%. Kontribusi terbesar dalam pembentukan sektor primer ini disumbangkan oleh sektor Pertanian yaitu sebesar 33,61%, dan diikuti dengan sumbangan dari sektor Pertambangan dan Penggalian dengan kontribusi sebesar 22,35%. Sektor sekunder peranannya dalam pembentukan perekonomian Kabupaten Sarolangun di tahun 2013 dengan memberikan kontribusi sebesar 12,92%. Pada sektor sekunder ini yang memberikan sumbangan terbesar disumbangkan oleh sektor bangunan dengan kontribusi sebesar 8,12%, dan diikuti dengan sektor Industri Pengolahan dengan kontribusi sebesar 4,45% serta kontribusi sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih sebesar 0,35%. Sedangkan sektor Tertier pada tahun 2013 memberikan kontribusi dalam pembentukan perekonomian Kabupaten Sarolangun yaitu sebesar 31,15%. Sektor yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan sektor ini adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 15,36%, diikuti oleh sektor jasa-jasa 8,53% dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 4,07%, terakhir disumbangkan oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan kontribusi diberikan hanya sebesar 3,19%. Selama periode pembentukan perekonomian Kabupaten Sarolangun dapat dikatakan bahwa masih tetap didominasi oleh sektor primer, kemudian diikuti oleh sektor tersier dan sektor sekunder. Pada periode tersebut tidak terlihat adanya perubahan yang signifikan karena urutan kontribusinya masih tetap sama dengan persentase peranan dari masing-masing sektor sedikit mengalami perubahan. Pada tabel 2.6 diatas dapat juga dilihat bahwa selama periode 2011 sampai dengan 2013, dimana sektor primer sebagai sektor dominan selama tiga tahun terakhir kontribusinya terus mengalami penurunan dimana masing-masing sebesar persen tahun 2011; persen tahun 2012; dan persen tahun Terlihat adanya transformasi ekonomi Kabupaten Sarolangun

23 pada sektor primer pada tahun 2013 bergeser sebesar negatif 1.42 persen (transformasi ekonomi terutama di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang bergeser sebesar negatif 2.27 persen). Kontribusi sektor sekunder selama tiga tahun terakhir masing-masing sebesar persen, persen, dan persen. Sektor ini dari tahun 2012 ke tahun 2013 bergeser sebesar positif 1.77 persen lebih besar dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 0.63 persen (transformasi ekonomi terutama di sektor bangunan bergeser sebesar positif 1.62 persen). Sama dengan sektor primer, sektor tertier juga bergerak ke arah negatif. Kontribusi sektor tertier sebesar persen di tahun 2012 dan persen ditahun 2013 yang berarti terjadi pergeseran sebesar negatif 0.31 persen (transformasi ekonomi terutama di sektor jasa-jasa yang bergeser sebesar negatif 0.48 persen). Selama periode ini, kontribusi sektor primer terus menurun atau bergeser ke arah negatif. Berbeda dengan sektor sekunder dan tersier yang cenderung bergeser ke arah positif. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Sarolangun secara bertahap mulai mengurangi ketergantungannya terhadap sektor primer terutama sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan (bercorak agraris) menuju ke perekonomian yang bercorak nonagraris PDRB Per Kapita dan Pendapatan Regional Per Kapita Indikator makro ekonomi yang juga dapat melihat gambaran dari perekonomian suatu daerah yaitu dapat diukur dengan menggunakan PDRB Per Kapita dan Pendapatan Regional Per Kapita. Kedua indikator ini lebih komprehensif dalam menggambarkan kondisi perekonomian daerah dan perkembangan nilai tambah yang dihasilkan per kapita penduduk. Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan perekonomin daerah yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan semakin cepatnya laju pertambahan penduduk. PDRB yang meningkat dengan distribusi yang semakin merata mencerminkan peningkatan pendapatan perkapita. Peningkatan PDRB Per Kapita dan peningkatan Pendapatan Regional Per Kapita berdampak pada daya beli masyarakat yang semakin meningkat. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menggambarkan besarnya PDRB per penduduk, sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan riil (nyata) per kapita (per kepala). Selanjutnya untuk menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh per kepala penduduk di suatu daerah dapat dilihat dengan pendapatan regional per kapita. Untuk lebih jelasnya gambaran tentang PDRB Per Kapita Atas Harga Berlaku dan Atas Harga Konstan dengan migas selama periode tahun dapat dilihat pada tabel 2.7. Tabel 2.7. PDRB Per Kapita Kabupaten Sarolangun Berdasarkan Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan Dengan Migas Tahun

24 No Tahun Harga Berlaku Harga Konstan Nilai (RP) Pertumbuhan (%) Nilai (RP) Pertumbuhan (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , * , , ** , ,88 Rata-Rata 15,98 3,96 Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, Tahun 2013 Pada tabel 2.7 diatas tergambar bahwa PDRB Per Kapita Kabupaten Sarolangun berdasarkan harga berlaku dengan migas pada tahun 2013 mencapai sebesar rupiah setahun, sedangkan pada tahun 2012 hanya mencapai sebesar rupiah, ini menunjukan selama dua tahun terakhir telah terjadi peningkatan PDRB perkapita sebesar 16,66%. Hal ini berarti menggambarkan bahwa besarnya PDRB Per Penduduk di Kabupaten Sarolangun tahun 2013 mencapai sebesar Rp dalam satu tahun. Jika dilihat secara rata-rata selama periode laju pertumbuhan PDRB Per Kapita Atas Harga Berlaku dengan migas di Kabupaten Sarolangun mengalami peningkatan pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 15,98%. Apabila dilihat berdasarkan atas harga konstan 2000 dengan migas yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi riil per kapita (per kepala) pada tabel 2.7 diatas memberikan gambaran bahwa PDRB Per Kapita AHK Kabupaten Sarolangun pada tahun 2013 mencapai sebesar rupiah setahun, sedangkan di tahun 2012 mencapai sebesar rupiah setahun, hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan pertumbuhan sebesar 4,88%. Sementara itu, jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan PDRB Per Kapita AHK dengan di Kabupaten Sarolangun selama periode tahun mencapai sebesar 3,96%.

25 Selanjutnya, untuk melihat gambaran besarnya pendapatan yang diperoleh per kepala penduduk Kabupaten Sarolangun dapat dilihat dari besarnya nilai Pendapatan Regional Per Kapita. Untuk lebih jelasnya Pendapatan Regional Per Kapita di Kabupaten Sarolangun selama periode tahun berdasarkan harga berlaku dan harga konstan dengan migas dilihat pada tabel 2.8. Tabel 2.8. Pendapatan Regional Per Kapita Kabupaten Sarolangun Berdasarkan Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan Dengan Migas Tahun No Tahun Harga Berlaku Harga Konstan Nilai (RP) Pertumbuhan (%) Nilai (RP) Pertumbuhan (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , (4,21) , , * , , ** , ,87 Rata-Rata 15,98 3,96 Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, Tahun 2013 Dari tabel 2.8 menggambarkan bahwa besarnya nilai Pendapatan Regional Per Kapita di Kabupaten Sarolangun berdasarkan Harga Berlaku dengan migas pada tahun 2013 mencapai rupiah setahun, ini menunjukkan bahwa besarnya pendapatan bersih per kepala (per kapita) penduduk Kabupaten Sarolangun sebesar rupiah setahun atau 1,807,983

26 rupiah sebulan. Bila dibandingkan dengan tahun 2012 nilai pendapatan regional per kapita mancapai sebesar rupiah setahun atau 1,556,411 rupiah sebulan, hal ini berarti pendapatan regional per kapita mengalami kenaikan sebesar 16,66%. Selanjutnya, Pendapatan Regional Per Kapita berdasarkan Harga Konstan dengan migas di tahun 2013 sebesar rupiah setahun, sedangkan di tahun 2012 hanya mencapai sebesar Rp , maka terjadi kenaikan sebesar 4,87% Rencana Target Ekonomi Makro pada Tahun Perencanaan Ekonomi Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun 2016 dalam konteks makro regional, dengan memperhatikan latar belakang kondisi ekonomi tahun-tahun sebelumnya maupun kondisi umum perekonomian Nasional dan regional Provinsi Jambi, diestimasikan masih mampu berkembang dan bertumbuh secara dinamis dalam kerangka pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Walaupun mungkin akan melambat dibandingkan tahun sebelumnya akibat krisis keuangan global yang berimbas pada berbagai negara belahan dunia termasuk kawasan Asia. Kondisi ini memerlukan sikap hati-hati dan sedikit konservatif utamanya dalam mengatasi eksesnya pada sektor riil dan imbasnya pada kelompok-kelompok masyarakat yang rentan (keluarga miskin dan kelompok marjinal). Perkembangan ekonomi nasional sudah barang tentu akan berimbas pada kinerja ekonomi Kabupaten Sarolangun Tahun Agar proyeksi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun pada tahun 2016 tidak jauh berbeda dengan Tahun Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2016, maka perlu ditunjang dengan nilai investasi yang tinggi. Laju inflasi akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan laju inflasi ekonomi nasional dan regional, sehingga perlu adanya kebijakan khusus untuk mejaga stabilitas harga. Pada Tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun diproyeksikan pada kisaran 7 8%. Sementara itu, inflasi diperkirakan pada kisaran 2 5,3 %. Kondisi ekonomi Kabupaten Sarolangun tahun 2016 masih stabil dan kondusif hal ini ditandai oleh kondisi kehidupan masyarakat yang damai, namun kualitas distribusi pendapatan dianggap masih cukup merata hal ini dibuktikan terjadinya penurunan angka kemiskinan dan kondisi ini pada tahun 2016 kita tetap pertahankan sebagaimana kondisi tahun sebelumnya dengan terus mendorong pertumbuhan hingga mencapai pada angka 8 persen atau lebih, mengingat pada tahun 2016 ada beberapa kebijakan Pemerintah khususnya dibidang keuangan dalam rangka penyaluran kredit usaha rakyat serta adanya beberapa kegiatan pembangunan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi yang dialokasikan dalam wilayah Kabupaten Sarolangun dan akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan PDRB sehingga dapat mendorong laju pertumbuhan yang cukup tinggi. Kondisi ekonomi tahun 2016 akan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal yang diperkirakan tetap membaik jika krisis keuangan global tidak berdampak secara signifikan terhadap kondisi perekonomian Indonesia, maka stabilitas ekonomi nasional dapat

27 di pertahankan minimal sama dengan tahun Dari sisi lingkungan eksternal terdapat beberapa hal perkiraan yang akan memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian Kabupaten Sarolangun tahun 2016, antara lain adalah : 1. Berkaitan dengan ekonomi nasional tergantung kebijakan ekonomi makro yang dikeluarkan oleh Pemerintah, harga minyak mentah dunia yang mengalami penurunan, serta harga komoditi pertanian yang semakin membaik. 2. Gejolak keuangan global diperkirakan pada tahun 2016 kembali membaik, karena langkah-langkah yang ditempuh oleh Negaranegara maju diperkirakan mampu memulihkan kembali sektor keuangan global yang pada gilirannya akan meningkatkan stabilitas moneter internasional yang lebih baik 3. Perekonomian AS diperkirakan mulai meningkat secara bertahap, dengan perekonomian asia yang diperkirakan akan tetap tumbuh tinggi dan perekonomian dunia pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang pada gilirannya akan meningkatkan perdagangan dunia yang artinya komoditi dari Kabupaten Sarolangun akan tetap terserap oleh pasar dunia (ekspor) 4. Harga barang-barang di pasaran semakin stabil sehingga pembangunan dapat berjalan sesuai rencana dan masyarakat tetap terdorong untuk menginvestasikan dananya di Kabupaten Sarolangun Adapun lingkungan internal yang diperkirakan berpengaruh positif terhadap perekonomian Kabupaten Sarolangun tahun 2016 adalah sebagai berikut : 1. Stabilitas keamanan politik dalam wilayah Kabupaten Sarolangun dapat terjaga sehingga kelangsungan kegiatan ekonomi dapat berjalan lebih baik. 2. Langkah-langkah perbaikan infrastruktur akan mendorong perbaikan investasi dan percepatan sektor rill. 3. Meningkatnya ekspor komoditi dan perdagangan antar daerah melalui Kabupaten Sarolangun. Untuk itu, kebijakan-kebijakan ekonomi daerah harus mampu ikut meredam gejolak ekonomi, sehingga kelompok rentan relatif memiliki ketahanan untuk menghadapinya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi daerah harus sejalan dengan strategi, kebijakan, program dan kegiatan prioritas yang dijalankan untuk melindungi, menjamin pelayanan dasar dan keberlangsungan usaha produktif kelompok rentan. Dengan mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi pada Tahun 2016, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun pada Tahun 2016 masih tetap mampu membuka peluang kesempatan kerja dan berusaha bagi kelompok masyarakat.

28 BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) 3.1. Asumsi Dasar yang digunakan dalam APBN Perhitungan besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) Tahun Anggaran 2016 dihitung berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro yang diperkirakan akan terjadi pada tahun Asumsi perekonomian nasional pada tahun 2016 sangat dipengaruhi oleh perkiraan perkembangan ekonomi global dan domestik yang merupakan sasaran dan asumsi ekonomi makro yang jadikan dasar dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun Adapun asumsi-asumsi dasar ekonomi makro tersebut adalah : 1. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8 6,2 persen 2. Laju Inflasi sebesar 4,00-5,00 persen 3. Nilai tukar rupiah sebesar Rp per USD 4. Tingkat Bunga SPN 3 Bulan sebesar 4% - 6% 5. Harga minyak Indonesia (ICP) USD USD per barel 6. Lifting minyak barel per hari 7. Lifting gas bumi ribu barel setara minyak per hari 8. Lifting minyak dan gas bumi ribu barel setara minyak per hari Sedangkan asumsi dasar yang mendasari dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016 adalah : 1. Pertumbuhan ekonomi daerah tidak terlepas dari fenomena pertumbuhan ekonomi Nasional, fluktuasi ekonomi yang terjadi dalam skala Nasional sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi di daerah. 2. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun diperkirakan berada pada kisaran 7 8 %. 3. Laju inflasi Kabupaten Sarolangun berada pada kisaran 2 % - 5,3 %

29 4. Peningkatan investasi, mendorong ekspor non migas, serta memberi stimulus fiskal dalam batas kemampuan keuangan daerah untuk menggerakkan semua sektor produksi, terutama industri dan petanian. Koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil ditingkatkan untuk mendorong peran masyarakat dalam pembangunan ekonomi. 5. Situasi daerah yang semakin kondusif menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasinya, sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan serta mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 6. Pada tahun 2016 kondisi ekonomi Kabupaten Sarolangun masih stabil dan kondusif, hal ini dikarenakan perekonomian dunia diperkirakan akan tumbuh lebih baik dibanding tahun Namun demikian masih terdapat risiko global yang perlu diwaspadai yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional dan daerah. 7. Pada tahun 2016 ada beberapa kebijakan pemerintah khususnya dibidang keuangan dalam rangka penyaluran kredit usaha rakyat serta adanya beberapa kegiatan pembangunan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi yang dialokasikan dalam wilayah Kabupaten Sarolangun akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan PDRB sehingga dapat mendorong laju pertumbuhan yang cukup tinggi 8. Diharapkan perkiraan target penerimaan pendapatan daerah dapat terpenuhi, sehingga dapat memberikan dukungan pertumbuhan perekonomian daerah dan mampu mencukupi kebutuhan pelayanan dasar serta penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Sarolangun 9. Perkiraan kebutuhan belanja daerah dapat membiayai program dan kegiatan prioritas daerah yang telah direncanakan. 10. Meningkatkan kualitas belanja dan pengelolaan keuangan daerah serta memantapkan pengelolaan pembiayaan anggaran. 11. Kondisi politik yang stabil perlu dijaga di tahun 2016, sehingga diharapkan kondisi perekonomian baik secara nasional maupun regional sampai akhir tahun anggaran 2016 diperkirakan cukup stabil dan kondusif. Agar keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun dapat dikelola dengan baik, maka harus selalu menggali potensi pendapatan, melakukan efisiensi belanja serta mengembangkan sumber pembiayaan. Mengingat pertumbuhan pendapatan daerah dipengaruhi oleh kecenderungan (trend) konsumsi masyarakat dan perencanaannya didasarkan pada asumsi indikator ekonomi makro, seperti pertumbuhan inflasi, PDRB, tarif dan pertumbuhan penduduk serta pertimbangan realisasi pertumbuhan selama 5 tahun terakhir dan rencana kinerja pendapatan daerah. Sedangkan asumsi pertumbuhan belanja, menggunakan 3 tahun terakhir. Upaya untuk mewujudkan stabilitas keuangan daerah akan terus dilaksanakan sejalan dengan momentum pertumbuhan ekonomi daerah yang akan terjadi. Dari sisi penerimaan daerah, berbagai upaya untuk peningkatan penerimaan jenis pajak dan retribusi daerah akan terus ditingkatkan Laju Inflasi

30 Laju inflasi merupakan salah satu sasaran akhir yang sangat penting dalam kebijakan ekonomi makro. Laju inflasi yang mencerminkan kenaikan harga secara umum perlu ditekankan pada tingkat yang rendah sehingga tidak membahayakan pencapaian sasaran ekonomi makro lainnya seperti pendapatan riil masyarakat, untuk itu diperlukan adanya pemantauan dengan seksama perubahan yang terjadi pada barang-barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat mendorong terjadinya laju inflasi. Laju inflasi pada tahun 2014 sebesar 8,89 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang mencapai sebesar 7,79 persen. Tingginya inflasi di tahun 2014 ini disebabkan terjadinya perubahan indeks umum harga konsumen Kabupaten Sarolangun sepanjang bulan Januari sampai dengan Desember Hal ini terjadi karena pada bulan Januari terjadi beberapa peningkatan harga yang cukup signifikan untuk beberapa komoditas barang dan jasa, terutama untuk komoditas bahan makanan yaitu komoditas sayuran dan bumbu-bumbuan, akibat adanya musim penghujan dan imbas dari pergantian tahun. Diharapkan dalam sepanjang tahun 2016 perekonomian Kabupaten Sarolangun diperkirakan tumbuh lebih tinggi dengan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga dan ketahanan ekonomi yang lebih baik. Adapun tantangan yang dihadapi dalam bidang ekonomi adalah persaingan usaha yang makin ketat seperti teknologi, permodalan dan kualitas sumber daya manusia. Selain itu tantangan yang dihadapi masih rentannya struktur ekonomi, kesempatan berusaha, ketimpangan pendapatan dan belum berkembangnya ekonomi kerakyatan, masih rendahnya investasi, serta masih belum memadainya infrastruktur suprastruktur ekonomi dan perdagangan. Sementara itu, kondisi ekonomi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan dibidang keuangan baik kebijakan fiskal maupun moneter seperti tingkat suku bunga, inflasi, maupun nilai tukar rupiah. Dengan stabilnya kondisi ekonomi makro seperti laju inflasi dibawah 2 digit, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap USD tahun 2016 mencapai Rp per USD dan tingkat suku bunga 6-6,5 persen, merupakan variabel-variabel yang sangat penting untuk mendukung bidang riil. Kondisi stabilitas ekonomi makro, seperti kestabilan nilai tukar rupiah, terkendalinya laju inflasi dan kestabilan suku bunga dalam negeri akan mempengaruhi prospek perekonomian Kabupaten Sarolangun tahun Dengan perkiraan relatif stabilnya nilai tukar rupiah diperkirakan pada rentang Rp per USD dan menurunnya suku bunga dalam negeri serta dukungan efektivitas kebijakan moneter yang hati-hati, maka laju inflasi diharapkan diperkirakan dengan kisaran 4-5% Pertumbuhan PDRB (Migas dan Non Migas)

31 Dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Lebih jauh, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB. Berdasarkan data PDRB Kabupaten Sarolangun, perkembangan perekonomian menunjukkan angka pertumbuhan yang positif. Pada Tabel 3.1. terlihat perkembangan PDRB Kabupaten Sarolangun menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku selama periode Pada tahun 2000 PDRB Kabupaten Sarolangun dengan migas sebesar Rp juta, sedangkan dengan menggunakan angka perhitungan PDRB tanpa migas diperoleh nilai Rp juta. Selama periode PDRB Sarolangun selalu mengalami peningkatan. Hingga tahun 2013 sudah mencapai Rp juta (dengan migas) dan Rp juta (tanpa migas). Tabel 3.1. PDRB Kabupaten Sarolangun Tahun Berdasarkan Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah)

32 Lapangan Usaha * 2013** 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik Gas dan Air Bersih 5. Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahan 9. Jasa-jasa PDRB PDRB Tanpa Migas Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, Tahun 2013 Keterangan : *) Angka diperbaiki **) Angka sementara PDRB Kabupaten Sarolangun berdasarkan harga konstan tersaji pada Tabel 3.2. Pada tahun 2000 PDRB Kabupaten Sarolangun dengan migas sebesar Rp juta dan Rp juta tanpa migas. Selama periode PDRB Sarolangun berdasarkan harga konstan juga cenderung mengalami peningkatan. Hingga tahun 2013 PDRB Kabupaten Sarolangun berdasarkan harga konstan sudah mencapai Rp juta dengan migas dan Rp juta tanpa migas. Tabel 3.2. PDRB Kabupaten Sarolangun Berdasarkan Harga Konstan

33 Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Sumber : PDRB Kabupaten Sarolangun, 2013 Keterangan : Lapangan Usaha * 2013** 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahan Jasa-jasa Tahun *) Angka diperbaiki **) Angka PDRB PDRB Tanpa Migas sementara

34 BAB V PENUTUP Penyusunan Kebijakan Umum APBD ini disusun sebagai konsekuensi dari pemberlakuan kebijakan keuangan Negara yang telah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dimana keberadaannya telah menjadi komitmen bersama antara legislative dan eksekutif, serta merupakan langkah awal yang cukup strategis guna penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran Pada dasarnya penyusunan Kebijakan Umum APBD merupakan bagian dari upaya untuk pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan Kabupaten Sarolangun. Selain itu juga, Kebijakan Umum APBD Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2016 memuat komponen-komponen pelayanan dan target pencapaian kinerja yang diharapkan pada setiap unsur pemerintah daerah yang akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran Tingkat pencapaian kinerja dan pelayanan yang diharapkan tidak terlepas dari kondisi dan kemampuan daerah. Demikianlah Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2016 ini dibuat, yang selanjutnya akan dibahas bersama antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun dengan Badan Anggaran DPRD Kabupaten Sarolangun guna memperoleh kesepakatan menjadi Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2016, yang akan dijadikan pedoman dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rancangan Perda Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran Sarolangun, November 2015 KETUA DPRD KAB. SAROLANGUN BUPATI SAROLANGUN H. MUHAMMAD SAIHU Drs. H. CEK ENDRA

35 PPAS APBD TA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017 DAFTAR ISI Hal. Nota Kesepakatan Daftar Isi i BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 1.3. Dasar Hukum... 3 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 8 2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja pembangunan daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan tahunan daerah, yang disusun melalui 4 pendekatan,

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Standar Pelayanan Minimal

Lebih terperinci

BUPATI MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BUPATI MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 (KUA APBD PERUBAHAN T.A. 2015)

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 (KUA APBD PERUBAHAN T.A. 2015) KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 (KUA APBD PERUBAHAN T.A. 2015) KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG TAHUN 2015 NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 BAB 1

LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 BAB 1 1 1 LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prof. Arjomand (1977) menyatakan

Lebih terperinci

Pemerintah Kota Cirebon

Pemerintah Kota Cirebon BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Setiap daerah di era Otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 18 TAHUN 2014 SERI A.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sisten Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa Pemerintah maupun Pemerintah Daerah setiap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu kegiatan utama bagi pemerintah daerah disamping pelayanan dan operasional internal birokrasi. Dengan telah diterapkannya Otonomi Daerah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 1 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2014 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2015-2016 dapat digambarkan

Lebih terperinci

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Bintan Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Bintan Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan adanya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2016-2021 sebagai dokumen perencanaan periode lima tahunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 merupakan dokumen perencanaan daerah tahun keempat RPJMD Kabupaten Tebo tahun 2011 2016, dalam rangka mendukung Menuju

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I.1 1.2 Tujuan... I.4 1.3 Dasar Hukum... I.4 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Kondisi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2015 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel...

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 BUPATI NGANJUK, Menimbang : bahwa memenuhi

Lebih terperinci

WALIKOTA BOGOR RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016

WALIKOTA BOGOR RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 WALIKOTA BOGOR RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II RENCANA PERUBAHAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II RENCANA PERUBAHAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I PENDAHULUAN... 2 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Tujuan Penyusunan... 3 1.3 Dasar Hukum... 3 BAB II RENCANA PERUBAHAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015... 6 BAB III PRIORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364 PERATURAN BUPATI MUKOMUKO NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MUKOMUKO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI BUNGO PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR 44 TAHUN 2014

BUPATI BUNGO PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR 44 TAHUN 2014 BUPATI BUNGO PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BUNGO TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-Undang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 merupakan masa transisi pemerintahan dengan prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO 1 PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN POSO TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya, perlu berlandaskan rencana pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI NOMOR : 075/5690/B.Pem NOMOR NOMOR : 910/2819/DPRD TANGGAL : 8 Oktober 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 01 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 01 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 01 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 1 2017 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG. NOMOR : 01 TAHUN 2014 kk TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

- 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG. NOMOR : 01 TAHUN 2014 kk TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 - 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 01 TAHUN 2014 kk TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2011 SERI A ==================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Bali

Pemerintah Provinsi Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah yang memiliki fungsi sebagai

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 39 TANGGAL : 14 Mei 2013 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TAHUN 2010-2015 DENGAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2015

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2015 - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR. TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA DEPOK,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR. TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA DEPOK, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR. TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses Perencanaan merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan pembangunan, dimana hasil dari proses perencanaan ini dapat dijadikan sebagai penentu arah dan tujuan

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN NIAS

BERITA DAERAH KABUPATEN NIAS NOMOR : 217 BERITA DAERAH KABUPATEN NIAS SERI : A PERATURAN BUPATI NIAS NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN NIAS TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009 No. 09/02/15/Th. IV, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada tahun meningkat sebesar 6,4 persen dibanding tahun 2008. Peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NIAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NIAS NOMOR : 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NIAS SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN NIAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN NIAS TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi ke depan masih bertumpu pada sektor pertanian yang kontribusinya

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Bupati Lamongan Nomor : 44 Tahun 2016 Tanggal : 25 Oktober 2016. RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang

Lebih terperinci