METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan

DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN Besaran Satuan Kecamatan Desa

BAB III GAMBARAN UMUM

PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP Simpulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan

SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

KONSEP DASAR DAPODIK EMPAT BAGIAN PENTING KONSEP DASAR DAPODIK

Data Sosial Ekonomi. Masyarakat Kabupaten Bandung Tahun 2008 (Publikasi Hasil SUSEDA 2008) Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung

Katalog BPS: TAHUN 2010 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menempati tempat yang penting dalam pembangunan bangsa

H. DADANG M. NASER., SH., S.Ip BUPATI BANDUNG

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI

Lampiran 1 Indikator dari Pembangunan yang Berkelanjutan (CSD 2001)

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG. NOMOR: 68/Kpts/KPU-Kab /2015

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

3.1. BATASAN ADMINSTRASI KABUPATEN BANDUNG

Rencana Umum Pengadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anisa Lestari, 2013

Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung

DOKUMEN PELAKSANAAN PRUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012

BAB I PENDAHULUAN. anggaran pemerintah yang cukup karena oil boom untuk membiayai berbagai

PERUBAHAN PENYESUAIAN PANJAR BIAYA PERKARA PERDATA PADA KAMI, KETUA PENGADILAN PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut :

PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TEH DI KABUPATEN BANDUNG

5.1. PELUANG PENYEDIAAN BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNGAN INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP INDUSTRI KREATIF DI KABUPATEN BANDUNG

GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH (KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY)

KAJIAN PENYUSUNAN DATA BASE PENATAAN KECAMATAN DI KABUPATEN BANDUNG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN BANDUNG

TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Siklus Menstruasi

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

SEKILAS KABUPATEN BANDUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiyono, (2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III KAJIAN UMUM WILAYAH STUDI

DISKRIPSI PROGRAM UTAMA A-1 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN SEHAT PERMUKIMAN (AIR LIMBAH)

5. PENUTUP. A. Kesimpulan

PANWASLU KABUPATEN BANDUNG KELOMPOK KERJA PEMBENTUKAN PANWASLU KECAMATAN

EXECUTIVE SUMMARY INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TAHUN Naskah dan gambar kulit : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

KAJIAN PENYUSUNAN DATA BASE PENATAAN DAERAH DI KABUPATEN BANDUNG

BAB III PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN (Belajar dari Pengalaman) A. Kabupaten Bandung dalam Catatan Sejarah

Bab III. Capaian Pembangunan Manusia

Analysis Calculation of Optimum Hand Tractor Needs In Regency Bandung. Dwi Rustan Kendarto 1)

KATA PENGANTAR. LKIP Kabupaten Bandung 2016

KAJIAN KERENTANAN, RISIKO, DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANDUNG

(Implementation of the Policy on the Protection of Sustainable Agricultural Land in Handling Agricultural Land Convertion) ABSTRAK ABSTRACT

A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 D. Pengertian Umum... 3

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, setiap warga negara

Analisis penurunan produksi tanaman padi akibat perubahan iklim di Kabupaten Bandung Jawa Barat

LAPORAN TAHUNAN 2015 E D I S I T E R B I T T A H U N DINKES KAB BDG DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG

KETERSEDIAAN LIMBAH PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAPI PERAH DI KABUPATEN BANDUNG HENDRA NUGRAHA

Soreang, Mengetahui, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik. Kepala Seksi Tanggap Darurat. Cecep Hendrawan, S.Ip NIP

LAMPIRAN A DATA UMKM KABUPATEN BANDUNG

DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN, KEPUTUSAN/KEBIJAKAN YANG TELAH DISAHKAN

Dedi Sukarno 1 ABSTRAK

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROGRAM KEGIATAN FISIK DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BANDUNG KEGIATAN PEMBANGUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) adalah Komitmen Negara terhadap rakyat

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2016 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2017 KABUPATEN BANDUNG. Rencana Tahun 2016 (Tahun Rencana) Kebutuhan

No No Kecamatan Urut Nama Lembaga Nama Penyelenggara Alamat

P E N G U M U M A N Nomor : 12/EProc/Pgm/17.03.T01/DBM/2013

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

BAB V. ANALISIS DAN RENCANA AKSI

Laporan Tahunan Tahun 2014 Edisi Terbit Tahun 201


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Aspek Geografis dan Demografi Kabupaten Bandung

ANALISIS USAHATANI KOPI DI KELOMPOK TANI HUTAN GIRI SENANG DESA GIRI MEKAR KABUPATEN BANDUNG. Oleh : 2 Elly Rasmikayati, 3 Bobby Rachmat Saefudin

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

Transkripsi:

163 METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN A.1 METODE ANALSISIS STURGESS Dalam mencari rangking untuk faktor penduduk penulis terlebih dahulu menentukan kelas wilayah yang dan melakukan penilaian terhadap kelas-kelas wilayah tersebut untuk setiap indikator yang telah dijelaskan diatas yaitu dengan metode pengklasifikasian menggunakan Metode Sturgess (Rondinelli dalam buku Perencanaan Pembangunan Wilayah, 2005) serta melakukan interval untuk melakukan klasifikasi. Kemudian penulis menjumlahkan nilai dari setiap indikator indikator tersebut yan kemudian julah nilai dari setiap indikator tersebut dilakukan pengkelasan dengan aturan yang sama pada setiap indikator-indikator yang ditentukan. Untuk penentuan klasifikasi berdasarkan metode sturgess maka dapat dijelaskan pada rumus dibawah ini Jumlah Klasifikasi = 1 + 3,3 log Keterangan : n : Banyak Kecamatan Kemudian dalam menentukan interval kelas menggunakan rumus : Interval Kelas = Jumlah Nilai Terbesar Jumlah nilai terkecil Jumlah Kelas Metode ini digunakan juga dalam penentuan klasifikasi aksesibilitas A.2 INDEKSENTRALITAS Indes sentralitas yang diperoleh mengizinkan penggunaan atribut yang kelihatan sebagai error dalam skala Guttman, berdasarkan asumsi bahwa ketersediaan fungsi yang jarang muncul tetap menyumbangkan nilai pada indeks sentralitasnya. Untuk mendapatka indeks yang dimaksud maka sangat penting untuk menentukan bobot untuk setiap variable dan fungsi. penentuan bobot tersebut didasarkan pada keberadaan fungsi dengan memeperthatikan jumlahnya. Dengan melakukan anggapan bahwa jumlah total atribut atribut fungsional dalam suatu sistem keseluruhan mempunyai nilai sentralitas sama dengan 100 dengan menggunakan formula sebagai berikut :

164 C = t/t Keterangan : C : bobot Atribut Fungsi t t : Nilai sentralitas gabungan sama dengan 100 T : Jumlah total atribut dalam sistem. A.3 METODE ANALISIS AKSESIBILITAS Yang dimaksud dengan tingkat aksesiblitas adalah kemudahan mecapai wilayah tersebut dari wilayah yang berdekatan, atau juga sebaliknya kemudahan untuk mencapai wilayah lin yang berdekatan dengan wilayah asal. Terdapat beberapa unsure yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas untuk meyederhanakan persoalan tersebut maka digunakan jenis angkutan yang paling umum digunakan oleh masyarakat untuk berpergian. Mengukur tingkat aksesibilitas suatu kota/lokasi/wilayah biasanya menggunakan rumus gravitasi, adapun metode gravitasi yang digunakan dalam mengukur indeks aksesibilitas untuk Kabupaten Bandung adalah menggunakan metode Hansen dengan rumus sebagai berikut : A ij = Keterangan A ij E j d ij b : Accessibility index daerah i terhadap j : Total Lapangan kerja (employment) di daerah j : Jarak Antara i dan j : Pangkat dari d ij Penentuan nilai pangkat b dalam analisis aksesibilitas Pada uraian diatas dibuat asumsi bahwa nilai b = 2. Dalam hal ini nilai b sangat berkaitan dengan cepatnya jumlah trip yang menurun sehubungan dengan makin jauh jarak yang ditempuh dalam mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini diasumsikan secara grafis bahwa perubahan nilai b yang dapat dilihat pada gambar diawah ini. (Tarigan, 2005)

165 Gambar 1 grafis perubahan nilai b Dari gambar diatas dapat diasumsikan bahwa apabila : Nilai b : 1 berarti trip menurun berbanding lurus dengan pertambahan jarak yang perlu ditempuh Nilai b : 2 berarti jumlah trip menurun lebih drastis dari pertambahan jarak Nilai b : 3 berarti penurunan itu lebih drastic lagi dibandingkan dengan nilai b=2 Penentuan waktu tempuh dalam analisis aksesibilitas Dalam menentukan waktu tempuh dalam analisis aksesibilitas digunakan rumusan berdasarkan teori kecepatan (Kamajaya, Inspirasi Sains Fisika, 67), dimana rumusan tersebut adalah V = S / T Keterangan : V = Waktu tempuh S = Jarak T = Kecepatan rata-rata (dalam hal ini kecepatan rata-rata diambil sampel 40 km/jam untuk mencapai pusat ibukota dari tiap kecamatan) Dari keterangan diatas maka penulis mengasumsikan bahwa nilai dari b untuk analisis aksesibilitas adalah 2 dengan asumsi bahwa orang akan lebih cenderung jarang untuk berpergian ke suatu tempat jika jarak dari tempat asal menuju tempat tujuan tersebut semakin jauh yang berarti bahwa jumlah trip akan menurun cenderung lebih drastis jika terjadinya pertambahan jarak menuju lokasi tujuan.

166 A.4 METODE ANALISIS PERSEBARAN PENDUDUK Pola pegerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang dan barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan didalam daerah tertentu selama periode tertentu. Matrik Pergerakan atau Matrik Asal Tujuan sering digunakan oleh perencana transportasi untuk menggambarkan pola pergerakan tersebut. Namun analisis yang dilakukan dalam laporan ini hanya sebatas mengidentifikasi persebaran pergerakan penduduk eksisting pada saat sekarang yang akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan pusat-pusat pelayanan. Maka dari itu dalam analisis ini hanya melihat berapa besar pergerakan yang terjadi dengan melihat dari hasil matrik MAT. Dalam analisis ini dilakukan pengelompokan yang terdiri dari kelompok tinggi sedang dan rendah berdasarkan hasil presentase dari jumlah pergerakan tiap kecamatan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mempermudah masukan yang menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pusat pusat pelayanan. Pengelompokan rank ini pun dilakukan dalam penentuan orde kota dan indentifikasi penggunaan lahan dengan membagi kedalam 3 kelompok wilayah. Adapun rumus dalam penentuan rank ini pun adalah : R = A B, dan I = R/K Keterangan: R = Rank A = Nilai Tertinggi B = Nilai Terendah I = Interval K = Jumlah kelompok (3 yaitu tinggi, sedang, dan rendah) A.5 METODE ANALISIS KAPASITAS PELAYANAN Untuk mengetahui sarana pelayanan yang belum dimanfaatkan dengan baik (secara optimal) dan/atau lokasi yang belum terjangkau oleh sara pelayanan yanga ada maka ditentukan kapasitas pelayanan bagi tiap sana pelayanan tersebut. (Rustiadi, 2009 : 37) Dalam menentukan kapasitas pelayanan sebelumnya ditentukan terlebih dahulu nilai indeks Perkembangan suatu wilayah/pusat pelayanan yang dikombinasikan dengan skalogram. Adapun rumus untuk menentukan indeks perkembangan wilayah tersebut adalah (Rustiadi, 2009 : 37) :

167 Dimana : ܫ = ᇱ ܫ Keterangan : IP j I ij ܫ ܫ = 'ܫ ܦ = Indeks Perkembangan Wilayah ke-j = Nilai (skor) indikator perkembangan k-i wilayah ke-j I ij = Nilai (skor) indikator perkembangan ke-i terkoreksi (terstandarisasi) wilayah I i min SD i ke-j = Nilai (skor) indikator perkembangan ke-i terkecil (minimum) = Standar Deviasi Indeks perkembangan ke-i Sedangkan untuk menentukan kapasitas pelayanan adalah (Rustiadi, 2009 : 38) : KP j = IP j x P j Keterangan : KP j = Kapasitas Pelayanan untuk wilayah ke-j IP j = Indeks Perkembangan wilayah untuk wilayah ke-j P j = Jumlah Penduduk wilayah ke-j A.6 METODE ANALISIS P-MEDIAN Kaidah yang harus terpenuhi dalam penentuan lokasi optimum ini adalah kaidah most accessible. Secara umum kaidah ini dapat diartikan bahaw lokasi yang optimum adalah lokasi yang paling mudah dicapai disbandingkan lokasi lainnya yang ada pada wilayah tersebut. Terdapat criteria criteria yang tercantum dalam kaidah most accessible yaitu : 1. Kriteria minimasi jarak 2. Kriteria minimasi jarak rata-rata 3. Kriteria minimasi jarak terjauh 4. Kriteria pembebanan merata 5. Kriteria batas ambang 6. Krteria batas kapasitas Pada sutdi ini digunakan metoda P-median dengan menggunakan tanpa jaringan atau disebut juga metoda analisis P-median dengan model FLPM (Facility Location in Plane

168 Model) dengan kasus Jumlah Fasilitas Majemuk (Multi Facilities Location Problem) yang artinya bahwa nilai koordinat lokasi pusat pelayanan tidak diketahui yang menyebabkan jumlah total jarak-bobot untuk titik permintaan menjadi minimum. Adapun model optimsai dengan kasus jumlah fasilitas majemuk memiliki fungsi sebagai berikut: ଵ ଵ ݓ ݔට൫ ݔ ൯2 + ݕ൫ ݕ ൯2 Dengan : Min z = z = total jarak dari semua titik permintaan ke pusat pelayanan terdekat x i.y i = koordinat titik permintaan ke-i (i=1,,n) x j y j = koordinat titik pusat pelayanan ke-j (j=1,,n) w i a ij = bobot titik permintaan = 1 apabia titik permintaan I lebih dekat pada titik pelayanan ke-j dari pada ke pusat pelayanan yang lain, apabila tidak demikian maka a ij = 0 Fungsi ini dibaca tentukan nilai dari x j koordinat lokasi pusat pelayanan ke-j yang tidak diketahui yang menyebabkan jumlah total jarak-bobot untuk semua titik permintaan menjadi minimum Dalam studi ini analisis P-median dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi atau penggunaan perangkat lunak komputer. A.7 METODE ANALISIS DESKRIPTIF Metode dengan analisis yang digunakan dalam penentuan pusat pusat pelayanan adalah analisis kualitatif deskriptif perbandingan yaitu dengan mendeskripsikan serta membandingkan pertimbangan pertimbangan yang menjadi dasar dalam penentuan pusat pusat pelayanan. Metode ini dilakukan dengan cara membandingkan beberapa variabel atau faktor yang digunakan dasar pertimbangan serta mendeskripsikan hasil dari perbandingan tersebut. A.8 PEMILIHAN ALTERNATIF Pemilihan Alternatif I, dipilih berdasarkan pusat eksisting yang terdiri dari Kec. Soreang, Kec. Baleendah, Kec. Majalaya, dan Kec. Cileunyi yang kemudian ditambah dengan Kec. Pangalengan yang merupakan kecamatan terpilih untuk menjadi pusat bagi wilayah bagian selatan.

169 Pemilihan Alternatif II, dipilih berdasarkan pusat eksisting, namun untuk pusat Kec. Baleendah dirubah oleh Kec. Dayeuhkolot karena Kec. Dayeuhkolot mempunyai nilai yang sama pada analisis orde kota yang artinya dari tingkat pengaruh dan perkembangan wilayah tersebut sudah cukup layak dijadikan sebagai wilayah perkotaan. Yang kemudian ditambah juga dengan Kec. Pangalengan untuk pusat bagi perkembangan wilayah bagian selatan. Pemilihan Alternatif III, dipilih berbeda dengan pusat eksisting karena adanya pergantian untuk pusat di Kec. Baleendah yang diganti dengan Kec. Dayeuhkolot kemudian Kec. Cileunyi yang diganti dengan Kec. Rancaekek. Sperti hal nya alternative lain dengan maksud untuk mengembangkan wilayah bagian selatan maka untuk Kec. Pangalengan akan selalu ad pada tiap pilihan alternatif. Pemilihan Alternatif IV, dipilih berdasarkan pusat eksisting, namun untuk pusat Kec. Cileunyi dirubah oleh Kec. Rancaekek karena Kec. Rancaekek mempunyai nilai yang sama pada analisis orde kota yang artinya dari tingkat pengaruh dan perkembangan wilayah tersebut sudah cukup layak dijadikan sebagai wilayah perkotaan. Yang kemudian ditambah juga dengan Kec. Pangalengan untuk pusat bagi perkembangan wilayah bagian selatan

170 Tabel B.1 Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan di Kabupaten Bandung tahun 2027 NO KAWASAN PERKOTAAN LUAS WILAYAH LUAS PEMUKIMAN (HA) PERSENTASE (%) 1 Soreang/Katapang 2.688,06 2.112,07 78.57 2 Ciwidey/Pasirjambu 1.846,09 1.060,90 57.47 3 Banjaran 1.837,56 840,75 45.75 4 Ciparay 1.606,45 785,45 48.89 5 Majalaya 3.448,69 1.367,83 39.66 6 Baleendah/Dayeuhkolot/Bojongsoang 4.472,05 2.674,51 59.81 7 Cileunyi/Rancaekek 3.170,83 2.708,14 85.41 8 Cicalengka 1.248,47 816,38 65.39 9 Pangalengan 984,90 468,66 47.58 10 Margahayu/Margaasih 2.888,84 1365,53 47.27 TOTAL 24.191,94 14.200,22 58.70 Sumber : RTRW Kabupaten Bandung tahun 2007

171 No. Kecamatan Tabel B.2 Koordinat Bayangan X Y Bobot Demand 1 Soreang 9.9 8.1 6 2 Kutawaringin 10.6 9.5 5 3 Katapang 10.6 8.2 4 4 Ciwidey 8.3 6.1 4 5 Pasirjambu 8.4 5.5 4 6 Rancabali 7.2 5.4 3 7 Banjaran 11.9 7.5 5 8 Pameungpeuk 12 8.2 4 9 Cangkuang 10.9 7.6 4 10 Arjasari 12.3 7.6 3 11 Cimaung 11.1 6.1 4 12 Pangalengan 10.8 5.2 5 13 Baleendah 12.9 8.8 8 14 Dayeuhkolot 12.9 9.3 7 15 Bojongsoang 14.2 9.6 5 16 Majalaya 16.6 7.5 7 17 Solokanjeruk 16.7 8.5 5 18 Ciparay 15.3 7.8 6 19 Pacet 15.1 5.6 3 20 Kertasari 14.1 3 3 21 Paseh 17.9 7.2 6 22 Ibun 16.8 6 3 23 Cileunyi 15.8 10.5 8 24 Rancaekek 16.6 9.4 8 25 Cicalengka 19 9.3 5 26 Nagreg 19.7 8.6 4 27 Cikancung 18.3 8.8 4 28 Margahayu 11.3 9.4 6 29 Margaasih 11.1 9.8 5 30 Cilengkrang 15.7 11.8 3 31 Cimenyan 13.3 12.3 5 Sumber : Hasil Analisis Tahun 2009

172

173

174