Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung"

Transkripsi

1 1 Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung Dimas Darmawansyah dan Sardjito Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya Indonesia Abstrak Komoditas teh merupakan salah satu andalan ekonomi wilayah Kabupaten Bandung, namun semakin lama semakin menurun produksinya, sehingga memerlukan arahan pengembangan, tidak hanya dari produksi petik teh, tetapi juga dari sektor-sektor lain seperti industri, perdagangan dan jasa, serta pariwisata, melalui diversifikasi kawasan perkebunan teh. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prospek pengembangan kawasan perkebunan teh yang sesuai dalam rangka meningkatkan nilai tambah ekonomi berbasis sumber daya alam dan sektor unggulan di Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil analisis, survey primer kondisi eksisting, dan expert judgement, maka terbentuk cluster-cluster di dalam kawasan perkebunan teh, yaitu Agribisnis, Agroindustri, dan Agrowisata. B Kata Kunci diversifikasi kawasan, kawasan perkebunan teh. I. PENDAHULUAN ASIS ekonomi wilayah dapat diartikan sebagai sektor ekonomi yang aktivitasnya menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang atau sektor ekonomi di suatu wilayah yang dapat menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya. Basis ekonomi memainkan peran yang vital didalam menentukan tingkat pendapatan wilayah [1]. Kabupaten Bandung memiliki potensi perkebunan yang cukup besar yang didominasi oleh perkebunan teh di wilayah selatan dan tercatat sebagai daerah penghasil teh utama di Jawa Barat. Masalah yang menghinggapi kebun teh rakyat di Kabupaten Bandung adalah keterbatasan biaya untuk memelihara kebun, seperti memberantas hama atau pemupukan, sehingga petani teh mengalami kerugian dan kebun dibiarkan tidak dipelihara. Untuk meminimalisasi efek dari penurunan produktivitas teh di Kabupaten Bandung, maka diperlukan konsep pengembangan melalui diversifikasi kawasan perkebunan guna menimbulkan kegiatan ekonomi baru yang kemudian akan meningkatkan nilai tambah untuk subsektor perkebunan, khususnya komoditas teh, dengan cara mengkaitkan subsektor perkebunan komoditas teh dengan sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri, perdagangan, dan pariwisata. Ditjen Perkebunan pada tahun 2008 menetapkan bahwa teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Berbagai dampak positif pengembangan komoditi teh di Indonesia antara lain adalah jumlah petani yang terlibat di dalam usahatani teh sekitar 320 ribu kepala keluarga yang dapat menghidupi 1,3 juta jiwa keluarga petani. Dengan kemampuan menyerap tenaga kerja seperti itu, maka penyerapan tenaga kerja per hektar di perkebunan teh merupakan yang tertinggi dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Secara nasional usaha perkebunan teh menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1,2 trilyun dan menyumbang devisa bersih US$ 110 per tahun, serta kontribusi terhadap devisa sektor pertanian mencapai 8,41%. Kebijakan pengembangan perkebunan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan kawasan dengan pengelolaan sumberdaya secara optimal [2]. Diversifikasi usaha perkebunan memiliki keuntungan-keuntungan di mana bukan saja dilihat dari faktor ekonomi tetapi juga lingkungan. Didasarkan pada keuntungan-keuntungan tersebut, diversifikasi usaha perkebunan dapat dijadikan sebagai strategi untuk pengentasan kemiskinan, meningkatkan lapangan kerja, konservasi lingkungan, dan peningkatan pendapatan usahatani melalui penggunaan yang lebih baik dari sumberdaya yang tersedia [3]. Menurunnya produktivitas pengelolaan perkebunan berakibat pada penurunan pendapatan. Usaha penambahan fungsi agro diharapkan dapat memberikan nilai tambah dan pada akhirnya dapat memberikan sumber keuntungan baru bagi sektor perkebunan [4]. Hal ini mendorong diperlukannya suatu kajian tentang potensi unggulan yang dimiliki tiap wilayah agar dapat ditentukan metode pengembangan wilayah yang tepat. A. Teknik Pengumpulan Data II. METODE PENELITIAN Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey primer dan survey sekunder. Survey primer dilakukan untuk melihat langsung kondisi eksisting wilayah penelitian dan melakukan wawancara dengan perangkat pemerintahan setempat. Survey sekunder dilakukan melalui survey instansi untuk memperoleh data dari instansi-instansi terkait berupa data kualitatif dan kuantitatif yang berhubungan

2 2 dengan wilayah studi, serta studi literatur berupa pencarian informasi terkait tema penelitian melalui buku, jurnal, dokumen, tugas akhir, media massa, dan internet yang memuat tentang permasalahan dalam penelitian. B. Teknik Analisis Data Tahapan analisis untuk mencapai tujuan penelitian terdiri dari dua tahapan analisis, yaitu analisis identifikasi potensi komoditas teh untuk menentukan deliniasi kawasan perkebunan teh, serta analisis identifikasi potensi sektor lain yang didukung dengan expert judgement untuk menentukan diversifikasi kawasan perkebunan teh. Identifikasi Potensi Komoditas Teh Penentuan deliniasi kawasan perkebunan teh di Kabupaten Bandung berdasarkan potensinya, diidentifikasi melalui teknik analisis LQ, Shift Share, dan Kuadran. Data yang digunakan adalah hasil produksi 13 komoditas perkebunan di masingmasing kecamatan di Kabupaten Bandung. Langkah pertama adalah perhitungan LQ komoditas perkebunan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Bandung. LQ digunakan untuk mengetahui komoditas teh sebagai komoditas basis atau non basis. Rumus perhitungan LQ yang digunakan adalah sebagai berikut. Xr : nilai produksi komoditas i pada kecamatan; Xn : nilai produksi komoditas i pada kabupaten; RVr : total produksi komoditas pada kecamatan; RVn : total produksi komoditas pada kabupaten. Perhitungan LQ menghasilkan tiga kriteria. Jika LQ > 1, maka komoditas dikatakan basis yang berarti memiliki keunggulan dan dapat diekspor ke wilayah lain. Jika LQ = 1, maka komoditas dikatakan non basis yang berarti tidak memiliki keunggulan namun cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri. Jika LQ < 1, maka komoditas juga dikatakan non basis namun bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan wilayah sendiri. Selanjutnya adalah teknik analisis Shift Share yang dihitung berdasarkan tiga komponen pendukung, yaitu perhitungan National Share (NS), Proposional Share (PS), Differential Shift (DS), dan Total Share (TS). Perhitungan NS digunakan untuk mengukur perbandingan laju pertumbuhan produksi komoditas kecamatan dengan kabupaten, dengan rumus sebagai berikut. VAr.i(t-n) : Nilai tambah komoditas i kecamatan tahun awal; VAn(t) : Nilai tambah komoditas kecamatan tahun tertentu; (1) (2) VAn(t-n) : Nilai tambah komoditas kabupaten tahun awal. Perhitungan PS digunakan untuk mengukur pertumbuhan produksi komoditas kecamatan secara kabupaten, dengan rumus sebagai berikut. VAr.i(t-n) : Nilai tambah komoditas i kecamatan tahun awal; VAn.i(t) : Nilai tambah komoditas i kabupaten tahun tertentu; VAn.i(t-n): Nilai tambah komoditas i kabupaten tahun awal; VAn(t) : Nilai tambah komoditas kabupaten tahun tertentu; VAn(t-n) : Nilai tambah komoditas kabupaten tahun awal. Perhitungan PS menghasilkan dua kriteria. Jika PS bernilai positif (+) maka pertumbuhan komoditas secara kabupaten tergolong cepat, sedangkan jika PS bernilai negatif ( ) maka pertumbuhan komoditas secara kabupaten tergolong lambat. Perhitungan DS digunakan untuk mengukur keuntungan komoditas dari segi lokasi, dengan rumus sebagai berikut. VAr.i(t) : Nilai tambah komoditas i kecamatan tahun tertentu; VAn.i(t) : Nilai tambah komoditas i kabupaten tahun tertentu; VAn.i(t-n): Nilai tambah komoditas i kabupaten tahun awal; VAr.i(t-n) : Nilai tambah komoditas i kecamatan tahun awal. Tahap selanjutnya adalah analisis kuadran. Analisis ini digunakan untuk menenntukan sektor unggulan dengan menggabungkan hasil dari metode analisis LQ dan Shift Share. Nilai Shift Share yang digunakan untuk analisis kuadran adalah Total Share (TS), yaitu jumlah dari nilai PS dan DS. Tujuan dari analisis kuadran yaitu untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria kontribusi dan kriteria pertumbuhan. Analisis kuadran menghasilkan empat kriteria. Jika nilai LQ 1 dan TS bernilai (+) maka komoditas termasuk dalam kuadran andalan. Jika nilai LQ 1 dan TS bernilai ( ) maka komoditas termasuk dalam kuadran unggulan. Jika nilai LQ < 1 dan TS bernilai (+) maka komoditas termasuk dalam kuadran prospektif. Jika nilai LQ < 1 dan TS bernilai ( ) maka komoditas termasuk dalam kuadran tertinggal. Identifikasi Potensi Sektor Lain untuk Diversifikasi Kawasan Penentuan diversifikasi kawasan perkebunan teh di berdasarkan potensi sektor lain di Kabupaten Bandung dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara expert judgement yang dilakukan pada perangkat pemerintahan kecamatan setempat dengan teknik purposive sampling. Expert dipilih berdasarkan kemampuan stakeholder dalam memahami dan menguasai kondisi wilayah penelitian secara detail. Jumlah sampel menyesuaikan dengan jumlah (3) (4)

3 3 kecamatan yang memiliki potensi komoditas teh berdasarkan hasil analisis pada tahapan penelitian sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan untuk wawancara didapatkan dari kajian literatur, yaitu aspek-aspek terkait sektor industri untuk Agroindustri, perdagangan dan jasa untuk Agribsinis, serta pariwisata untuk Agrowisata. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut. 1. Agribisnis: a. komoditi yang dapat dipasarkan b. pasar hasil dan sarana perkebunan c. kelompok tani, koperasi, dan asosiasi d. pendapatan sektor perdagangan 2. Agroindustri: a. produksi komoditas teh (bahan baku) b. industri pengolahan c. sarana dan prasarana penunjang industri d. pendapatan sektor industri 3. Agrowisata: a. bentang alam b. kegiatan pariwisata dan pendukungnya c. interaksi kegiatan agro dengan pariwisata d. pendapatan sektor hiburan, rekreasi, dan hotel A. Deliniasi Kawasan III. ANALISA DAN DISKUSI Subsektor perkebunan di Kabupaten Bandung mencakup beberapa komoditas utama, antara lain Kopi, Kina, Teh, Tembakau, dan lain-lain. Data komoditas perkebunan di Kabupaten Bandung tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Komoditas Perkebunan Kabupaten Bandung Tahun 2010 Komoditas Luas (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) Aren Cengkeh Kapok Kelapa dalam Kemiri Kina Kopi Lada Nilam ,5 Pala Pinang Teh Tembakau , Sumber: Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat, 2012 Tahap pertama dalam penentuan deliniasi kawasan perkebunan teh adalah analisis LQ komoditas perkebunan yang dilakukan untuk mencari komoditi-komoditi apa saja yang menjadi unggulan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Bandung. Data yang digunakan untuk analisis ini adalah hasil produksi komoditas perkebunan setiap kecamatan di Kabupaten Bandung tahun 2008 sampai dengan tahun Beradasarkan hasil analisis LQ secara khusus, komoditas teh menjadi komoditas perkebunan potensial di Kecamatan Ciwidey, Kertasari, Pangalengan, Pasrijambu, dan Rancabali. Tahap selanjutnya adalah analisis Shift Share komoditas perkebunan, dilakukan untuk mencari komoditi-komoditi apa saja yang memiliki prospek untuk dikembangkan di masingmasing kecamatan di Kabupaten Bandung. Data yang digunakan untuk analisis ini adalah hasil produksi komoditas perkebunan setiap kecamatan di Kabupaten Bandung tahun 2008 sampai dengan tahun Beradasarkan hasil analisis Shift Share, secara khusus, komoditas teh menjadi komoditas perkebunan yang memiliki prospek untuk dikembangkan di Kecamatan Ciwidey dan Pasrijambu. Secara lebih detail, hasil perhitungan analisis LQ dan Shift Share untuk komoditas teh di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Hasil Perhitungan LQ dan Shift Share Komoditas Teh Kecamatan LQ NS PS DS TS Arjasari 0,01 4,84-0,56 0,48-0,09 Baleendah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Banjaran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Bojongsoang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Cangkuang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Cicalengka 0,02 24,19-2,82 2,39-0,44 Cikancung 0,00 48,37-5,65-42,72-48,37 Cilengkrang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Cileunyi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Cimaung 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Cimenyan 0,00 385,94-45,05-340,90-385,94 Ciparay 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Ciwidey 1, ,72-270,63 391,91 121,28 Dayeuhkolot 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Ibun 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Katapang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Kertasari 1, , ,75-114, ,35 Kutawaringin 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Majalaya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Margaasih 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Margahayu 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Nagreg 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Pacet 0,00 9,67-1,13-8,55-9,67 Pameungpeuk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Pangalengan 1, , ,70-403, ,16 Paseh 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Pasirjambu 1, , , , ,84 Rancabali 1, , , , ,78 Rancaekek 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Solokanjeruk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Soreang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sumber: Statistik Perkebunan Kabupaten Bandung, 2012 Setelah perhitungan LQ dan Shift Share, tahap selanjutnya adalah komparasi nilai LQ dan TS dengan metode kuadran. Kuadran 1 sebagai andalan, Kuadran 2 sebagai unggulan, Kuadran 3 sebagai prospektif, dan Kuadran 4 sebagai tertinggal. Hasil komparasi perhitungan LQ dan Shift Share komoditas teh di setiap kecamatan di Kabupaten Bandung dalam kuadran kategori yaitu menjadi komoditas andalan di Kecamatan Pasirjambu dan Ciwidey, serta komoditas unggulan di Kecamatan Pangalengan, Kertasari dan Rancabali. Selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 1.

4 4 dengan spesialisasi diversifikasi usaha perkebunan melalui konsep yang sesuai dengan potensi ekonomi lokal. Maka langkah selanjutnya adalah menentukan sektor-sektor basis masing-masing kecamatan melalui perhitungan LQ, Shift Share, dan kuadran, dengan menggunakan data PDRB. Teknik yang digunakan sama dengan teknik untuk mencari unggulan komoditas teh, tetapi data komoditas digantikan dengan pendapatan dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku. Hasil perhitungan LQ dan Shift Share PDRB lima kecamatan dalam kawasan perkebunan teh Kabupaten Bandung disajikan dalam Tabel 3. dan Tabel 4. Gambar 1. Pembagian Kuadran Berdasarkan Potensi Komoditas Teh di Kabupaten Bandung (Sumber: Hasil Analisis, 2013) Hasil perhitungan komparasi ini menunjukkan bahwa kawasan perkebunan teh yang potensial adalah di wilayah selatan Kabupaten Bandung, khususnya di Kecamatan Ciwidey, Rancabali, Pangalengan, Kertasari, dan Pasirjambu. Selanjutnya hasil analisis ini dituangkan ke dalam peta untuk mengetahui persebaran kawasan dengan keunggulan komoditas tertentu yang memiliki prospek untuk dikembangkan, khususnya komoditas teh, menurut kecamatan di Kabupaten Bandung dalam Gambar 2. Gambar 2. Peta Potensi Komoditas Teh Kabupaten Bandung (Sumber: Hasil Analisis, 2013) Hasil analisis menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang menjadi kawasan perkebunan teh di Kabupaten Bandung sebanyak lima kecamatan, yaitu Kecamatan Ciwidey, Rancabali, Pasirjambu, Pangalengan, dan Kertasari. Kelima kecamatan ini kemudian dideliniasi menjadi kawasan perkebunan teh yang akan dianalisis secara lebih lanjut dalam lingkup wilayah desa untuk menentukan diversifikasi kawasan untuk membentuknya menjadi cluster-cluster Agroindustri, Agrowisata, dan Agribisnis, berbasis potensi unggulan sektor lain. B. Diversifikasi Kawasan Perkebunan Teh Setelah melalui beberapa tahap analisis, langkah selanjutnya adalah menentukan cluster-cluster kawasan Lapangan Usaha Tabel 3. Nilai LQ PDRB CIWIDEY PANGA LENGAN Kecamatan KERTA SARI RANCA BALI PASIR JAMBU PERTANIAN 3,06 3,41 3,68 1,93 2,90 Tanaman Bahan Makanan 2,77 2,86 2,23 0,69 1,45 Perkebunan 5,50 6,59 12,21 8,29 10,17 Peternakan 1,99 3,63 2,21 1,59 3,07 Kehutanan 3,65 1,45 3,72 3,18 3,38 Perikanan 1,59 0,12 1,36 1,05 0,95 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0,18 12,49 0,05 0,00 0,12 Minyak dan Gas Bumi 0,00 14,31 0,00 0,00 0,00 Pertambangan Tanpa Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Penggalian 1,42 0,20 0,36 0,04 0,97 INDUSTRI PENGOLAHAN 0,30 0,34 0,80 1,06 0,62 Industri Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Industri Tanpa Migas 0,30 0,34 0,80 1,06 0,62 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 2,71 7,24 0,66 0,58 0,58 Listrik 1,03 8,03 0,71 0,62 0,63 Gas Kota 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Air Bersih 1,39 1,80 1,04 1,10 1,00 BANGUNAN/KONTRUKSI 1,85 0,55 0,89 0,68 1,23 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 1,94 0,77 0,97 0,79 1,31 Perdagangan Besar & Eceran 2,13 0,81 1,01 0,85 1,27 Hotel 3,64 1,59 0,00 2,58 9,01 Restoran 0,96 0,56 0,75 0,49 1,45 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 1,67 1,12 0,86 0,66 2,41 Pengangkutan 1,78 1,24 0,93 0,72 2,61 Komunikasi 0,97 0,28 0,40 0,28 1,04 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 1,67 0,72 0,63 0,56 0,84 Bank 2,56 0,80 0,10 0,00 0,30 Lembaga Keuangan Lainnya 2,58 2,27 0,57 0,52 1,40 Sewa Bangunan 1,57 0,55 0,84 0,79 0,97 Jasa Perusahaan 0,78 0,69 0,27 0,15 0,58 JASA - JASA 1,37 1,08 0,33 0,69 0,82 Pemerintahan Umum 0,75 1,34 0,44 0,35 0,45 Swasta 1,51 0,78 0,23 0,77 0,90 Jasa Sosial Kemasyarakatan 2,13 0,93 0,67 1,04 1,68 Jasa Hiburan dan Rekreasi 1,72 5,44 0,24 14,14 0,44 Jasa Perseorangan dan Rumah Tangga 1,31 0,67 0,09 0,51 0,67 Sumber: Hasil Analisis, 2013

5 5 Lapangan Usaha Tabel 4. Nilai Total Share PDRB CIWIDEY PANGA LENGAN Kecamatan KERTA SARI RANCA BALI PASIR JAMBU PERTANIAN 43, , , , ,37 Tanaman Bahan Makanan 499, , , , ,77 Perkebunan -214,82-236,90-182,50-236,90-182,50 Peternakan 58,15 910,94 100,38 910,94 100,38 Kehutanan -33,03-42,27-39,51-42,27-39,51 Perikanan -266,20-77,61-195,77-77,61-195,77 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -157, ,63-37, ,63-37,93 Minyak dan Gas Bumi 0, ,66 0, ,66 0,00 Pertambangan Tanpa Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Penggalian -157,51-60,03-37,93-60,03-37,93 INDUSTRI PENGOLAHAN -4705, , , , ,64 Industri Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Industri Tanpa Migas -4705, , , , ,64 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH -2744, , , , ,43 Listrik -1310, , , , ,66 Gas Kota 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Air Bersih -75,57-242,21-51,77-242,21-51,77 BANGUNAN/ KONTRUKSI -1358, , , , ,89 PERDAGANGAN, HOTEL DAN 21469, , , , ,36 RESTORAN Perdagangan Besar & Eceran 18384, , , , ,74 Hotel -0,59-10,14 0,00-10,14 0,00 Restoran 3085, , , , ,62 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI -2411, , , , ,72 Pengangkutan -1382, , , , ,97 Komunikasi -1029,53-917,65-640,75-917,65-640,75 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN -1878, , , , ,24 Bank 71,73 128,36-6,72 128,36-6,72 Lembaga Keuangan Lainnya -127,16-337,99-45,08-337,99-45,08 Sewa Bangunan -1593, , , , ,64 Jasa Perusahaan -229,51-690,35-99,79-690,35-99,79 JASA - JASA 72, ,06-184, ,06-184,43 Pemerintahan Umum 1313, ,11 220, ,11 220,87 Swasta -620, ,03-202, ,03-202,64 Jasa Sosial Kemasyarakatan -512,05-360,17-157,93-360,17-157,93 Jasa Hiburan dan Rekreasi 147,87-265,67-4,59-265,67-4,59 Jasa Perseorangan dan Rumah Tangga -256, ,19-40, ,19-40,13 Sumber: Hasil Analisis, 2013 kemudian diperkuat oleh expert untuk mengetahui potensi secara lebih mikro. Melalui kegiatan wawancara dengan perangkat kecamatan setempat, maka dapat ditentukan prospek pengembangan kawasan perkebunan teh di Kabupaten Bandung secara lebih khusus, yautu dalam cakupan wilayah desa yang kemudian membentuk clustercluster kawasan. Wawancara expert ini dilakukan pada lima orang perangkat kecamatan yang wilayahnya merupakan cakupan kawasan perkebunan teh Kabupaten Bandung, yaitu Kecamatan Ciwidey, Rancabali, Pasirjambu, Pangalengan, dan Kertasari, untuk mengetahui potensi ekonomi secara lebih detail. Aspekaspek terkait yang menjadi pertanyaan dalam wawancara didapatkan melalui hasil kajian literatur yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah wawancara expert judgement dilakukan, maka akhirnya dapat ditentukan diversifikasi kawasan perkebunan di Kabupaten Bandung berdasarkan potensi ekonomi lokal, dalam bentuk cluster-cluster kawasan dengan spesialisasi kegiatan diversifikasi usaha perkebunan masing-masing, yaitu cluster Agrowisata, Agribisnis, dan Agroindustri. Secara detail, cluster-cluster kawasan perkebunan di Kabupaten Bandung berdasarkan diversifikasi kawasan disajikan dalam Tabel 5. dan deliniasinya dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 5. Diversifikasi Kawasan Perkebunan Teh Kabupaten Bandung Agrowisata Agribisnis Agroindustri Neglawangi Banjarsari Wanasuka Tarumajaya Warnasari Pulosari Margamulya Tribaktimulya Patengan Sugihmukti Mekarsari Lamajang Indragiri Lebakmuncang Rawabogo Sumber: Hasil Analisis, 2013 Sukamanah Cikembang Margamekar Cibeureum Margamukti Cihawuk Sukapura Alamendah Margamulya Tenjolaya Panundaan Ciwidey Cisondari Panyocokan Pasirjambu Santosa Sukaluyu Margaluyu Cipelah Sukaresmi Cibodas Mekarmaju Cukanggenteng Sukawening Cikoneng Nengkelan Berdasarkan nilai LQ dan Total Share di atas maka dapat ditentukan prioritas sektor lain yang dapat mendukung kegiatan Agro berbasis komoditas teh khususnya industri untuk Agroindustri, perdagangan dan jasa untuk Agribisnis, serta pariwisata untuk Agrowisata. Hasil perhitungan ini

6 6 Gambar 3. Peta Cluster Diversifikasi Kawasan Perkebunan Teh Kabupaten Bandung (Sumber: Hasil Analisis, 2013) IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan hasil analisis LQ dan Shift Share komoditaskomoditas perkebunan di Kabupaten Bandung yang kemudian dikomparasi dengan metode kuadran, komoditas teh merupakan komoditas unggulan di Kecamatan Rancabali, Pangalengan, dan Kertasari, serta menjadi komoditas andalan di Kecamatan Ciwidey dan Pasirjambu. Kelima kecamatan ini yang kemudian dideliniasi menjadi kawasan perkebunan teh di Kabupaten Bandung. Setelah dideliniasi, kemudian dilakukan wawancara expert judgement kepada perangkat kecamatan yang wilayahnya termasuk dalam kawasan perkebunan teh, untuk menentukan prospek pengembangan diversifikasi kawasan perkebunan teh dengan ruang lingkup wilayah desa yang kemudian membentuk cluster Agribisnis, Agrowisata, dan Agroindustri. Cluster Agribisnis meliputi Desa Sukamanah, Cikembang, Margamekar, Cibeureum, Margamukti, Cihawuk, Sukapura, Alamendah, Margamulya, Tenjolaya, Panundaan, Ciwidey, Cisondari, Panyocokan, dan Pasirjambu. Cluster Agrowisata meliputi Desa Neglawangi, Banjarsari, Wanasuka, Tarumajaya, Warnasari, Pulosari, Margamulya, Tribaktimulya, Patengan, Sugihmukti, Mekarsari, Lamajang, Indragiri, Lebakmuncang, dan Rawabogo. Cluster Agroindustri meliputi Desa Santosa, Sukaluyu, Margaluyu, Cipelah, Sukaresmi, Cibodas, Mekarmaju, Cukanggenteng, Sukawening, Cikoneng, dan Nengkelan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis D.D. mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak terkait, instansi, dan institusi, khususnya pemerintah Kabupaten Bandung, yang menjadi sumber data dan/atau responden yang membantu menyukseskan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Pranoto, Endro. Potensi Wilayah Komoditas Pertanian Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Berbasis Agribisnis Kabupaten Banyumas. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang: [2] BAPPENAS. Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan untuk Percepatan Pembangunan Daerah. Direktorat Pngembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal. Jakarta: [3] Budhi, Gelar Satya. Dilema Kebijakan dan Tantangan Pengembangan Diversifikasi Usahatani Tanaman Pangan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. [4] Baskara, Medha dan Sitawati. Konsep Pengembangan Wisata Agro Kebun Teh Wonosari: Usaha Diversifikasi dalam Meningkatkan Nilai Tambah Pengelolaan Perkebunan Teh. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang: 2005.

PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TEH DI KABUPATEN BANDUNG

PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TEH DI KABUPATEN BANDUNG Preview-3 TUGAS AKHIR (RP09-1333) PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TEH DI KABUPATEN BANDUNG Dimas Darmawansyah NRP 3609 100 023 Dosen Pembimbing: Ir. Sardjito, MT. Program Studi Perencanaan Wilayah dan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki matapencaharian dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan sektor yang

Lebih terperinci

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG 2011-2015 TUJUAN Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas pertanian dan wilayah sentra produksi Menciptakan sistem produksi

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI 4.1. Letak Geografis Posisi geografis Wilayah Pengembangan Kawasan Agropolitan Ciwidey menurut Peta Rupa Bumi Bakorsurtanal adalah antara 107 0 31 30 BB 107 0 31 30 BT dan

Lebih terperinci

DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN Besaran Satuan Kecamatan Desa

DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN Besaran Satuan Kecamatan Desa DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN 2015 Kode Rekening Nama Kegiatan/ Sub Kegiatan 1 14 01 15 Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja 1 14 01 15 02 Pendidikan

Lebih terperinci

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan UU No.23 Tahun 2014 3 Indikator - Jumlah Penduduk - Luas Wilayah - Jumlah Desa/Kelurahan Klasifikasi : Tipe A (beban besar) Tipe B (beban kecil) 6 Dimensi 28 Aspek (Kreasi Tim: Pemetaan Pembanguna) Intervensi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali 9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali A nalisis LQ menunjukkan potensi dari tempat terkait dengan kondisi kekayaan yang ada di wilayah tersebut. LQ berguna untuk melihat spesialisasi

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan

Lebih terperinci

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan RENCANA STRATEGIS PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki faktor geografis yang baik untuk membudidayakan tanaman

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung

Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung Dinas Tenaga Kerja NO PELATIHAN LOKASI KECAMATAN DESA volume (org) Pagu 1 2 3 4 5 6 1 LAS LISTRIK ARJASARI KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 54 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Karakteristik Umum Wilayah 3.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Secara geografis wilayah studi terletak diantara 107 o 14 53 BT sampai dengan 107 o

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT Pada bagian ini akan dibahas mengenai kebijakan yang terkait dengan pengembangan industri tembakau, yang terdiri dari : 1) Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Analisis Luas Garapan Petani di DAS Citarum Hulu May 15, 2011 1. Pendahuluan ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Oleh: D.K. Kalsim 1 dan M. Farid Rahman

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 141.553 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 41 Perusahaan Jumlah perusahaan tidak

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG

SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG Suplemen 4. Sektor-Sektor Unggulan Penopang Perekonomian Bangka Belitung Suplemen 4 SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG Salah satu metode dalam mengetahui sektor ekonomi unggulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENENTUAN TINGKAT LAHAN KRITIS

BAB IV ANALISIS PENENTUAN TINGKAT LAHAN KRITIS 87 BAB IV ANALISIS PENENTUAN TINGKAT LAHAN KRITIS Penentuan tingkat lahan kritis Sub DAS Ciwidey dilakukan dengan menggabungkan beberapa aspek, yaitu aspek biofisik untuk menentukan tingkat bahaya erosi

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERWUJUDAN VISI...SINERGI PEMBANGUNAN PERDESAAN... DALAM SIKLUS PERENCANAAN TAHUNAN UU 25/2004; PP 8/2008 & PMDN 54/2010 Penetapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung mempunyai tugas pokok merumuskan kebijaksanaan teknis dan melaksanakan kegiatan teknis operasional

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut :

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut : Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan difokuskan untuk mencapai peningkatan

Lebih terperinci

Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012

Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012 Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012 Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012 ii Kabupaten

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2016 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2017 KABUPATEN BANDUNG. Rencana Tahun 2016 (Tahun Rencana) Kebutuhan

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2016 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2017 KABUPATEN BANDUNG. Rencana Tahun 2016 (Tahun Rencana) Kebutuhan SKPD : Dinas Perumahan, Penataan Ruang, Kebersihan Kode Lokasi Rencana Tahun 2016 (Tahun Rencana) Kebutuhan Target Capaian Kinerja Dana/Pagu Indikatif Sumber Dana Prakiraan Maju Rencana Target Kebutuhan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PERUBAHAN (RENJA-P) TAHUN 2017

RENCANA KERJA PERUBAHAN (RENJA-P) TAHUN 2017 RENCANA KERJA PERUBAHAN (RENJA-P) TAHUN 2017 DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DINAS PERUMAHAN, PENATAAN RUANG DAN KEBERSIHAN SOREANG

Lebih terperinci

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-156 Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Chikita Yusuf Widhaswara dan Sardjito

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN 163 METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN A.1 METODE ANALSISIS STURGESS Dalam mencari rangking untuk faktor penduduk penulis terlebih dahulu menentukan kelas wilayah yang dan melakukan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel merupakan suatu objek yang diteliti atau menjadi fokus perhatian dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI KOTA MEDAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI KAWASAN PESISIR SEKITARNYA

PERKEMBANGAN EKONOMI KOTA MEDAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI KAWASAN PESISIR SEKITARNYA CRITICAL REVIEW Jurnal PERKEMBANGAN EKONOMI KOTA MEDAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI KAWASAN PESISIR SEKITARNYA (Disusun Oleh: Welly Andriat, Bachtiar H M, Budi dan Kasyful Mahalli.) Nurul

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH (KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY)

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH (KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY) LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH (KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY) PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN DAERAH 2007 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... SAMBUTAN BUPATI BANDUNG...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 SAMPAI TAHUN 2036 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan C12 Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan Ellen Deviana Arisadi dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek penelitian Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan asumsi bahwa Pemerintah Kabupaten telah melaksanakan kebijakan pendelegasian wewenang Bupati

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG. NOMOR: 68/Kpts/KPU-Kab /2015

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG. NOMOR: 68/Kpts/KPU-Kab /2015 SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG NOMOR: 68/Kpts/KPU-Kab-011.329047/2015 TENTANG PEMBERIAN SANKSI KEPADA PASANGAN CALON, PETUGAS KAMPANYE

Lebih terperinci

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang C502 Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Chikita Yusuf Widhaswara dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menjadikan sektor pertanian sebagai basis perekonomiannya. Walaupun sumbangan sektor pertanian dalam sektor perekonomian diukur

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA

PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA 1. Peserta wajib mengisi formulir pendaftaran dengan lengkap; 2. Formulir yang sudah dilengkapi dapat langsung dikirimkan ke koordinator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis LQ dan DLQ dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan untuk meningkatkan perekonomian bangsa. Menurut Pujiasmanto (2012), sektor ini akan berperan dalam

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 Nomor Publikasi : 3204 0810 Nomor Katalog : 4716 3204 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 18,21 cm x 25,7 cm : 50 + vi Naskah Gambar kulit dan seting Diterbitkan : Seksi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo

Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo Lampiran 2. Perhitungan Tipologi Klasen Pendekatan Sektoral Kabupaten Karo Tahun 2006 ADHK 2000 No Lapangan Usaha / Sektor Laju Pertumbuhan S 2006 2007

Lebih terperinci

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) 10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha memberikan gambaran tentang nilai tambah yang dibentuk dalam suatu daerah sebagai akibat dari adanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci