KAJIAN KERENTANAN, RISIKO, DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANDUNG
|
|
- Yanti Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KAJIAN KERENTANAN, RISIKO, DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANDUNG Oleh : Ruminta Fakultas Pertanian UNPAD 1. PENDAHULUAN Pemanasan global selama abad terakhir telah mengakibatkan kenaikan suhu tahunan rata-rata global, perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan peningkatan frekwensi dan intensitas cuaca ekstrim. Hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change-IPCC (2007) menunjukkan bahwa sudah terjadi perubahan iklim dengan indikasi adanya kenaikan rata-rata temperatur global (periode 1899 hingga 2005 sebesar 0,76 0 C); kenaikan muka air laut rata-rata global (1,8 mm per tahun dalam rentang waktu antara tahun 1961 sampai 2003); meningkatnya ketidakpastian dan intensitas hujan; meningkatnya banjir, kekeringan dan erosi; dan meningkatnya fenomena cuaca ekstrim seperti El Nino, La Nina, siklon, puting beliung, dan hailstone. Perubahan iklim global ini sangat peka terhadap beberapa hal dalam sistem kehidupan manusia, yaitu (1) tata air dan sumberdaya air; (2) pertanian dan ketahanan pangan; (3) ekosistem darat dan air tawar; (4) wilayah pesisir dan lautan; (5) kesehatan manusia; (6) pemukiman, energi dan industri, dan pelayanan keuangan. Perubahan iklim mengancam sistem produksi tanaman dan oleh karena itu juga mengancam mata pencaharian dan ketahanan pangan untuk miliaran orang yang bergantung pada pertanian. Bukti menunjukkan bahwa populasi yang terpinggirkan akan menderita luar biasa akibat dampak perubahan iklim dibandingkan dengan populasi kaya, seperti negara-negara industri (IPCC 2007). Tidak hanya negara-negara relatif miskin akan mengalami dampak lebih parah, tetapi juga mereka yang sering kekurangan sumber daya untuk menyiapkan dan mengatasi risiko lingkungan. Pertanian adalah sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim karena ketergantungan tinggi pada iklim dan cuaca dan juga karena orang yang terlibat di sektor pertanian cenderung lebih miskin dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di kota. Pengaruh perubahan iklim global khususnya terhadap sektor pertanian di Indonesia sudah terasa dan menjadi kenyataan. Perubahan ini diindikasikan antara lain oleh adanya bencana banjir, kekeringan (musim kemarau yang panjang) dan bergesernya musim hujan. Dalam beberapa tahun terakhir ini pergeseran musim hujan menyebabkan bergesernya musim tanam dan panen komoditi pangan (padi, palawija dan sayuran). Sedangkan banjir dan kekeringan menyebabkan gagal tanam, gagal panen, dan bahkan menyebabkan puso.
2 Luas (ha) Luas (ha) Di Indonesia, perubahan pola hujan mungkin adalah ancaman terbesar, karena begitu banyak petani mengandalkan langsung pada hujan untuk kegiatan pertanian dan mata pencahariannya, setiap perubahan curah hujan menyebabkan resiko besar. Pertanian tadah hujan sangat rentan terhadap perubahan iklim, jika praktek bertani tetap tidak berubah. Suhu yang lebih tinggi akan menantang sistem pertanian. Tanaman sangat sensitif terhadap suhu tinggi selama tahap kritis seperti berbunga dan perkembangan benih. Seringkali dikombinasikan dengan kekeringan, suhu tinggi dapat menyebabkan bencana untuk lahan pertanian. Perubahan suhu dan kelembaban udara juga dapat memicu perkembangan dan ledakan hama dan penyakit tanaman. Banjir dan kekeringan juga mempengaruhi produksi pertanian. Banjir dan kekeringan yang berkepanjangan akibat dari pengelolaan air yang tidak baik dan kapasitas yang rendah mengakibatkan penurunan produksi yang signifikan. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Departemen Pertanian RI selama 10 tahun terakhir ( ) kekeringan dan banjir cendeung naik dengan angka rata-rata lahan pertanian yang terkena kekeringan seluas hektar dengan lahan puso mencapai hektar atau setara dengan ton gabah kering giling (GKG). Sedangkan yang terlanda banjir seluas hektar dengan puso hektar (setara dengan ton GKG). Kemudian, antara tahun 2000 hingga 2009, tercatat rata-rata ada 332 kejadian banjir besar per tahun di Indonesia yang menyebabkan rata-rata hektar sawah dan lahan pertanian lainnya tergenang (Gambar 1.1) Banjir Terkena Puso Kekeringan Terkena Puso Gambar 1.1. Luas lahan pertanian yang terkena banjir dan kekeringan dari tahun Berdasarkan pada fakta tersebut, para ahli iklim berpendapat bahwa variasi iklim yang tidak beraturan itu sangat berkaitan dengan kejadian iklim ekstrim yakni ENSO (El Nino Southern Oscillation). Misalnya, Boer dan Meinke (2002) mengemukakan bahwa di daerah monsoon seperti Jawa, Indonesia Timur dan Sumatera bagian Selatan, bahwa pada musim-musim tertentu Osilasi Selatan berpengaruh kuat terhadap faktor-faktor iklim seperti hujan, perubahan penutupan awan yang mempengaruhi radiasi, suhu, penguapan dan kelembaban udara yang kesemuanya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kejadian
3 iklim ekstrim seperti El Nino dan La Nina di Indonesia berpengaruh terhadap perkembangan produksi tanaman pangan. Kuatnya pengaruh ENSO itu dapat dibuktikan dengan melihat kejadian kemarau panjang dan kekeringan di berbagai wilayah di Indonesia yang bertepatan dengan kejadian El Nino (Yasin et al, 2002). Hubungan antara fenomena El Nino dengan produksi tiga tanaman pangan utama di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 1.2. Fenomena El Nino pada kurun waktu 20 tahun terakhir terjadi pada tahun 1994, 1997, 2001, 2003, 2004, dan Pada tahun El Nino tersebut berdampak kuat terhadap produktivitas dan produksi tanaman padi dan jagung di Indonesia. Dari Gambar 1.2 terlihat dengan jelas bahwa produktivitas dan produksi tanaman padi dan jagung mengalami penurunan yang sangat signifikan. Padi Luas Panen Produktivitas Produksi Jagung Luas Panen Produktivitas Produksi Gambar 1.2. Luas panen dan produksi tanaman pangan utama di Indonesia ( ) (Garis kuning menunjukkan tahun kejadian El Nino) Tingkat dimana peristiwa perubahan iklim mempengaruhi sistem pertanian tergantung pada berbagai faktor, termasuk (antara lain) jenis tanaman yang diusahakan, skala operasi, orientasi pertanian terhadap tujuan komersial atau subsistensi, kualitas basis sumber daya alam, dan variabel manusia atau manajer pertanian (misalnya, pendidikan, toleransi resiko, usia, dll). Adanya keragaman pola iklim, sistem pertanian, kondisi sosial, ekonomi, politik dan lingkungan maka bahaya, kerentanan, dan risiko perubahan iklim akan berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, hal ini tentu menjadi tantangan untuk mengkaji bahaya, kerentanan, dan risiko di suatu wilayah termasuk Kabupaten Bandung. Oleh karena itu perlu mengidentifikasi bidang pertanian, sistem produksi, dan populasi yang paling bahaya, rentan, dab berisiko terhadap perubahan iklim. Kajian tersebut pada tingkat lokal (misalnya Kabupaten Bandung) lebih terfokus pada upaya mengamankan tujuan pembangunan lokal melalui kajian bahaya, kerentanan, dan risiko perubahan iklim dalam upaya mendukung peningkatan ketahanan pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian kerentanan secara lokal seperti di Kabupaten Bandung untuk melihat tingkat bahaya,
4 kerentanan, dan risiko untuk menentukan kebijakan dan strategi adaptasi berdasarkan kebutuhan dan kondisi daerah tersebut. Tujuan penelitian adalah mengkaji bahaya, kerentanan, risiko, dan adaptasi perubahan iklim pada sektor pertanian di Kabupaten Bandung. Tujuan lainnya dari kajian ini adalah untuk menyediakan kerangka kerja untuk mendekati tantangan perubahan iklim dengan membentuk basis pengetahuan tentang dampak iklim dan konsep dasar tentang bagaimana membangun kapasitas adaptif dan ketahanan jangka panjang; memberikan sintesis kritis dari bukti dan skenario masa depan perubahan iklim dengan menganalisis dan menguji kerentanan sektor pertanian di Kabupaten Bandung terhadap variabilitas dan perubahan iklim; dan mengembangkan tingkat kerentanan untuk mengidentifikasi daerahdaerah pertanian yang paling rentan di daerah tersebut. Selain itu, kajian ini menawarkan penilaian terhadap pilihan kebijakan dan investasi untuk para praktisi pembangunan dan pembuat kebijakan, menguraikan strategi untuk mengatasi ancaman perubahan iklim dan memberikan pemahaman tentang peluang yang tersedia bagi petani miskin menghadapi perubahan iklim serta menyususn kerangka kerja konseptual untuk membangun ketahanan perubahan iklim di sektor pertanian di Kabupaten Bandung. 2. DESKRIPSI UMUM SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANDUNG 2.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung terletak di sebelah Selatan garis khatulistiwa pada 107 o 22 Bujur Timur sampai 108 o 50 Bujur Timur dan antara 6 o 41 Lintang Selatan dan 7 o 19 Lintang Selatan. Kabupaten Bandung meliputi areal seluas 1.665,83 km 2 ( Ha) atau 4,7% dari luas Jawa Barat (37.173,97 km 2 ). Kabupaten Bandung dialiri oleh beberapa sungai. Sungai yang terbesar adalah Sungai Citarum. Keberadaan sungai ini menguntungkan untuk sektor pertanian, industri, dan bahan baku air, namun bila curah hujan cukup tinggi dari daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Topografi Kabupaten Bandung adalah datar, berombak, sampai berbukit, lahan sawah sebagian besar terletak pada dataran medium dengan ketinggian m dpl, seperti tersebar di kecamatan Paseh, Cikancung, Cicalengka, Rancaekek, Majalaya, Solokan Jeruk, Ciparay, Baleendah, Cangkuang, Banjaran, Pameungpeuk, Katapang, Soreang, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang. Sumber air yang utama di Kabupaten Bandung adalah berupa sungai, mata air, danau, embung dan bendungan (Dam).
5 Kabupaten Bandung merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat terdiri dari 31 Kecamatan. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2009 adalah sebesar jiwa, terdiri dari jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan, dengan tingkat pertumbuhan penduduk per tahun 7%. Kepadatan penduduk Kabupaten Bandung jiwa/km 2. Sesuai dengan kondisi geografis dan potensi sumberdaya alamnya, lebih dari 18 % penduduk usia kerja di Kabupaten Bandung bermata pencaharian pada sektor pertanian. Berdasarkan tataguna lahan pertanian di Kabupaten Bandung, luas lahan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan meliputi ,67 ha atau % dari luas total wilayah Kabupaten Bandung. Lahan pertanian tersebut terdiri dari lahan basah (sawah) seluas ,59 ha dan lahan kering (ladang) seluas ,74 ha. Tipe lahan sawah di Kabupaten Bandung terdiri dari sawah irigasi teknis, sawah irigasi non teknis, dan sawah tidak berpengairan. Namun demikian, sawah irigasi non teknis merupakan tipe lahan sawah yang paling dominan diusahan oleh petani di Kabupaten Bandung. Wilayah Kabupaten Bandung beriklim tropis dan basah. Sepanjang tahun kabupaten ini hanya dipengaruhi oleh dua musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Suhu udaranya bervariasi antara 24,7 sampai 32,9 o C dengan tingkat kelembaban udara berkisar antara 82 sampai 88 %. Musim hujan antara bulan Oktober sampai bulan April. Variasi curah hujan berkisar antara mm sampai mm. Biasanya bulan Desember merupakan bulan dengan curah hujan paling tinggi. Musim kemarau biasanya antara bulan Juni sampai bulan September. Tipe iklim di kawasan Kabupaten Bandung adalah D2, C2, dan B1 dengan 6-8 bulan basah dan 1-3 bulan kering per tahun (Oldeman, 1975). Produktivitas lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Bandung berkorelasi dengan pola curah hujan karena sumber airnya bergantung sepenuhnya pada air hujan. Rata-rata curah hujan tahunan bervariasi menurut musim dan wilayah. Sekitar 80% curah hujan tahunan terjadi antara bulan September dan Februari. Periode April - Agustus benar-benar kering dan menghasilkan kurang dari 10% curah hujan tahunan (Abawi et al., 2002). Implikasi dari awal musim hujan dan musim kemarau di Kabupaten Bandung sangat menentukan saat memulai musim tanam dan musim panen. Pada lahan irigasi dan tadah hujan di Kabupaten Bandung ada dua musim tanam dalam setahun, yakni (1) Musim Tanam I disebut Musim Hujan (MH) dari bulan September sampai dengan Februari, pada musim ini pada umumnya petani menanam padi; (2) Musim Tanam II disebut Musim Kering 1 (MK) dari bulan April sampai dengan Agustus, pada musim ini umumnya petani menanam padi pada daerah yang sawahnya beririgasi teknis dan palawija pada daerah yang non irigasi. Secara rinci pola tanam di Kabupaten Bandung dapat dituangkan dalam Tabel 2.1.
6 Jenis Lahan Tabel 2.1 Alternatif pola tanam tahunan di Kabupaten Bandung. Pola Tanam di Kabupaten Bandung Irigasi Teknis Padi Irigasi Non Teknis Padi Palawija Padi Tadah Hujan Padi Palawija Bera Palawija 2.2 Potensi Produksi Padi Sawah di Kabupaten Bandung Di Kabupaten Bandung, padi ditanam pada lahan basah dan ladang. Lahan basah meliputi padi sawah tadah hujan dan padi sawah irigasi (Tabel 2.2). Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Bandung memproduksi padi sawah maupun ladang. Kecamatan Ciparay menjadi produsen terbesar padi dengan luas panen seluas hektar. Pada tahun 2008, Kabupaten Bandung mempunyai luas panen ha dengan produksi ton. Rata-rata produksi per hektar padi sawah adalah 62,4 kuintal, sementara padi ladang hanya mencapai 32,5 kuintal per hektar pada tahun 2009 (BPS Kabupaten Bandung, 2010). Secara umum, produktivitas padi sawah dan ladang pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Padi di sawah irigasi dapat ditanam dua kali dalam setahun, sedangkan padi di sawah tadah hujan hanya dapat ditanam dalam satu kali dalam setahun. Padi pada lahan tadah hujan seluas 7.016,75 ha, dapat dikembangkan menjadi sawah irigasi dengan dukungan kegiatan rehabilitasi sarana irigasi/drainase, tata air mikro, pengembangan alsintan (traktor tangan dan pompa air), penggunaan benih unggul (varietas genjah), pemupukan, penyuluhan dan pendampingan (Pemerintah Kabupaten Bandung, 2010). Tabel 2.2. Luas Lahan Sawah, Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 2009 Kecamatan Luas Lahan Sawah (ha) Padi Sawah Irigasi Teknis Irigasi Non Teknis Tada Hujan Luas Panen (ha) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Ciwidey , Rancabali , Pasirjambu , Cimaung , Pangalengan , Kertasari ,40 94 Pacet , Ibun , Paseh , Cikancung ,
7 Cicalengka , Nagreg , Rancaekek , Majalaya , Solokanjeruk , Ciparay , Baleendah , Arjasari , Banjaran , Cangkuang , Pameungpeuk , Katapang , Soreang , Kutawaringin , Margaasih , Margahayu ,00 0 Dayeuhkolot , Bojongsoang , Cileunyi , Cilengkrang , Cimenyan , Jumlah , Sumber : BPPS Kabupaten Bandung Pola tanam yang berkembang di masyarakat tani Kabupaten Bandung saat ini mengacu pada pola tanam yang berlaku secara nasional dengan pola mengikuti sebaran curah hujan. Sebagian besar wilayah lahan sawah irigasi telah dilakukan pertanaman dengan indeks pertanaman (IP) 200, yaitu di awal musim hujan satu kali (Januari April) dan akhir musim hujan satu kali ( Mei Agustus). Sistem pertanaman dilakukan secara serentak, baik saat tanam maupun panen. Hal ini dilakukan agar memudahkan dalam pengaturan tata air, pendampingan oleh petugas lapangan dan memudahkan dalam mengendalikan hama-penyakit yang mungkin timbul. Pada bulan September, dilakukan penanaman palawija (seperti jagung) dan setelah itu diberakan untuk persiapan penanaman padi selanjutnya. 3. METODOLOGI KAJIAN KERENTANAN, RISIKO, DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANDUNG 3.1. Kerangka Konseptual Kajian Bahaya, Kerentanan, Risiko, dan Adaptasi Kajian bahaya, kerentanan, risiko, dan adaptasi perubahan iklim pada sektor pertanian di Kabupaten Bandung merupakan penelitian skala meso (Meso Level Study). Kajian difokuskan pada analisis dampak perubahan iklim dan variabilitas iklim seperti temperatur
8 dan pola perubahan curah hujan bulanan, serta peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrim (extreme event) seperti Nina dan El Nino. Dalam kajian ini tiga aspek sebagai dampak dari perubahan iklim dianalisis, yaitu analisis kejadian bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability) dan tingkat risiko (risk). Kerentanan adalah tingkat kemampuan suatu individu atau kelompok masyarakat, komunitas dalam mengantisipasi, menanggulangi, mempertahankan kelangsungan hidup dan menyelamatkan diri dari dampak yang ditimbulkan oleh bahaya (hazard) secara alamiah. Kerentanan tersebut selalu berubah seiring dengan perubahan kondisi sosial ekonomi dan kondisi lingkungan hidup di sekitarnya. Alur kajian bahaya, kerentanan, risiko, dan adaptasi perubahan iklim pada sektor pertanian di Kabupaten Bandung disajikan pada Gambar 3.1. Dalam menilai dan menganalisis dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian maka perubahan iklim didukung oleh hasil kajian lain mengenai (1) kajian tentang perubahan iklim dan (2) hasil kajian tata air (water balance) sebagai dampak perubahan iklim. Sensitivity Exposure Adaptive Capacity Vulnerability Hazard RISK Adapatation Gambar 3.1. Diagram Alir Framework Kajian Bahaya (Hazard), Kerentanan (Vulnerability), Risiko (Risk), dan Adaptasi (Adaptation) Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian Dalam kajian bahaya, kerentanan ini, risiko dan adaptasi perubahan iklim pada sektor pertanian menggunakan asumsi telah dan terus sedang terjadi perubahan iklim di wilayah Kabupaten Bandung yang merupakan pemicu (stimuli) kejadian bencana (hazard) yaitu : (1) Peningkatan suhu udara rata-rata; (2) Perubahan pola hujan, baik curah hujan maupun periode kejadiannya; dan (3)Kejadian cuaca ekstrim berupa El-Nino dan La-Nina Stimuli klimatis tersebut akan berdampak terhadap proses fisiologis tanaman pangan yang pada akhirnya berdampak pula terhadap produksi tanaman pangan baik langsung maupun tidak langsung (Gambar 3.2).
9 3.2. Basis Data Data yang diperlukan dalam analisis ini adalah data curah hujan dan suhu udara, pola tanam, sumber daya air (irigasi), tata guna lahan pertanian, ketinggian tempat, data kependudukan (demografi), dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Risiko penurunan produksi akibat produktivitas rendah, gagal tanam, gagal panen, serta penurunan luas lahan pertanian yang rentan terhadap ancaman bahaya perubahan iklim memerlukan pendekatan kuantitatif agar dapat dilakukan prediksi. Dengan demikian, hasil analisis diharapkan akan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan pedoman untuk melakukan adaptasi secara lokal Analisis Hazard Kabupaten Bandung adalah salah satu kawasan pertanian sebagai penyumbang stok beras nasional, tetapi daerah ini tidak luput dari ancaman bencana kekeringan dan banjir sebagai akibat musim hujan yang tidak menentu serta cuaca ekstrim, sehingga berpotensi terjadi bahaya (hazard) berupa penurunan produktifitas (hasil tanaman), gagal tanam, gagal panen, dan penurunan luas lahan (Gambar 3.2). T Respiration, Crop Life Span, and PET Reduced Productivity P EE Drought (El Nino) and Flood (La Nina) (SPI) Harvests Losses Reduced Crop Yields SLR Reduced Crop Land CLIMATIC STIMULUS Hazard T : Temperature, P : Precipitation, SPI : Standarized Pricipitation Index, EE : Extreem Event, SLR : Sea Level Rise, PET : Potential Evapotranspiration Gambar 3.2. Diagram alir analisis stimuli klimatis dan potensi hazard perubahan iklim pada sektor pertanian
10 4.5. Analisis Kerentanan Kerentanan perubahan iklim pada sektor pertanian dapat dikaji dari tiga komponen kerentanan yaitu eksposur (E), sensitivitas (S), dan kapasitas adaptasi (AC). Besarnya kerentanan perubahan iklim di Kabupaten Bandung sangat tergantung pada besarnya bobot dari ketiga komponen tersebut. Tingkat kerentanan (V, vulnerability) berbanding lurus dengan eksposur dan sensitivitas serta terbalik dengan kapasitas adaptasi, yang dapat dinyatakan dalam bentuk formulasi berikut ini. Diagram alur kajian kerentanan perubahan iklim pada sektor peranian disajikan pada Gambar 3.3. V = (E S) / AC... (1) V E S AC = Vulnerability (kerentanan) = Eksposur, = Sensitivitas, = Kapasitas Adaptasi Sensitivity -Tipe Lahan Pertanian - Perdapatan Petani - Komposisi Tenaga Kerja Exposure - Luas Lahan - Jumlah Petani Vulnerability Adaptive Capacity -Jaringan Irigasi - Tingkat Pendidikan - Pendapatan Penduduk Hazard RISK Reduced Crop Production Gambar 3.3. Diagram alir analisis potensi hazard, kerentanan, dan risiko perubahan iklim pada sektor pertanian Besarnya bobot eksposur, sensitivitas, dan kapasitas adaptasi perubahan iklim di Kabupaten Bandung dapat dikaji dari setiap indikator-indikatornya. Indikator eksposur (E) adalah komponen sektor pertanian yang terkena dampak perubahan iklim seperti luas lahan
11 dan jumlah petani. Sensitivitas (S) menggambarkan respon sektor pertanian terhadap perubahan iklim tersebut seperti luas lahan non irigasi, ketinggian tempat, dan pendapatan petani. Sementara itu kapasitas adaptasi (AC) menggambarkan kemampuan sektor pertanian untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, seperti ketersediaan infrastruktur jaringan irigasi, tingkat pendidikan petani, dan akses petani terhadap modal Analisis Risiko Risiko perubahan iklim adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat perubahan iklim pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, pengungsian, kerusakan, atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Pada sektor pertanian konsep risiko dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang dapat menyebabkan kerugian yang diwakili oleh penurunan produksi tanaman pangan sebagai bahaya (hazard). Selanjutnya, bahaya penurunan produksi ini dapat mengakibatkan secara langsung maupun tidak langsung terhadap penurunan kesejahteraan petani serta penurunan pasokan pangan yang merupakan bagian dari ketahanan pangan di Kabupaten Bandung. Namun demikian, turunan dari penurunan produksi ini (hazard) tersebut tidak dihitung lagi sebagai bahaya (hazard) dari resiko perubahan iklim dalam analisis ini.. Diagram alur kajian risiko perubahan iklim pada sektor peranian disajikan pada Gambar 3.4. Hazard Vurnerability RISK R = H. V Risk Map (GIS) Gambar 3.4. Diagram alir analisis risiko perubahan iklim pada sektor pertanian Perhitungan resiko (risk) menggunakan persamaan sebagai berikut : dari perubahan iklim di Kabupaten Bandung dihitung
12 R = H. V... (2) R = Risk (Risiko), H = Hazard (Bahaya) yang dihitung pada penurunan produksi pertanian, V = Vulnerability (Kerentanan) yang dihitung pada persamaan Formulasi Adaptasi Adaptasi merupakan tindakan nyata penyesuaian sistem lingkungan fisik dan sosial dengan beberapa prinsip pendekatan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya dampak negatif dari perubahan iklim. Perubahan iklim yang diindikasikan antara lain oleh pergeseran musim tanam dan musim panen padi harus diantisipasi untuk meminimalkan dampak berupa bahaya (hazard) dan risiko yang merugikan bagi daerah-daerah yang rentan. Dalam kajian ini untuk mensiasati perubahan iklim tersebut ada upaya utama sebagai respon, yaitu adaptasi (Gambar 3.5). Perubahan Iklim Dampak Bahaya (Hazard) Kerentanan Risiko Adaptasi Respon Gambar 3.5. Skema pendekatan adaptasi terhadap perubahan iklim pada sektor pertanian di Kabupaten Bandung Upaya-upaya adaptasi perlu dilakukan untuk mempersiapkan dan mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi. Upaya adaptasi berbagai dampak perubahan iklim memerlukan strategi yang berbeda, seperti adaptasi terhadap bencana kekeringan, pergeseran musim hujan, perubahan frekuensi dan kuantitas curah hujan serta kejadian ekstrim lainnya.
13 4. BAHAYA PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN 4.1. Bahaya Penurunan Produksi Padi Sawah Potensi bahaya penurunan produksi tanaman diperoleh dari kajian empirik dengan asumsi bahwa penurunan produksi tanaman pangan mempunyai hubungan yang kuat dengan perubahan suhu udara dan curah hujan. Dampak perubahan iklim terhadap produksi padi dari sawah beririgasi disebabkan oleh kenaikan suhu dan curah hujan dihitung berdasarkan penurunan hasil dan luas panen setelah terjadi perubahan iklim. Luas panen dihitung dari luas lahan sawah irigasi yang dipengaruhi suhu yang menyebabkan peningkatan kebutuhan air tanaman dan tidak dipengaruhi oleh curah hujan secara langsung. Penurunan produksi padi sawah irigasi akibat peningkatan suhu dan perubahan curah hujan dihitung sebagai berikut. Perhitungan penurunan produksi padi sawah tadah hujan seperti pada padi sawah irigasi, kecuali luas panen dipengaruhi oleh curah hujan dan tidak ada pengaruh irigasi. Hasil analisis bahaya penurunan produksi tanaman pangan utama yaitu padi dan jagung di Kabupaten Bandung ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Tabel 4.1 Hasil Analisis Bahaya Penurunan Produksi Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Bandung pada tahun Kecamatan Penurunan Produksi Padi Sawah (Ton) Indeks Bahaya Penurunan Produksi Padi Sawah Keterangan CIWIDEY Sangat Rendah RANCABALI Sangat Rendah PASIRJAMBU Sedang CIMAUNG Sedang PANGALENGAN Sangat Rendah KERTASARI Sangat Rendah PACET Rendah IBUN Sangat Rendah PASEH Sangat Rendah CIKANCUNG Sangat Rendah CICALENGKA Rendah NAGREG Sangat Rendah RANCAEKEK Tinggi MAJALAYA Sangat Rendah SOLOKANJERUK Sangat Tinggi CIPARAY Sangat Tinggi BALEENDAH Rendah ARJASARI Sangat Rendah BANJARAN Rendah CANGKUANG Rendah
14 PAMENGPEUK Rendah KATAPANG Rendah SOREANG Rendah KUTAWARINGIN Sedang MARGAASIH Sangat Rendah MARGAHAYU Sangat Rendah DAYEUHKOLOT Sangat Rendah BOJONGSOANG Rendah CILEUNYI Sangat Rendah CILENGKRANG Sangat Rendah CIMENYAN Sangat Rendah Gambar 4.2 Peta Spasial Bahaya Penurunan Produksi Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Bandung pada tahun Potensi bahaya penurunan produksi padi sawah di wilayah Kabupaten Bandung rara-rata sebesar 6706 ton pada tahun Pada proyeksi skenario penurunan produksi, sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung mempunyai potensi bahaya penurunan produksi padi sawah tingkat sangat rendah sampai sangat tinggi. Beberapa kecamatan dengan bahaya penurunan produksi tingkat sangat rendah adalah Ciwidey, Rancabali, Pangalengan, Kertasari, Ibun, Paseh, Cikancung, Nagreg, Majalaya, Arjasari, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Cileunyi, Cilengkrang, dan Cimenyan. Kecamatan dengan bahaya penurunan produksi tingkat rendah adalah Pacet, Cicalengka, Baleendah, Banjaran, Cangkuang, Pameungpeuk, Katapang, Soreang, dan Bojongsoang. Bahaya penurunan
15 produksi tingkat sedang dapat terjadi di Kecamatan Pasirjambu, Cimaung, dan Kutawaringin. Bahaya penurunan produksi tingkat tinggi dan sangat tinggi dapat terjadi di Rancaekek, Solokanjeruk, dan Ciparay. Jika bahaya (hazard) tersebut benar-benar terjadi maka akan muncul risiko (risks) berupa penurunan pasokan bahan makanan padi yang akan mengancam terganggunya ketahanan pangan dan neraca pangan, sehingga Kabupaten Bandung tidak dapat berkontribusi terhadap penyediaan stok beras nasional. Oleh karena itu berdasarkan prediksi ini, untuk menekan bahaya (hazard) penurunan produksi tanaman pangan utama di Kabupaten Bandung pada daerah-daerah yang rentan terhadap perubahan iklim maka perlu dilakukan antisipasi melalui pelaksanaan strategi adaptasi dengan penuh perhitungan dan pertimbangan agar tidak terjadi mal adaptation. 5. KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN 5.1. Asesmen Kerentanan pada Sektor Pertanian Kajian kerentanan (V) perubahan iklim pada sektor pertanian di Kabupaten Bandung adalah gabungan dari tiga komponen kerentanan yaitu eksposur (E), sensitivitas (S), dan kapasitas adaptif (AC). Kerentanan merupakan rasio antara eksposur dikalikan sensitivitas terhadap kapasitas adaptif. Hasil analisis kerentanan dapat ditunjukkan pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1. Tabel 5.1. Hasil analisis kerentanan perubahan iklim terhadap sektor pertanian di Kabupaten Bandung Kecamatan Total Total Total Indek V Tingkat E S AC 0_1 Kerentanan CIWIDEY Sedang RANCABALI Tinggi PASIRJAMBU Sangat Tinggi CIMAUNG Sangat Tinggi PANGALENGAN Sangat Tinggi KERTASARI Sangat Tinggi PACET Sangat Tinggi IBUN Tinggi PASEH Tinggi CIKANCUNG Tinggi CICALENGKA Tinggi NAGREG Tinggi RANCAEKEK Tinggi MAJALAYA Sedang SOLOKANJERUK Sedang CIPARAY Tinggi BALEENDAH Sedang
16 Ket. ARJASARI Tinggi BANJARAN Sedang CANGKUANG Sedang PAMENGPEUK Sedang KATAPANG Sedang SOREANG Sedang KUTAWARINGIN Tinggi MARGAASIH Rendah MARGAHAYU Sangat Rendah DAYEUHKOLOT Sangat Rendah BOJONGSOANG Sedang CILEUNYI Tinggi CILENGKRANG Tinggi CIMENYAN Tinggi E : Eksposur S: Sensitivitas AC: Adaptive Capacity (Kapasitas Adaptif) V: Vulnerability (Kerentanan) Gambar 5.1. Peta spasial indeks kerentanan (V) perubahan iklim terhadap sektor pertanian di Kabupaten Bandung Hasil analisis kerentanan seperti pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa tingkat kerentanan perubahan iklim pada sektor pertanian di Kabupaten Bandung didominasi oleh tingkat kerentanan tinggi seperti di Kecamatan Rancabali, Ibun, Paseh, Cikancung, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Ciparay, Arjasari, Kutawaringin, Cileunyi, Cilengkrang, dan Cimenyan. Tingkat kerentanan sangat tinggi terdapat di Pasirjambu, Cimaung,
17 Pangalengan, Kertasari, dan Pacet. Sementara itu, kecamatan Margahayu dan Dayeuhkolot mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah. Kecamatan Margaasih mempunyai tingkat kerentanan rendah. Tingkat kerentanan sedang terdapat di kecamatan Ciwidey, Majalaya, Solokanjeruk, Baleendah, Banjaran, Cangkuang, Pameungpeuk, Katapang, Soreang, dan Bojongsoang. Kecamatan yang mempunyai tingkat kerentanan yang sangat tinggi karena di kedua wilayah tersebut mempunyai tingkat eksposur dan sensitivitas sangat tinggi sementara itu tingkat kapasitas adaptifnya sangat rendah. Oleh karena itu, perlu upayaupaya adaptasi strategis agar kerentanan tersebut tidak mengganggu produksi pertanian dan ketersediaan pangan serta swasembada pangan di wilayah Kabupaten Bandung. 6. RISIKO PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN 6.1. Risiko Penurunan Produksi Padi Sawah Hasil analisis risiko menggambarkan bahwa berdasarkan faktor-faktor tersebut secara spasial menunjukkan tingkat bahaya dan kerentanan yang berbeda antar Kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung. Hal ini dapat difahami karena risiko merupakan perkalian antara kerentanan (vulnerability) dan bahaya (hazard). Hasil analisis risiko penurunan produksi tanaman pangan utama yaitu padi dan jagung di Kabupaten Bandung pada tahun 2030 dapat diperoleh dari hasil skenario yang ditunjukkan pada Tabel 6.1 dan Gambar 6.1. Tabel 6.1 Hasil Analisis Risiko Penurunan Produksi Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Bandung pada Tahun 2030 Kecamatan Indeks Risiko Penurunan Produksi Padi Sawah Keterangan CIWIDEY Sedang RANCABALI Sangat Rendah PASIRJAMBU Sangat Tinggi CIMAUNG Sangat Tinggi PANGALENGAN Tinggi KERTASARI Sangat Rendah PACET Tinggi IBUN Tinggi PASEH Sedang CIKANCUNG Rendah CICALENGKA Sedang NAGREG Rendah RANCAEKEK Tinggi MAJALAYA Sangat Rendah SOLOKANJERUK Tinggi
18 CIPARAY Sangat Tinggi BALEENDAH Sedang ARJASARI Tinggi BANJARAN Tinggi CANGKUANG Sedang PAMENGPEUK Sedang KATAPANG Sedang SOREANG Tinggi KUTAWARINGIN Tinggi MARGAASIH Rendah MARGAHAYU Sangat Rendah DAYEUHKOLOT Sangat Rendah BOJONGSOANG Sedang CILEUNYI Sedang CILENGKRANG Rendah CIMENYAN Sangat Rendah Gambar 6.1 Peta Spasial Risiko Penurunan Produksi Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Bandung pada Tahun 2030 Berdasarkan hasil analisis proyeksi risiko penurunan produksi tanaman pangan utama di Kabupaten Bandung pada tahun 2030 dapat disimpulkan bahwa: 1) Ada tiga kecamatan yang mempunyai risiko penurunan produksi padi sawah yaitu Kecamatan Pasirjambu, Cimaung, dan Ciparay.
19 2) Ada lima kecamatan di Kabupaten Bandung yang mempunyai risiko penurunan produksi padi ladang yaitu Kecamatan Ciwidey, Pasirjambu, Cimaung, Pacet, dan Arjasari. 3) Kecamatan Ciwidey, Pangalengan, Cicalengka, dan Baleendah mempunyai risiko penurunan produksi jagung akibat perubahan iklim di wilayah Kabupaten Bandung. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kecamatan Pasirjambu, Cimaung, dan Ciwidey mempunyai risiko penurunan produksi tanaman padi dan jagung yang cukup serius pada tahun Oleh karena itu, di ketiga Kecamatan tersebut perlu upaya adaptasi strategis terhadap perubahan iklim agar tingkat produksi ketiga tanaman tersebut dapat dipertahankan paling tidak seperti pada kondisi sekarang. Jika tidak maka ancaman penurunan produksi tanaman pangan utama di wilayah tersebut akan mengalami penurunan dan akan mengganggu pasokan dan capaian swasembada pangan utama di wilayah Kabupaten Bandung. 7. STRATEGI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR PERTANIAN 7.1. Strategi Adaptasi Terhadap Penurunan Produksi Padi Sawah Hasil analisis risiko penurunan produksi tanaman pangan utama akibat perubahan iklim menunjukkan bahwa terdapat empat kabupaten yang berisiko tinggi dan sangat tinggi yaitu Kecamatan Pasirjambu, Cimaung, dan Ciparay untuk tanaman padi sawah; Kecamatan Ciwidey, Pasirjambu, Cimaung, Pacet, dan Arjasari untuk tanaman padi ladang; dan Kecamatan Ciwidey, Pangalengan, Cicalengka, dan Baleendah untuk tanaman jagung. Wilayah-wilayah tersebut umumnya didominasi oleh lahan tadah hujan dan lahan kering dan juga mengalami peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan. Di sisi lain wilayah tersebut tidak mempunyai jaringan irigasi yang memadai sehingga potensi kekeringan sangat tinggi sehingga produksi tanaman mengalami penurunan. Wilayah-wilayah yang berisiko tinggi dari penurunan produksi disebabkan oleh bahaya (hazard) yang tinggi akibat adanya peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan dan faktor-faktor kerentanan yang tinggi terhadap perubahan iklim dimana tingkat eksposur dan sensitivitas yang tinggi sedangkan tingkat kapasitas adaptifnya rendah. Risiko penurunan produksi disebabkan oleh tiga alternatif bahaya, yakni bahaya peningkatan suhu udara, curah hujan yang sangat kurang pada masa tanam, atau curah hujan yang sangat besar disertai banjir pada masa tanam dapat menyebabkan berkurangnya produksi pertanian. Alternatif strategi adaptasi untuk daerah yang memiliki risiko penurunan luas lahan tanaman pangan utama. Strategi adaptasi ini merupakan
20 integrasi dari seluruh strategi adaptasi terhadap risiko penurunan produktivitas tanaman, luas panen, dan luas lahan : 1. Penggunaan varitas padi dan jagung unggul bermutu yang berumur genjah. Strategi: Pencegahan penurunan produksi akibat kurangnya curah hujan dan singkatnya musim hujan di daerah tadah hujan. a) Program 1 : Menjamin kepastian panen tanaman pangan utama melalui peningkatan pemahaman petani tentang manfaat penggunaan varitas tanaman berumur genjah sebagai upaya adaptasi perubahan iklim di daerah tadah hujan Kegiatan 1 : Memotivasi para penangkar benih untuk memproduksi benih padi unggul dan bermutu yang berumur genjah. Kegiatan 2 : Memberi bantuan kepada petani dengan mensubsidi benih tanaman yang berumur genjah. b) Program 2 : Sosialisasi dan kampanye penggunaan berbagai varitas padi, jagung, dan kedelai unggul dan bermutu yang berumur genjah untuk adaptasi perubahan iklim. Kegiatan 1 : Memberikan informasi dan meyakinkan petani tentang manfaat menanam varitas padi, jagung, dan kedelai unggul bermutu yang berumur genjah terkait dengan risiko penurunan luas panen akibat perubahan iklim. Kegiatan 2 : Pengembangan teknologi benih untuk menemukan varitas padi, jagung, dan kedelai yang tahan terhadap kekeringan dan berumur pendek. Kegiatan ini dilaksanakan dengan berkoordinasi dan berkolaborasi antara perguruan tinggi, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dan Dinas Pertanian. 2. Pengembangan usahatani sistem bedeng untuk tujuan konservasi tanah dan air di lahan tadah hujan. Strategi: Pencegahan kerugian petani karena gagal panen padi dengan melakukan alih teknologi produksi dengan usahatani sistem bedeng. a) Program 1 : Peningkatan produktivitas lahan tadah hujan dan pendapatan petani dengan melakukan usaha tani sistem bedeng sebagai upaya manajemen lahan dan tanaman pada sawah tadah hujan. Kegiatan 1 : Memfasilitasi petani untuk melakukan manajemen lahan dan tanaman dengan menerapkan usaha tani sistem bedeng (Raised Bed Farming System).
21 Kegiatan 2 : Mengintroduksi ACM dan memfasilitasi petani untuk mencoba menerapkan ACM pada sawah tadah hujan. ACM adalah sistem usaha tani pada lahan tadah hujan dengan membagi lahan garapan dengan proporsi 1/3 dari luas lahan garapan untuk ditanami tanaman non padi yang bernilai ekonomi tinggi (berbagai jenis sayur-sayuran, palawija atau buah semusim) dengan menerapkan usaha tani sistem bedeng permanen (Permanent Raised Bed Farming System). Sedangkan selebihnya yang 2/3 dari luas lahan garapan untuk ditanami padi sistem GORA pada musim hujan dengan olah tanah minimum atau sistem rancah (padi sawah) tanpa bedeng (flat), kemudian pada Musim Kering 1 dan Musim Kering 2 ditanami tanaman non padi (palawija, sayuran, dan atau buah semusim). 3. Optimalisasi pemanfaatan lahan tadah hujan dengan revitalisasi jaringan irigasi dan penghijauan. Strategi: Meningkatkan pemanfaatan kapasitas lahan tadah hujan dengan revitalisasi jaringan irigasi di Kabupaten Bandung. a) Program 1 : Mengoptimalkan pemanfaatan areal sawah tadah hujan dengan revitalisasi jaringan irigasi. Kegiatan 1 : Memfasilitasi petani untuk membuat tampungan air di lahan sawahnya untuk menampung air yang dipompa dari saluran irigasi b) Program 2 : Menggalakkan secara luas penanaman tanaman albasia (turi) di pematang sawah dan tanaman lain yang kaya dengan kandungan Nitrogen, tanaman buah seperti mangga untuk daerah tadah hujan untuk konservasi lahan. Tanaman albasia selain bermanfaat untuk makanan ternak, dapat juga bermanfaat untuk pupuk hijau. Kegiatan 1 : Penyediaan bibit albasia oleh Dinas Pertanian untuk dibagikan kepada petani di lahan tadah hujan Kegiatan 2 : Kampanye penanaman albasia di kawasan sawah tadah hujan 4. Optimalisasi pemanfaatan lahan tidur dan pembukaan lahan baru Strategi: Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan lahan tidur dan pembukaan lahan baru. a) Program 1 : Mengoptimalkan pemanfaatan lahan tidur atau lahan tidak dimanfaatkan untuk pertanian tanaman pangan utama : Beberapa daerah terdapat hamparan lahan tidur atau lahan tidak termanfaatkan untuk pertanian padi, jagung, dan kedelai.
22 Kegiatan 1 : Memfasilitasi petani untuk dapat menggunakan lahan tidur atau lahan tidak termanfaatkan untuk ditanami tanaman padi dan jagung. Kegiatan 2 : Memfasilitasi bekerjasama antara petani dengan pada pemilik lahan tidur untuk menggunakan lahan tersebut untuk pertanian padi, jagung, atau kedelai. b) Program 2 : Membuka lahan pertanian baru dengan memperhatikan konservasi lahan dan tidak mengganggu fungsi-fungsi lingkungan dan hutan lindung. Kegiatan 1 : Membantu identifikasi lahan-lahan yang berpotensi untuk digunakan lahan pertanian baru berdasarkan kajian iklimnya Kegiatan 2 : Membantu kerjasama antara Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas PU, dan PEMDA dalam perencanaan pembukaan lahan pertanian baru Tabel 6.1 Ringkasan strategi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim pada lahan sawah di Kabupaten Bandung Bahaya Penurunan Produksi Padi (H) Kerentanan (V) Risiko Penurunan Produksi Padi (R) Strategi Adaptasi Berbahaya Rentan Tinggi 1. Penggunaan varitas padi, jagung, dan kedelai unggul bermutu yang berumur genjah. 2. Meningkatkan teknik budidaya pertanian misalnya melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dan intensifikasi budidaya misalnya SRI dan sistem Legowo 3. Pengembangan usahatani sistem bedeng untuk tujuan konservasi tanah dan air di lahan tadah hujan. 4. Optimalisasi pemanfaatan lahan tadah hujan dengan pompanisasi air irigasi dan penghijauan. 5. Optimalisasi pemanfaatan lahan tidur dan pembukaan lahan baru 8. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil analisis bahaya, kerentanan, dan risiko perubahan iklim pada sektor pertanian di Kabupaten Bandung maka dapat dikemukakan simpulan dan rekomendasi berikut ini Kesimpulan a. Berdasarkan hasil analisis curah hujan dan suhu udara di Kabupaten Bandung telah terjadi perubahan iklim. Dampak perubahan iklim di Kabupaten Bandung sudah
23 dirasakan oleh masyarakat yang diindikasikan oleh bergesernya musim tanam dan panen padi; adanya bahaya penurunan produktivitas, luas panen. luas lahan, dan produksi padi, jagung, dan kedelai di beberapa lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah ½ irigasi di beberapa kabupaten di Kabupaten Bandung b. Sektor pertanian di Kabupaten Bandung rentan terhadap dampak perubahan iklim global yang diindikasikan oleh adanya bahaya (hazard) penurunan produktivitas, luas panen. luas lahan, dan produksi padi, jagung, dan kedelai akibat peningkatan suhu udara dan perubahan variabilitas, frekuensi, dan kuantitas curah hujan pada saat masa tanam. c. Berdasarkan hasil analisis bahaya (hazard) perubahan iklim pada sektor pertanian di Kabupaten Bandung maka daerah-daerah yang bahaya terhadap tanaman pangan utama adalah Kecamatan Cicalengka, Pangalengan, Ciwidey, Solokanjeruk, dan Ciparay. d. Berdasarkan hasil analisis kerentanan (vulnerability) terhadap perubahan iklim di Kabupaten Bandung maka daerah-daerah yang sangat rentan adalah Kecamatan Pasirjambu, Cimaung, Pangalengan, Kertasari, dan Pacet (tingkat kerentanan sangat tinggi). e. Wilayah-wilayah yang mempunyai risiko penurunan produksi tanaman pangan utama di Kabupaten Bandung adalah Kabupaten Pasirjambu, Cimaung, dan Ciparay (padi sawah); Kecamatan Ciwidey, Pasirjambu, Cimaung, Pacet, dan Arjasari (padi ladang); dan Kecamatan Ciwidey, Pangalengan, Cicalengka, dan Baleendah (jagung). Wilayahwilayah ini sama dengan wilayah-wilayah yang mengalami risiko penurunan luas lahan Rekomendasi Kebijakan a) Melakukan peningkatan teknologi budidaya tanaman padi, jagung, dan kedelai misalnya melalui program pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dan SRI untuk mengatasi risiko penurunan produktivitas tanaman pangan utama akibat perubahan iklim. b) Meningkatkan penggunaan varietas berproduktivitas tinggi dan varietas tanaman yang tahan kekeringan atau kebanjiran dan berumur pendek untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan utama. c) Meningkatkan intensifikasi dan optimalisasi pengguaan lahan pertanian, atau pembukaan baru (lahan tidur) untuk mempertahankan atau meningkatkan luas panen dan luas lahan pertanian di Kabupaten Bandung. d) Perlu program peningkatan produktivitas tanaman, luas panen, dan luas lahan yang simultan dan terintegrasi agar produksi tanaman padi dapat dipertahankan atau ditingkatkan sehingga program swasembada pangan di Kabupaten Bandung dapat tercapai.
24 e) Memperkuat kemampuan masyarakat petani dengan melakukan pemberdayaan, memfasilitasi pembuatan jaringan irigasi, embung untuk panen air pada musim hujan di daerah tadah hujan, memfasilitasi dalam renovasi jaringan irigasi dan embung yang mengalami pendangkalan (sedimentasi). f) Untuk memperkaya informasi iklim yang sangat bermanfaat untuk prediksi dan peramalan cuaca setiap mulai musim tanam maka diharapkan agar BMKG berkolaborasi dengan Dinas Pertanian untuk mengkoordinir petugas pengamat dan pencatatan curah hujan dan unsur-unsur iklim lainnya di setiap stasiun secara rutin. g) Perlu mengembangkan Sekolah Lapang Iklim (SLI) di Kabupaten Bandung dengan mengadopsi keberhasilan Sekolah lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dengan tetap memadukannya dengan pelestarian kearifan lokal. h) Kajian terpadu dan multi lokasi tentang perubahan jadwal tanam dan pola tanam di setiap daerah irigasi atau non irigasi dengan berkolaborasi dan melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Kajian ini dilakukan berdasarkan durasi dan rentang waktu curah hujan dalam setahun. Berdasarkan hasil kajian ini digunakan sebagai dasar melakukan komando jadwal mulai musim tanam tiap awal musim tanam, mengatur pola tanam yang lebih adaptif dengan perubahan iklim untuk mencegah bahaya penurunan kualitas dan kuantitas produksi. i) Perlu memfasilitasi dan mendorong petani di daerah lahan sawah yang rentan terhadap dampak perubahan iklim seperti daerah lahan tadah hujan Kabupaten Bandung untuk melakukan diversifikasi tanaman pangan pada musim hujan, yakni dengan membagi lahan sawah secara proporsional untuk tanaman padi dan tanaman sayuran dan/atau palawija yang bernilai ekonomi tinggi. j) Perlu secara rutin informasi kapasitas dan debit air sungai sebagai sumber air irigasi kepada Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Perlu juga informasi potensi curah hujan setiap tahun dari BMKG dengan lebih mengaktifkan fungsi stasiun pengukuran curah hujan. k) Perlu memperhatikan skala prioritas dalam mengimplementasikan aksi adaptasi karena tujuan adaptasi selalu terkait dengan sasaran pembangunan yang telah dituangkan dalam RPJM Daerah dan RPJPN karena perubahan iklim tidak hanya sering berdampak pada sektor pertanian, tetapi sering juga berdampak pada banyak sektor lainnya. l) Selain melakukan pembangunan saluran irigasi untuk memperluas areal tanam dengan menambah jangkauan distribusi air irigasi, perlu juga pembangunan saluran drainase untuk mengatasi bahaya banjir pada daerah-daerah yang potensial terkena bahaya (hazard) pada saat menjelang panen padi akibat frekuensi dan intensitas curah hujan yang sangat berlebihan.
25 m) Perlu mendorong petani untuk membuat embung-embung kecil (water-pond) pada areal sawah milik petani untuk panen air hujan (Water harvesting) mengingat lama musim hujan yang relatif singkat. n) Perlu membantu masyarakat petani miskin dalam meningkatkan kapasitas beradaptasi melalui penguatan ekonomi pedesaan. o) Perlu mengkampanyekan penanaman padi dengan sistem penanaman padi hemat air yang dikenal dengan nama sistem Padi SRI (System Rice Intensification) yang telah diuji coba di daerah yang rentan terhadap defisit air irigasi. Pengembangan penanaman padi dengan sistem ini perlu disertai dengan uji coba penemuan varitas yang tahan lama kekeringan dan berumur genjah. DAFTAR PUSTAKA Abawi, Y. I Yasin, S. Dutta, T. Harris, M. Ma shum, D. McClymont, I. Amien dan R. Sayuti Capturing the benefit of seasonal climate forecast in agricultural management: Subproject 2- Water and Crop Management inindonesia. Final Report to ACIAR. QCCA-DNRM. Toowoomba Australia. Boer, R and Meinke, H Plant Growth and the SOI, in Will It Rain? The effect of the Southern Oscillatioon and El Nino in Indonesia. Department of Primary Industries Qweensland, Brisbane Australia. Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Laporan Tahunan Pemerintah Kabupaten Bandung. Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Laporan Tahunan Pemerintah Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung Dalam Angka Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung Dalam Angka Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. Malczewski, J GIS and Multicriteria Decision Analysis. New York, USA. Martyn. D Climate of the world. Development in Atmospheric Science. Elsevier Amsterdam London, N.Y. 435 p. Saaty, T.L The Analytic Hierarchy Process. McGraw Hill, New York, USA.
Analisis penurunan produksi tanaman padi akibat perubahan iklim di Kabupaten Bandung Jawa Barat
Jurnal Kultivasi Vol. 15(1) Maret 2016 37 Ruminta Analisis penurunan produksi tanaman padi akibat perubahan iklim di Kabupaten Bandung Jawa Barat Analysis of decreasing production of paddy due to climate
Lebih terperinciDinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF
Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan RENCANA STRATEGIS PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK
Lebih terperinciSTRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU
Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan
Lebih terperinciINFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono
INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM
BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu
Lebih terperinciANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU
Analisis Luas Garapan Petani di DAS Citarum Hulu May 15, 2011 1. Pendahuluan ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Oleh: D.K. Kalsim 1 dan M. Farid Rahman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan
Lebih terperinciUU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan
UU No.23 Tahun 2014 3 Indikator - Jumlah Penduduk - Luas Wilayah - Jumlah Desa/Kelurahan Klasifikasi : Tipe A (beban besar) Tipe B (beban kecil) 6 Dimensi 28 Aspek (Kreasi Tim: Pemetaan Pembanguna) Intervensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki matapencaharian dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan sektor yang
Lebih terperinciBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG
Lebih terperinciVISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG
VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG 2011-2015 TUJUAN Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas pertanian dan wilayah sentra produksi Menciptakan sistem produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang terbentang luas, area pertanian di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia sebagian besar berprofesi
Lebih terperinciJumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun
Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung mempunyai tugas pokok merumuskan kebijaksanaan teknis dan melaksanakan kegiatan teknis operasional
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)
Lebih terperinciBAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi
Lebih terperinciKAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka
KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan proses alam yang mempengaruhi perubahan terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia yang mengubah komposisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan
Lebih terperinciBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai
Lebih terperinciBab V Analisis, Kesimpulan dan Saran
151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciPEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Disampaikan pada Rapat Koordinasi ProKlim Manggala Wanabakti, 26 April
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)
No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH
BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)
No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi
Lebih terperinciUPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air
UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciSintesis Dasar: Adaptasi Perubahan Iklim, Pengurangan Risiko Bencana, dan Pembangunan Daerah
Sintesis Dasar: Adaptasi Perubahan Iklim, Pengurangan Risiko Bencana, dan Pembangunan Daerah Sumber: BPBD Kabupaten Selayar, 2012 Wilmar Salim, Ph.D. Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung Disampaikan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinci1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU
189 Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH
LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya
Lebih terperinciDAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA
30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,
IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa
Lebih terperinciBADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERWUJUDAN VISI...SINERGI PEMBANGUNAN PERDESAAN... DALAM SIKLUS PERENCANAAN TAHUNAN UU 25/2004; PP 8/2008 & PMDN 54/2010 Penetapan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung
Lebih terperinciBAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI
BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciKementerian PPN/Bappenas
+ Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) Kementerian PPN/Bappenas Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia 2013 + OUTLINE 2 I. LATAR BELAKANG II. III. IV. HISTORI KONDISI IKLIM INDONESIA
Lebih terperinciAnalysis Calculation of Optimum Hand Tractor Needs In Regency Bandung. Dwi Rustan Kendarto 1)
ANALISIS PERHITUNGAN KEBUTUHAN OPTIMUM TRAKTOR RODA DUA DI KABUPATEN BANDUNG Analysis Calculation of Optimum Hand Tractor Needs In Regency Bandung Dwi Rustan Kendarto 1) 1) Staf Dosen Teknik Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga
PENDAHULUAN Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras di luar Pulau Jawa, yang berperan penting dalam upayah pelestarian swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi
Lebih terperinciMETODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN
163 METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN A.1 METODE ANALSISIS STURGESS Dalam mencari rangking untuk faktor penduduk penulis terlebih dahulu menentukan kelas wilayah yang dan melakukan
Lebih terperinciPOTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG
POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki faktor geografis yang baik untuk membudidayakan tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU
ABSTRAK FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa dan Andi Ishak Balai Pengkajian Pertanian Bengkulu,
Lebih terperinciPengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim
Pengantar Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim Dr. Ir. Haryono, M.Sc. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sudah sering kita dengar, rasakan,
Lebih terperinciJumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga
Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 141.553 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 41 Perusahaan Jumlah perusahaan tidak
Lebih terperinciMemperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah
Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah Nazla Mariza, MA Media Fellowship ICCTF Jakarta, 24 Mei 2016 Pusat Transformasi
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk
Lebih terperinciDrought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan
Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Oleh : Gatot Irianto Fakta menunjukkan bahhwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya (magnitude), baik intensitas, periode ulang dan lamanya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Studi tentang iklim mencakup kajian tentang fenomena fisik atmosfer sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi
Lebih terperinciseperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi
1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya
PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah
Lebih terperinciKontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)
1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan ekspor dan devisa negara,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciVIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM
141 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2010) diantaranya adalah meningkatnya
Lebih terperinciVII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan
VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan 7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah
Lebih terperinciPERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015
PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 215 Ir. Ni Putu Suastini, MSi (Penyuluh Pertanian Madya) Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng 215 PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Kabupaten karawang sebagai lumbung padi mempunyai peran penting dalam menjaga swasembada beras nasional tentunya demi menjaga swasembada beras nasional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Padi (Oryza Sativa) Tanamanpadimerupakantanamansemusim,termasukgolonganrumputrumputandenganklasifikasisebagaiberikut:
Lebih terperinci