BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI"

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini secara garis besar membahas tinjauan mengenai gambaran wilayah studi yaitu Kota Soreang. Gambaran umum Kota Soreang dibagi dua bagian utama yaitu tinjauan eksternal dan internal Kota Soreang. Tinjauan eksternal didasarkan pada kedudukan Kota Soreang dalam konstelasi Wilayah Metropolitan Bandung. Sedangkan tinjauan internal Kota Soreang meliputi tinjauan kependudukan Kota Soreang dan fasilitas serta utilitas yang terdapat di Kota Soreang. 3.1 Tinjauan Eksternal Kota Soreang Dalam Lingkup Wilayah Metropolitan Bandung Sebagaimana yang terdapat dalam PP 47 Tahun 1997 tentang RTRWN 2015 dan Perda 2 Tahun 2003 tentang RTRWP Jawa Barat 2010, Metropolitan Bandung ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Sebagai PKN, Metropolitan Bandung berperan sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional, dan juga berfungsi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa propinsi. Pada skala regional, Metropolitan Bandung juga merupakan kawasan andalan, yaitu kawasan yang berpotensi untuk mendorong perkembangan ekonomi ke kawasan sekitarnya. Wilayah Metropolitan Bandung mencakup wilayah seluas ,38 ha yang meliputi seluruh wilayah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan lima kecamatan di Kabupaten Sumedang. Wilayah Soreang dan sekitarnya memiliki fungsi kegiatan pemerintahan, pertanian dan perdagangan. Arahan pemanfaatan ruang Kota Soreang adalah : a. Penataan sarana dan prasarana perkotaan b. Pengembangan pemukiman skala besar c. Perdagangan, untuk mengantisipasi pengalihan perdagangan dari wilayah Bandung d. Jasa yang mendukung kegiatan fungsi wilayah e. Pengembangan industri non polutan f. Pengembangan pertanian sawah irigasi teknis sebagai lumbung padi Metropolitan Bandung. Status Kota Soreang dalam Konstelasi Wilayah Metropolitan Bandung adalah

2 sebagai kota satelit 1 yaitu kawasan perkotaan di sekitar dan/atau tekait langsung dengan Kota inti Bandung Cimahi (Padalarang-Ngamprah, Soreang-Ketapang, Majalaya-Solokan Jeruk, Rancaekek-Cicalengka, Jatinangor-Tanjung Sari dan Lembang-Parongpong). Tabel III.1 Arahan Fungsi Kota-Kota Di Metropolitan Bandung Sampai Tahun 2025 No Hierarki Kota/kawasan Perkotaan Perkiraan Penduduk Perkotaan 2025 (Jiwa) Fungsi Pengembangan 1 Kota Inti Kota Bandung-Cimahi Perdagangan dan jasa Pemerintahan Pendidikan tinggi 2 Kota Satelit I Padalarang-Ngamprah Industri Perdagangan Pemukiman Soreang-Ketapang Pemerintahan Industri pertanian Perdagangan Permukiman Rancaekek-Cicalengka Perdagangan Permukiman Industri Lembang Pariwisata Permukiman Jatinagor-Tanjung sari Pendidikan tinggi Permukiman Industri Majalaya Industri Permukiman Sumber : Executive Summary Penataan Ruang Metropolitan Bandung Dalam sektor ekonomi kedudukan Kota Soreang dalam konteks Wilayah Metropolitan Bandung berada pada orde dua untuk Kecamatan Katapang dan orde empat untuk Kecamatan Soreang yang terhubung dengan hubungan langsung dalam hierarki ekonomi kecamatan di Metropolitan Bandung. Kontribusi sumbangan PDRB Kota Soreang terhadap wilayah Metropolitan Bandung adalah sebesar % untuk Kecamatan Soreang dan % untuk Kecamatan Ketapang (Kajian Perekonomian Wilayah Metropolitan Bandung,2010). Hal ini karena sebagian besar wilayah Kecamatan Soreang masih berbasiskan pertanian dan perdagangan, hotel, restoran serta pertambangan sebagai fungsi penunjang sedangkan untuk Kecamatan Katapang memiliki fungsi utama sebagai penyedia listrik, gas, dan air bersih serta industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi sebagai fungsi penunjang. Dari segi transportasi, Kota Soreang memiliki fungsi sebagai salah satu simpul utama pergerakan di Selatan Metropolitan Bandung. Hal ini dapat dilihat dari rencana

3 pengembangan terminal tipe B di Kota Soreang, pengaktifan kembali jalur kereta api yang melewati Kota Soreang dan stasiun, dan rencana pembangunan jalan tol Soreang Pasir Koja yang tentunya akan mendorong Kota Soreang menjadi salah astu transhipment point utama di wilayah Metropolitan Bandung. Perkembangan yang cukup pesat di wilayah Kota Bandung saat ini telah mengimbas ke wilayah sekitarnya yaitu wilayah Kabupaten Bandung. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada intinya kegiatan kota dan perkembangannya tidak dapat dibatasi oleh batas administratif saja. Pengaruh pelayanan dari pusat-pusat kegiatan dapat mencapai wilayah lain selama tingkat aksessibilitasnya memungkinkan. Wilayah Kabupaten Bandung yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung dan dihubungkan dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi mengakibatkan kedua wilayah tersebut secara fungsional memiliki hubungan yang sangat kuat. Namun demikian huungan yang kuat tersebut diwujudkan dalam arti Kota Soreang merupakan kota satelit bagi Kota Bandung atau dengan kata lain Kota Soreang diarahkan menjadi suatu kota mandiri yang mendukung Kota Bandung. Dalam konteks sebagai kota mandiri sebagai ibukota Kabupaten Bandung, Kota Soreang harus memiliki aktivitas dan infrastruktur yang mampu melayani penduduk kotanya sendiri dan kota-kota lain yang berada dalam wilayah pelayanannya. Perkembangan dan fungsi Kota Soreang tidak akan terlepas dari perkembangan Kota Bandung, hal ini dapat dilihat dengan sangat tingginya pergerakan penduduk dari dan ke Kota Bandung dan Soreang setiap hari. Di samping Kota Bandung, maka simpul pelayanan yang ada di Kabupaten Bandung juga mempengaruhi perkembangan Kota Soreang secara intensif yaitu Kota Margahayu, Kota Banjaran, Kota Dayeuhkolot dan Kota Cimahi. Perkembangan Kota Soreang secara umum membentuk pola ribbon development dimana perkembangan kotanya mengikuti pola jaringan jalan terutama dipengaruhi oleh perkembangan dan pertumbuhan bangunan di sepanjang Jalan Wahid Hasyim (dahulu jalan Kopo), Jalan Raya Banjaran dan Jalan Raya Soreang-Ciwidey. Melihat perkembangan yang demikian maka yang harus diperhatikan pengembangan kota adalah menyusun pola dan sistem jalan yang tepat hingga struktur ruang akan diarahkan melalui penataan sistem jalannya. Rencana pembangunan terminal di Kota Soreang dan rencana pembangunan Jalan Tol Pasir Koja-Soreang menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik Kota Soreang. Perkembangan Kota Soreang akan terkait dengan kota-kota lain di sekitarnya baik dengan kota yang lebih tinggi yaitu Kota Bandung maupun dengan kota-kota yang

4 lebih rendah. Interaksi Kota Soreang dalam aktivitas sosial ekonomi maupun keruangan masih kecil, hal ini terjadi karena adanya ketimpangan antara fungsi pelayanan di Kota Soreang dengan kota-kota di sekitarnya seperti Kota Margahayu dan Kota Banjaran. Fasilitas dan utilitas di Kota Soreang masih belum sesuai baik dari kualitas maupun kuantitasnya bila diakitkan dengan fungsinya sebagai ibukota Kabupaten Bandung. Pelayanan fasilitas sosial ekonomi dan utilitas di Kota Soreang masih minim, sehingga pengembangan aktivitasnya pun masih sangat terbatas, kecuali fasilitas pemerintahan yang melayani kebutuhan regional Kabupaten Bandung. Di samping itu kultur masyarakat Kota Soreang yang masih agraris belum mendukung terwujudnya kultur masyarakat kota. Untuk itu perlu adanya perubahan terhadap Kota Soreang agar menjadi pusat pelayanan kota dan wilayah lainnya sesuai dengan fungsinya sebagai ibukota Kabupaten Bandung. 3.2 Tinjauan Internal Kota Soreang Kota Soreang merupakan ibukota Kabupaten Bandung berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun Kota Soreang merupakan wilayah perkotaan yang secara regulasi selalu didorong untuk menjadi kawasan perkotaan. Hal ini dapat dicermati dari dokumen Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) Kota Soreang 2001 beberapa fungsi perkotaan ditetapkan pada Kota Soreang yang tujuannya adalah untuk semakin mengukuhkan Kota Soreang sebagai ibukota Kabupaten Bandung. Fungsi Kota Soreang berdasarkan kajian regional dan sektoral sebagaimana tercantum dalam RDTRK Kota Soreang tahun 2001 adalah sebagai berikut : a. Sebagai Pusat Pemerintahan Kota Soreang merupakan pusat pemerintahan Ibukota Kabupaten Bandung yang melayani kebutuhan administrasi pemerintah dan birokrasi untuk masyarakat dan swasta. b. Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Ekonomi Sebagai Ibukota Kabupaten Bandung, maka Kota Soreang berfungsi juga sebagai pusat pelayanan sosial dan ekonomi. Hinterland dari Kota Soreang adalah Kecamatan Ketapang dan Kecamatan Ciwidey. Pengembangan fungsi pusat sosial dan ekonomi dapat dilihat dengan adaya rumah sakit umum, pasar dan terminal kelas B dan pengembangan prasarana pariwisata juga pusat pemasaran hasil industri kecil dan pertanian. c. Sebagai Pusat Pengembangan SDM

5 Sebagai pusat pengembangan SDM, soreang didukung dengan rencana pembangunan fasilitas-fasilitas pendidikan dan pelatihan. Wilayah Kota Soreang terdiri dari sebagian Kecamatan Soreang dan sebagian Kecamatan Ketapang dengan luas Ha. Kota Soreang dalam lingkup wilayah Kabupaten Bandung berlokasi di tengah-tengah, tepatnya sekitar 20 Km sebelah selatan Kota Bandung. Batas-batas administrasi Kota Soreang adalah : a. Sebelah Utara : Kecamatan Margaasih, Kecamatan Margahayu b. Sebelah Selatan : Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Banjaran c. Sebelah Timur : Kecamatan Pamengpeuk, Kecamatan Banjaran d. Sebelah Barat : Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Cililin Sesuai dengan RTRW Kabupaten Bandung Tahun 2001, maka wilayah Kota Soreang meliputi : a. Kecamatan Soreang, terdiri dari : Desa Karamatmulya Desa Pamekaran Desa Soreang Desa Sadu Desa Panyirapan b. Kecamatan Ketapang, terdiri dari : Desa Parung Serab Desa Sekarwangi Desa Cingcin Gambaran wilayah internal Kota Soreang ini dapat dilihat pada gambar 3.1.

6 Gambar 3.1 Ngamprah Padalarang Cimahi Utara Peta Batas Administrasi Kota Soreang Cimahi Tengah Legenda : Batujajar Cimahi Selatan Kotamadya Bandung Batas Kecamatan Margaasih Cileunyi Batas Kabupaten/Kota Cililin Dayeuhkolot Margahayu Bojongsoang Rancaekek Jalan Kabupaten/Kota Soreang Ketapang Pamengpeuk Ciparay Jalan Kereta Api Kota Soreang Banjaran Arjasari Majalaya Kota Bandung PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN 2008

7 Desa Sukamulya Desa Kutawaringin Desa Padasuka Desa Parungserab Desa Katapang KEC. KATAPANG Desa Sekarwangi Legenda : Gambar 3.2 Peta Jaringan Jalan Kota Soreang Batas Kota Desa Buminagara Batas Desa Desa Cingcin Desa Pamekaran Desa Gandasari Jalan Lokal Sekunder Jalan Kolektor Sekunder KEC. SOREANG Desa Sadu Desa Karamatmulya Desa Panyirapan Desa Soreang Desa Ciluncat Jalan Kolektor Primer Jalan Kereta Api Rencana Jalan Tol Transmisi Listrik Sungai PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN 2008

8 Dengan kedudukan geografis Kota Soreang yang cukup dekat dengan Kota Bandung yang telah mencapai tahapan kota Metropolitan dan berperan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) makan perkembangan Kota Soreang sangat dipengaruhi berbagai aktivitas yang terjadi di Kota Bandung. Hal ini didukung pula oleh kenyataan bahwa Kota Soreang belum memiliki kegiatan sosial ekonomi dan sosial yang memadai sebagai ibukota Kabupaten Bandung Kependudukan Di banyak kota-kota baik kota kecil, menengah maupun kota besar pada umumnya tampak adanya kecendrungan bahwa penduduk perkotaan terus meningkat. Gejala yang sama juga terlihat di Kota Soreang. Berdasarkan hasil perhitungan diperkirakan jumlah penduduk Kota Soreang pada tahun 2010 adalah jiwa, sedangkan pada tahun 2000 berjumlah jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan selama 10 tahun terakhir sebesar jiwa. Kepadatan penduduk di Kota Soreang pada tahun 2000 adalah 41,23 jiwa/ha dan diramalkan akan meningkat menjadi 67,20 jiwa/ha pada tahun Jumlah penduduk Kota Soreang terdistribusi ke dalam 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK). Jumlah dan kepadatan penduduk tertinggi terdapat di BWK I yaitu sebagai BWK Pusat Kota sedangkan kepadatan terendah terdapat di BWK V yang didominasi guna lahannya oleh lahan konservasi. Tabel III.2 Persebaran Penduduk Kota Soreang Tahun Lokasi Unit Luas Lahan Penduduk (tahun) Lingkungan (Ha) Kota Soreang BWK I Unit Lingkungan BWK II Unit Lingkungan BWK III Unit Lingkungan BWK IV Unit Lingkungan 1 2 BWK V Unit Lingkungan 1 Sumber : RDTRK Kota Soreang

9 3.2.2 Karakteristik Ekonomi Masyarakat Sebagai kota yang tengah tumbuh dan berkembang dan berada pada proses transisi dari kawasan pedesaan, perekonomian Kota Soreang didukung oleh perkembangan berbagai sektor. Sektor industri dengan skala kecil dan menengah berkembang cukup pesat di Kota Soreang. Industri ini pada umumnya bergerak dalam bidang konveksi dengan pangsa pasar tak hanya bersifat lokal, tapijuga telah menjangkau pasar internasional. Kenyataan ini menyebabkan mayoritas masyarakat juga bermata pencaharian pada sektor industri. Lebih jelasnya, sebaran mata pencaharian penduduk pada berbagai sektor dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel III.3 Mata Pencaharian Masyarakat Kota Soreang Pada Berbagai Sektor No Desa Sektor Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya 1 Karamatmulya Pamekaran Soreang Sadu Panyirapan Parung Serab Sekarwangi Cingcin Total Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka, 2005 Sektor lain yang juga dominan sebagai mata pencaharian masyarakat adalah perdagangan dan jasa. Dominannya tiga sektor ini sebagai mata pencaharian penduduk semakin mencirikan status kekotaan dari Kota Soreang Karakteristik Sektor Transportasi Transportasi merupakan sektor penting yang dapat mendukung aktivitas masyarakat perkotaan. Pada bagian ini akan diberikan gambaran tentang ketersediaan sarana dan prasarana transportasi di Kota Soreang Prasarana Jalan Kota Soreang berjarak sekitar 20 km dari pusat Kota Bandung ke arah Selatan, kondisi prasarana jalan yang menghubungkan Kota Bandung dan Kota Soreang relatif baik yaitu hotmix dengan lebar sekitar 8 meter. Fungsi jalan raya Soreang adalah sebagai jalan arteri primer. Sesuai dengan fungsinya sebagai

10 No ibukota Kabupaten Bandung, maka sudah selayaknya Kota Soreang memiliki sistem jaringan jalan yang baik dan lancar agar dapat diakses oleh kota-kota lain di Kabupaten Bandung. Pada saat ini, prasarana jalan yang menghubungkan akses ke Kota Soreang terdiri dari : a. Jalan Raya Bandung-Soreang b. Jalan Raya Banjaran-Soreang c. Jalan Raya Ciwidey-Soreang d. Jalan Raya Margaasih-Soreang (via Parung Serab) e. Jalan Raya Soreang-Baleendah (via Katapang) Dari kelima jalan tersebut, Jalan Raya Bandung Soreang - Ciwidey merupakan jalan arteri yang memiliki arus lalu lintas yang paling padat dibandingkan ruas jalan lainnya. Tabel III. 4 Daftar Inventarisasi Jalan Di Kota Soreang Nama Jalan Panjang Jalan (m) Lebar Jalan (m) Kondisi 1 Bandung-Soreang ,2 Hotmix Keterangan Batas Kota Soreang-Batas Pemerintahan 2 Soreang-Ciwidey ,2 Hotmix Pusat Pemerintahan-Batas Kota Soreang 3 Soreang-Banjaran ,2 Hotmix Pertigaan Soreang-Batas Kota Soreang 4 Soreang-Parung Serab ,2 Hotmix Rumah Sakit-Batas Kota Soreang 5 Jl. Cingcin ,8 Hotmix Pertigaan Cingcin/Soreang-Perigaan Banjaran 6 Jl. Katapang ,6 Aspal Pertigaan Katapang-Soreang-Kantor Camat Katapang 7 Jl. Cipeer (terminal ,2 Hotmix Pertigaan Katapang-Soreang-Kantor baru) Camat Katapang 8 Jl. Tembus Kantor Pemerintahan ,2 Hotmix 9 Jl. Cabek ,6 Aspal Pusat Pemerintahan 10 Jl. Bojong 680 3,6 Aspal Pusat Pemerintahan 11 Jl. Sekarwangi- Parung Serab ,6 Aspal Pusat Pemerintahan 12 Jl. Rachmat 250 3,6 Aspal Pusat Pemerintahan Pertigaan Katapang-Soreang-Kantor Camat Katapang 13 Jl. Pesantren ,6 Aspal Pusat Pemerintahan 14 Jl. Ciloa ,6 Aspal Pusat Pemerintahan 15 Jl. Cipatik ,8 Aspal Pusat Pemerintahan Sumber : RDTRK Kota Soreang Panjang jalan desa yang terdapat di Kota Soreang adalah km, sedangkan jalan kabupaten dan jalan propinsi masing-masing sepanjang 23.50

11 km dan km. Bila dilihat berdasarkan kondisinya, jaringan jalan di dalam Kota Soreang masih memiliki tingkat kerusakan yang cukup banyak. Terutama untuk kelas jalan desa dan kabupaten. Kondisi lebih buruk lagi terjadi pada musim penghujan karena konstruksi jalan yang masih belum memiliki kualitas yang baik. Pada tabel III.5 akan diberikan data tentang kondisi jaringan jalan yang ada di Kota Soreang dan pada gambar 3.2 akan disajikan peta jaringan jalan yang ada di Kota Soreang. Tabel III. 5 Daftar Inventarisasi Jalan Berdasarkan Kondisi dan Kelas Jalan Di Kota Soreang Desa Baik Panjang Jalan Desa (km) Jalan Aspal Rusak Ringan Rusak Berat Jalan Batu Jalan Tanah Baik Panjang Jalan Kabupaten (km) Rusak Ringan Rusak Berat Baik Panjang Jalan Propinsi (km) Rusak Ringan Rusak Berat Karamatmulya Pamekaran Soreang Sadu Panyirapan Parung Serab Sekarwangi Cingcin Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka, Moda Transportasi Di Kota Soreang, moda transportasi yang biasa digunakan meliputi kendaraan bermotor seperti sepeda motor, mobil dan angkutan non motor seperti becak, dan delman. Untuk pergerakan internal, masyarakat biasanya menggunakan ojeg, delaman atau becak karena tidak terdapatnya angkutan umum (angkot) yang melayani rute antar desa. Moda ini tersebar cukup merata di semua desa di Kota Soreang. Sementara itu, untuk pergerakan eksternal telah tersedia angkutan umum yang melayani berbagai rute. Rute angkutan umum yang terdapat di Kota Soreang adalah sebagai berikut :

12 Trayek Soreang - Bandung Trayek Soreang - Ciwidey Trayek Soreang - Banjaran Trayek Soreang - Baleendah Trayek Soreang Margaasih Jumlah moda transportasi yang terdapat di Kota Soreang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel III. 6 Daftar Inventarisasi Moda Transportasi Di Kota Soreang No Desa Ojeg motor Kendaraan Roda 4 Jenis Moda Kendaraan Roda 2 Delman Becak 1 Karamatmulya Pamekaran Soreang Sadu Panyirapan Parung Serab Sekarwangi Cingcin Total Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka, Prasarana Terminal Pada saat ini, terminal yang terdapat di Kota Soreang adalah dua buah terminal tipe B yang terdapat di Pasar Soreang dan di Jalan Cipeer. Namun yang masih aktif hanya terminal yang ada di Pasar Soreang, sementara terminal yang dibangun di Jalan Cipeer tidak dipergunakan secara optimal. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain faktor lokasi terminal yang tidak direncanakan secara matang. Pengembangan terminal merupakan suatu potensi internal yang akan mendukung pertumbuhan Kota Soreang. Berdasarkan pada rencana yang telah ada, pembangunan terminal kelas B akan berlokasi di belakang pasar dan berada di jalan lingkar Selatan Kota Soreang. Sementara itu, karena banyaknya ojeg yang tersedia untuk melayani pergerakan masyarakat, pangkalan tidak resmi banyak dibangun di tempat yang mudah diakses di dekat tempat tinggal penduduk. Saat ini, terdapat 26 pangkalan tak resmi yang tersebar di semua desa di Kota Soreang.

13 Prasarana Jalan Rel Kereta Api Sampai saat ini, rel kereta api yang menghubungkan Kota Bnadung dan Kota Ciwidey (melalui Kota Banjaran dan Kota Soreang) masih ada, namun kondisinya sudah tidak layak dipakai lagi. Kondisi saat ini, di sepanjang jalan rel kereta api tersebut sudah dipenuhi oleh permukiman penduduk yang sifatnya tidak memiliki ijin mendirikan bangunan karena pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Tata Ruang dan Wilayah sudah dipastikan tidak akan memberi ijin bagi pembangunan di sepanjang rel kereta api yang lahannya merupakan milik PT. KAI. Stasiun di Kota Soreang sudah tidak dapat difungsikan lagi, dan bila dikaji dari segi keterkaitan wilayah keberadaan stasiun ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan bagi pertumbuhan Kota Soreang Utilitas Air Bersih Sebagian besar penduduk Kota Soreang dalam pemenuhan kebutuhan akan air bersih menggunakan air tanah, tetapi kualitasnya masih sering tercemar terutama pada musim hujan Drainase Potensi sistem drainase di Kota Soreang antara lain tersedianya alur air pada bentang alam sebagai saluran air hujan, tersedianya sungai-sungai sebagai badan air penerima. Permasalahan sistem drainase adalah terjadinya genangan pada saat musim hujan di 11 lokasi. Penyebab permasalahan adalah kondisi jaringan drainase Kota Soreang dan dimensinyapun masih belum memenuhi standar kebutuhan Air Limbah Permasalahan utama pengelolaan air limbah di Kota Soreang adalah pengelolaan air limbah industri kecil yang saat ini penanganannya belum terintegrasi secara efektif. Dengan status Kota Soreang sebagai ibukota Kabupaten Bandung, maka kegiatan penduduk yang berasal dari kultur pedesaan (pertanian) berpindah ke kultur kegiatan perkotaan (non pertanian). Pengaruh dari transformasi ini adalah

14 munculnya pusat-pusat kegiatan baru yang mendukung perkembangan fungsi Kota Soreang. Selain fasilitas kantor pusat pemerintahan Kabupaten Bandung, fasilitas umum yang tersedia di Kecamatan soreang masih terbatas dari segi jumlah, intensitas kegiatan dan skala pelayanan. 3.3 Gambaran Umum Perkembangan Kota Soreang Perkembangan Kota Soreang akan dijelaskan dengan penggambaran perubahan klasifikasi kawasan Kota Soreang berdasarkan PODES 2000, 2003, dan Dari keadaan demografi, jumlah penduduk Kota Soreang terus meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.31/tahun. Perkembangan jumlah penduduk per desa di Kota Soreang tahun dapat dilihat pada tabel III.7 Tabel III. 7 Jumlah Penduduk Per Desa Di Kota Soreang Tahun Nama Desa Jumlah Parung Serab Sekarwangi Cingcin Sadu Panyirapan Karamatmulya Soreang Pamekaran Sumber : Data PODES 2000,2003,2005 Hampir di seluruh desa pertambahan penduduk terjadi walaupun dari segi jumlahnya tidak terlalu signifikan pada jumlah penduduk total Kota Soreang. Jumlah penduduk terbesar terdapat di desa Soreang dan desa Cingcin, karena dua desa tersebutlah yang merupakan pusat permukiman penduduk Kota Soreang. Di desa Cingcin terdapat perumahan formal Gading Tutuka dan CPI yang menyebabkan pertambahan yang sangat signifikan dari tahun Desa Pamekaran merupakan pusat aktivitas penduduk Kota Soreang dan wilayah Selatan Kabupaten Bandung, dimana terdapat pusat fasilitas perkotaan di antaranya pasar, pertokoan, rumah sakit, terminal dan kantor pusat pemerintahan Kabupaten Bandung. Pada tahun 2000, menurut PODES 2000 wilayah Kota Soreang hanya terdiri dari dua desa-kota (urban area) yaitu Desa Soreang dan Pamekaran.

15 Karena memang pada kedua desa tersebut telah terdapat fasilitas perkotaan dengan pelayanan regional seperti pasar dan kantor pusat pemerintahan Kota Soreang. Berdasarkan data PODES 2003, jumlah desa-kota di Kota Soreang bertambah menjadi lima dengan berubahnya status Desa Cingcin, sekarwangi dan Parung Serab. Hal ini karena adanya pembangunan perumahan Gading Tutuka di Desa Cingcin yang menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk sekitar 6000 jiwa yang secara otomatis menambah intensitas aktivitas dan fasilitas di desa tersebut. Desa Sekarwangi dan Parung Serab yang sebagian besar berada di koridor jalan Bandung-Soreang dan Jalan Soreang-Cimahi terimbas dampak semakin ramainya aktivitas pergerakan lalu lintas di kedua jalur regional tersebut. Pada data PODES 2005 seluruh desa di Kota Soreang sudah berstatus desa-kota termasuk desa Karamatmulya, Panyirapan dan Desa Sadu. Perkembangan Desa Sadu terutama disebabkan pertambahan aktivitas pergerakan Soreang-Ciwidey. Sedangkan untuk perkembangan Desa Panyirapan dan desa Karamatmulya distimulasi dengan adanya pembangunan jalan Cebek-Sadu yang membelah lahan persawahan di kedua desa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian di berbagai bidang saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Definisi berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KINERJA TRANSPORTASI DI KOTA SOREANG BERDASARKAN INDIKATOR EKONOMI DALAM TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

BAB IV ANALISIS KINERJA TRANSPORTASI DI KOTA SOREANG BERDASARKAN INDIKATOR EKONOMI DALAM TRANSPORTASI BERKELANJUTAN BAB IV ANALISIS KINERJA TRANSPORTASI DI KOTA SOREANG BERDASARKAN INDIKATOR EKONOMI DALAM TRANSPORTASI BERKELANJUTAN Indikator-indikator keberlanjutan transportasi perkotaan dalam aspek ekonomi yang telah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan sintesa dari hasil kajian indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang dari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian, metodologi yang digunakan, serta sistematika pembahasan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 54 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Karakteristik Umum Wilayah 3.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Secara geografis wilayah studi terletak diantara 107 o 14 53 BT sampai dengan 107 o

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Gambaran Umum Kondisi Daerah

Gambaran Umum Kondisi Daerah Gambaran Umum Kondisi Daerah Daya Saing Kabupaten Bangkalan Daya Saing Kabupaten Bangkalan merupakan kemampuan perekonomian Kabupaten Bangkalan dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2036 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir Citra Kania Laras Sakti

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir Citra Kania Laras Sakti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persimpangan kereta api Pasirhalang stasiun kereta api Padalarang Kab. Bandung Barat terletak pada jalan alternatif menuju pusat Kec. Ngamprah dan jalan alternatif

Lebih terperinci

Lampiran 1 Indikator dari Pembangunan yang Berkelanjutan (CSD 2001)

Lampiran 1 Indikator dari Pembangunan yang Berkelanjutan (CSD 2001) LAMPIRAN Lampiran 1 Indikator dari Pembangunan yang Berkelanjutan (CSD 2001) SOSIAL TEMA SUBTEMA INDIKATOR Persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan Kemiskinan Indeks gini dari ketidaksamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota pada umumnya disertai dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini pada akhirnya akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan raya merupakan sarana transportasi darat yang membentuk jaringan transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah, sehingga roda perekonomian dan pembangunan dapat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan UU No.23 Tahun 2014 3 Indikator - Jumlah Penduduk - Luas Wilayah - Jumlah Desa/Kelurahan Klasifikasi : Tipe A (beban besar) Tipe B (beban kecil) 6 Dimensi 28 Aspek (Kreasi Tim: Pemetaan Pembanguna) Intervensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SOREANG

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SOREANG BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SOREANG Proses Analisis Kebutuhan dan Penyediaan RTH di Kota Soreang terdiri dari tiga bagian, proses analisis yang pertama adalah menghitung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2016 PEKERJAAN UMUM Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Panjang

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN KUDUS

ANALISA KARAKTERISTIK SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN KUDUS ANALISA KARAKTERISTIK SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN KUDUS M. Debby Rizani Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Sultan Fatah No. 83 Demak Telpon

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENENTUAN TINGKAT LAHAN KRITIS

BAB IV ANALISIS PENENTUAN TINGKAT LAHAN KRITIS 87 BAB IV ANALISIS PENENTUAN TINGKAT LAHAN KRITIS Penentuan tingkat lahan kritis Sub DAS Ciwidey dilakukan dengan menggabungkan beberapa aspek, yaitu aspek biofisik untuk menentukan tingkat bahaya erosi

Lebih terperinci

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN 163 METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN A.1 METODE ANALSISIS STURGESS Dalam mencari rangking untuk faktor penduduk penulis terlebih dahulu menentukan kelas wilayah yang dan melakukan

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menempati tempat yang penting dalam pembangunan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menempati tempat yang penting dalam pembangunan bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan menempati tempat yang penting dalam pembangunan bangsa karena tujuannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dengan sumber daya

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA GEOGRAFIS KABUPATEN BANGKA PKL Sungailiat PKW PKNp PKWp PKW PKW Struktur Perekonomian Kabupaten Bangka tanpa Timah Tahun 2009-2013 Sektor 2009 (%)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI

BAB IV GAMBARAN LOKASI BAB IV GAMBARAN LOKASI 4.1 Tinjauan Umum Kota Banjar Baru A. Lokasi Kota Banjarbaru sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 memiliki wilayah seluas ±371,38 Km2 atau hanya 0,88% dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2036 I. UMUM Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA

HASIL PENELITIAN ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA Fitriani S. Rajabessy 1, Rieneke L.E. Sela 2 & Faizah Mastutie 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SUBANG JAWA BARAT KOTA SUBANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Subang merupakan ibukota Kecamatan Subang yang terletak di kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan masyarakat baik sosial budaya, sosial ekonomi maupun jumlah penduduk akan mengalami perubahan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan akan transportasi dalam suatu wilayah merupakan kebutuhan akan akses untuk menuju fungsi-fungsi pelayanan kota di lokasi berbeda yang ditentukan oleh masyarakat

Lebih terperinci

Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan Cepat Tumbuh Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Terjadi dorongan kerjasama pembangunan antar wilayah secara fungsional Kawasan Cepat Tumbuh Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk unggulan Tercipta keterpaduan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL

Lebih terperinci

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL TUGAS INDIVIDU Oleh: MUHAMMAD HANIF IMAADUDDIN (3613100050) JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL PEMANTAUAN P1 ADIPURA PERIODE KOTA SOREANG

EVALUASI HASIL PEMANTAUAN P1 ADIPURA PERIODE KOTA SOREANG EVALUASI HASIL PEMANTAUAN P1 ADIPURA PERIODE 2012 2013 KOTA SOREANG PERINGKAT JABAR No. KOTA P1 2013 1 SUMBER 74.97 2 BANJAR 74.93 3 KUNINGAN 74.78 4 CIAMIS 74.39 5 MAJALENGKA 74.01 6 PELABUHAN RATU 73.97

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN 63 BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN Pada bab IV ini akan disajikan secara berturut-turut mengenai analisa dan hasil penelitian meliputi : 4.1. Perekonomian Pulau Jawa saat ini 4.2. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu hal pokok untuk perkembangan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu hal pokok untuk perkembangan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu hal pokok untuk perkembangan suatu bangsa dan negara. Transportasi banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA PRABUMULIH SUMATERA SELATAN KOTA PRABUMULIH ADMINISTRASI Profil Wilayah Terdapat dua faktor yang menjadikan Kota Prabumulih strategis secara ekonomi yaitu : Persimpangan jalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Persiapan. Pengamatan Pendahuluan. Identifikasi Masalah. Alternatif Pendekatan Masalah. Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder

BAB III METODOLOGI. Persiapan. Pengamatan Pendahuluan. Identifikasi Masalah. Alternatif Pendekatan Masalah. Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder III - 1 BAB III METODOLOGI Persiapan Mulai Studi Pustaka Pengamatan Pendahuluan Identifikasi Masalah Alternatif Pendekatan Masalah Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder T Data Cukup Y Analisa Jalan

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga 19 BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Letak, Batas, dan Luas Tapak TPU Tanah Kusir merupakan pemakaman umum yang dikelola oleh Suku Dinas Pemakaman Jakarta Selatan di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta.

Lebih terperinci

Pelaksanakan survai dan pengolahan data adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang kondisi awal kawasan perencanaan.

Pelaksanakan survai dan pengolahan data adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang kondisi awal kawasan perencanaan. TPL301 PERENCANAAN KOTA PERTEMUAN III : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Oleh : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA (darmawan@esaunggul.ac.id) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Tkik Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi dari objek penelitian ini berada pada Kecamatan Rancaekek, tepatnya di Desa Sukamanah dan Kecamatan Rancaekek sendiri berada di Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

ADIPURA KOTA SOREANG TAHUN Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat

ADIPURA KOTA SOREANG TAHUN Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat ADIPURA KOTA SOREANG TAHUN 2016 Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat 1 Latar Belakang Program Adipura merupakan salah satu instrumen / program kerja Kementerian Lingkungan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Kata Pengantar Buku ini merupakan bagian dari lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2007 Sampai Tahun 2027. Buku

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem transportasi merupakan prasarana dan sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem transportasi merupakan prasarana dan sarana yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sistem transportasi merupakan prasarana dan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. B. PENGERTIAN JUDUL v Terminal : Perhentian (bus, kereta api, dan sebagainya) penghabisan,

Lebih terperinci

TERMINAL TIPE A KOTA BANDUNG

TERMINAL TIPE A KOTA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menjadi tujuan wisata perekonomian, perdagangan, pariwisata, pendidikan khususnya di Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota menimbulkan permasalahan perkotaan, baik menyangkut penataan ruang penyediaan fasilitas pelayanan kota maupun manajemen perkotaan. Pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA 5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA Pengembangan Kawasan Kota Sei Rampah sebagai bagian dari Pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, pada dasarnya juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci